Anda di halaman 1dari 10

Nama : Wesi Susanti

Npm : 21270161P

Falsafah Asuhan Kebidanan


Falsafah atau filsafat berasal dari bahasa arab yaitu Falsafah atau disebut
juga filosofi atau filsafat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, falsafah yaitu
anggapan, pandangan hidup, sikap batin yang paling umum yang dimiliki orang
atau masyarakat. Falsafah kebidanan yaitu keyakinan, pandangan hidup, penuntun
bagi seorang bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.
Filosofi berasal dari bahasa yunani yaitu pholosophy yang berarti menyukai
kearifan "sesuatu yang memberikan gambaran dan berperan sebagai tantangan
untuk memahami dan menggunakan filosofi sebagai dasar untuk memberikanj
informasi dan meningkatkan praktik tradisional".
Falsafah kebidanan merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi bidan
dalam memberikan pelayanan kebidanan. Falsafah kebidanan tersebut adalah :
1. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam Undang – Undang maupun
peraturan pemerintah Indonesia yang merupakan salah satu tenaga
pelayanan kesehatan professional dan secara internasional diakui oleh
International Confederation of Midwives (ICM), FIGO dan WHO.
2. Tugas, tanggungjawab dan kewenangan profesi bidan yang telah diatur
dalam beberapa peraturan maupun keputusan menteri kesehatan ditujukan
dalam rangka membantu program pemerintah bidang kesehatan khususnya
ikut dalam rangka menurunkan AKI, AKP, KIA, Pelayanan ibu hamil,
melahirkan, nifas yang aman dan KB.
3. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan
perbedaan budaya. Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri,
mendapat informasi yang cukup dan untuk berperan di segala aspek
pemeliharaan kesehatannya.
4. Bidan meyakini bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan dan menopause
adalah proses fisiologi dan hanya sebagian kecil yang membutuhkan
intervensi medic.
5. Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila
tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal.
6. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap
wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat
pelayanan yang berkualitas.
7. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga yang
membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.
8. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan
dan pelayanan kesehatan.
9. Intervensi kebidanan bersifat komprehensif mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative ditujukan kepada individu, keluarga dan
masyarakat.
10.Manajemen kebidanan diselenggarakan atas dasar pemecahan masalah
dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang
professional dan interaksi social serta asas penelitian dan pengembangan
yang dapat melandasi manajemen secara terpadu.
11.Proses kependidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian
berlangsung sepanjang hidup manusia perlu dikembangkan dan diupayakan
untuk berbagai strata masyarakat.
Contoh Falsafah Kebidanan
a. Bidan yakin bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan, dan menopause
adalah proses fisiologis dan hanya sebagian kecil yang butuh intervensi
b. Persalinan adalah proses alami, peristiwa normal, namun bila tidak di kelola
dengan tepat dapat menjadi ubnormal.
c. Setiap individu berhak dilahirkan secara sehat yaitu setiap WUS, ibu hamil,
melahirkan, bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
d. Pengalaman melahirkan anak, merupakan tugas perkembangan keluarga
yang butuh persiapan mulai anak menginjak remaja.
e. Kesehatan ibu periode refroduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan
dan pelayanan kesehatan.
f. Intervensi kebidanan bersifat komprehensif yaitu upaya promotive,
preventif, kuratif dan rehabilitative ditunjukkan kepada individu, keluarga
dan masyarakat
g. Manajemen kebidanan di selenggarakan atas dasar pemecahan masalah
dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang
professional dan interaksi social serta asas penelitan dan pengembangan
yang didapati dan dilandasi menejemen secara terpadu.
h. Proses pendidik kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian
berlangsung sepanjang hidup manusia perlu di kembangkan dan diupayakan
untuk berbagai strata masyarakat.

Sejarah kebidanan di Indonesia


Perkembangan kebidanan di Indonesia tidak jelas karena tidak tahu siapa
yang menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia karena zaman dahulu semua
persalinan di tangani oleh dukun dan percaya tahayul, sifatnya turun temurun dan
berpengalaman, dukun juga seorang wanita tua dan disegani, juga sebagai
penasehat dan pendidik berpengaruh di masyarakat dan pembayaran sesuai dengan
kemampuan masyarakat, dukun juga mau menunggu ibu yang akan melahirkan
berhari-hari lamanya.
Cara perawatannya dengan membaca-baca mantra dan memohon kepada
Tuhan serta mengusir setan, mau mengurut-urut serta menganjurkan pantangan.
Dukun juga sering bertapa, dan dalam perawatan sering menggunakan ramuan-
ramuan segar.
Perkembangan kebidanan telah berjalan melalui proses yang panjang.
Demikian juga dalam kancah pendidikan. Perkembangan kebidanan dimulai ketika
Belanda menjajah bangsa Indonesia. Setelah membangun rumah sakit untuk orang
tertentu, misalnya orang yang terkaya pada perkebunan atau bagian kebidanan.
Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan diadakan di rumah sakit,
kemudian juga diluar cenderung tersumbat karena masyarakat masih
mengembangkan kepercayaan dan kebiasaan lama.
Pendidikan kebidanan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman penjajahan
Belanda atas inisiatif Dr.W Bosh yang waktu itu menjadi kepala Bagian.
Kesehatan pemerintahan Belanda. Catatan sejarah menunjukkan bahwa sekolah
bidan yang pertama didirikan pada tahun 1852 di Batavia.
Sekolah ini ditutup pada tahun 1875 dengan alasan utama ditutupnya
sekolah ini karena rendahnya apresiasi wanita bersalin terhadap pertolongan bidan
dibandingkan dengan pertolongan seorang dukun bayi. Meskipun alasan penutupan
ini masih bisa dipertanyakan lebih jauh lagi, misalnya apakah rendahnya minat
ibu-ibu yang bersalin ke bidan itu disebabkan kurangnya pengetahuan dan
pemahaman mereka atau mungkin rendahnya mutu pendidikan bidan itu sendiri.
Tahun 1850 didirikan sebuah kursus bidan di bawah pimpinan dan
pengawasan seorang bidan dari Belanda. Pada tahun 1873 ada sekitar 37 bidan
yang tinggal di kota yang hanya mau menolong persalinan orang-orang Belanda
dan Cina. Oleh karena biaya kursus bidan dirasakan mahal, kursus itu ditutup
kembali Oleh pemerintah Belanda.
Pendidikan Bidan dibuka kembali 1897 di bawah pimpinan Prof. Boerma.
Pada era ini Prof Remmeltz melaporkan bahwa angka kematian ibu sebesar 1.600
per 100.000 persalinan hidup dan angka kematian bayi sekitar 30 % dari kelahiran
sebelum mencapai usia satu tahun . Penderitaan akibat persalinan sungguh
menyayat hati masyarakat sehingga pihak swasta pun ikut membuka sekolah bidan
seperti misi Katolik 1890 di Tjideres, Jawa Barat, juga salah satu daerah di
Sumatera Utara.
Pada tahun 1920, dr. Piverelli mendirikan semacam biro konsultasi ibu dan
anak di Jakarta yang bernama Consultantie Bureau Vorr Maeder en Kind. Jawa
Barat, Biro konsultasi emacam ini dipelopori oleh dr. Poerwosoewardjo dan dr.
Soemaroe dengan mengikut sertakan dukun beranak. Ini adalah cikal bakal
pendidikan dukun. Dukun diberi semacam pendidikan khusus agar mampu
memberi pertolongan persalinan.
Sekitar tahun 1938 tercatat sekitar 376 bidan di seluruh Indonesia, jumlah
yang sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang memerlukan
pertolongan bidan, keterbatasan bidan ini pula yang menyebabkan jasa dukun bayi
sangat marak bahkan hingga sekarang.
Peserta didik bidan diambil dari tenaga para juru rawat yang telah bekerja
selama tiga tahun untuk mendapatkan pendidikan selama dua tahun dan ditetapkan
menjadi pembantu bidan. Kongres Vereniging Van Geneeskundingen di Semarang
tahun 1938. menolak adanya pembantu bidan dan menghendaki adanya Sekolah
Bidan .
Dokter M. Toha setelah menyelesaikan pendidikan ahli kebidanan dan
penyakit kandungan di tempatkan di Cirebon. Ia mendapat kesempatan untuk
mengutarakan secara luas berbagai masalah yang dihadapi anak negeri dalam
bidang pelayanan kebidanan yang sangat menyedihkan. Selanjutnya prof
Remmeltz meninjau rumah sakit Cirebon dan meluluskan permintaannya agar
mendirikan sekolah bidan.
Pecahnya perang dunia II telah menggagalkan usaha pendirian sekolah bidan
tersebut. Setelah kemerdekaan usaha sekolah bidan di Cirebon dilanjutkan oleh dr.
Soetomo Joedosoepoetro, ketika dr. M Toha dimandatkan tugas baru untuk
memimpin bagian kebidanan dan penyakit kandungan Fakultas kedokteran cabang
Universitas Indonesia di kota Surabaya, beliau juga membangun Sekolah bidan di
rumah sakit umum dokter Soetomo di Surabaya . Tahun 1948 dr.H Sinaga telah
mengeluarkan stensilan untuk pendidikan bidan , pada tahun yang sama dr.S A
Goelam mengeluarkan buku ilmu kebidanan (bagian fisiologis) dan ilmu
kebidanan II (bagian patologi). Tahun 1950 dr. Mochtar dan dr.Soeliyanti
membentuk bagian kesehatan ibu dan anak (KIA) di Departemen Kesehatan RI
Yogyakana, yang telah berkembang sampai saat ini. Tahun 1950 tercatat 475
dokter, 4000 perawat termasuk bidan dan 6 spesialis obstetri ginekologi , sesudah
tahun 1950 pendidikan bidan maju pesat.
Setelah Indonesia merdeka perkembangan kebidanan maju cukup pesat. Ini
disebabkan telah muncul kesadaran masyarakat dan pemuda-pemuda Indonesia
tentang makna kebidanan. Keadaan memaksa dan mengharuskan pula
pengembangan ilmu kebidanan karena kekurangan tenaga-tenaga asing yang ahli
dan biasa memegang peranan dalam bidang itu. Saat ini masyarakat Indonesia
sudah menyadari pentingnya pelayanan kebidanan.
Pada kongres perkumpulan obstetri dan ginekologi Indonesia (POGI) yang
pertama tanggal 26 sampai 31 juli 1970, telah ada sekitar 115 spesialis kebidanan
dan penyakit kandungan di Indonesia. Tahun 1979 tercatat 8.000 dokter umum,
286 spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dan 16.888 bidan . Pada tahun
1978 tercatat 90 % sampai 92 % persalinan dilakukan oleh dukun, 6 % oleh bidan
dan 1 % oleh dokter. Masih banyaknya persalinan yang ditolong oleh dukun
membangkitkan kesadaran pemerintah untuk memperkecil resiko persalinan itu.
Untuk mengurangi resiko tersebut telah dilakukan latihan dukun beranak sebanyak
110.000 orang.
Tahun 1902 diadakan usaha kembali untuk mendirikan sekolah bidan bagi
wanita pribumi, tahun 1904 dibuka pendidikan bidan untuk wanita keturunan
Belanda Indo di salah satu rumah sakit swasta di Makassar. Bidan yang lulus harus
mau ditempatkan dimana saja sebab tenaga nya dibutuhkan dan harus menolong
mereka yang tidak kurang mampu secara Cuma-cuma.
Tahun 1912/1913 merupakan era baru perkembangan pendidikan bidan. Pada
tahun ini , pendidikan tenaga keperawatan dilakukan secara terencana di RSUP
Semarang. Calon siswa yang diterima dari HIS dengan lama 7 tahun pendidikan
perawatan empat tahun. Tahun 1915 sekolah bidan menghasilkan lulusan pertama.
Lulusan perawat wanita dapat meneruskan ke pendidikan bidan selama dua tahun
dan untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan kesehatan masyarakat,
juga selama dua tahun. Tahun ini juga dibentuk perkumpulan Budi Kemuliaan di
Jakarta dan didirikan sekolah kebidanan. Pokok-pokok anggaran dasarnya
mencantum:
a. Memperbaiki nasib ibu hamil, ibu bersalin dan bayi sampai ke pelosok
pedesaan.
b. Menyelenggarakan pendidikan untuk tenaga-tenaga di lapangan kebidanan.
c. Mempertinggi derajat ilmu kebidanan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan hal itu.
d. Awal berdiri sekolah bidan kemuliaan merekrut peserta didik juru rawat
yang berpengalaman kerja minimal dua tahun, dengan lama pendidikan dua
tahun. Selanjutnya sekolah bidan budi kemuliaan menerima tamatan sekolah
lanjutan pertama (MULO) dengan lama pendidikan tiga tahun dan mencakup
pendidikan keperawatan dan kebidanan.
Tahun 1930 Pemerintah Belanda membuka pendidikan bidan dengan dasar
MULO. Dengan lama pendidikan 3 tahun, di Yogyakarta tahun 1953 dibuka kursus
tambahan bidan tujuan kursus ini adalah memperkenalkan lulusan bidan dengan
program kesehatan ibu dan anak (KIA) lamanya kursus ini antara 7-12 minggu.
Tahun 1965 kursus tambahan bidan di tiadakan. Nazriah, (2009, hlm 45-53)

Perkembangan kebidanan luar negeri


Seorang pelopor yang bernama HYPOCRATES pada tahun 460-370 SM yang
berasal dari Yunani mempelopori pengobatan dan perawatan dan disebutlah dia
bapak pengobatan atau bapak kedokteran. Dia menganjurkan agar wanita bersalin
ditolong segera perikemanusiaan untuk mengurangi penderitaan ibu. Dia juga
harus dirawat selayaknya Orang-orang Yunani dan Romawi lebih dahulu
melaksanakan perawatan nifas. Soranus ( tahun 97-132 SM) Soranus berasal dari
turki, belajar di Mesir, berpraktik di Mesir dan Roma, beliau disebut juga sebagai
bapak kebidanan karena:
a. Menaruh minat pada kebidanan
b. Bidan harus seorang wanita yang sudah melahirkan dan tidak boleh takut
pada hantu dan setan
c. Menemukan versi podali
d. Menuliskan buku pelajaran bidan dengan judul ”KATERISMUS BIDAN DI
ROMA”. Setelah Soranus meninggal diteruskan oleh MUSCION 460-370
SM.
Hari Bidan se-Dunia ("International Day of the Midwife", IDM ), pertama kali
diadakan pada tanggal 5 Mei 1991 dan sampai saat ini telah dirayakan oleh lebih
dari 100 negara anggota "International Confederation of Midwife" (ICM atau
Konfederasi Bidan se-Dunia). Peringatan Hari Bidan se-Dunia tersebut diadakan
untuk menghormati jasa para bidan yang pada tahun 1987 mengadakan
"International Confederation of Midwives Conference" di Belanda. Adapun ide
untuk membentuk organisasi bidan internasional dimulai di Belgia pada tahun
1919, ketika itu banyak asosiasi kebidanan nasional di berbagai negara yang
kemudian membentuk Uni Bidan Internasional, yang mengadakan Kongres
Internasional Pertama pada tahun 1922. Pada waktu itu hanya diwakili oleh
negara-negara diEropa saja. Pertemuan selanjutnya diadakan berturut-turut pada
tahun 1932, 1934, 1936 dan 1938. Meskipun selama perang banyak catatan
organisasi yang hilang, namun laporan tentang diadakannya kongres-kongres
tersebut masih dapat diselamatkan.

Saat kongres-kongres tersebut para pemrakarsa menawarkan gagasan yang


menarik dalam masalah yang dihadapi oleh para bidan dalam konteks tahun 1930-
an. Diantaranya adalah meningkatnya pengangguran masal, kemiskinan di
perkotaan dan pedesaan dan gizi buruk, bangkitnya fasisme dan belakangan
tentang adanya kemungkinan perang yang akan datang.

Berbasis di Perancis setelah perang dunia kedua, disepakati padatahun 1953


diadakan "World Congress" bidan pertama, yang berlangsung di London pada
tahun 1954. Pada Kongres tersebut disepakatilah nama baru organisasi yaitu
"International Confederation of Midwife" (ICM) serta AD/ART baru. Sekretariat
ICM disepakati pada "Royal College of Midwives" (RCM) yang berkantor pusat di
London. Presiden RCM, Nora Deane, kemudian terpilih sebagai Presiden ICM
pertama dan Marjorie Bayes terpilih sebagai Sekretaris Eksekutif, yang dijabatnya
sampai tahun 1975.
Di Indonesia sendiri setiap tanggal 24 Juni diperingati pula sebagai Hari Bidan
Nasional. Sejarah lahirnya Hari Bidan Indonesia ini diawali dari Konferensi Bidan
Pertama di Jakarta pada tanggal 24 Juni 1951 atas prakarsa para bidan senior yang
berdomisili di Jakarta. Dalam sejarah bidan Indonesa menyebutkan bahwa tanggal
24 Juni 1951 dipandang sebagai hari lahirnya Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Konferensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat
serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah
organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), yang berbentuk kesatuan,
bersifat Nasional, berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pada konferensi IBI saat itu juga dirumuskan tujuan IBI, yaitu:
a. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan serta kaum wanita
pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.
b. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan,
khususnya dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta kesejahteraan
keluarga.
c. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
d. Meningkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.

Dengan landasan dan arah tersebut, dari tahun ke tahun IBI terus
berkembang dengan hasil-hasil perjuangannya yang semakin nyata dan telah dapat
dirasakan manfaatnya baik oleh masyarakat maupun pemerintah Indonesia sendiri.
Adapun sejarah panjang pendidikan bidan di Indonesia dimulai pada tahun
1851. Pendidikan bidan saat itu adalah masa penjajahan Belanda. Seorang dokter
militer Belanda, Dr. W. Bosch membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di
Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta didik
dikarenakan adanya larangan bagi wanita untuk keluar rumah. Kemudian pada
tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di Rumah Sakit
militer di Batavia serta tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita Indo dibuka di
Makasar. Lulusan dari pendidikan ini harus bersedia ditempatkan di mana saja
tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak atau kurang
mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah
kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Yang kemudian dinaikkan menjadi 40
Gulden perbulan pada tahun 1922.
Adapun juga pada tahun 1911/1912, dimulai pendidikan tenaga keperawatan
secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima
adalah dari HIS (pendidikan setara SD saat ini) dengan pendidikan keperawatan
selama 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria, namun pada
tahun 1914 kemudian diterima juga peserta didik wanita pertama. Bagi perawat
wanita yang lulus bisa melanjutkan kependidikan bidan selama 2 tahun. Untuk
perawat pria dapat meneruskan pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun
juga.

Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1935 mulai mendidik


bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dengan itu
dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain: di Jakarta di Rumah Sakit
Bersalin Budi Kemulyaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang.
Pada tahun itu juga dikeluarkan peraturan yang membedakan lulusan bidan
berdasarkan latar belakang pendidikan. Yaitu:
- Bidan dengan latar pendidikan Mulo dengan lama pendidikan 3 tahun disebut
bidan kelas satu.
- Bidan dari lulusan perawat (mantri) disebut bidan kelas dua.
Perbedaan ini sangat berpengaruh dalam hal gaji pokok dan tunjangan bagi
bidan. Pada masa kemerdekaan Indonesia, maka pada tahun 1950-1953 dibuka
sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dengan
lama pendidikan 3 tahun. Mengingat tenaga untuk menolong persalinan cukup
banyak maka kemudian dibuka lagi pendidikan pembantu bidan disebut Penjenang
Kesehatan E (PK/E) atau pembantu bidan (Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun
1976lalu kemudian sekolah itu ditutup). Peserta didik PK/E ini adalah lulusan SMP
ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan PK/E kemudian sebagian besar
melanjutkan ke pendidikan bidan dengan tambahan waktu selama 2 tahun.
Tahun 1953 dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogyakarta. Lamanya
kursus tersebut antara 7-12 minggu. Tahun 1960 KTB kemudian dipindahkan ke
Jakarta. Tujuan KTB adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan
mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat,
sebelum lulusan tersebut memulai tugasnya sebagai bidan, terutama menjadi bidan
di BKIA (Tapi kemudian pada tahun 1967 KTB ini ditutup).

Anda mungkin juga menyukai