Anda di halaman 1dari 14

FILOSOFI KEBIDANAN DAN SEJARAH KEBIDANAN

1 Filosofi Kebidanan

Filosofi berasal dari bahasa Yunani : philosophy yang berarti menyukai kearifan
“sesuatu yang memberikan gambaran dan berperan sebagai tantangan untuk memahami dan
menggunakan filosofi sebagai dasar untuk memberikan informasi dan meningkatkan praktik
tradisional”.

Sebagai warga bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup Pancasila,


seorang bidan menganut filosofi yang memiliki keyakinan bahwa manusia adalah makhluk
bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik, merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani
yang utuh, dan tidak ada dua individu yang sama. Manusia terdiri dari pria dan wanita yang
kemudian menikah membentuk keluarga dan mempunyai anak. Keluarga adalah suami, istri,
anak, dan juga individu yang mempunyai hubungan kekeluargaan yang tinggal di bawah satu
atap.

Beberapa keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat.


Kumpulan dari masyarakat Indonesia terhimpun di dalam satu kesatuan bangsa, yaitu Bangsa
Indonesia. Masyarakat terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam
lingkungan yang bersifat dinamis, mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisasi.

Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan


yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dalam perbedaan budayanya.
Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri, mendapat informasi yang cukup dan
berperan dalam asek pemeliharaan kesehatannya.

Persalinan adalah suatu proses yang alami, peristiwa normal, namun bila tidak
dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal. Setiap individu berhak dilahirkan
secara sehat. Oleh karena itu, setiap wanita usia subur (WUS), ibu hamil (bumil), ibu bersalin
(bulin), dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Pengalaman
melahirkan, merupakan tugas perkembangan keluarga yang membutuhkan persiapan sejak
calon ibu menginjak masa remaja. Kesehatan ibu dalam masa reproduksi dipengaruhi oleh
perilaku ibu, lingkungan, dan pelayanan kesehatan.

Falsafah atau pandangan hidup adalah suatu ungkapan yang jelas tentang apa yang
diyakini. Falsafah kebidanan menegaskan tentang :

1. Keunikan bidan dalam melaksanakan pelayanan untuk meningkatkan kesehatan ibu


dan bayi.
2. Menghargai martabat manusia dan memperlakukan wanita sesuai manusia seutuhnya
sesuai hak asasinya. Bidan membela dan memberdayakan kaum wanita dengan
memberi pelayanan yang lebih baik.
3. Bekerja sama dengan wanita dan petugas kesehatan yang lain untuk mengatasi praktik
budaya yang merugikan kaum wanita.
4. Pusat pelayanan kebidanan adalah peningkatan kesehatan, pencegahan, dan
memandang kehamilan serta persalinan sebagai suatu peristiwa kehidupan yang
normal.
Filosofi kebidanan merupakan keyakinan atau pandangan hidup bidan yang digunakan
sebagai kerangka berpikir dalam memberi asuhan kepada klien. Filosofi ini meliputi :

1. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan. Bidan yakin bahwa kehamilan dan
persalinan adalah proses alamiah dan bukan suatu penyakit, namun tetap perlu
diwaspadai karena kondisi yang semula normal dapat tiba-tiba menjadi tidak normal.
2. Keyakinan tentang perempuan. Bidan yakin bahwa perempuan merupakan pribadi
yang unik, mempunyai hak untuk mengontrol dirinya sendiri, memiliki kebutuhan,
harapan dan keinginan yang patut dihormati. Perempuan merupakan pribadi yang unik
karena setiap perempuan tidak sama, secara fisik, emosional, spiritual, sosial dan
budaya.
3. Keyakinan mengenai fungsi profesi dan pengaruhnya. Fungsi utama asuhan
kebidanan adalah memastikan kesejahteraan perempuan bersalin dan bayinya. Bidan
mempunyai kemampuan untuk memengaruhi klien dan keluarganya. Proses fisiologi
dan normal harus dihargai dan dipertahankan. Bila terjadi masalah, bidan
menggunakan teknologi tepat guna dan melakukan rujukan bila perlu.
4. Keyakinan tentang pemberdayaan dan pembuatan keputusan. Bidan yakin bahwa
pilihan dan keputusan dalam asuhan patut dihormati. Keputusan yang dipilih
merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga, dan pemberi
asuhan. Perempuan mempunyai hak untuk memilih dan memutuskan tentang pemberi
asuhan dan tempatnya melahirkan.
5. Keyakinan tentang asuhan. Bidan yakin bahwa fokus asuhan kebidanan adalah upaya
pencegahan dan peningkatan kesehatan yang menyeluruh, meliputi pemberian
informasi yang relevan dan obyektif, konseling, dan memfasilitasi klien yang menjadi
tanggung jawabnya. Asuhan harus diberikan dengan keyakinan bahwa dengan
dukungan dan perhatian, perempuan akan bersalin dengan aman dan selamat. Oleh
karena itu, asuhan kebidanan harus aman, memuaskan, menghormati, dan
memberdayakan perempuan dan keluarganya.
6. Keyakinan tentang kolaborasi. Bidan yakin bahwa dalam memberi asuhan tetap harus
mempertahankan, mendukung dan menghargai proses fisiologis. Intervensi dan
penggunaan teknologi dalam asuhan hanya berdasarkan indikasi. Rujukan yang efektif
dilakukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya. Bidan adalah praktisi yang
mandiri dan bekerja sama mengembangkan kemitraan dengan anggota tim kesehatan
yang lain.
7. Keyakinan tentang fungsi profesi dan manfaatnya. Bidan yakin bahwa dalam
mengembangkan kemandirian profesi, diperlukan kemitraan dengan tim kesehatan
lain dan pemberdayaan perempuan yang diberi asuhan. Asuhan, dukungan,
bimbingan, dan kepedulian kepada klien untuk membantu mengatasi masalah
kesehatan reproduksinya dilakukan secara berkesinambungan.

2 Definisi Bidan

Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun internasional oleh sejumlah
praktisi di seluruh dunia. Definisi bidan menurut Internasional Conferderation Of Midwives
(ICM) tahun 1972 dan Internasinal Federation of Gynaecologist and Obstetritian tahun 1973,
dan WHO: Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan
yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan
prakisi kebidanan di negeri tersebut. Ia harus mampu memberi supervisi, asuhan, dan
memberi nasihat yang dibutuhkan wanita selama hamil, persalinan, dan masa pasca
persalinan, memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru
lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi ambnormal
pada ibu dan anak bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan
pertolongan gawat-darurat pada saat tidak ada tenaga medis lain. Bidan mempunyai tugas
penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi
juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan
persiapan menjadi orang tua dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga
berencana, dan asuhan anak. Bidan bisa berperaktik di rumas sakit, klinik unit kesehatan,
rumah perawatan atau tempat pelayanan lain.
Definisi bidan di Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan kebidanan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus uji sesuai
dengan persyaratan yang berlaku dan memperoleh kualifikasi untuk registrasi dan
memperoleh izin untuk melaksanakan praktik kebidanan.
Definisi bidan (ICM, 2005) adalah seorang yang telah berhasil/sukses menyelesaikan
pendidikan bidan yang terakreditasi dan diakui negara, telah memperoleh kualifikasi yang di
butuhkan untuk didaftarkan mendapat sertifikat dan/atau secara resmi diberi lisensi untuk
melakukan praktik kebidanan. Ia diakui sebagai profesional yang bertanggung jawab dan
akuntabilitas terhadap pekerjaannya, bermitra dengan perempuan. Memberi dukungan asuhan
dan nasihat yang diperlukan selama hamil, bersalin dan masa nifas, untuk memfasilitaskan
kelahiran atas tanggung jawabnya sendiri.
Pokok-pokok yang terdapat dalam definisi bidan adalah pendidikan formal,
kemitraan, evidence-based, dan tanggung jawab mandiri. Lingkup asuhan kebidanan meliputi
prevensi dan promosi kesehatan, deteksi dini komplikasi ibu dan bayi, dan pengenalan
kegawatdaruratan, serta keterampilan menanganinya. Tugas penting yang dilaksanakan bidan
mencakup KIE (komunikasi interpersonal/konseling) untuk ibu, keluarga, dan masyarakat,
pendidikan antenatal, dan persiapan menjadi orang tua, kesehatan reproduksi perempuan,
keluarga berencana, dan pemeliharaan kesehatan anak. Tempat kerja/praktik bidan adalah di
rumah, masyarakat, klinik/rumah bersalin, rumah sakit, dan pusat pelayanan kesehatan lain.
Kebidanan (midwifery) merupakan ilmu yang terbentuk dari sintesis berbagai disiplin
ilmu (multidisiplin) yang terkait dengan pelayanan kebidanan meliputi ilmu kedokteran, ilmu
keperawatan, ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu
manajemen untuk dapat memberi pelayanan kepada ibu dalam masa prakonsepsi, hamil,
bersalin, nifas, dan bayi baru lahir. Pelayanan tersebut meliputi pendeteksian keadaan
abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling dan pendidikan kesehatan terhadap
individu, keluarga, dan masyarakat.
3 Ruang Lingkup Asuhan Kebidanan
Ruang Lingkup Praktik Kebidanan adalah batasan dari kewenangan bidan dalam
menjalankan praktikan yang berkaitan dengan upaya pelayanan kebidanan dan jenis
pelayanan kebidanan.
Definisi secara umum : Ruang Lingkup Praktik Kebidanan dapat diartikan sebagai
luas area praktik dari suatu profesi.
Definisi secara khusus : Ruang Lingkup Praktik Kebidanan digunakan untuk
menentukan apa yang boleh/tidak boleh dilakukan oleh seorang bidan.
1) Ruang Lingkup Praktek Kebidanan menurut ICM dan IBI
Ruang Lingkup Praktek Kebidanan meliputi asuhan :
a. Asuhan mandiri (otonomi) pada anak perempuan, remaja putri dan wanita dewasa
sebelum, selama kehamilan dan selanjutnya.
b. Bidan menolong persalinan atas tanggung jawab sendiri dan merawat BBL.
c. Pengawasan pada kesmas di posyandu (tindak pencegahan), penyuluhan dan pendidikan
kesehatan pada ibu, keluarga dan masyarakat termasuk: (persiapan menjadi orang tua,
menentukan KB, mendeteksi kondisi abnormal pada ibu dan bayi).
d. Konsultasi dan rujukan.
e. Pelaksanaan pertolongan kegawat daruratan primer dan sekunder pada saat tidak ada
pertolongan medis.
2) Lingkup Pelayanan Kebidanan kepada Anak (KEPMENKES RI No 900 pasal 18)
meliputi :
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemantuan tumbuh kembang anak
f. Pemberian imunisasi
g. Pemberian penyuluhan
3) Lingkup Pelayanan Kebidanan kepada Wanita (KEPMENKES RI No 900 pasal 16)
meliputi :
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertololongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus
imminens, hipertensi gravidarum tingkat I, pre eklamsi ringan dan anemia ringan.
e. Pertolongan persalinan normal
f. Pertolongan persalinan normal yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di
dasar panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan
lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term, dan preterm.
g. Pelayanan ibu nifas normal
h. Pelayanan ibu nifas abnormal yang meliputi retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan.
i. Pelayanan dan pengobatan pada klien ginekologis yang meliputi keputihan, perdarahan
tidak teratur, dan penundaan haid.
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 berwenang
untuk:
1. Memberikan imunisasi
2. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas.
3. Mengeluarkan plasenta secara normal
4. Bimbingan senam hamil
5. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
6. Episiotomi
7. Penjahitan luka episiotomy dan luka jalan lahir sampai tingkat II
8. Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
9. Pemberian infus
10. Pemberian suntikan intramuskuler utero tonika, antibiotika dan sedative
11. Kompresi bimanual
12. Versi ekstrasi gemelli pada kelahiran bayi ke-II dan seterusnya.
13. Vacum ekstrasi dengan kepala bayi di dasar panggul
14. Pengendalian anemia
15. Meningkatkan pemeliharaan dan pengeluaran ASI
16. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
17. Penanganan hipotermia
18. Pemberian minum dengan sonde atau pipet
19. Pemberian obat-obatan terbatas melalui lembaran permintaan obat
20. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian
21. Memberikan obat dan alat kontrasespi oral, suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim,
alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
22. Memberikan penyuluhan dan konseling pemakaian KB
23. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim
24. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
25. Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, KB dan
kesehatan masyarakat.

4) Lingkup praktik kebidanan, meliputi :


a. Asuhan mandiri / otonomi pada : anak-anak perempuan, remaja putri, wanita dewasa pra
konsepsi, wanita dewasa selama hamil dst.
b. Memberikan pengawasan dan asuhan serta nasehat selama masa hamil, bersalin dan nifas
Lingkup Praktik Kebidanan :
a. Lingkup Pelayanan Kebidanan  pada anak (KEPMENKES no.900 pasal 18) pada BBL,
perawatan tali pusat, bayi, resusitasi BBL, tumbang, immunisasi, penyuluhan.
b. Lingkup Pelayanan Kebidanan pada wanita (KEPMENKES no 900 pasal 19)  penyuluhan
dan konseling, pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada kehamilan normal,
pertolongan kehamilan abnormal (meliputi ab. Imminens, HG Grade I, PER dan Anemia
ringan), pertolongan persalinan normal, letak sungsang, KPD tanpa infeksi, perdarahan
PP, laserasi jalan lahir, dll)
c. Lingkup Pelayanan  KB (memberikan obat, alkon oral, suntikan, AKDR, AKBK dan
kondom, konseling, pencabutan AKDR, pencabutan AKBK tanpa penyulit)
d. Lingkup Pelayanan  Kesehatan masyarakat (pembinaan peran serta masya di bidang KIA,
memantau tumbang, kebidanan komunitas, pertolongan pertama & merujuk dan
penyuluhan IMS, penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Aditif lainnya serta
penyakit lainnya).
Secara ringkas, asuhan kebidanan adalah asuhan yang di berikan oleh seorang
bidan yang mempunyai Ruang Lingkup sebagai berikut:
1. Remaja Putri
Asuhan yang diberikan bidan kepada remaja putri. Bidan memberikan penyuluhan
tentang proses menstruasi dan kesehatan reproduksi.

2. Wanita Pranikah
Asuhan yang diberikan bidan kepada wanita sebelum menikah. Bidan memberikan
penyuluhan tentang dampak hubungan seksual.
3. Ibu Hamil
Asuhan kebidanan pada ibu hamil adalah asuhan yang diberikan bidan pada ibu hamil
untuk mengetahui kesehatan ibu dan janin serta untuk mencegah dan menangani secara dini
kegawatdaruratan yang terjadi pada saat kehamilan.

4. Ibu Bersalin

         Asuhan yang diberikan bidan pada ibu bersalin. Bidan melakukan observasi pada ibu
bersalin, yaitu pada Kala I, Kala II, Kala III, dan Kala IV.

5. Ibu Nifas
Asuhan kebidanan pada ibu nifas adalah asuhan yang diberikan pada ibu nifas.
Biasanya berlangsung selama 40 hari atau sekitar 6 minggu. Pada asuhan ini bidan
memberikan asuhan berupa memantau involusi uteri, kelancaran ASI, dan kondisi ibu dan
anak.

6. Bayi Baru lahir


Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan bidan pada bayi
baru lahir. Pada bayi baru lahir bidan memotong tali plasenta, memandikan, mengobservasi
ada tidaknya gangguan pada pernafasan dan memakaikan pakaian dan membedong dengan
kain.

7. Bayi dan Balita


Asuhan kebidanan pada neunatus dan balita adalah asuhan yang diberikan bidan pada
neunatus dan balita. Pada balita bidan memberikan pelayanan, informasi tentang imunisasi
dan KIE sekitar kesehatan neunatus danbalita.

8. Menopause
Asuhan yang diberikan bidan kepada wanita yang sudah berhenti masa suburnya.

9. Wanita dengan Gangguan Reproduksi


Asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan reproduksi adalah asuhan yang
diberikan bidan pada wanita yang mengalami gangguan reproduksi. Bidan memberikan KIE
(Konseling Informasi Edukasi) tentang gangguan-gangguan reproduksi yang sering muncul
pada wanita seperti keputihan, menstruasi yang tidak teratur.

4 Pelayanan Kebidanan di Dalam dan di Luar Negeri


1. Pelayanan Kebidanan Di Dalam Negeri
Masa Lalu
Di Indonesia tidak ditemukan catatan-catatan mengenai kebidanan. Hal ini mungkin
karena dahulu kebidanan dianggap kegiatan yang biasa saja sehingga tidak perlu dicatat.
Namun, pelayanan kebidanan yang dilakukan di zaman dahulu dapat terlihat dari kebiasaan
di daerah-daerah terutama dalam hal perawatan kehamilan, menolong persalinan, perawatan
nifas, dan hal lain yang berhubungan dengan kehamilan.

Perkembangan pelayanan kebidanan di Indonesia menurut catatan di mulai pada tahun


1807 ketika angka kematian ibu dan bayi tinggi sehingga dukun dilatih untuk pertolongan
persalinan. Akan tetapi, hal ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan
(pada zaman Gubernur Daendles). Pada tahun 1952, bersamaan dengan perkembangan
pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh, bidan menyambil peranan penting.
Pada awalnya bidan tidak diperbolehkan memberi pelayanan klinis. Dengan
dikembangkannya konsep paripurna, kesehatan ibu dan anak, bidan diperbolehkan secara luas
memberi pelayanan dalam masa kehamilan, persalinan, masa nifas, dan bayi baru lahir, serta
tindakan medis sederhana.

Bidan juga disebut midwife (pendamping istri). Kata bidan berasal dari bahasa
sangsekerta “wirdhaan” (wanita bijaksana). Namun, adapula yang mengatakan bahwa bidan
adalah “dukun yang terdidik”. Pelayanan kebidanan zaman dahulu dilakukan secara natural
oleh seorang wanita dewasa atau setengah baya dan telah menikah serta pernah melahirkan
anak, yang biasa disebut dengan “dukun bayi”.

Pelayanan kehamilan dahulu dilakukan oleh dukun bayi (DB). DB merupakan apakah
seorang wanita hamil atau tidak, mengetahui letak atau posisi janin, dan menafsirkan bayi
yang akan dilahirkan. DB juga memberi nasihat agar bumil merawat dirinya yang saat ini kita
sebut hygiene sanitasi. DB akan menganjurkan ibu untuk:

a. Melakukan pantangan terhadap makanan yang dianggap dapat mencelakakan anak,


meliputi larangan makan jantung pisang (bermakna makan jantung anak sendiri),
makan di dalam kamar (akan menimbulkan buah dada bengkak atau air susu ibu tidak
keluar).
b. Melakukan pantangan terhadap pakaian. DB melarang ibu mengalungkan selendang
dileher (dianggap menimbulkan lilitan tali pusat).
c. Pantangan terhadap tindakan, yang meliputi membunuh atau menyiksa binatang
(dianggap merusak tubuh anaknya), membenci orang lain (dianggap menyebabkan
kepribadian bayi akan sama dengan orang yang dicela), pergi malam hari (setan suka
mengganggu wanita hamil dan menyebabkan ibu sakit), suka duduk di depan pintu
(dianggap menyulitkan persalinan bayi atau partus macet).
d. Melaksanakan kenduri (selamatan) yang diadakan pada saat hamil tiga bulan atau
tujuh bulan.

Pelayanan persalinan pada zaman dahulu dilakukan di tempat yang sederhana (di atas
tikar yang di bentangkan di lantai). Dukun bersalin sabar menunggu proses persalinan. Proses
ini ditunggu oleh banyak orang seperti tontonan baik oleh keluarga / tetangga. Tersedia
beberapa benda yang dapat mempercepat proses persalinan. Wanita yang akan bersalin di
larang makan dan minum DB akan membuka semua yang tertutup, baik pintu, jendela,
maupun ikatan-ikatan yang ada. Dukun bersalin mengurut perut ibu dengan membaca suatu
mantra. Bila bayi lahir,akan segera diciprati air atau memukul benda dengan keras agar bayi
menangis.

Tali pusat tidak langsung dipotong menunggu ari-ari/plasenta lahir. Tali pusat di
potong dengan hinis/bambu tipis. Perawatan tali pusat menbggunakan ramuan seperti kunyit,
abu tempurung, dan dibungkus dengan daun sirih. Setelah tali pusat dipotong, langsung di
pakaikan gurita, badan bayi diberi ramuan dan diselimuti dengan kain yang sudah tua
kemudian dibedong. Minuman pertama yang diberikan adalah air kelapa muda atau madu.
Bayi diberi makan pisang dan nasi yang sudah dihaluskan kemudian di susu kan pada ibunya.
Bayi tidak dimandikan sebelum tali pusat lepas. Setelah tali pusat lepas, dukun bersalin
memandikan bayi selama 40 hari. Cara memandikannya dengan menggunakan air hangat,
bayi dipangku, diurut, disabuni, lalu dimasukkan ke dalam air.

Pelayanan nifas meliputi ibu dimandikan di sumur oleh dukun dengan air dingin dari
atas kepala karena ibu dianggap kotor. Bila ibu pingsan karena kelelahan, kekurangan darah,
atau kedinginan, dianggap diganggu oleh setan. Bila ibu keluar rumah, harus membawa
benda tajam (paku, gunting), dan di tempat tidur ibu selalu diletakkan senjata tajam (keris,
tombak, atau pedang) dan cermin. Ibu tidur dengan setengah duduk selama 40 hari, agar
darah kotor dapat keluar. Ibu harus selalu minum jamu yang merupakan ramuan dari dukun
pada pagi dan sore untuk melancarkan peredaran darah dan laktasi.

Masa Kini
Pelayanan kehamilan dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan/dokter), baik antenatal
care (ANC) maupun pertolongan persalinan serta mengggunakan alat-alat medis yang
canggih. Pelayanan ANC mencakup pemberian imunisasi TT ( Tetanus toksoid ),
penyuluhan, pemilihan jenis tindakan, dan inform consent. Ibu hamil bebas mengkonsumsi
makanan selama masih dianjurkan untuk kesehatan ibu dan janin. Tidak ada pantangan bila
tidak ada kelainan pada janin dan ibu .

Pertolongan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan/dokter). Tempat


pertolongan biasanya rumah sakit, rumah bersalin, atau praktik swasta yang dilengkapi alat-
alat persalinan steril. Dapat dilakukan seksio sesarea bila terdapat penyulit pada proses
persalinan. Ibu mungkin dirujuk ke tempat yang lebih mampu dalam hal penanganan
tindakan .

Pelayanan terhadap bayi meliputi :

1) Pemotongan tali pusat dengan menggunakan gunting tali pusat steril sebelum plasenta
keluar.
2) Pengukuran lingkar kepala (LK), Lingkar dada (LD), Berat Badan, Panjang Badan.
3) Perawatan tali pusat dengan alkohol/Bethadin.
4) Bayi tidak dimandikan sebelum 6 jam untuk menghindari hipotermia.
5) Minuman bayi yang pertama adalah Kolostrum.
6) Bayi rawat gabung dengan ibunya dan minum air susu ibu on demand.
7) Bayi mendapat imunisasi.
8) Tidak merangsang Bayi dengan air dingin atau mengagetkan bayi dengan keras bila
bayi tidak segera menangis.

Pelayanan nifas meliputi pengawasan ibu selama 2 jam pertama pascapartum, Ibu
diberi makanan dan minuman yang disukai untuk memulihkan tenaga yang terpakai,
Observasi keadaan umum, tekanan darah, frekunsi nadi, dan jumlah darah yang keluar,
terutama bila ibu pasca-seksio sesaera. Ibu dianjurkan melakukan senam nifas dan
menggunakan pelayanan keluarga berencana (KB).

2. Pelayanan Kebidanan di Luar Negeri

Bidan merupakan profesi keahlian yang dimiliki seorang wanita untuk menemani dan
menolong persalinan, sering disebut “Midwife” yang berarti “Bersama wanita”, awal
perkembangan pelayanan kebidanan di yunani dimulai oleh Hipocrates (460-370 SM) yang
mendapat sebuah kehormatan sebagai Bapak Pengobatan, beliau berasal dari Yunani yang
menaruh minat terhadap kebidanan. Ia menganjurkan wanita yang sedang bersalin mendapat
pelayanan yang selayaknya dengan dasar kemanusiaan dan meringankan penderitaan wanita.
Oleh karena anjuran tersebut, Yunani dan Romawi menjadi negara yang lebih dulu merawat
penderitaan bidan.
Soranus berasal dari Efesus-Turki (98-138 SM) dan berpraktik di Roma, ia disebut
Bapak Kebidanan karena yang pertama kali menaruh niat terhadap kebidanan sesudah
Hipocrates. Soranus berpendapat bahwa seorang bidan hendaknya seorang ibu yang telah
mengalami sendiri kelahiran bayi. Bidan adalah seorang ibu yang tidak takut terhadap hantu,
setan, dan menjauhan takhayul. Beliau pertama kali menentukan serta menulis tentang versi
podali. Setelah Soranus meninggal dunia, usahanya diteruskan oleh mantan muridnya yang
pertama Moscion. Moscion juga menaruh minat terhadap kebidanan dan menulis buku-buku
pelajaran kebidanan. Bidan zaman dulu tidak mendapat pendidikan, tetapi hanya bekerja
berdasarkan pengalaman dan keberaniannya saja. Buku yang ditulis berjudul Katekismus
untuk bidan di Roma, dan dengan adanya buku itulah pengetahuan bidan mengalami
kemajuan.
Perkembangan bidan di Perancis. Setelah kebidanan mulai dikenal wanita bangsawan
selalu memanggil dokter atau bidan akan bersalin. Kebiasaan ini kemudian dicontoh oleh
kaum terpelajar dan wanita-wanita biasa. Tokoh-tokoh terkenal yang membawa
perkembangan kebidanan di Perancis adalah:
1) Francois Mauriceau, memperkenalkan perasat Mauriceau pada letak sungsang, yaitu
dengan memasukan dua jari kedalam mulut bayi agar kepala bertambah fleksi
2) Ambroise Pare (1510-1590), membawa kemajuan kebidanan di Perancis dan
menemukan versi podali seperti yang dikemukakan oleh Soranus. Cara ini dikenal
dengan istilah versi ekstraksi (diputar) kemudian ditarik keluar.
3) Grullrmau adalah murid dari Ambroise Pare yang membantu meneruskan niat
gurunya.
4) Louise Bourgeosis/Borsier (1563-1636) di Amerika Serikat. Zaman dahulu persalinan
ditolong oleh dukun beranak yang tidak berpendidikan. Biasanya bila wanita sulit
melahirkan, ahli obat menganjurkan agar wanita diusir dan ditakuti agar rasa sakit
brtambah dan cepat melahirkan. Menurut catatan Thomas, yang pertamakali praktik
kebidanan di Amerika Serikat adalah Samuel Fuller bersama istrinya pada tahun
1634, disusul oleh Anne Hurctinson tahun 1634.
Perkembangan kebidanan di Australia. Florance Nightingale adalah pelopor
kebidanan dan keperawatan yang berasal dari Australia yang memulai dengan tradisi dan
latihan pada abad ke-19.
Perkembangan kebidanan di Jerman, Justine Slegemudin (1645) adalah bidan pertama
di Jerman. Ia adalah bidan di kota Ligenit 2 yang kemudian bekerja di kerajaan Prussia
sebagai ilmuwan dan mempunyai dokumen lengkap dan menerbitkan buku pegangan pada
tahun 1690.
Perkembangan kebidanan di Swiss. Di Swiss, operasi seksio sesaria pertama kali
berhasil dilakukan pada wanita hidup pada tahun 1500. Dokter bedah hewan itu adalah Jacob
Nuter yang melakukan operasi pada istrinya sendiri untuk melahirkan anaknya.
Perkembangan kebidanan di Kanada. Di Kanada bidan sulit dicari, biasanya praktek
kebidanan dilakukan seorang perawatyang disebut maternity nursing dan tidak mendapatkan
surat izin praktik. Tahun 1991 bidan mulai diakui keberadaanya dan telah mendapatkan
registrasi bidan serta izin praktik bidan.
Perkembangan kebidanan di Denmark. Pada tahun 1973 disusun pedoman bagi bidan
untuk mengelompokkan klien risiko tinggi.
Perkembangan bidan di Spanyol. Pada masa pemerintahan Raja Philip II, persalinan
ditolong oleh bidan. Tahun 1924, rumah Sakit St. chiristina mulai menerima ibu yang
melahirkan. Bidan saat itu sudah mulai praktik sendiri/mandiri. Pelayanan diutamakan pada
buruh dan petani tingkat menengah ke bawah . Saat itu sudah dilaksanakan tindakan oleh
bidan, antara lain pelarian plasenta manual, pemberian obat-obatan, tindakan dengan alat
kedokteran/instumen, kelahiran sungsang, gemelli, premature versi luar.
Perkembangan kebidanan di Belanda. Pendidikan bidan dipisahkan dari pendidikan
perawat sehingga kemampuan dan keterampilannya berbeda. Tugas pokok bidan di Belanda
adalah menangani kasus fisiologis dan merujuk keadaan abnormal ke dokter ahli kebidanan.
Hal ini diatur dalam peraturan Pemerintah Tahun 1970.
Perkembangan kebidanan di Inggris. Tahun 1899 mulai disediakan pula tempat untuk
merawat wanita hamil di The Royal Matenity Hospital. Dokter yang paling bersaja dalam
menganjurkan diadakannya Pro-Matenity Hospital untuk wanita hamil yang memerlukan
perawatan adalah Dr. Ballentyne. Tokoh lainnya :
1) Dacruz (1967) keterampilan menolong pwersalinan didapat secara turun-temurun.
Kebanyakan bidan adalah ibu muda yang sudah menikah dan melahirkan anak. Pada
abad ke-16 kebidanan dilakukan oleh wanita. Keahlian mereka didasari oleh
pengetahuan dan praktik dari satu generasi yang satu ke generasi berikutnya.
2) Kirzinger (1988) mengatakan bidan diharapan seperti dokter yang mempunyai
prestasi dari profesinya dan gendre.
3) Witz (1992) menyatakan bahwa institute kebidanan didirikan masih dengan dasar
pengetahuan yang sedikit serta kompetensi terbatas .
5 Pendidikan Bidan di Indonesia dan di Luar Negeri
1. Pendidikan Kebidanan di Indonesia
Perkembangan kebidanan di mulai ketika Belanda menjajah Indonesia. Pada massa
pemerintah Belanda, Indonesia masih mengikuti kebiasaan lama , ibu bersalin ditolong oleh
dukun paraji. Pada zaman Jepang, kebidanan berkembang cukup baik tetapi pemberian
perawatan merosot karena kurangnya tenaga perawat,alat-alat medis dan obat-obatan.
Ini tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta didik dan adanya
larangan/pembatasan wanita untuk keluar rumah. Sekolah bidan ini ditutup pada tahun 1875
karena rendahnya apresiasi wanita bersalin.
Tahun 1889. Straats( ahli obstetri dan Austria) memberi ilmu kebidanan secara
sukarela.
Tahun 1850. Kursus bidan dibuka dengan pengawasan bidan dari Belanda.
Tahun 1873. Tiga puluh tujuh bidan yang berdomisili di kota hanya mau menolong
persalinan untuk orang Belanda dan Cina.
Tahun 1890. Pihak swasta Misi Khatolik di Tjideres Jawa Barat dan Sumatera Utara
membuka sekolah bidan.
Tahun 1897. Pendidikan bidan dibuka kembali oleh Prof. Boerma. Pada era ini, Prof.
Remmeltz melaporkan bahwa angka kematian ibu (AKI) sebesar 1600 per 100.000 persalinan
hidup, angka kematian bayi (AKB) 30% dari kelahiran sebelum mencapai usia satu tahun.
Pendidikan ini dibuka karena keprihatinan terhadap persalinan.
Tahun 1902. Pendidikan bidan dibuka kembali untuk wanita pribumi dirumah sakit
militer di Batavia.
Tahun 1904. Pendidikan Bidan untuk wanita Indo dibuka di Makassar. Lulusannya
harus bersedia ditempatkan dimana saja dan menolong masyarakat yang kurang mampu
dengn cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah 15-25 Gulden perbulan
(tahun 1922 ada kenaikan menjadi 40 Gulden/bulan).
Tahun 1911/1912. Dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di
CBZ( Rumah Sakit Umum Pusat) di Semarang dan Batavia. Calon yang diterima adalah
lulusan dari HIS ( SD 7 tahun) dengan lama pendidikan 4 tahun. Awalnya hanya menerima
pria, tahun 1914 telah diterima perserta didik wanita yang pertama. Lulusan juru rawat
perempuan dapat melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun, sedangkan lulusan juru
rawat pria melanjutkan pendidikan keperawatan selama dua tahun.
Tahun 1918. Dibuka sekolah swasta pendidikan bidan dan rumah bersalin Budi
Kemuliaan. Murid-murid diambil dari juru rawat wanita dan lamanya pendidikan dua tahun.
Tahun 1920. Dr. Piverri mendirikan Biro konsultasi ibu dan anak di Jakarta yang
bernama Consultatie Bureu Vorr Moederen Kind. Di Jawa Barat, birokonsultasi dipelopori
oleh dr. Poerwosoewarjo dan dr. Soemaroe mengikut sertakan dukun bayi yang menjadi cikal
bakal pendidikan dukun.
Tahun 1935-1938. Pemerintah kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo
(setingkat SLTP bagian B). Hampir bersamaan, dibuka sekolah bidan di beberapa kota
besar , antara lain RSB Budi Kemuliaan di Jakarta, RSB palang dua dan Mardi Waluyo di
Semarang. Di tahun yang sama, dikeluarkan peraturan yang membedakan lulusan bidan
berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan latar belakang pendidikan Mulo dan
pendidikan kebidanan selama 3 tahun disebut “bidan kelas satu” (Vroedvrouweertte klas) dan
bidan dari lulusan perawat disebut “bidan kelas dua” (Vroedvrouweertte tweede klas). Hal ini
untuk membedakan gaji pokok dan tanjungan bidan.
Perkembangan kebidanan setelah kemerdekaan meliputi :
Tahun 1948. dr. H. Sinaga mengeluarkan stensilan untuk pendidikan bidan dan dr.
S.A.Goelam mengeluarkan buku ilmu kebidanan II(bagian Patologi).
Tahun 1950. Dr. Mochtar dan dr.Soeliyanti membentuk bagian kesehatan ibu dan
Anak (KIA) di Depkes Yogya, yang di dalamnya terdapat 475 dokter dan 4000 perawat
termasuk bidan. Setelah tahun 1950, pendidikan bidan maju pesat.
Tahun 1950-1953. Dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan Usia
minimal 17 tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Karena kebutuhan tenaga untuk menolong
persalinan cukup banyak, dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut. “Penjenang
kesehatan E atau pembantu bidan” pendidikan ini berlanjut sampai tahun 1976, setelah itu di
tutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP 2 tahun kebidanan dasar melanjutkan
kebidanan dasar. Lulusn PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama 2 tahun.
Tahun 1952-1957. Dibuka pendidikan bidan dengan calon lulusan dari SMP, lama
pendidikan 3 tahun. Program ini merupakan penataan kembali program pendidikan bidan
sebelumya (PP tahun 1950).
Tahun 1953. Dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogyakarta yang lamanya 7-12
minggu. Tahun 1960, KTB dipindahkan ke Jakarta untuk memperkenalkan kepada lulusan
bidan mengenai perkembangan program KIA.
Tahun 1954. Dibuka pendidikan guru bersama-sama dengan guru perawat dan
perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun,
kemudian menjadi dua tahun dan berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972,
sekolah tersebut dilebur menjadi SGP (Sekolah Guru Perawat). Pendidikan ini menerima
calon dari sekolah perawat dan Sekolah Bidan.
Tahun 1860. KTB dipindahkan ke Jakarta yang tujuannya adalah memperkenalkan
perkembangan program KIA kepada lulusan bidan dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan BKIA kemudian,
pada tahun 1967 KTB ditutup.
Tahun 1964. Rumah Sakit Sint Carolus memulai memulai pendidikan bidan Direct
Entry dari SMA dengan lama pendidikan empat tahun.
Tahun 1968. Pemerintahan mengeluarkan Kepmenkes No.49/1968 tentang peraturan
penyelenggaraan Sekolah Bidan.
Tahun 1970. Dibuka program Pendidikan Bidan yang menerima lulusan dari sekolah
pengatur Rawat (SPR) ditambah 2 tahun pendidikan bidan yang disebut sekolah pendidikan
Lanjutkan Jurusan Kebidanan (SPKLI). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata di
seluruh Indonesia (POGI) pertama kali yang dilaksanakan tanggal 26-31 Juli 1970, tercatat
115 spesialis untuk kebidanan dan penyakit kandungan di Indonesia.
Tahun 1972. Dibuka Sekolah Guru Perawat/Bidan/Perawat kemasyarakatan, lama
pendidikan satu tahun yang akhirnya ditutup pada tahun 1987.
Tahun 1974. Depkes melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan
nin;sarjana, mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak. Sekolah
Bidan ditutup dengan di bukanya SPK dengan tujuan adanya tenaga multi-purpose di
lapangan yang salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal.
Tahun 1974-1984. Institusi pendidikan bidan ditutup sehingga selama sepuluh tahun
tidak menghasilkan bidan, namun Ikatan Bidan Indonesia (IBI) tetap ada.
Tahun 1978. Tercatat 90-92% persalinan ditolong oleh dukun, 6% oleh bidan dan
hanya 1% oleh dokter. Pada masa ini, diadakan pelatihan Dukun Beranak sebanyak 110.000
orang (80-85%) akan tetapi tidak lagi melakukan konsultasi, baik ke Puskesmas maupun ke
bidan yang pernah melatihnya.
Tahun 1979. Tercatat 8000 dokter umum, 286 spesialis obstetri dan ginekologi, dan
16.888 bidan.
Tahun 1981. Dibuka Pendidikan Diploma I KIA (hanya berlangsung satu tahun).
Tahun 1985. Sehubungan dengan AKI dan AKB di Indonesia sangat tinggi, kebijakan
pemerintah membuka program pendidikan mahir KIA dari SPK plus 1 tahun. IBI menolak
nama “mahir KIA” tetapi menerima “bidan”. Program penyelenggaraan pendidikan bidan
pada tahun 1985 diatur dalam Permenkes No. 386/Menkes/SK/VII/1985 tanggal 22 Juli 1985.
Pedoman umum penyelenggaraan bidan diatur dalam Kepmenkes No.
2221/Kep/Diknakes/XII/1987, sedangkan untuk berlakunya kurikulum pendidikan bidan
diatur dalam Kepmenkes No. 1527/Kep/Diknakes/VII/1985.
Tahun 1989. Dibuka Cash Programme Pendidikan Bidan (lulusan SPK = PBB A
[Program Pendidikan Bidan A]) dengan pendidikan selama 1 tahun, setelah itu diangkat
sebagai egawai negeri sipil (PNS) Gol II. Tahun 1996 statusnya menjadi bidan pegawai tidak
tetap (PTT) dengan kontrak kerja selama tiga tahun dan dapat diperpanjang dua sampai tiga
tahun.
Tahun 1993. Dibuka Program Pendidikan Bidan B (AKPER dengan lama pendidikan
satu tahun). Tujuannya mempersiapkan tenaga pengajar pada PBB A. Pendidikan hanya
berlangsung 2 angkatan (1995 dan 1996) dan kemudian ditutup. Dibuka pula Program
Pendidikan Bidan C (PBB C) dari lulusan SMP yang dilakukan di 11 provinsi (Aceh,
Bengkulu, Lampung, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Selatan, NTT, Maluku, dan Irian Jaya). Kurikulumnya 3700 jam, diselesaikan
dalam waktu enam semester.
Tahun 1994-1995. Uji Coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance Learning) di tiga
provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang tujuannya untuk memperluas
cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan dan diatur oleh SK Menkes No.
1247/Menkes/SK/XII/1994.
Tahun 1994. Dilaksanakan LSS (Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran
berbentuk 10 modul. Koordinatornya Direktorat kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas,
pelaksananya rumah sakit provinsi/kabupaten.
Tahun 1995-1998. IBI bekerja sama langsung dengan Mother Care melaksanakan
pelatihan peer review untuk bidan di rumah sakit, bidan di puskesmas, dan bidan desa di
Kalimantan Selatan.
Tahun 1996. IBI bekerja sama dengan Depkes dan American College of Nurse
Midwife (ACNM) dan rumah sakit swasta mengadakan Training of Trainer (TOT). Dalam
tahun yang sama, pemerintah membuka Akademi Kebidanan jalur khusus dengan latar
belakang bidan dan tahun 1998 dari SLTA.
Tahun 1999. Dibuka Strata I Kesehatan Masyarakat yang semua mahasiswanya
adalah bidan dari seluruh Jakarta, Tanggerang, Bekasi, dan Bogor.
Tahun 2000. Dilaksanakan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) yang
dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH) dengan pesertanya adalah tenaga
pelayanan, guru, dan dosen dari akademi. Diadakan pula seminar dan lokakarya organisasi
yang dilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahun 1996 sampai tahun 2000 dengan
biaya dari UNICEF.
Tahun 2000-2002. Dibuka Program D-IV Bidan Pendidik untuk memenuhi kebutuhan
tenaga pendidik di akademi kebidanan. Program ini bekerja sama dengan IBI dan UGM
Yogyakarta. Pada April 2002, dibuka Program Bidan pendidik di Bandung di Universitas
Padjajaran dan berlangsung hingga saat ini.
Tahun 2003. Pelatihan Bidan Delima.
2. Pendidikan Kebidanan di Luar Negeri
Kebidanan di Amerika sejak lama mempunyai tradisi memberi asuhan kepada ibu
hamil dan ibu melahirkan. Dari awal ketika Amerika masih sebagai negara koloni, bidan
sudah bertanggung jawab terhadap asuhan pada semua wanita hamil (persiapan dan
keterampilan). Menurut catatan Thomas yang pertama kali melakukan praktik kebidanan di
Amerika Serikat adalah Samuel Fuller dan istrinya tahun 1634, disusul oleh Anne Hurctinson
yang menjadi bidan bersama suaminya. Anne menolong persalinan temannya yang bernama
Magdyer yang melahirkan bayi anensefalus. Anne kemudian dikecam dan ia pindah ke Long
Island (pelham New york). Di sana Anne mati terbunuh yang kemudian nama nya di
abadikan sebagai Hutchinson River Parkway di New York.
Tahun 1697-1763. William Smellie adalah seorang dokter di London yang pergi ke
Perancis untuk memperdalam ilmu kebidanan. Tahun 1939 setelah kembali dari Perancis
beliau mengembangkan ilmu kebidanan di Inggris beliau menulis buku mengenai
pemasangan cunam di sertai keterangan lengkap tentang ukuran panggul dan perbedaan
panggul sempit dengan panggul normal.
Tahun 1736-1808. Dr.William Shippen dari Philadelphia (AS) belajar di Eropa
selama 5 tahun lalu belajar pada William Smellie, Jhon Williem Hunter, dan Mac Kanzie.
Tahun 1762 ia diizinkan mendirikan kursus kebidanan di Philadelphia sampai tahun 1765
kemudian ditutup karena adanya sekolah kedokteran Collage Philadelphia. Ia diangkat
sebagai Profesor Anatomi dan Kebidanan. Tahun 1810 pembedahahan dan kebidanan di
ajarkan bersama-sama. Dr.Thomas Chalkley James sebagai Profesor kebidanan mengajarkan
pertama kali partus buatan bayi prematur pada panggul sempit.
Tahun 1742-1821. Dr. Samuel Bard belajar ke Eropa tahun 1768 kembali ke Amerika
Serikat pada usia 26 tahun kemudian beliau memajukan berdiri nya kedokteran di King
College (sekarang universitas colombia). Dr. J. V. A. Tennent adalah profesor kebidanan
pertama di King College, dan buku yang ditulis nya tentang cara pengukuran konjugata
diagonalis, kelainan-kelainan panggul, melarang pemeriksaan dalam bila tidak ada indikasi,
mengajarkan letak muka bila lahir spontan, melarang pemakaian cunam berulang-ulang, dan
menganjurkan tidak menarik tali pusat untuk mencegah inersia uteri.
Tahun 1786-1876. Dr. Walter Channing diangkat sebagai profesor kebidanan di
sekolah kedokteran Harvard. Beliau adalah orang pertama yang memperkenalkan keadaan
nifas di rumah sakit umum Boston, Amerika Serikat.
Setelah Amerika Serikat mengalami kemajuan, negara-negara lain menyusul terutama
setelah buku-buku kebidanan dicetak dan dierdarkan. Tokoh-tokoh yang ikut memajukan
kebidanan adalah :
a. William Harpey(1578-1675) yang menyelidiki fisiologi plasenta dan selaput janin.
b. Arantius, adalah seorang guru besar dari Italia dan menemukan duktus/pembuluh
darah pada janin yang menghubungkan vena umbilikalis dengan vena kava inferior.
Duktus ini akan tertutup setelah bayi lahir dan kemudian menjadi jaringan.
c. Fallopius, juga seorang guru besar dari Italia yang menemukan saluran sel telur( tuba
falopii).
d. Boudelecque(1745-1810), berasal dari Perancis yang mempelajari tentang panggul
dan menemukan ukuran-ukuran panggul. Beliau menerbitkan buku pada tahun 1824
yang mempelajari tentang pengertian panggul sebagai dasar dalam kebidanan,
persalinan dapat dilakukan dengan cara tidur terlentang dari kaki dibengkokan(dorsal
rekumben) dan dengan tidur miring, penggunaan forsep bila perlu jangan ditunda
karena dapat membahayakan ibu dan bayi dan dilakukan bila kepala bayi berada di
dasar panggul lebih dari 6 jam.
e. Hugh 1. Hodge, menemukan bidang-bidang lain dalam panggul untuk mengetahui
seberapa jauh penurunan kepala yang dikenal dengan Bidang Hodge. Beliau juga
mengajarkan pelajaran kebidanan tentang letak verteks/letak belakang kepala,
mekanisme letak sungsang, pemasangan forsep, dan mengubah letak kepala dengan
tangan sebelum memasang cunam.
f. Petter III Chamberlien (1610-1683) menemukan cunam/forsep.

Anda mungkin juga menyukai