Anda di halaman 1dari 106

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR :
TENTANG
STANDAR DAN INSTRUMEN AKREDITASI
PUSKESMAS EDISI KEDUA, VERSI TAHUN
2020

BAB 1. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)

Standar
1.1 Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan
secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas bersama
dengan lintas program dan lintas sektor serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan Puskesmas mempertimbangkan visi, misi, tujuan, dan tata
nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis peluang pengembangan
pelayanan, serta analisis risiko pelayanan termasuk umpan balik dari
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.

Kriteria
1.1.1 Jenis-jenis pelayanan yang disediakan ditetapkan berdasarkan visi,
misi, tujuan, dan tata nilai, analisis kebutuhan masyarakat, analisis
peluang pengembangan pelayanan, analisis risiko pelayanan, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan dalam
perencanaan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan
Penunjang (UKPP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
• Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang
kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja
profesional harus memiliki Visi, Misi, Tujuan dan Tata Nilai yang
mencerminkan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai penyedia layanan
UKM maupun UKPPP.
• Visi, misi, tujuan dan tata nilai Puskesmas ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas mengacu visi, misi dan tujuan Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota yang digunakan. Sebagai acuan dalam
penyelenggaraan Puskesmas.
• Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi,
tujuan dan tata nilai, kebutuhan masyarakat, hasil analisis peluang
pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan dan
peraturan perundang-undangan.
• Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan masyarakat perlu
dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas, analisis situasi dan
perumusan masalah yang dirasakan masyarakat termasuk hasil
pelaksanaan PIS-PK yang disusun secara terpadu yang berbasis
wilayah kerja Puskesmas.
-2-

• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara


daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
dilakukan analisis peluang pengembangan upaya dan kegiatan
Puskesmas, serta perbaikan mutu dan kinerja.
• Risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi dalam
penyelenggaraan pelayanan baik upaya kesehatan masyarakat
maupun Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang perlu
diidentifikasi, dianalisis dan dikelola agar pelayanan yang disediakan
aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
• Hasil analisis risiko harus dipertimbangkan dalam proses
perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah
direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai
untuk pencegahan dan mitigasi risiko.
• Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan
penyusunan perencanaan Puskesmas terdiri dari : a) kebutuhan dan
harapan masyarakat, b) hasil identifikasi dan analisis peluang
pengembangan pelayanan pada area prioritas, dan c) hasil identifikasi
dan analisis risiko penyelenggaraan pada unit-unit pelayanan baik
dari sisi KMP, UKM, maupun UKPP termasuk risiko terkait bangunan,
prasarana, peralatan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi
acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. (R)
2. Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan berdasarkan hasil
identifikasi dan analisis sesuai dengan yang diminta pada pokok
pikiran pada paragraf terakhir (R,D,W)

Kriteria
1.1.2 Perencanaan Puskesmas disusun berdasarkan visi, misi, tujuan, dan
tata nilai Puskesmas, analisis peluang pengembangan pelayanan,
analisis risiko pelayanan, capaian kinerja dan analisis kebutuhan
masyarakat termasuk umpan balik dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota yang diselaraskan dengan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota yang disusun secara terpadu
yang berbasis wilayah kerja Puskesmas serta dapat direvisi sesuai
dengan capaian kinerja dan apabila ada perubahan kebijakan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Pokok Pikiran:
• Berdasarkan hasil analisis kebutuhan masyarakat dan analisis
kesehatan masyarakat, analisis peluang pengembangan pelayanan,
dan analisis risiko pelayanan, Puskesmas bersama dengan sektor
terkait dan masyarakat menyusun rencana lima tahunan yang
diselaraskan dengan rencana strategis dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, serta sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan tata nilai
Puskesmas.
• Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu baik KMP, upaya
kesehatan masyarakat (UKM), dan Upaya Kesehatan Perseorangan
dan Penunjang (UKPP).
• Berdasarkan rencana lima tahunan, Puskesmas menyusun Rencana
Operasional Puskesmas yang dituangkan dalam Rencana Usulan
Kegiatan (RUK) untuk periode tahun yang akan datang yang
-3-

merupakan usulan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, dan


menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun berjalan
berdasarkan anggaran yang tersedia untuk tahun tersebut.
• Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi melalui
penetapan Tim Manajemen Puskesmas, yang akan dibahas dalam
musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian
diusulkan ke Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota.
• Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan
berdasar hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil
pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
• Perubahan rencana dimungkinkan apabila terjadi perubahan
kebijakan pemerintah tentang upaya/kegiatan Puskesmas maupun
dari hasil perbaikan dan pencapaian kinerja upaya/kegiatan
Puskesmas.
• Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat
sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Rencana Lima Tahunan disusun dengan dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor serta berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
2. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas
program dan lintas sektor, berdasarkan rencana strategis Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota, Rencana Lima Tahunan
Puskesmas dan hasil penilaian kinerja. (D)
3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas disusun secara
lintas program sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D)
4. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan disusun sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan Tahunan serta hasil pemantauan dan
capaian kinerja bulanan. (D)
5. Apabila ada perubahan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dilakukan revisi perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan. (D, W)

Kriteria
1.1.3 Peluang perbaikan dan pengembangan dalam penyelenggaraan upaya
Puskesmas diidentifikasi dan dianalisis sebagai dasar dalam
perencanaan.

Pokok Pikiran:
• Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan tidak sama antara
daerah yang satu dengan daerah yang lain, prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antar daerah, oleh karena itu perlu
diidentifikasi peluang pengembangan upaya dan kegiatan Puskesmas,
serta perbaikan mutu dan kinerja.
• Keterbatasan sumber daya mengakibatkan tidak semua proses yang
terjadi di Puskesmas dapat diukur dan diperbaiki di waktu yang sama.
• Berdasarkan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja sebagai
hasil analisis kebutuhan masyarakat tiap-tiap tahun ditetapkan area
prioritas perbaikan untuk tingkat Puskesmas yang menjadi fokus
untuk melakukan inovasi perbaikan, dan didukung baik oleh
Keppemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP), Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang
(UKPP)
-4-

• Area prioritas menjadi dasar penetapan indikator mutu prioritas


Puskesmas.
• Contoh masalah prioritas tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai
dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya
prevalensi tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada
kegiatan UKPP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk
mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja
pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan
dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan area prioritas tingkat Puskesmas
untuk perbaikan dan pengembangan tingkat Puskesmas sesuai
dengan masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja yang terdiri atas
area KMP, UKM dan UKPP. (R)
2. Dilakukan identifikasi dan analisis peluang perbaikan dan
pengembangan penyelenggaraan upaya Puskesmas untuk indikator
mutu prioritas tingkat Puskesmas yang sudah ditetapkan dan upaya
perbaikan dituangkan dalam dalam perencanaan Puskesmas. (D, W)

Standar
1.2 Pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus memperhatikan
kemudahan akses pengguna layanan
Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat
pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan,
dan untuk menyampaikan umpan balik

Kriteria
1.2.1 Masyarakat sebagai pengguna layanan, seluruh tenaga Puskesmas dan
lintas sektor mendapat informasi yang memadai tentang jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta masyarakat
memanfaatkan pelayanan sesuai kebutuhan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib
menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan
masyarakat.
• Puskesmas harus menyampaikan informasi tentang jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan yang dilengkapi dengan jadwal pelaksanaannya.
• Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas termasuk jaringannya
perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan oleh lintas
program, dan sektor terkait untuk meningkatkan kerjasama, saling
memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan
upaya lain yang terkait dengan kesehatan untuk mengupayakan
pembangunan berwawasan kesehatan.
• Jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dimanfaatkan
secara optimal oleh masyarakat, sebagai wujud pemenuhan akses
masyarakat terhadap pelayanan yang dibutuhkan.

Elemen Penilaian:
-5-

1. Masyarakat, Lintas Program dan Lintas Sektor mengetahui jenis-jenis


pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas. (W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyampaian informasi
kepada masyarakat, lintas program maupun lintas sektor serta
pemanfaatan pelayanan dan kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan
jadwal yang disusun. (D, W)

Kriteria
1.2.2 Masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sesuai
kebutuhan, dan untuk menyampaikan umpan balik terhadap
pelayanan. (Lihat juga KMP : 1.8.3 dan UKM : 2.2.1; 2.2.2; 2.9.5; 2.9.6)

Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
baik pengelola maupun pelaksana pelayanan harus mudah diakses oleh
masyarakat ketika masyarakat membutuhkan baik untuk pelayanan
preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif sesuai dengan
kemampuan Puskesmas.
• Berbagai strategi komunikasi untuk memudahkan akses masyarakat
terhadap pelayanan Puskesmas dapat dikembangkan, antara lain
melalui papan pengumuman, pemberian arah tanda yang jelas, media
cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, ataupun
internet.
• Umpan balik yang dimaksud berupa pengelolaan keluhan, masukan
terhadap pelayanan dan penyampaian umpan balik.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat. (D,
O, W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap keluhan dan umpan
balik dari masyarakat. (D, O, W)

Standar
1.3 Tata kelola organisasi Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan
Tata kelola organisasi Puskesmas meliputi struktur organisasi,
pengendalian dokumen, pengelolaan jaringan dan jejaring, manajemen
data dan informasi serta penyelenggaran pelayanan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
Kriteria
1.3.1 Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan tata hubungan kerja.

Pokok Pikiran:
• Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu
disusun struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan daerah Kabupaten/Kota.
• Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota,
perlu ada kejelasan tugas, wewenang, tanggungjawab dan persyaratan
jabatan.
-6-

• Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam


struktur organisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota.
• Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan
berdasarkan persyaratan jabatan oleh Kepala Puskesmas dengan
menetapkan penanggungjawab masing-masing upaya.
• Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung Jawab Upaya Puskesmas
• Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara
periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada
dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan.
• Sebagai wujud akuntabilitas, pimpinan dan/atau penanggung jawab
upaya Puskesmas wajib melakukan pendelegasian wewenang kepada
pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas.
• Perlu diatur bagaimana kriteria dan prosedur pendelegasian
wewenang terkait dengan besarnya beban dalam pelaksanaan
kegiatan baik Kepala Puskesmas maupun penanggung jawab upaya,
agar proses pendelegasian dilakukan dengan tepat kepada orang yang
tepat (pendelegasian wewenang yang dimaksud adalah pendelegasian
manajerial)

Elemen Penilaian:
1. Ada struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dengan kejelasan alur
komunikasi dan koordinasi antar posisi dalam struktur (R)
2. Ada uraian jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang memuat
uraian tugas, tanggung jawab, wewenang, dan persyaratan jabatan. (R)
3. Kepala Puskesmas menetapkan Penanggung jawab Upaya Puskesmas.
(R)
4. Terdapat kriteria dan prosedur yang jelas dalam pendelegasian
wewenang dari Kepala Puskesmas kepada Penanggung jawab upaya,
dan dari Penanggung jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan
dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan apabila
meninggalkan tugas. (R

Kriteria
1.3.2 Kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan dan prosedur terkait
pelaksanaan kegiatan disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan,
serta dokumen bukti pelaksanaan kegiatan dikendalikan.

Pokok Pikiran:
• Untuk menyusun, mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh
dokumen perlu disusun Pedoman tata naskah.
• Pedoman tata naskah sebagai acuan dalam penyusunan dokumen
regulasi yang meliputi kebijakan, pedoman, panduan, kerangka acuan,
dan prosedur, maupun dalam pengendalian dokumen dan dokumen
bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.
• Pedoman tata naskah mengatur antara lain:
a. penyusunan, kajian dan persetujuan dokumen (kebijakan,
pedoman, panduan, kerangka acuan, dan prosedur) oleh orang
yang ditunjuk
b. proses dan frekuensi kajian dan keberlanjutan persetujuan
-7-

c. pengendalikan dokumen
d. perubahan dokumen dan identifikasi histori perubahan
e. pemeliharaan identitas dan keterbacaan dokumen
f. pengeloaan dokumen yang diperoleh dari luar Puskesmas
g. retensi dokumen yang kadaluwarsa sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku, dengan tetap menjamin agar dokumen
tersebut tidak digunakan secara salah.
• Untuk memastikan bahwa pelayanan dan kegiatan terlaksana secara
konsisten dan reliabel maka perlu disusun pedoman kerja dan
prosedur kerja.
• Prosedur kerja perlu didokumentasikan dengan baik dan dikendalikan,
demikian juga dokumen bukti rekaman sebagai bentuk pelaksanaan
prosedur juga harus dikendalikan sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
• Masalah dalam pelaksanaan kegiatan, ataupun masalah kinerja harus
ditindak lanjuti dengan upaya perbaikan.
• Agar pelaksanaan kegiatan pelayanan Puskesmas baik Upaya
Kesehatan Perseorangan dan Penunjang maupun Upaya Kesehatan
Masyarakat dapat terlaksana secara efektif dalam mencapai tujuan
yang diharapkan harus dipandu dengan kebijakan, pedoman/
panduan/ kerangka acuan dan prosedur yang jelas untuk
pelaksanaan kegiatan tiap upaya kesehatan masyarakat.
• Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun
pedoman pelayanan kesehatan perseorangan sebagai acuan dalam
proses pemberian pelayanan kesehatan perseorangan. Dalam
memberikan pelayanan kepada pengguna layanan, tenaga kesehatan
wajib bekerja sesuai dengan rincian wewenang klinis dan berdasarkan
pada panduan praktik klinis dan/ atau prosedur yang jelas dalam
pelaksanaan pelayanan klinis.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas sebagaimana diminta
dalam pokok pikiran mulai dari huruf a sampai huruf g. (R)
2. Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka
acuan KMP, penyelenggaraan UKM dan penyelenggaraan UKP. (R)
3. Kegiatan KMP, UKM dan UKP dilaksanakan mengacu pada kebijakan,
pedoman/ panduan/ kerangka acuan, dan prosedur yang ditetapkan.
(R, D)

Kriteria
1.3.3 Jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan di
wilayah kerja dikelola dan dioptimalkan untuk meningkatkan akses
dan mutu pelayanan kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan dan jejaring yang ada di
wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan atau
rujukan di bidang upaya kesehatan
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Upaya Puskesmas
mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap
jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas kesehatan
kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja Puskesmas. Agar
jaringan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi
implementasi PIS PK baik dalam bentuk pelayanan UKM dan UKPP
yang mudah diakses oleh masyarakat.
-8-

• Jaringan pelayanan Puskesmas meliputi: Puskesmas pembantu,


Puskesmas keliling, dan praktik bidan desa, atau sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
• Jejaring fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya seperti klinik,
Puskesmas, apotek, laboratorium, praktik mandiri tenaga kesehatan,
dan Fasilitas kesehatan lainnya.
• Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKPP, termasuk
pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam
upaya pemberian pelayanan yang bermutu

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi jaringan dan jejaring faslitas pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas. (D)
2. Disusun rencana program pembinaan terhadap jaringan dan jejaring
fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan jadwal dan penanggung
jawab yang jelas. (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap rencana dan jadwal
pelaksanaan program pembinaan jaringan dan jejaring. (D)

Kriteria
1.3.4 Adanya jaminan ketersediaan data dan informasi melalui
terselenggaranya sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas .

Pokok Pikiran:
• Pengambilan keputusan dalam upaya meningkatkan status kesehatan
masyarakat perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi.
• Sistem manajemen data dan informasi tersebut harus dapat menjamin
ketersediaan data dan informasi hasil kinerja Puskesmas .
• Data dan informasi tersebut meliputi minimal: data wilayah kerja,
demografi, budaya dan kebiasaan masyarakat, pola penyakit
terbanyak, surveilans epidemiologi, evaluasi dan pencapaian kinerja,
PIS-PK, data dan informasi lain yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
daerah kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian
Kesehatan .
• Data dan informasi tersebut digunakan baik untuk pengambilan
keputusan di Puskesmas dalam peningkatan pelayanan maupun
pengembangan program-program kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada
tingkat kebijakan di Dinas Kesehatan daerah kabupaten/kota
termasuk penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak
terkait.
• Selain itu, ketersediaan data dan informasi juga sangat penting untuk
kebutuhan kegiatan penilaian kinerja Puskesmas, Peningkatan Mutu
Puskesmas, Keselamatan Pengguna layanan, dan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi.
• Data Peningkatan Mutu, Keselamatan Pengguna layanan, dan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, sekurang-kurangnya meliputi:
a) Hasil pengukuran indikator mutu dan kinerja KMP, UKM, UKPP
(layanan klinis).
b) Hasil pengukuran indikator Keselamatan Pengguna layanan
c) Hasil pengukuran indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) .
-9-

• Hasil perbaikan dan evaluasi pengukuran indikator mutu dan kinerja


KMP, UKM dan UKPP. Sistem manajemen data dan informasi juga
diperlukan untuk dapat menyediakan data untuk mendukung
penilaian kinerja karyawan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga
non kesehatan.
• Dengan adanya sistem manajemen data dan informasi tersebut maka
pada gilirannya akan memudahkan Tim Peningkatan Mutu, para
penanggung jawab upaya pelayanan, dan masing-masing pelaksana
pelayanan baik UKM maupun UKPP di masing-masing unit kerja
dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
keberhasilan upaya kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pengguna layanan.
• Sistem Manajemen Data dan Informasi di Puskesmas mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
Sistem Informasi Puskesmas
• Sistem Informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik
dan/atau secara nonelektronik

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi data dan informasi yang harus tersedia di
sistem manajemen data dan informasi di Puskesmas (D)
2. Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data dan
pelaporan serta distribusi informasi sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan (D
3. Tersedia data dan informasi hasil kinerja dalam sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas yang dapat diakses oleh para
penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan untuk dimanfaatkan peningkatan mutu dan Keselamatan
Pengguna layanan, PPI, dan Manajemen Risiko, serta penilaian kinerja
karyawan (D)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap sistem manajemen
data dan informasi Puskesmas secara periodik (D, W)

Kriteria
1.3.5 Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3).

Pokok Pikiran:
• Karyawan yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar
infeksi terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan
pengguna layanan baik langsung maupun tidak langsung, oleh karena
itu karyawan mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan perlindungan terhadap kesehatannya.
• Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan
sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas, demikian
juga pemberian imunisasi bagi karyawan sesuai dengan hasil
identifikasi risiko epidemiologi penyakit infeksi, serta program
perlindungan karyawan terhadap penularan penyakit infeksi proses
pelaporan jika terjadi paparan, tindak lanjut pelayanan kesehatan,
dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
• Karyawan juga berhak untuk mendapat perlindungan dari kekerasan
yang dilakukan oleh pengguna layanan, keluarga pengguna layanan,
maupun oleh sesama karyawan. Program perlindungan karyawan
terhadap kekerasan fisik termasuk proses pelaporan, tindak lanjut
pelayanan kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan diterapkan.
-10-

• Dalam pengelolaan limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
harus memperhatikan jarum suntik dan limbah benda tajam yang lain
dikumpulkan dalam wadah khusus untuk membuang jarum suntik
dan limbah benda tajam yang bersifat tertutup, tidak tembus benda
tajam, dan tidak bocor.
• Jika limbah-limbah jarum suntik dan benda tajam yang lain
diserahkan kepada pihak ketiga, harus dipastikan bahwa limbah
tersebut dikelola oleh pihak ketiga sesuai dengan prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:

1. Disusun dan ditetapkan program K3 bagi karyawan (R, D, W)


2. Dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap karyawan untuk
menjaga kesehatan karyawan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. (D, W)
3. Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi karyawan sesuai dengan
tingkat risiko dalam pelayanan. (D, W)
4. Dilakukan konseling dan tindak lanjut terhadap karyawan yang
terpapar penyakit infeksi atau cedera akibat kerja. (D, W)

Standar
1.4 Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan perlu memperhatikan aspek keselamatan
dan kesehatan kerja.

Kriteria
1.4.1 Tersedia Sumber Daya Manusia (SDM) dengan jumlah, jenis, dan
kompetensi sesuai kebutuhan dan jenis pelayanan yang disediakan.

Pokok Pikiran:
• Agar Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang optimal dan aman
bagi pengguna layanan dan masyarakat yang dilayani perlu dilakukan
analisis kebutuhan tenaga baik dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan
lainnya, dan tenaga non kesehatan sebagai dasar penyusunan pola
ketenagaan dan rencana pengembangan tenaga,
• Untuk memberikan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan
pengguna layanan dan masyarakat, dilakukan upaya untuk
pemenuhan ketersedian tenaga baik jenis, jumlah dan persyaratan
kompetensi.
• Jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai
dengan struktur organisasi Puskesmas dan jabatan fungsional tenaga
Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan persyaratan kompetensi untuk tiap jabatan dan tiap jenis
tenaga yang dibutuhkan. (R)
-11-

2. Disusun pola ketenagaan berdasar analisis kebutuhan tenaga sesuai


dengan pelayanan yang disediakan serta rencana pengembangan
tenaga sesuai dengan hasil analisis kebutuhan tenaga.(D, W)
3. Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga sesuai dengan
rencana pengembangan tenaga yang disusun. (D)

Kriteria
1.4.2 Setiap karyawan mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam
pelaksanaan tugas maupun penilaian kinerja.

Pokok Pikiran:
• Uraian tugas diperlukan oleh tiap karyawan sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap karyawan wajib memahami
uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan pekerjaan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban.
• Uraian tugas karyawan berisi tugas pokok dan tugas tambahan.
• Tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai jabatan fungsional yang dikeluarkan oleh
pejabat yang berwenang.
• Bagi tenaga non ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan
surat keputusan pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di
Puskesmas berdasarkan standar kompetensi lulusan
• Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada karyawan untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
• Contoh tugas pokok dan tugas tambahan : seorang tenaga bidan yang
diangkat kedalam jabatan fungsional Bidan dan juga diberikan tugas
sebagai bendahara. Jadi tugas pokok karyawan tersebut adalah Bidan,
dan tugas tambahannya adalah sebagai bendahara.
• Jenis tugas pokok dan tugas tambahan ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.
• Penilaian kinerja bertujuan untuk menilai sejauh mana kepatuhan
terhadap sistem, mengurangi variasi layanan, dan meningkatkan
kepuasan pengguna jasa.
• Indikator penilaian kinerja setiap karyawan Puskesmas disusun dan
ditetapkan berdasarkan:
a. uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya baik uraian tugas
pokok dan tugas tambahan
b. tata nilai yang disepakati termasuk di dalamnya profesionalisme
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
• Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok bagi karyawan
ASN dapat menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
• Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja
yang berdasarkan uraian tugas dan tata nilai yang disepakati.
• Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja
masing-masing karyawan.
• Penilaian kinerja karyawan mengacu pada ketentuan penilaian kinerja
karyawan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas
tambahan untuk setiap karyawan. (R)
-12-

2. Ditetapkan indikator penilaian kinerja karyawan sebagaimana diminta


dalam pokok pikiran. (R)
3. Dilakukan penilaian kinerja karyawan minimal setahun sekali dan
tindak lanjut terhadap hasil penilaian kinerja karyawan untuk
perbaikan. (D, W)

Kriteria
1.4.3 Setiap karyawan mempunyai dokumen (file) kepegawaian yang
lengkap dan mutakhir.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas wajib menyediakan file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa karyawan yang
bekerja memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya
pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut.
• Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR), dan atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
• File kepegawaian tiap karyawan berisi antara lain: bukti pendidikan,
bukti dilakukan verifikasi terhadap Pendidikan (ijazah), registrasi (STR)
dan perizinan (SIP) serta bukti kredensial bagi tenaga kesehatan, bukti
pendidikan dan pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang
dipersyaratkan, uraian tugas karyawan dan/atau rincian wewenang
klinis tenaga kesehatan, hasil penilaian kinerja karyawan, dan bukti
evaluasi penerapan hasil pelatihan termasuk bukti orientasi.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan kelengkapan isi file kepegawaian untuk tiap karyawan
yang bekerja di Pukesmas yang terpelihara sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. (R)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap
kelengkapan dan pemutakhiran data kepegawaian. (D)

Kriteria
1.4.4 Karyawan baru dan alih tugas wajib mengikuti orientasi agar
memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.

Pokok Pikiran:
• Agar memahami tugas, peran, dan tanggung jawab, karyawan baru
dan alih tugas, baik yang diposisikan sebagai Pimpinan Puskesmas,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, koordinator pelayanan,
maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.
• Kegiatan orientasi meliputi orientasi umum dan orientasi khusus.
• Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis
besar visi, misi, tata nilai, tugas pokok dan fungsi serta struktur
organisasi Puskesmas, program mutu Puskesmas dan keselamatan
pengguna layanan, serta program pengendalian infeksi.
• Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas
yang menjadi tanggung jawab dari karyawan yang bersangkutan. Pada
kegiatan orientasi ini karyawan baru diberi/dijelaskan terkait apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan dengan
aman sesuai dengan Panduan Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya
dan pedoman program lainnya.
-13-

Elemen Penilaian:
1. Kegiatan orientasi dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun.
(D, W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi
(D.W)

1.5 Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas,


dan keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan
lingkungan dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko.

Kriteria
1.5.1 Disusun dan diterapkan rencana program Manajemen Fasilitas Dan
Keselamatan (MFK) yang meliputi keselamatan dan keamanan fasilitas,
pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, manajemen bencana,
pengamanan kebakaran, alat kesehatan, dan sistem utilisasi

Pokok Pikiran :
• Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban
untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan Puskesmas dan
menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan,
pengunjung, petugas, dan masyarakat.
• Puskesmas perlu menyusun program Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi
pengguna layanan, petugas, dan masyarakat.
• Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan, yang
meliputi:
a) Manajemen Keselamatan dan keamanan.
Keselamatan adalah suatu keadaan tertentu dimana bangunan,
halaman/ground, prasarana, peralatan Puskesmas, tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pengguna layanan, petugas
dan pengunjung, dan masyarakat
Keamanan adalah proteksi/ perlindungan dari kehilangan,
pengrusakan dan kerusakan, kekerasan fisik, penerapan kode-
kode darurat atau akses serta penggunaan oleh mereka yang
tidak berwenang.
b) Manajemen Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3),
yang meliputi: penanganan, penyimpanan dan penggunaan
bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan, dan limbah bahan
berbahaya dibuang secara aman.
Program B3 meliputi:
1) penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
2) pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan B3 sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
3) sistem pelabelan B3 sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
-14-

4) sistem pendokumentasian dan perizinan B3 sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan
5) penanganan tumpahan dan paparan B3 sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
6) sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan
atau paparan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
7) penggunaan APD sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
c) Manajemen Bencana/disaster, yaitu tanggapan terhadap
wabah, bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana
direncanakan dan efektif.
Program manajemen bencana perlu disusun dalam upaya
menanggapi bila terjadi bencana internal dan/ atau eksternal
yang meliputi:
1) identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang
mungkin terjadi (HVA),
2) menentukan peran Puskesmas dalam kejadian tersebut
3) strategi komunikasi jika terjadi bencana,
4) manajemen sumber daya,
5) penyediaan pelayanan dan alternatifnya,
6) identifikasi peran dan tanggung jawab tiap karyawan, dan
manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana,
7) peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber
daya masyarakat yang tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu
program kesiapan menghadapi bencana yang disimulasikan
setiap tahun yang meliputi 2) sampai dengan 6) dari program
manajemen bencana.
d) Manajemen Pengamanan Kebakaran: Puskesmas wajib
melindungi properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.
Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara
umum meliputi pencegahan terjadinya kebakaran dengan
melakukan identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan
ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang
mudah terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif.
Secara khusus, program penanggulangan akan berisi:
1) frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem
proteksi dan penanggulangan kebakaran secara periodik
(minimal satu kali dalam satu tahun)
2) jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan.
3) proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan
kebakaran dilakukan selama kurun waktu 12 bulan
4) edukasi pada staf terkait sistem proteksi dan evakuasi
pengguna layanan yang efektif pada situasi bencana
e) Manajemen Alat kesehatan
Untuk mengurangi risiko, alat kesehatan dipilih, dipelihara dan
digunakan sesuai dengan ketentuan. Kegiatan tersebut ditujukan
untuk:
1) memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan
berfungsi dengan baik
2) memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan
memiliki kualifikasi yang sesuai dan kompeten
f) Manajemen Sistem utilitas meliputi sistem listrik bersumber
PLN, sistem air, sistem gas medis dan sistem pendukung lainnya
-15-

seperti generator (Genset), perpipaan air dipelihara untuk


meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian, dan harus
dipastikan tersedia 7 (tujuh) hari 24 ( dua puluh empat ) jam
g) Pendidikan (edukasi) petugas tentang Manajemen MFK.
• Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan,
petugas, pengunjung dan masyarakat dilakukan identifikasi dan
pembuatan peta terhadap area berisiko yang meliputi poin a sampai
dengan f.
• Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan yang
merefleksikan keadaan-keadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas.
• Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan atau
penanggung jawab yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas.
• Program MFK perlu dievaluasi minimal per tri wulan untuk
memastikan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan
lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, petugas, dan
masyarakat sesuai dengan rencana.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat petugas yang bertanggung jawab dalam MFK serta tersedia
rencana program MFK yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan
identifikasi risiko. (R)
2. Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko yang meliputi huruf
a sampai huruf f pada pokok pikiran. (D,W)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per tri wulan terhadap
pelaksanaan program MFK meliputi huruf a sampai huruf f pada
pokok pikiran. (D)

Kriteria
1.5.2 Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya beracun serta pengendalian dan pembuangan limbah
bahan berbahaya beracun dilakukan berdasarkan perencanaan yang
memadai dan ketentuan perundang-undangan.

Pokok Pikiran:
• Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan
dikendalikan secara aman.
• WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta
limbahnya dengan katagori sebagai berikut: infeksius; patologis dan
anatomi; farmasi; bahan kimia; logam berat; kontainer bertekanan;
benda tajam; genotoksik/sitotoksik; radioaktif.
• Puskesmas perlu menginventarisasi B3 meliputi lokasi, jenis, dan
jumlah serta limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu
mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan.
• Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan,
pewadahan dan penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)
• Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program limbah B3 sesuai angka satu sampai enam
pada huruf b pada kriteria 1.3.1. (R)
2. Pengolahan limbah B3 sesuai standar (penggunaan dan pemilahan,
-16-

pewadahan dan penyimpanan/TPS B3 serta pengolahan akhir)


3. Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (D, O)
4. Ada laporan, analisis, dan tindak lanjut tumpahan, paparan/pajanan
terhadap B3 dan atau limbah B3. (D,W)

Kriteria
1.5.3 Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi
program tanggap darurat bencana internal dan eksternal

Pokok Pikiran:
• Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda antara daerah yang satu
dan yang lain.
• Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut
bertanggung jawab untuk berperan aktif dalam upaya mitigasi dan
penanggulangan bila terjadi bencana baik internal maupun eksternal.
• Strategi dan rencana untuk menghadapi bencana perlu disusun
sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan
hasil penilaian kerentanan bahaya (Hazard Vulnerability Assesment).
• Program kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan
(disaster drill) setiap tahun secara internal atau melibatkan komunitas
secara luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan sistem 2)
sampai dengan 6) yang telah diuraikan di kriteria 1.4.1.
• Setiap karyawan wajib mengikuti pelatihan/ lokakarya dan simulasi
dalam pelaksanaan program tanggap darurat agar siap jika sewaktu-
waktu terjadi bencana yang diselenggarakan minimal setahun sekali.
• Debriefing adalah sebuah review yang dilakukan setelah simulasi
bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk
menindaklanjuti hasil dari simulasi.
• Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal
sesuai dengan letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap
pelayanan. (D)
2. Dilaksanakannya program manajemen bencana/disaster meliputi
angka satu sampai dengan angka lima huruf c pada kriteria 1.3.1 (D,
W).
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan meliputi angka dua sampai
dengan angka enam huruf c pada kriteria 1.3.1 terhadap program
kesiapan menghadapi bencana yang disusun, yang dilanjutkan
dengan debriefing setiap dilakukan simulasi. (D, W)
4. Dilakukan perbaikan terhadap program kesiapan menghadapi
bencana sesuai hasil simulai dan evaluasi tahunan. (D)

Kriteria
1.5.4 Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan
evaluasi program pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
termasuk sarana evakuasi.

Pokok Pikiran:
• Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko
terhadap terjadinya kebakaran. Program pencegahan dan
penanggulangan kebakaran perlu disusun sebagai wujud kesiagaan
-17-

Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran,


pengguna layanan, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan
dijaga keselamatannya.
• Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi
kebakaran baik aktif mau pasif. Proteksi kebakaran aktif, contohnya
APAR, sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan
proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu
darurat, tangga darurat, tempat titik kumpul aman.
• Merokok berdampak negatif terhadap kesehatan, dan dapat menjadi
sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan
larangan merokok di lingkungan Puskesmas baik bagi petugas,
pengguna layanan, dan pengunjung. Larangan merokok wajib
dipatuhi oleh petugas, pengguna layanan dan pengunjung, dan
dilakukan perbaikan terhadap pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan program pencegahan dan penanggulangan kebakaran
angka satu sampai angka empat huruf d pada kriteria 1.3.1 (D, O, W)
2. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi
dini asap dan kebakaran, jalur evakuasi, serta keberfungsian alat
pemadam api. (D, O, W)
3. Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap program
pengamanan kebakaran. (D, W)
4. Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pengguna
layanan, dan pengunjung di area Puskesmas. (R)

Kriteria
1.5.5 Puskesmas menyusun program untuk menjamin ketersediaan alat
kesehatan yang dapat digunakan setiap saat.

Pokok Pikiran:
• Penyelenggaraan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan
(ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan
terhadap standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan.
• Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus
diinput dalam ASPAK dan divalidasi untuk menjamin kebenarannya
• Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan
pengguna layanan, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan
baik, dan siap digunakan setiap saat diperlukan. Program yang
dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala,
sesuai dengan panduan produk tiap alat kesehatan.
• Dalam melakukan pemeriksaan alat kesehatan, petugas memeriksa
antara lain: kondisi, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status
kalibrasi, dan fungsi alat.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan inventarisasi alat kesehatan sesuai dengan ASPAK. (R)
2. Dilakukan inspeksi dan testing terhadap alat kesehatan secara
periodik (D, 0, W)
3. Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara
periodik (D,O,W)
-18-

Kriteria
1.5.6 Puskesmas menyusun dan melaksanakan program untuk memastikan
semua prasarana atau sistem utilisasi berfungsi dan mencegah
terjadinya ketidaktersediaan, kegagalan, atau kontaminasi.

Pokok Pikiran:
• Prasarana atau sistem utilisasi meliputi air, listrik, gas medis dan
sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air
dan lainnya.
• Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pengguna layanan,
dibutuhkan ketersediaan listrik, air dan gas medis, serta prasarana
lain, seperti Genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem
jaringan dan teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang
sesuai dengan kebutuhan masing-masing Puskesmas. Program
pengelolaan sistem utilitas perlu disusun untuk menjamin
ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan
Puskesmas.
• Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.
• Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika
terjadi kegagalan air dan/ atau listrik.
• Prasarana air, listrik, dan prasarana penting lainnya, seperti genset,
perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk
menjaga ketersediaannya untuk mendukung kegiatan pelayanan
pengguna layanan.
• Untuk prasarana air perlu dilakukan pemeriksaan air bersih,
termasuk pemeriksaan uji kualitas air secara periodik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilaksanakan program pengelolaan sistem utilitas dan sistem
penunjang lainnya sesuai huruf f pada kriteria 1.3.1. (R)
2. Sumber air, listrik dan gas medis tersedia selama 7 hari 24 jam untuk
pelayanan di Puskesmas. (D)

Standar
1.6 Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan secara
periodik.
Untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat, maka dilakukan pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja dapat berupa pemantauan, supervisi, lokmin, audit
internal, dan rapat tinjauan manajemen.

Kriteria
1.6.1 Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan
menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai dengan jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah.

Pokok Pikiran:
• Pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dilakukan
dengan menggunakan indikator kinerja yang jelas untuk
-19-

memudahkan melakukan perbaikan penyelenggaraan pelayanan dan


perencanaan pada periode berikutnya
• Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan
dan manajemen Puskesmas
• Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu
disusun, dipantau dan dianalisis secara periodik sebagai bahan untuk
perbaikan kinerja dan perencanaan periode berikutnya
• Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi:
a) Indikator kinerja Manajemen Puskesmas
b) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKM
c) Indikator kinerja cakupan pelayanan UKPP
• Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada
Standar Pelayanan Minimal Kabupaten, Kebijakan/Pedoman dari
Kementerian Kesehatan, Kebijakan/Pedoman dari Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kebijakan/Pedoman dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja digunakan
sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan
Puskesmas serta perencanaan tahunan dan perencanaan lima
tahunan.
• Hasil pengawasan, pengendalian dan penilaian terhadap kinerja KMP,
UKM, dan UKPP diumpan balikkan pada lintas program dan lintas
sektor untuk mendapatkan masukan/asupan dalam perbaikan
kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode
berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis
pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah (R)
2. Dilakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja secara
periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan
hasilnya diumpanbalikkan pada lintas program dan lintas sektor (D)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan dan
penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji
banding dengan Puskesmas lain (D)
4. Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian dan
penilaian kinerja untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan
masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan
Puskesmas (D)
5. Hasil pengawasan, pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja
disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja
pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi perencanaan kegiatan
bulanan (D, W)
6. Hasil pemantauan, pengendalian dan penilaian kinerja dalam bentuk
Laporan Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan
kinerja dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
(D)

Kriteria
1.6.2 Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor
dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.
-20-

Pokok Pikiran :
• Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu
dikomunikasikan oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab Upaya
baik KMP, UKM, dan UKPP kepada serta lintas program dan lintas
sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas
pelaksanaan upaya Puskesmas.
• Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui Lokakarya mini
bulanan lintas program dan Lokakarya mini triwulan lintas sektor
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
• Lokakarya mini bulanan digunakan untuk : menyusun secara lebih
terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu)
bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran,
pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan sektor) yang
diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan; menggalang
kerjasama dan keterpaduan serta meningkatkan motivasi petugas.
• Lokakarya mini triwulan digunakan untuk : menetapkan secara
konkrit dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga)
bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antar-sektor
(antar-instansi) dan kesatupaduan tujuan; menggalang kerjasama,
komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan-
kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan; meningkatkan motivasi
dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan
masyarakat kecamatan

Elemen Penilaian
1. Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten
dan periodik untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan upaya – upaya Puskesmas (D,W)
2. Dilakukan pembahasan permasalahan, hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan dan rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini (D,W)
3. Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini
bulanan dan triwulan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan.
(D,W)

Kriteria
1.6.3 Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan,
pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit
internal yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas,
masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan

Pokok Pikiran:
• Kinerja Puskesmas dan upaya perbaikan mutu yang dilakukan perlu
dipantau apakah mencapai target yang ditetapkan.
• Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan
pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal
yang dibentuk oleh Kepala Puskesmas
• Hasil temuan audit internal disampaikan kepada Kepala Puskesmas,
Penanggung jawab atau Tim Mutu, Penanggung jawab atau Tim
Keselamatan Pengguna layanan, dan Penanggung jawab atau Tim PPI,
Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan pelaksana kegiatan sebagai
dasar untuk melakukan perbaikan.
• Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi
tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan karyawan
-21-

Puskesmas, maka permasalahan tersebut dapat dirujuk ke Dinas


Kesehatan daerah Kabupaten/Kota untuk ditindak lanjuti.
• Pelaksanaan perbaikan mutu dan kinerja direncanakan dan dipantau
serta ditindaklanjuti.
• Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab Mutu secara periodik
melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas umpan
balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil
penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan Upaya
Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, maupun perubahan
kebijakan mutu jika diperlukan, serta membahas hasil pertemuan
tinjauan manajemen sebelumnya, dan rekomendasi untuk perbaikan.
• Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh Penanggung jawab
Mutu.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian
tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas. (R)
2. Disusun rencana program audit internal tahunan yang dilengkapi
kerangka acuan audit dan dilakukan kegiatan audit sesuai dengan
rencana yang telah disusun. (R)
3. Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada Kepala
Puskesmas, Tim Mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait. (D)
4. Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil
audit internal baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab
maupun pelaksana. (D)
5. Kepala Puskesmas bersama dengan Tim Mutu merencanakan
pertemuan tinjauan manajemen dan pelaksanaan pertemuan tinjauan
manajemen dilakukan dengan agenda sebagaimana pokok pikiran. (D,
W)
6. Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti
dan dievaluasi. (D)

Standar
1.7 Peran Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas melalui
Akreditasi
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap Puskesmas mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

Kriteria
1.7.1 Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota dalam
rangka perbaikan kinerja Puskesmas

Pokok Pikiran :
• Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan pembinaan
kepada Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis yang memiliki
otonomi dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan daerah.
-22-

• Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan


bagian dari tugas, fungsi dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/ Kota.
• Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab, Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota melakukan bimbingan teknis dan
supervisi, pemantauan evaluasi, dan pelaporan serta peningkatan
mutu pelayanan kesehatan.
• Pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota
dalam hal penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas. Pembinaan
tersebut dilaksanakan secara periodik termasuk pembinaan dalam
rangka pencapaian target PISPK, target Standar Pelayanan Minimal
(SPM), dan Program Prioritas Nasional.

Elemen Penilaian :
1. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menetapkan struktur
organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (R)
2. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan
pembinaan Puskesmas secara periodik yang dituangkan dalam
program kerja yang jelas dan terukur (R, D)
3. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melaksanakan
pembinaan secara terpadu kepada Puskesmas yang
berkesinambungan dengan menggunakan indikator pembinaan
program dan menyampaikan hasil pembinaan kepada Puskesmas.
(D,W)
4. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
pendampingan penyusunan Rencana Usulan Kegiatan Puskesmas dan
Rencana Pelaksanaan Kegiatan. (D, W)
5. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota menindaklanjuti
pelaksanaan lokakarya mini Puskesmas yang menjadi wewenang
dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang
tidak bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas. (D, W)
6. Ada bukti Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota melakukan
verifikasi dan memberikan umpan balik evaluasi kinerja Puskesmas.
(D, W)
7. Puskesmas melakukan tindak lanjut terhadap hasil pembinaan Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten/ Kota. (D, W)

BAB 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang


berorientasi pada upaya promotif dan preventif sesuai prinsip five
level prevention

Standar
-23-

2.1. Perencanaan pelayanan UKM dilaksanakan secara terpadu


Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu
berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program
dan lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan masyarakat, data
hasil penilaian kinerja Puskesmas termasuk memperhatikan hasil
pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(PIS PK) dan capaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah
Kabupaten/Kota.

Kriteria
2.1.1. Perencanaan pelayanan UKM di Puskesmas disusun secara terpadu
berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis
kebutuhan dan harapan masyarakat, analisis data pencapaian kinerja
pelayanan UKM dengan memperhatikan data PIS PK dan SPM.

Pokok Pikiran:
• Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan
UKM dilakukan dengan Survei Mawas Diri dan Musyawarah
Masyarakat Desa maupun melalui pertemuan pertemuan konsultatif
lainnya dengan masyarakat seperti jajak pendapat, temu muka, survei
mawas diri, survei kepuasan masyarakat dan media lainnya.
• Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat
mengacu pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
• Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah
dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan lintas sektor,
selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana
usulan kegiatan UKM.
• Data capaian kinerja pelayanan UKM dianalisis dengan
memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK dan capaian target SPM
yang berbasis wilayah kerja Puskesmas. Hasil analisis tersebut
dibahas secara terpadu bersama lintas program dan lintas sektor
sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM.
• Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun
oleh Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
mengacu pada analisis data kinerja dengan memperhatikan data PIS
PK, analisis capaian SPM daerah Kabupaten/Kota, pedoman atau
acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/
Kota, dengan mengutamakan program prioritas nasional (antara lain
penurunan Stunting, peningkatan cakupan Imunisasi,
Penanggulangan TB, pengendalian Penyakit Tidak Menular,
penurunan Angka Kematian Ibu/ AKI dan Angka Kematian Neonatus/
AKN), serta memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.
• Dalam standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk menggantikan
kata “program”, contoh: Program Promkes menjadi Pelayanan Promkes.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok
masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan sasaran
pelayanan UKM sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah
ditetapkan. (D, W)
-24-

2. Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis


bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk
pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan. (D,W)
3. Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama
lintas program dan lintas sektor dengan memperhatikan hasil
pelaksanaan PIS PK sebagai bahan untuk pembahasan dalam
menyusun rencana kegiatan yang berbasis wilayah kerja. (D,W)
4. Tersedia rencana usulan kegiatan UKM yang disusun secara terpadu
berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis
kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data
capaian kinerja pelayanan UKM dengan memperhatikan hasil
pelaksanaan kegiatan PIS PK (D,W)

Kriteria
2.1.2. Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan
pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan
dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, dimana proses
kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan oleh masyarakat
sendiri dengan difasilitasi oleh Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap
pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan, dan penanggung jawab
UKM Puskesmas wajib melakukan fasilitasi pembangunan yang
berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
• Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan yang selanjutnya
disebut Pemberdayaan masyarakat adalah proses untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu,
keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya
kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan
masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif serta
memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat
• Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi :
a. peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam
mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi;
b. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan
masyarakat;
c. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;
d. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku
kepentingan;
e. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga
kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan,dan swasta;
f. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis
kearifan lokal; dan
• Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahap :
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian.
-25-

g. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan


Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan
kebutuhan dan kesepakatan masyaraka
• Perencanaan pemberdayaan masyarakat terintegrasi dengan Profil
Kesehatan Keluarga (Prokesga) melalui pelaksanaan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK).
• Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community
organization) dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan
peran dan fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan
kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari
kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan
membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka,
berdasarkan prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya
yang dimiliki.
• Bentuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan melalui kegiatan UKBM seperti Komunitas Peduli
Kesehatan Remaja, Komunitas Peduli HIV/AIDS, Peduli TB,
Komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya dan/atau
melalui kegiatan di tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren, pasar,
tempat ibadah dan lain-lain.
• Kegiatan fasilitasi berupa:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat,
pemangku kepentingan dan mitra terkait untuk mendukung
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
b. melakukan pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan
penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku
kepentingan di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat;
d. membangun kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan
swasta di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat
e. mengembangkan media komunikasi, informasi, dan edukasi
kesehatan terkait Pemberdayaan Masyarakat dengan
memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal;
f. melakukan peningkatan kapasitas Tenaga Pendamping
Pemberdayaan Masyarakat dan Kader;
g. melakukan dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada
masyarakat;
h. menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat;
i. melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat di tingkat kecamatan dan
kabupaten/kota secara berkala; dan
j. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas secara
berkala
• Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat tersebut.
-26-

• Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam


Rencana Usulan Kegiatan dan Rencana Kerja setiap Koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat kegiatan fasilitasi pemberdayaan masyarakat yang
dituangkan dalam RUK dan RPK Puskesmas dan sudah disepakati
bersama masyarakat sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan. (D, W)
2. Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
perbaikan dan evaluasi untuk mengatasi masalah kesehatan di
wilayahnya. (D.W)
3. Terdapat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan
pelayanan UKM Puskesmas yang bersumber dari swadaya masyarakat
dan atau kontribusi swasta. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan berwawasan
kesehatan. (D)

Kriteria
2.1.3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Pelayanan UKM terintegrasi
lintas program dan mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan
Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi
lintas program agar efektif dan efisien serta melalui tahapan
perencanaan Puskesmas.
• Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK. Jika sebagian kegiatan
yang direncanakan dalam RUK tidak dapat dilaksanakan karena
keterbatasan sumber daya, maka dimungkinkan sebagian kegiatan
yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK
• RPK pelayanan UKM menggambarkan kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan
dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan setiap bulan.
• RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk diubah/ disesuaikan
dengan kebutuhan berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan dan
kondisi – kondisi tertentu.
• RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masing-masing
pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk
tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan UKM yang
terintegrasi dalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahunan
Puskesmas dengan kejelasan siapa yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaannya untuk setiap kegiatan. (R)
2. Tersedia RPK bulanan untuk masing-masing pelayanan UKM yang
disusun setiap bulan dengan kejelasan pelaksana tiap kegiatan. (R)
3. Tersedia Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari
masing-masing Pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R)
4. Dilakukan evaluasi terhadap rencana pelaksanaan pelayanan UKM
berdasarkan hasil pemantauan (D.W)
-27-

5. Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM


berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu maka
dilakukan penyesuaian rencana pelaksanaan kegiatan (D

Standar
2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan
masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM
Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan
masyarakat, untuk mendapatkan informasi kegiatan serta
penyampaian umpan balik dan keluhan.

Kriteria
2.2.1. Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati
bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang
dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan rencana.

Pokok Pikiran:
• Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari
sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas
sektor terkait dan disepakati bersama. Jadwal tersebut memuat waktu,
tempat dan sasaran kegiatan.
• Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor berperan
aktif dalam kegiatan, maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM harus
disampaikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat,
lintas program dan lintas sektor terkait dengan memanfaatkan media
komunikasi yang sudah ditetapkan.
• Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan
tempat pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati dan
diinformasikan dengan jelas dan tempat kegiatan mudah diakses oleh
sasaran kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok masyarakat.

Elemen Penilaian:
1. Tersedia jadwal pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun
berdasarkan hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat,
kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran,
masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor
melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D, W).
3. Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal jika terjadi
perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W)
4. Hasil penyampaian informasi jadwal pelaksanaan kegiatan UKM
dievaluasi dan ditindaklanjuti (D.W)

Kriteria
2.2.2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan akses sasaran dan masyarakat terhadap
informasi, kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan
balik dan keluhan.

Pokok Pikiran:
• Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan
jadwal kegiatan, perlu disampaikan pada lintas program dan lintas
-28-

sektor terkait agar mereka dapat optimal berkontribusi dalam


pencapaian tujuan kegiatan UKM.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan individu yang menjadi
sasaran perlu mendapatkan informasi tentang kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan, tujuan, tahapan dan jadwal pelaksanaan,
sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan harapan
mereka, dan menjamin pelaksanaan kegiatan tepat sasaran dan tepat
waktu.
• Kejelasan informasi yang disampaikan perlu dievaluasi, yaitu evaluasi
terhadap penerimaan informasi oleh sasaran dan pemberian informasi
yang dilaksanakan Puskesmas.
• Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas tergantung pada
peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan individu
yang menjadi sasaran.
• Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan
kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai
budaya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan
teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Akses sasaran terhadap kegiatan perlu dievaluasi dan ditindaklanjuti
untuk perbaikan dalam mempermudah akses dan penyediaan
kegiatan UKM.
• Kemudahan akses bagi sasaran adalah kejelasan prosedur/tahapan
dan tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
Contoh: Ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah dan lain
sebagainya. Teknologi adalah media/audio visual aid yang digunakan
dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: Lembar balik, model, LCD, film
dan lain sebagainya.
• Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran
kegiatan diperlukan umpan balik dari masyarakat dan sasaran
kegiatan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan
dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
• Umpan balik dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung
dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan UKM.
• Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat
menyampaikan keluhan secara langsung maupun tidak langsung
kepada Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM.
• Keluhan dan umpan balik ditindak lanjuti dengan pembahasan atau
pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok
masyarakat, masyarakat atau individu yang merupakan sasaran
melalui forum-forum yang ada, misalnya badan penyantun Puskesmas,
konsil kesehatan masyarakat dan forum-forum komunikasi yang lain.
• Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan
sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Informasi tentang kegiatan UKM Puskesmas, tujuan, pentahapan, dan
jadwal kegiatan disampaikan kepada kelompok masyarakat,
masyarakat, sasaran, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)
2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan metode dan teknologi yang
dikenal oleh masyarakat atau sasaran. (D,W)
-29-

3. Umpan balik/keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan


sasaran diidentifikasi dan ditindaklanjuti. (D,W)
4. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap akses informasi, akses
kegiatan UKM, dan akses untuk menyampaikan umpan balik dan
keluhan terhadap kegiatan UKM.(D,W)

Standar
2.3. Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan dan
dikoordinasikan dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor terkait.
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai
dengan kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka acuan
yang disusun dan dikoordinasikan melalui forum lokakarya mini
bulanan dan triwulan.

Kriteria
2.3.1. Dilakukan komunikasi dan koordinasi dalam pengelolaan pelayanan
UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika
dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun
lintas sektor terkait mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan,
perbaikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM.
• Berbagai mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan
antara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan
penggunaan media/tekhnologi informasi.
• Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi dalam
penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan dijadikan
acuan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Evaluasi komunikasi dan koordinasi dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme komunikasi dan koordinasi yang ditetapkan

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas melakukan komunikasi dan koordinasi
kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan,
panduan dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
komunikasi dan koordinasi yang sudah dilaksanakan (D.W).

Standar
2.4. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara
berjenjang untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan,
menganalisis penyebab masalah dan merencanakan tindak lanjut.

Kriteria
2.4.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian
tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan
penggunaan sumber daya,
-30-

Pokok Pikiran:
• Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan kegiatan UKM
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan
dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan dalam bentuk pembinaan,
pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM.
• Pembinaan penanggung jawab UKM Puskesmas kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman
pelaksanaan kegiatan dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan
kegiatan UKM.
• Pembinaan juga dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
• Dalam melaksanakan analisis terhadap masalah dan hambatan
pelaksanaan kegiatan UKM, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi
masalah dan hambatan, menganalisis penyebab masalah dan
merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan kegiatan UKM.
Dilakukan evaluasi terhadap hasil implementasi tindak lanjut tersebut
dengan maksud untuk menilai sejauhmana tindak lanjut tersebut
menyelesaikan masalah.

Elemen Penilaian:
1. Penanggung jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan
jadwal yang disepakati.(D,W)
2. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM, (D,W)
3. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah
dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.(D,W)
4. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan evaluasi dan tindaklanjut terhadap hasil
pelaksanaan pada elemen penilaian 3 (tiga). (D,W)

Standar
2.5. Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya
mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui
pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) dan tatanan-tatanan
sehat yang merupakan bentuk implementasi Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (Germas).

Kriteria
2.5.1. Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM bersama dengan Tim Pembina Keluarga melaksanakan
pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan
keluarga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.
-31-

Pokok Pikiran:
• Kegiatan Kunjungan Keluarga yang dilaksanakan oleh Tim Pembina
Keluarga digunakan untuk menyampaikan Komunikasi Informasi dan
Edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan
didokumentasikan.
• Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan dientry
pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat
(Prokesga).
• Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan
hasil intervensi lanjut.
• Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi
(pemutakhiran/update) dokumentasi dilakukan oleh tim data
Puskesmas (admin dan surveior).
• Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil
kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab
UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar
dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut
• Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang
dibentuk oleh Kepala Puskesmas melalui Surat Keputusan Kepala
Puskesmas.
• Kegiatan UKM melalui PIS PK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang
menjadi sasaran.

Elemen Penilaian :
1. Dibentuk Tim Pembina Keluarga, tenaga administrasi dan surveior
dengan uraian tugas yang jelas. (R)
2. Tim Pembina Keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi
awal yang telah direncanakan melalui proses persiapan, dan
didokumentasikan. (D,W)
3. Tim Pembina Keluarga melakukan penghitungan Indeks Keluarga
Sehat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan
Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi
Keluarga Sehat). (D)
4. Tim Pembina Keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan
kepada Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama
melakukan analisis hasil kunjungan keluarga. (D,W)
5. Tim Pembina Keluarga bersama Penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut
kepada keluarga sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat
keluarga.(D,W)
6. Penanggung jawab UKM mengkoordinir pelaksanaan intervensi lanjut.
(D,W)
7. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan
intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan
kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan
pemuktahiran/update dokumentasi. (D, W)

Kriteria
-32-

2.5.2. Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas


berdasarkan permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan
terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas.

Pokok Pikiran:
• Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan
penyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas,
baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang
secara wilayah kerja Puskesmas.
• Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas
program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait, didasarkan pada
analisis IKS awal.
• Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan antara lain
dilakukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif),
pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM dan tatanan-
tananan (sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah dan lain-lain).
• Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi
lanjutan oleh Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti.
• Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian terintegrasi dalam kegiatan
pelayanan UKM Puskesmas.
• Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan
mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan
keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis Indeks Keluarga
Sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis
perubahan IKS.
• Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan
kegiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.
• Dalam perbaikan dan evaluasi dilaksanakan proses verifikasi yang
bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan
PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi
kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau aplikasi dapat
dipertanggungjawabkan.

Elemen Penilaian :
1. Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM
melakukan analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan
wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi lanjut
secara terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor
terkait (D, W)
2. Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan
dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya triwulan
Puskesmas.(D,W)
3. Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang
disusun (D,W)
4. Penanggung jawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan
Penanggung jawab UKPP, Penanggung jawab Jaringan dan Jejaring
Pelayanan Puskesmas melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi
lanjutan yang dilakukan (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan
PIS PK antara lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan
pertemuan-pertemuan penilaian kinerja.(D,W)
-33-

2.5.3. Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai


bagian dari intervensi lanjut dalam bentuk peran serta masyarakat
terhadap masalah-masalah kesehatan

Pokok pikiran
• Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) adalah suatu tindakan
sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh
seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
• Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut
terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam
mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat dilihat dari
perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang semakin membaik.
• Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatan, tetap produktif,
hidup dalam lingkungan yang bersih, ditandai dengan kegiatan-
kegiatan sebagai berikut : peningkatan edukasi hidup sehat,
peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan
deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan
aktivitas fisik.
• Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan
Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu,
keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat
sehari-hari.
• Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain
melalui kegiatan pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur
melalui Indeks individu dan keluarga sehat, pemberdayaan
masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan
pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan
Indeks Masyarakat Sehat dan Indeks Tatanan Sehat.
• Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis
kegiatan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam
kegiatan UKM Puskesmas.

Elemen Penilaian :
1. Ditetapkannya sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas oleh Kepala Puskesmas. (R)
2. Dilaksanakan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi
dalam kegiatan UKM Puskesmas. (D,O,W)
3. Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan
lintas program dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan
perubahan perilaku sasaran Germas. (D,W)
4. Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam
mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat yang ditandai dengan
semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan wilayah dan
terbentuknya UKBM. (D,W)
5. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
pembinaan gerakan masyarakat hidup sehat. (D,W)

Standar
-34-

2.6. Penyelenggaraan UKM Esensial


Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial direncanakan, dilaksanakan
dipantau dan dievaluasi
Kriteria
2.6.1. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan

Pokok Pikiran:
• Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan:
1. 3 (tiga) indikator utama yaitu:
a. presentasi posyandu aktif,
b. terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman
c. melakukan proses pemberdayaan masyarakat.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Promosi Kesehatan tambahan
yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Persentase Posyandu Aktif adalah posyandu yang mampu
melaksanakan kegiatan utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu
hamil, ibu nifas, bayi, balita, KB, imunisasi, gizi, pencegahan dan
penanggulangan diare) dengan cakupan masing-masing minimal 50%
dan melakukan kegiatan tambahan.
• Terbentuknya Tatanan Sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya
yang dilakukan petugas Puskesmas dalam membentuk
tatanan/tempat yang mengupayakan kesehatan dengan melakukan
proses untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan
menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat agar
berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan
sehat serta menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan lain-lain
• Melakukan Proses Pemberdayaan Masyarakat adalah memfasilitasi
proses pemberdayaan masyarakat dengan tahapan :
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan dilakukan
upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:
a. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku
kepentingan dan masyarakat;
b. pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan
pemberdayaan masyarakat;
c. melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku
kepentingan di wilayah kerja puskesmas;
d. membangun kemitraan dengan ormas dan swasta di wilayah
kerja puskesmas, mengembangkan media KIE,
e. melakukan peningkatan kapasitas; memfasilitasi edukasi
kesehatan kepada masyarakat; dan
f. penggerakan masyarakat.
g. upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan indikator
tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada
pedoman/panduan dan atau ketentuan yang berlaku.
-35-

• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap


capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan yang
telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Promosi
Kesehatan sesuai dengan yang diminta dalam pokok pikiran. (R,D).
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM
esensial promosi kesehatan. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Promosi Kesehatan sebagaimana
pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah
ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK. (D,W)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. (D.W.O)

Kriteria
2.6.2. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan

Pokok Pikiran:
• Cakupan UKM Esensial Kesehatan Lingkungan diukur dengan:
1. Ada 3 (tiga) indikator utama, yaitu:
a. jumlah desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
b. Persentasi Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat
kesehatan dan;
c. Persentasi Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi
syarat kesehatan.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Lingkungan tambahan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan Lingkungan
dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:
- pemicuan, pendampingan verifikasi desa STBM serta update data,
dan lain-lain
- melakukan inspeksi kesehatan lingkungan TFU dan TPP,
pembinaan, update data dan lain-lain
- upaya-upaya promotive dan preventif sesuai dengan indikator
tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada
pedoman/panduan dan atau ketentuan yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan
yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian :
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan
Lingkungan (R.D)
-36-

2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM


esensial Kesehatan Lingkungan. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Lingkungan sebagaimana
pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah
ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan (D.W.O)

Kriteria
2.6.3. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga.

Pokok Pikiran:
• Cakupan UKM Esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan:
1. Ada 3 (tiga) indikator utama, yaitu:
a. presentasi ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal
terpadu
b. presentasi balita yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar pelayanan minimal
c. presentasi remaja yang mendapatkan pelayanan kesehatan
peduli remaja
d. presentasi calon pengantin yang mendapatkan pelayanan
kesehatan
e. presentasi lanjut usia yang mendapatkan pelayana.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Keluarga tambahan yang
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas
• Pelayanan Antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal
komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil
serta terpadu dengan program lain yang memerlukan intervensi
selama kehamilannya.
• Sasaran pelayanan antenatal adalah seluruh ibu hamil yang ada di
wilayah kerja Puskesmas.
• Pelayanan Kesehatan Balita sebagaimana dalam standar pelayanan
minimal:
a. penimbangan berat badan
b. pengukuran panjang badan/tinggi badan
c. pemantauan perkembangan
d. imunisasi
e. pemberian vitamin A
f. pelayanan balita sakit
• Sasaran pelayanan balita sehat adalah seluruh balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas
• Kriteria Puskesmas mampu laksana Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) jika memenuhi kriteria:
a. ada tenaga terlatih/terorientasi PKPR
b. ada pedoman PKPR
c. menyediakan layanan konseling bagi remaja
-37-

• Layanan untuk remaja di Puskesmas PKPR melalui pelayanan dalam


dan luar Gedung, meliputi layanan medis termasuk pemeriksaan
penunjang dan rujukannya, konseling, pemberian KIE dan Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), Pemberdayaan kader remaja baik
di sekolah maupun di masyarakat melalui posyandu remaja.
• Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Puskesmas PKPR
mengikuti prinsip-prinsip menjamin privasi dan kerahasiaan,
mempromosikan kemandirian remaja tanpa mensyaratkan izin orang
tua, kebebasan berkunjung, biaya terjangkau/gratis, memperhatikan
keadilan dan kesetaraan gender.
• Pelayanan kesehatan reproduksi Calon Pengantin (Catin) minimal
meliputi:
a. anamnesa
b. pemeriksaan fisik
c. pemeriksaan status gizi
d. pemeriksaan darah (hb, golongan darah)
e. skrining imunisasi TT
f. KIE Kesprocatin
• Pelayanan kesehatan lanjut usia meliputi: skrining kesehatan
(pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna pengguna layanan
Geriatri, pemeriksaan lab sederhana: gula darah, kolesterol, asam
urat), Anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT,
pengobatan, rujukan dan pemberian Buku Kesehatan Lansia)
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial KIA dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif berikut:
a. Pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, minimal 50%
desa sudah mempunyai kelas ibu hamil dan kelas ibu balita
b. Puskesmas sudah melakukan orientasi P4K
c. Puskesmas melaksanakan penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali
dalam setahun
d. Peningkatan peran masyarakat dalam pemanfaatan buku KIA
melalui pelaksanaan kelas ibu balita, sosialisasi/orientasi kader
kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan kelompok BKB
e. Puskesmas PKPR menjangkau sasaran remaja di luar Gedung
melalui UKS baik di sekolah umum maupun SLB, pesantren,
posyandu remaja, pramuka, pelayanan ke panti/LKSA dan rutan
anak/LPKA
f. Puskesmas melakukan kerja sama dengan KUA, Lembaga agama
lin dan LS, terkait lainnya dalam mendorong catin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi.
g. Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan reproduksi bagi
catin yang berkualitas dengan penyediaan SDM dan sarana
prasarana untuk melakukan KIE dan skrining kesehatan
h. Pemanfaatan kohort usia reproduksi dalam memantau pelayanan
bagi catin dan pelayanan KB
i. Pelayanan Lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti
prinsip-prinsip:
- memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas
- memberikan prioritas pelayanan kepada lansia dan
penyediaan sarana yang aman dan mudah diakses
- memberikan dukungan/bimbingan pada lansia dan
keluarga secara berkesinambungan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya
- melakukan pelayanan secara proaktif melalui kegiatan
pelayanan di luar gedung
-38-

- melakukan koordinasi dengan lintas program dengan


pendekatan siklus hidup
- dan melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi
kemasyarakatan maupun dunia usaha dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup lansia.
• Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 5 indikator
utama (pelayanan antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balita
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan balita,
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan reproduksi
calon pengantin yang pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta
laporan kegiatan.
• Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan pelaksanaan UKM
Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau ditindaklanjuti
melalui RUK Puskesmas.
• Adanya sumber pembiayaan dalam mengatasi permasalahan
pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan
dalam RKA Puskesmas.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial KIA yang telah dilakukan.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan
Keluarga (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM
esensial Kesehatan Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana
pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah
ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. (D.W.O)

Kriteria
2.6.4. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Gizi.

Pokok Pikiran:
• Ibu hamil KEK apabila tidak ditangani akan berisiko melahirkan bayi
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang menjadi salah satu penyumbang
masalah stunting.
• ASI Eksklusif merupakan salah satu standar emas Pemberian Makan
Bayi dan Anak yang akan berkontribusi berkurangnya kejadian Gizi
Kurang dan stunting.
• Surveilan gizi berupaya memantau secara terus menerus masalah-
masalah yang terjadi agar bila ada masalah cepat tertangani dan
menjadi dasar untuk perencanaan yang baik
• Cakupan UKM Esensial Gizi diukur dengan:
-39-

1. 3 (tiga) indikator utama :


a. Puskesmas melaksanakan Surveilans Gizi
b. presentasi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan
ASI Eksklusif.
c. pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
2. Indikator UKM Esensial Kesehatan Gizi tambahan yang ditetapkan
oleh Kepala Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi dilakukan
upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:
a. Melaksanakan Surveilans Gizi, melalui:
• pengumpulan data dalam EPPGBM (elektronik pencatatan
dan pelaporan gizi berbasis masyarakat)
• pengolahan dan analisis data EPPGBM
• diseminasi pemanfaatan data EPPGBM
• pemberian PMT kepada ibu hamil KEK
• pemberian TTD kepada ibu hamil
• pemberian TTD pada remaja putri
b. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia kurang dari 6 bulan
melalui:
• Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif kepada ibu hamil dan ibu
balita
• Pelaksanaan 10 Langkah Keberhasilan Menyusui
• Pelaksanaan kegiatan Kelompok pendukung Ibu Menyusui
dan ibu balita
c. Pelaksanaan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita, melalui:
• Tersedianya Tim Asuhan Gizi yang kompeten dalam
pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada balita
• Puskesmas mempunyai Pedoman/NSPK/SOP dalam Tata
Laksana Gizi Buruk pada balita
• Tersedianya pelayanan Tata Laksana Gizi Buruk (rawat
jalan/rawat inap)
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Gizi yang telah dilakukan
meliputi:
a. Pelaksanaan EPPGBM yang memuat:
1) data sasaran serta pemberian pmt bumil kek
2) pemberian TTD pada ibu hamil
3) pemberian TTD pada remaja putri
b. Analisa dan diseminasi hasil EPPGBM
c. Adanya Tim Asuhan Gizi dalam penanganan dan Tata Laksana Gizi
Buruk, adanya pelaporan Gizi buruk yang telah ditindak lanjuti
d. Pelaksanaan KIE ASI Eksklusif pada ibu hamil dan ibu balita
e. Pelaksanaan konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Gizi (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM
esensial Kesehatan Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Gizi sebagaimana pokok pikiran, yang
sudah tercantum di dalam RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur
dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (D.W.O)
-40-

4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara


periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. (D.W.O)

Kriteria
2.6.5. Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

Pokok Pikiran:
• Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
diukur dengan:
1. 5 (lima) indikator utama berdasarkan prioritas masalah di
Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
2. Indikator UKM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tambahan
lainnya yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai
dengan kebijakan, pedoman dan panduan yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM esensial dan upaya
pencapaian kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit. (R.D)
2. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja pelayanan UKM
esensial Kesehatan Keluarga. (D.W.O)
3. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit sebagaimana pokok pikiran, yang sudah tercantum di dalam
RPK sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan
yang telah ditetapkan (D.W.O)
4. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
5. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK (D.W.O)
6. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. (D.W.O)

Standar
2.7. UKM Pengembangan
Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat
Pengembangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
-41-

Kriteria
2.8.1 Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan direncanakan,
dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan berdasarkan permasalahan yang ada di wilayah kerja.
• Cakupan UKM Pengembangan diukur dengan 3 indikator utama
Pengembangan yang ditetapkan oleh Puskesmas.
• Untuk mencapai kinerja UKM Pengembangan dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif sesuai dengan pedoman yang berlaku.
• Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap
capaian indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan dan upaya
pencapaian kinerja yang telah dilakukan .

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran program UKM Pengembangan sesuai dengan
ketentuan. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan. (R,D)
3. Dilakukan analisa terhadap capaian indikator kinerja UKM
Pengembangan yang telah ditetapkan. (D.W.O)
4. Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai
kinerja pelayanan UKM Pengembangan sebagaimana pokok pikiran
sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan
yang telah ditetapkan. (D.W.O)
5. Dilakukan pemantauan dan penilaian serta tindak lanjut secara
periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan. (D.W.O)
6. Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan dan
penilaian yang terintegrasi ke dalam RUK. (D.W.O)
7. Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan. (D.W.O)

Standar
2.8. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM
Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja
pelayanan UKM
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk
menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan
harapan masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja
pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan supervisi
pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM dengan menggunakan indikator
kinerja pelayanan UKM.

Kriteria
2.8.1. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi untuk mengendalikan pelaksanaan pelayanan
UKM Puskesmas secara periodik.
-42-

Pokok Pikiran:
• Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu
dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik
dengan jadwal yang jelas.
• Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas,
sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.
• Kepala Puskesmas dan Penanggungjawab UKM Puskesmas
melaksanakan kegiatan supervisi dan bersama Koordinator Pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut
perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM
Puskesmas.
• Kepala Puskesmas dan Penanggung Jawab (PJ) UKM memberitahukan
kepada Koordinator Pelayanan terhadap rencana pelaksanaan
kegiatan pengawasan dan pengendalian
• Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan
pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.
• Tahapan pelaksanaan supervisi sebagai berikut:
a) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada
koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat
menyiapkan bahan yang diperlukan.
b) Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas
yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.
c) Supervisi dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama
Penanggung Jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di
tempat kegiatan.
d) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan
pembahasan dan tindak lanjut perbaikan

Elemen Penilaian:
1. Penanggung Jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal
supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
2. Kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM
Puskesmas diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM . (D.W)
3. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
melaksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan
UKM Puskesmas sebelum supervisi dilakukan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi sesuai dengan kerangka acuan kegiatan
supervisi dan jadwal yang disusun. (D,W)
5. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM Puskesmas
menyampaikan hasil supervisi kepada Koordinator pelayanan dan
pelaksanan kegiatan (D,W)
6. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti
hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan
permasalahan yang ditemukan. (D,W)
Kriteria
2.8.2. Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya
pelaksanaan kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang sudah disusun
agar dapat mengambil langkah tindak lanjut untuk perbaikan.
-43-

Pokok Pikiran:
• Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses
sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi yang digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan
jadwal pelaksanaan kegiatan UKM.
• Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang
disusun pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan
penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana
pelaksanaan kegiatan yang disusun.
• Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam Lokakarya
Mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada
bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulan untuk
memantau peran lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan
UKM.
• Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat
direvisi bila perlu, sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah
dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta
usulan-usulan perbaikan yang rasional.
• Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap
bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini
bulanan Puskesmas.
• Pergeseran jadwal bisa terjadi antar bulan atau dengan melaksanakan
perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran
kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi.
• Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila
terjadi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan
kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan
pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan
usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor
terkait.
• Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan
yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap
kerangka acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM. (D, W)
2. Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian
kegiatan pelayanan UKM oleh Kepala Puskesmas, Penanggung jawab
UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini triwulan. (D,W)
3. Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan
pelaksana melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil
pemantauan. (D,W)
4. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM bersama Lintas
Program dan Lintas Sektor terkait melakukan penyesuaian rencana
kegiatan berdasarkan hasil perbaikan dan dengan tetap
mempertimbangkan kebutuhan dan harapan masyarakat atau
sasaran.(D,W)
5. Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian
rencana kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan kegiatan,
sasaran kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait. (D,W)

Kriteria
-44-

2.8.3. Kepala Puskesmas dan Penanggung jawab UKM melakukan upaya


perbaikan terhadap hasil penilaian capaian kinerja pelayanan UKM

Pokok Pikiran :
• Adanya ketetapan tentang indikator capaian kinerja pelayanan UKM
yang disusun berdasar Standar Pelayanan Minimal,
Kebijakan/Pedoman dari Kementerian Kesehatan, Kebijakan/
Pedoman dari Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kebijakan/Pedoman dari
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan kebijakan Puskesmas
untuk masing- masing kegiatan UKM.
• Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM
yang tercantum dalam laporan pelaksanaan pelayanan UKM
disampaikan kepada penanggungjawab UKM setiap bulan dengan
tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan pengumpulan
laporan.
• Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja
berdasarkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu
pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk melihat pencapaian
kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM dan indikator mutu
pelayanan UKM. (R)
2. Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan
pengumpulan data capaian indikator kinerja pelayanan UKM dan
indikator mutu pelayanan UKM sesuai dengan periodisasi
pengumpulan yang telah ditetapkan. (D,W)
3. Penanggung Jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana
kegiatan melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja bersama
dengan lintas program. (D,W)
4. Disusun rencana tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian
kinerja pelayanan UKM. (D,W)
5. Dilakukan pelaporan data capaian kinerja beserta kegiatan UKM
kepada Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. (D)
6. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan upaya perbaikan capaian kinerja
pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. (D)
7. Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik dari Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota. (D)

Kriteria
2.8.4. Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM
dilaksanakan secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam
pengelolaan pelayanan UKM.

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas, Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM bertanggung jawab dalam
membudayakan perbaikan kinerja secara berkesinambungan,
konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas.
• Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan
prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM
-45-

• Kepala Puskesmas bersama Penanggung jawab UKM perlu melakukan


penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik.
• Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukkan akuntabilitas
dalam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan
perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang
diharapkan.
• Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat Kepala Puskesmas bersama
dengan Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM.

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab UKM , Koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian
kinerja paling sedikit dua kali setahun (D,W)
2. Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian
kinerja pelayanan UKM (D,W).
3. Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota (D)
4. Ada bukti umpan balik (feedback) dari Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan
UKM (D)
5. Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D)
-46-

Bab 3 . Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang


(UKPP)

Standar
3.1. Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari proses Pendaftaran
Pengguna layanan sampai dengan pemulangan dilaksanakan
dengan memperhatikan kebutuhan dan keselamatan.
Proses pendaftaran pengguna layanan memenuhi kebutuhan dan
keselamatan yang didukung oleh sarana, prasarana dan lingkungan.

Kriteria
3.1.1. Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari pendaftaran
dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan
pengguna layanan, serta mempertimbangkan hak dan kewajiban
pengguna layanan, keluarga dan petugas. informasi tentang
pendaftaran dan fasilitas rujukan tersedia pada waktu pendaftaran.

Pokok Pikiran:
• Kepala Puskesmas bertanggung jawab dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan klinis kepada
pengguna layanan yang melindungi hak pengguna layanan dan
keluarga. Seluruh karyawan harus mengetahui dan mengerti hak dan
kewajiban pengguna layanan dan keluarga, serta hak dan kewajiban
sebagai karyawan Puskesmas dalam memberikan pelayanan sesuai
dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku. Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis wajib
mengarahkan dan memastikan bahwa seluruh petugas bertanggung
jawab dalam pelaksanaan perlindungan hak dan pemenuhan
kewajiban dalam pelayanan pengguna layanan. Untuk melindungi
secara efektif dan mengedepankan hak pengguna layanan, Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis bekerja sama dan
berusaha memahami tanggung jawab mereka dalam hubungannya
dengan komunitas yang dilayani, sedangkan petugas yang melayani
dijamin akan memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya
sebagaimana ditetapkan.
• Hak pengguna layanan dan keluarga merupakan salah satu elemen
dasar dari proses pelayanan di Puskesmas, yang melibatkan petugas
pengguna layanan dan keluarga. Kebijakan dan prosedur harus
ditetapkan dan dilaksanakan untuk menjamin bahwa petugas
Puskesmas yang terkait dalam pelayanan pengguna layanan memberi
respons terhadap hak pengguna layanan dan keluarga, ketika mereka
melayani pengguna layanan. Hak pengguna layanan tersebut perlu
dipahami baik oleh pengguna layanan maupun oleh petugas yang
memberikan pelayanan, oleh karena itu pengguna layanan perlu
mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pengguna layanan
sejak proses pendaftaran.
• Hak dan kewajiban meliputi :
Hak-hak pengguna layanan meliputi:
(1) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi;
(2) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
(3) memperoleh pelayanan yang efektif dan efisien sehingga
pengguna layanan terhindar dari kerugian fisik dan materi;
-47-

(4) memilih dokter dan dokter gigi serta kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di
Puskesmas;
(5) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter dan dokter gigi lain yang mempunyai Surat Izin Praktik
(SIP) baik di dalam maupun di luar Puskesmas;
(6) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya;
(7) mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternative
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan sertya perkiraan
biaya pengobatan;
(8) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
(9) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
(10) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal tersebut tidak mengganggu pengguna
layanan lainnya;
(11) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Puskesmas;
(12) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Puskesmas terhadap dirinya;
(13) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianut;
(14) mendapatkan perlindungan atas rahasia kedokteran
termasuk kerahasiaan rekam medik;
(15) mendapatkan akses terhadap isi rekam medis;
(16) memberikan persetujuan atau menolak untuk menjadi bagian
dalam suatu penelitian kesehatan;
(17) menyampaikan keluhan atau pengaduan atas pelayanan
yang diterima;
(18) mengeluhkan pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(19) menggugat dan/atau menuntut Puskesmas apabila
Puskesmas diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana.

Kewajiban Pengguna layanan:


(1) mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
(2) memberikan ijin kepada fasilitas pelayanan kesehatan terhadap
akses rekam medis, baik rekam medis non elektronik maupun
rekam medis elektronik
(3) menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
(4) menghormati hak-hak pengguna layanan lain, pengunjung
dan hak Tenaga Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja
di Puskesmas ;
(5) memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat
sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah
kesehatannya;
(6) memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya;
-48-

(7) mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga


Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh Pengguna layanan
yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(8) menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit
atau masalah kesehatannya; dan
(9) memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
• Selama proses pelaksanaan layanan pengguna layanan, petugas
kesehatan harus memperhatikan dan menghargai kebutuhan dan hak
pengguna layanan. Kebutuhan dan keluhan pengguna layanan
diidentifikasi selama proses pelaksanaan layanan. Perlu ditetapkan
kebijakan dan prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
keluhan pengguna layanan/keluarga pengguna layanan,
menindaklanjuti, dan menggunakan informasi tersebut untuk
perbaikan
• Pengguna layanan harus diberi kemudahan akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Pendaftaran pengguna layanan meliputi: pendaftaran pengguna
layanan rawat jalan, pendaftaran pengguna layanan rawat inap, dan
menahan pengguna layanan untuk observasi atau stabilitasi.
• Kebutuhan pengguna layanan perlu diperhatikan, diupayakan dan
dipenuhi sesuai dengan misi dan sumber daya yang tersedia di
Puskesmas. Jika kebutuhan pengguna layanan tidak dapat dipenuhi,
maka dapat dilakukan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL)
• Kebijakan dan prosedur pendaftaran perlu disusun yang memuat:
a) proses pendaftaran
b) identifikasi kebutuhan dan kepuasan pelanggan
c) keselamatan pengguna layanan
d) koordinasi pendaftaran dengan unit kerja yang lain
• Keselamatan pengguna layanan dan petugas sudah harus
diperhatikan sejak pertama pengguna layanan kontak dengan
Puskesmas, dengan demikian prosedur pendaftaran sudah
mencerminkan penerapan upaya keselamatan pengguna layanan,
terutama dalam hal identifikasi pengguna layanan minimal dengan 2
identitas yang relatif tidak berubah: nama lengkap pengguna layanan,
tanggal lahir, nomor identitas kependudukan dan nomor rekam
media.
• Pedoman pendaftaran perlu disusun sebagai acuan bagi petugas
dalam melaksanakan pelayanan pendaftaran di Puskesmas. Dalam
melaksanakan pelayanan pendaftaran perlu dibuat acuan tentang alur
pendaftaran, kriteria petugas pendaftaran, dan dokumen yang
diperlukan pada saat pendaftaran serta tetap memperhatikan sasaran
keselamatan pengguna layanan.
• Di tempat pendaftaran, pengguna layanan dan masyarakat dapat
memperoleh informasi tentang sarana pelayanan, antara lain: tarif,
jenis pelayanan, alur dan proses pendaftaran, alur dan proses
pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas
perawatan/rawat inap.
• Informasi di tempat pendaftaran harus tersedia dengan jelas, mudah
diakses, dan dipahami oleh pengguna layanan dan masyarakat,
dengan memperhatikan latar belakang tata nilai, budaya dan bahasa.
-49-

• Pengguna layanan mempunyai hak untuk memperoleh informasi


tentang tahapan pelayanan klinis yang akan dilalui mulai dari proses
kajian sampai pemulangan. Tahapan pelayanan klinis adalah tahapan
pelayanan sejak mendaftar, diperiksa sampai dengan meninggalkan
tempat pelayanan dan tindak lanjut di rumah jika diperlukan.
Informasi tersebut termasuk apabila pengguna layanan perlu dirujuk
ke fasilitas yang lebih tinggi.
• Informasi tentang rujukan harus tersedia di pendaftaran termasuk
ketersediaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan FKRTL yang memuat
jenis pelayanan yang disediakan.
• Persetujuan umum diminta pada waktu mendaftar rawat jalan dan
setiap rawat inap, dan persetujuan tindakan medik yang berisiko
tinggi diminta sebelum pelaksanaan tindakan berisiko tinggi.
• Puskesmas wajib meminta persetujuan umum (general consent)
kepada pengguna layanan atau keluarganya yang berisi persetujuan
terhadap tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik,
pengobatan medis lainnya, batas-batas yang telah ditetapkan, dan
persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan penjelasan
tentang hak dan kewajiban pengguna layanan
• Persetujuan umum tersebut diminta pada saat pengguna layanan
datang pertama kali untuk rawat jalan dan setiap rawat inap.
• Salah satu cara melibatkan pengguna layanan dalam pengambilan
keputusan tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara
memberikan informed consent/informed choice. Setiap tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pengguna layanan, harus
mendapatkan persetujuan. Untuk menyetujui/memilih tindakan,
pengguna layanan harus diberi penjelasan/konseling tentang hal yang
berhubungan dengan pelayanan yang direncanakan, karena
diperlukan untuk suatu keputusan persetujuan.
• Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup :
a) diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b) tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
c) alternatif tindakan lainnya dan risikonya
d) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
f) perkiraan pembiayaan
• Informed Consent atau Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang
diberikan oleh pengguna layanan atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan yang akan
dilakukan terhadap pengguna layanan
• lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam
proses pelayanan. Misalnya, informed consent diperoleh ketika
pengguna layanan masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan
atau pengobatan tertentu yang berisiko. Proses persetujuan
ditetapkan dengan jelas oleh Puskesmas dalam kebijakan dan
prosedur, yang mengacu kepada undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
• Pengguna layanan dan keluarga dijelaskan tentang tes/tindakan,
prosedur, dan pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan
bagaimana mereka dapat memberikan persetujuan (misalnya,
diberikan secara lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan,
atau dengan cara lain). Pengguna layanan dan keluarga memahami
siapa yang dapat memberikan persetujuan selain pengguna layanan.
Petugas pelaksana tindakan yang diberi wewenang telah terlatih untuk
-50-

memberikan penjelasan kepada pengguna layanan dan


mendokumentasikan persetujuan tersebut.
• Pengguna layanan atau mereka yang membuat keputusan atas nama
pengguna layanan, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan
pelayanan atau pengobatan yang direncanakan atau meneruskan
pelayanan atau pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk
menolak untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
• Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pengguna layanan dan
keluarganya tentang hak mereka untuk membuat keputusan, potensi
hasil dari keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan
dengan keputusan tersebut. Pengguna layanan dan keluarganya
diberitahu tentang alternatif pelayanan dan pengobatan.
• Yang dimaksud dengan alternatif pelayanan dan pengobatan adalah
alternatif lain dalam tindakan pelayanan maupun pengobatan
misalnya pengguna layanan diare menolak diinfus maka pengguna
layanan diedukasi agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh
pengguna layanan
• Pengguna layanan dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus
diidentifikasi dan difasilitasi agar dapat memperoleh pelayanan klinis
yang optimal.
• Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk
diantaranya pengguna layanan dengan kendala dan/ atau
berkebutuhan khusus, antara lain: balita, ibu hamil, disabilitas, lanjut
usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat
terjadinya hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen maupun
pemberian asuhan klinis.
• Kesulitan atau hambatan tersebut perlu diantisipasi agar dapat
dilakukan upaya untuk mengurangi dan menghilangkan kesulitan
atau hambatan tersebut mulai saat pendaftaran, pemberian asuhan,
sampai dengan pemulangan

Elemen Penilaian:
1. Pendaftaran dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan
prosedur yang ditetapkan dengan menginformasikan hak dan
kewajiban serta memperhatikan keselamatan pengguna layanan
(O,W,S)
2. Pemenuhan hak dan kewajiban pengguna layanan dilakukan pada
saat anamnesis, pemeriksaan, pelaksanaan asuhan, pemberian
tindakan, dan pemindahan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan
prosedur yang ditetapkan. (D, O, W, S)
3. Persetujuan umum (general consent) diminta saat pertama kali
pengguna layanan masuk rawat jalan dan setiap kali masuk rawat
inap dan hasil pelaksanaannya didokumentasikan. (D, W)
4. Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan memperoleh informasi
mengenai tindakan medis/pengobatan tertentu yang berisiko yang
akan dilakukan sebelum memberikan persetujuan atau penolakan
(informed consent) termasuk konsekuensi dari keputusan penolakan
tersebut. (D)
5. Dilakukan identifikasi, fasilitasi dan tindak lanjut terhadap pengguna
layanan dengan keterbatasan, kendala dan/atau berkebutuhan
khusus dalam proses pelayanan. (D)

Standar
3.2. Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pemberian Asuhan dilaksanakan
secara paripurna.
-51-

Kajian pengguna layanan dilakukan secara paripurna untuk


mendukung rencana dan pelaksanaan pelayanan oleh petugas
kesehatan profesional dan/atau tim kesehatan antar profesi yang
digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis. Pelaksanaan
asuhan dan pendidikan pengguna layanan/keluarga dilaksanakan
sesuai rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur,
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku

Kriteria
3.2.1. Proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai
kebutuhan dan harapan pengguna layanan/keluarga.

Pokok Pikiran:
• Proses kajian pengguna layanan merupakan proses yang
berkesinambungan dan dinamis, baik untuk pengguna layanan rawat
jalan maupun pengguna layanan rawat inap. Proses kajian pengguna
layanan menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan.
• Kajian pengguna layanan meliputi tugas proses utama, yaitu:
a. Mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisis,
psikologis, status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk
mendapatkan data dan informasi tersebut dilakukan anamnesis
(data Subjektif = S), pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang (data Objektif = O).
b. Analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan
masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi
kebutuhan pengguna layanan (asesmen atau analisis = A)
c. Membuat rencana asuhan (Perencanaan asuhan = P), yaitu
menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi
kebutuhan pengguna layanan.
• Pada saat pengguna layanan pertama kali diterima dilakukan kajian
awal, untuk selanjutnya dilakukan kajian ulang secara
berkesinambungan baik pada pengguna layanan rawat jalan maupun
pengguna layanan rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi
kesehatannya.
• Ketika pengguna layanan diterima di Puskesmas untuk memperoleh
pelayanan klinis perlu dilakukan kajian awal yang paripurna oleh
tenaga medis, keperawatan/kebidanan, dan disiplin yang lain meliputi:
status fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat
kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh,
asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, ,
kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.
• Kajian awal hanya dapat dilakukan oleh dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan
rincian wewenang klinis.
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka hasil kajian harus
dicatat dalam rekam medis. Informasi yang ada dalam rekam medis
harus mudah diakses oleh petugas yang bertanggung jawab dalam
memberikan asuhan, agar informasi tersebut dapat digunakan pada
saat dibutuhkan demi menjamin kesinambungan dan keselamatan
pengguna layanan. Rekam medis pengguna layanan adalah catatan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan medis,
penunjang medis, dan keperawatan/kebidanan.
• Kajian awal sampai pada penegakan diagnosis dan penetapan
pelayanan/tindakan sesuai kebutuhan serta rencana tindak lanjut
dan evaluasinya.
-52-

• Kajian awal juga dapat digunakan untuk membuat keputusan perlu


atau tidaknya dilaksanakan review/kajian ulang pada situasi yang
meragukan, dengan kajian medis, kajian penunjang medis, kajian
keperawatan/kebidanan, dan kajian lain wajib didokumentasikan
dengan baik. Hasil kajian tersebut harus dapat dengan cepat dan
mudah ditemukan kembali dalam rekam medis atau dari lokasi lain
yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh petugas yang melayani
pengguna layanan.
• Dalam kajian awal, dilakukan kajian apakah pengguna layanan
memerlukan rencana pemulangan (discharge planning) berdasar
kriteria yang ditetapkan sesuai dengan keragaman kebutuhan
pengguna layanan.
• Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pengguna
layanan mengalami kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung
akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan
• Ada beberapa cara untuk membantu menilai nyeri dengan
menggunakan skala assessment nyeri, misalnya :
▪ Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan
secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang
pengguna layanan. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang
10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Tanda pada
kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau pernyataan
deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan
ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi.
Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat
diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan
pada pengguna layanan anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat
utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana.
Namun, untuk periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat
karena VAS memerlukan koordinasi visual dan motorik serta
kemampuan konsentrasi

No Pain Worst
Possible
Pain

▪ Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan
pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala
numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pasca bedah,
karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan
koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata -
kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat
nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang,
parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali
tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/ nyeri
-53-

hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata


pengguna layanan, skala ini tidak dapat membedakan berbagai
tipe nyeri.

No Mild Moderate
Severe Very
Pain Pain Pain Worst
Pain Severe Possible
Pain Pain

▪ Numeric Rating Scale (NRS)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap
dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS
terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya
adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa
nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri
dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar
kata yang menggambarkan efek analgesik.

▪ Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pengguna layanan dewasa dan anak >3 tahun
yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka

• Tenaga kesehatan dan/ atau tim kesehatan antar profesi yang


profesional melakukan kajian pengguna layanan untuk menetapkan
diagnosis dan rencana asuhan.
• Kajian pengguna layanan dan penetapan diagnosis hanya boleh
dilakukan oleh tenaga professional yang kompeten. Proses kajian
tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika diperlukan oleh
tim kesehatan antar profesi yang terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain
sesuai dengan kebutuhan pengguna layanan.
• Kajian pengguna layanan baik kajian awal maupun kajian ulang harus
dicatat dalam rekam medis untuk mengetahui histori dan
-54-

perkembangan kondisi pengguna layanan sebagai dasar untuk


menyusun rencana asuhan.
• Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan
dalam bentuk diagnosis dan asuhan klinis yang akan diberikan.
• Luaran klinis tergantung dari ketepatan dalam penyusunan rencana
asuhan yang sesuai dengan kondisi pengguna layanan dan standar
pelayanan klinis, oleh karena itu dalam menyusun rencana asuhan
perlu dipandu oleh panduan praktik klinis dan/atau standar
pelayanan yang ditetapkan.
• Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, maka harus
dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.
• Yang dimaksud dengan tenaga profesional yang kompeten adalah
tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh
standar dan kode etik profesi, dan mempunyai kompetensi sesuai
dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki, dan dapat dibuktikan
dengan adanya sertifikat kompetensi.
• Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang untuk
melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada
perawat, bidan atau tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain
secara tertulis. Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat dilakukan
dalam keadaan tenaga medis tidak berada ditempat, dan/atau karena
keterbasatan ketersediaan tenaga medis.
• Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut
dilakukan dengan ketentuan:
1) Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan
2) Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan
3) Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan
4) Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan
klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan
5) Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.
• Rencana asuhan klinis disusun bersama pengguna layanan dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan
tata nilai budaya pengguna layanan.
• Pengguna layanan mempunyai hak untuk mengambil keputusan
terhadap asuhan yang akan diperoleh. Pengguna layanan/keluarga
diberi peluang untuk bekerjasama dalam menyusun rencana asuhan
klinis yang akan dilakukan. Dalam menyusun rencana asuhan
tersebut harus memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial,
spiritual dan memperhatikan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh
pengguna layanan.
• Resiko yang mungkin terjadi pada pengguna layanan antara lain
resiko alergi, infeksi, jatuh dan efek samping asuhan serta obat
• Rencana asuhan mempertimbangkan komunikasi, informasi dan
edukasi pada pengguna layanan dan keluarga
• Asuhan Pengguna layanan diberikan oleh tenaga sesuai kompetensi
lulusan dengan kejelasan rincian wewenang yang sesuai dengan
wewenang yang dimiliki
• Kompetensi Lulusan Medis
a) Setiap pengguna layanan dilayani oleh dokter atau dokter gigi
penanggung jawab pelayanan yang mempunyai rincian wewenang
-55-

klinis sesuai kompetensi yang dimiliki. Asuhan medis dilaksanakan


berdasarkan panduan pelayanan medis dan/atau prosedur
pelayanan medis sesuai dengan rencana asuhan yang disusun.
Dalam keadaan dokter atau dokter gigi tidak tersedia atau tidak
berada di tempat, dapat dilakukan pemberian wewenang delegatif
kepada perawat atau bidan atau dengan pemberian wewenang
khusus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
b) Pelayanan klinis harus diberikan dengan efektif dan efisien. Dalam
perencanaan maupun pelaksanaannya harus menghindari
pengulangan yang tidak perlu. Untuk itu diperlukan upaya
pendukung yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas, dan
dipadukan sebagai hasil kajian dalam merencanakan dan
melaksanakan layananklinis bagi pengguna layanan.
c) Pengulangan yang tidak perlu dapat berupa pemeriksaan fisis dan
neuorologi, permintaan pemeriksaan penunjang yang sebelumnya
sudah dilakukan, pemberian obat sejenis atau dengan tujuan yang
sama, maupun pemberian asuhan yang lain.
d) Untuk mencegah pengulangan yang tidak perlu, dilakukan
prosedur terintegrasi, semua pemeriksaan penunjang, pemberian
obat, tindakan, dan asuhan klinis dicatat dalam rekam medis
sehingga petugas pemberi asuhan dapat menggunakannya sebagai
pertimbangan sebelum membuat keputusan asuhan ataupun
permintaan pemeriksaan penunjang.
• Kompetensi Lulusan Keperawatan/Kebidanan :
• Setiap pengguna layanan dilayani oleh perawat/bidan dan praktisi
klinis lain yang mempunyai rincian wewenang klinis sesuai
kompetensi yang dimiliki. Asuhan dilaksanakan berdasarkan
panduan pelayanan keperawatan/kebidanan dan/atau prosedur
pelayanan klinis lain sesuai dengan rencana asuhan yang disusun
• Pelaksanaan asuhan terpadu dikoordinir oleh dokter dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan terpadu, yang disusun
untuk memenuhi kebutuhan pengguna layanan dan dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan
• Pada kondisi tertentu misalnya kasus penyakit tuberculosis dengan
malnutrisi maka perlu penanganan secara terpadu dari dokter,
nutrisionis dan penanggung jawab program TB, pengguna layanan
memerlukan asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan
keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain, sesuai
dengan kebutuhan pengguna layanan.
• Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan berkewajiban
mengkoordinasikan pelaksanaan asuhan terpadu untuk mencapai
luaran klinis yang diharapkan, dan upaya promotif maupun preventif
bagi keluarga dan masyarakat.
• Pengguna layanan/keluarga memperoleh edukasi kesehatan dengan
pendekatan yang komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami
• Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerjasama
antara petugas kesehatan dan pengguna layanan/keluarga. Pengguna
layanan/keluarga perlu mendapatkan penyuluhan kesehatan dan
edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis pengguna
layanan, oleh karena itu penyuluhan dan pendidikan pengguna
layanan/keluarga perlu dipadukan dalam pelayanan klinis.
Pendidikan dan penyuluhan kepada pengguna layanan termasuk
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
-56-

• Agar penyuluhan dan pendidikan pengguna layanan/keluarga


dilaksanakan dengan efektif maka dilakukan dengan pendekatan
komunikasi interpersonal antara pengguna layanan dan petugas
kesehatan, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh
pengguna layanan/keluarga.
• Dalam proses memberikan penyuluhan/ pendidikan pada pengguna
layanan, didorong agar pengguna layanan/keluarga pengguna layanan
untuk berbicara/ bertanya terkait dengan masalah kesehatan,
pengobatan, dan pemenuhan kebutuhan pengguna layanan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan jenis dan isi kajian awal dalam rekam medis secara
kolaboratif antar praktisi klinis serta dilakukan kajian awal oleh
tenaga yang kompeten mengacu pada standar profesi, dicatat dalam
rekam medis, digunakan untuk penyusunan rencana asuhan,
koordinasi dalam pemberian asuhan, dan rencana pemulangan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. (R, D, W)
2. Dilakukan kajian dan penanganan nyeri. (D,O,W)
3. Disusun rencana pemulangan untuk pengguna layanan yang
memerlukan rencana pemulangan sesuai dengan hasil kajian awal (D,
W)
4. Dilakukan kajian pengguna layanan dalam penetapkan diagnosis dan
rencana asuhan oleh tenaga yang profesioanl dan kompeten sesuai
dengan panduan praktik klinis yang dituangkan ke dalam rekam
medis. (R,D,O)
5. Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat
dilakukan pelimpahan wewenang tertulis kepada perawat dan/ atau
bidan yang telah mengikuti pelatihan, untuk melakukan kajian awal
medis dan pemberian asuhan medis sesuai kewenangan delegative
yang diberikan. (R,D)
6. Asuhan Pengguna layanan diberikan oleh dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain, sesuai
rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau prosedur-
prosedur asuhan klinis, agar tidak terjadi pengulangan yang tidak
perlu (D, W)
7. Dokter bertanggung jawab terhadap pelayanan pengguna layanan
melakukan koordinasi pelaksanaan asuhan terpadu melaksanakan
secara kolaboratif sesuai dengan rencana asuhan terpadu, panduan
praktik klinis, dan prosedur asuhan klinis dan dicatat dalam rekam
medis secara terintegrasi . (D)
8. Dilakukan penyuluhan/ pendidikan kesehatan bagi pengguna layanan
dan keluarga dengan metode yang dapat dipahami oleh pengguna
layanan dan keluarga. (D,O)
9. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap efektivitas
penyampaian informasi kepada pengguna layanan/ keluarga
pengguna layanan agar mereka dapat berperan aktif dalam proses
layanan dan memahami konsekuensi layanan yang diberikan.(D)

Standar
3.3. Pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan segera sebagai
prioritas pelayanan.
Tersedia pelayanan gawat darurat yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan darurat, mendesak atau segera

Kriteria
-57-

3.3.1. Pengguna layanan gawat darurat diberikan prioritas untuk asesmen


sebagai bentuk pelaksanaan triase.

Pokok Pikiran:
• Pengguna layanan gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase
mengacu pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
• Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan
penentuan atau penyeleksian pengguna layanan yang harus
didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada
tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:
a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat meninggal dalam hitungan jam
c) Trauma ringan
d) Sudah meninggal
Pengguna layanan-pengguna layanan tersebut didahulukan diperiksa
dokter sebelum pengguna layanan yang lain, mendapat pelayanan
diagnostik sesegera mungkin dan diberikan pengobatan sesuai dengan
kebutuhan.
• Pengguna layanan harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk
yaitu bila tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi
kebutuhan pengguna layanan dengan kondisi emergensi dan
pengguna layanan memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
mempunyai kemampuan lebih tinggi.
• Dalam penanganan pengguna layanan dengan kebutuhan darurat,
mendesak, atau segera, prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi
diterapkan untuk pengguna layanan dengan risiko penularan infeksi,
misalnya infeksi melalui udara/airborne.

Elemen penilaian:
1. Pengguna layanan diprioritaskan atas dasar kegawatdaruratan seperti
yang tercantum di pokok pikiran sesuai dengan kebijakan, pedoman
dan prosedur yang ditetapkan. (W,O,S)
2. Pengguna layanan gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL,
diperiksa dan dibuat stabil terlebih dahulu sesuai kemampuan
Puskesmas dan dipastikan dapat diterima di FKRTL sesuai dengan
kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)

Kriteria
3.3.2. Pelaksanaan layanan bagi pengguna layanan gawat darurat dan/ atau
berisiko tinggi lainnya dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang
berlaku.

Pokok Pikiran:
• Pengguna layanan berisiko tinggi adalah pengguna layanan yang
dikategorikan berisiko tinggi karena usia, kondisi kesehatan, atau
mempunyai kebutuhan kritis untuk segera mendapat pertolongan,
termasuk pengguna layanan rentan yang karena kondisinya tidak
mampu menjaga diri sendiri terhadap adanya bahaya atau kekerasan.
• Kasus-kasus yang termasuk gawat darurat dan/ atau berisiko tinggi
perlu diidentifikasi, dan ada kejelasan kebijakan dan prosedur dalam
pelayanan pengguna layanan gawat darurat 24 jam
• Kasus-kasus berisiko tinggi dapat berupa kasus berisiko tinggi
terjadinya kematian atau cedera termasuk kasus gawat darurat pada
-58-

ibu hamil/ melahirkan, risiko bagi masyarakat atau lingkungan, dan


kasus yang memungkinkan terjadinya penularan infeksi bagi petugas,
pengguna layanan dan masyarakat.
• Prosedur penanganan pengguna layanan gawat darurat disusun
berdasar panduan praktik klinis untuk penanganan pengguna
layanan gawat darurat dengan referensi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
• Penanganan pengguna layanan gawat darurat di Puskesmas Non
Rawat Inap dilakukan di ruang tindakan untuk pelayanan pengguna
layanan gawat darurat.
• Penanganan kasus-kasus berisiko tinggi yang memungkinkan
terjadinya penularan baik bagi petugas maupun pengguna layanan
yang lain perlu diperhatikan sesuai dengan prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kasus-kasus gawat darurat dan/ atau berisiko
tinggi yang sering terjadi.(D)
2. Pemberian asuhan pada pengguna layanan gawat darurat dan/ atau
berisiko tinggi dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan, kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan (O, W)

Standar
3.4. Pelayanan anastesi lokal dan tindakan di Puskesmas dilaksanakan
sesuai standar.
Tersedia pelayanan anestesi lokal dan tindakan untuk memenuhi
kebutuhan pengguna layanan

Kriteria
3.4.1. Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan sesuai standar
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pokok Pikiran:
• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan tindakan yang
membutuhkan lokal anestesi. Pelaksanaan lokal anestesi tersebut
harus memenuhi standar dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas.
• Kebijakan dan prosedur memuat:
a) penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara
dewasa, geriatri dan anak atau pertimbangan khusus
b) dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan
berkomunikasi efektif
c) persyaratan persetujuan khusus
d) kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana
e) ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi
f) teknik melakukan anestesi lokal
g) frekuensi dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan
h) tata laksana pemberian bantuan resusitasi yang tepat
i) tata laksana terhadap komplikasi
j) bantuan hidup dasar
-59-

Elemen Penilaian:
1. Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten sesuai dengan kebijakan dan prosedur . (D, O, W)
2. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal dan pemantauan status fisiologi
pengguna layanan selama pemberian anestesi lokal oleh petugas dan
dicatat dalam rekam medis pengguna layanan (D)

Kriteria
3.4.2. Pelayanan tindakan medis di Puskesmas direncanakan dan
dilaksanakan memenuhi standar dan ketentuan peraturan
perundang-undangan

Pokok Pikiran:
• Dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas
terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana kadang-kadang memerlukan tindakan tindakan yang
membutuhkan anestesi. Pelaksanaan tindakan tersebut harus
memenuhi standar dan peraturan yang berlaku, serta kebijakan dan
prosedur yang berlaku di Puskesmas.
• Dokter dan/ atau dokter gigi yang melakukan tindakan medis wajib :
a. menyampaikan informasi dan hasil kajian pengguna layanan
b. menyusun rencana tindakan medis berdasar kajian pengguna
layanan
c. edukasi pada pengguna layanan/keluarga terkait tindakan medis
yang akan dilakukan, termasuk komplikasi yang mungkin terjadi
dan hasil yang tidak diharapkan
d. melaksanakan prosedur tindakan medis yang aman
e. menyusun laporan tindakan medis yang meliputi: diagnosis
sesudah pembedahan, nama dokter yang melakukan
pembedahan, prosedur pembedahan yang dilakukan dan rincian
temuan, ada tidaknya komplikasi, spesimen yang dikirim untuk
diperiksa (jika ada), tanggal, waktu, tanda tangan dokter yang
bertanggung jawab.
f. melakukan perbaikan pengguna layanan pada saat pemulihan
g. melakukan perbaikan pasca tindakan termasuk memberikan
instruksi pemulangan.

Elemen Penilaian:
1. Dokter atau dokter gigi atau tenaga klinis yang akan melakukan
tindakan medis sesuai kewenangannya membuat kajian sebagai dasar
untuk menyusun rencana asuhan tindakan. (D, W)
2. Pengguna layanan/ keluarga pengguna layanan mendapat penjelasan
oleh okter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan, tentang
risiko, manfaat, komplikasi potensial, dan alternatif pelayanan
sebelum memberikan persetujuan atau penolakan terhadap tindakan
yang akan dilakukan.(D, O, W)
3. Dilakukan tindakan sesuai kebijakan dan prosedur, dan dilakukan
pemantaun status fisiologi pengguna layanan secara terus menerus
selama dan segera setelah tindakan dan dicatat dalam rekam medis
dalam bentuk laporan tindakan medis.(D, W)

Standar
3.5. Terapi gizi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengguna layanan
-60-

dan ketentuan peraturan perundang-undangan


Terapi gizi diberikan sesuai dengan status gizi pengguna layanan
secara regular, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya dan bila
dimungkinkan pilihan menu makanan. Pengguna layanan berperan
serta dalam perencanaan dan seleksi makanan

Kriteria
3.5.1. Pemberian terapi gizi sesuai dengan status gizi pengguna layanan dan
konsisten dengan asuhan klinis tersedia secara reguler.

Pokok Pikiran
• Kondisi kesehatan dan proses pemulihan pengguna layanan
membutuhkan asupan makanan dan gizi yang memadai, oleh karena
itu makanan perlu disediakan secara regular, sesuai dengan rencana
asuhan, umur, budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu
makanan. Pengguna layanan berperan serta dalam perencanaan dan
seleksi makanan.
• Pemesanan dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan terapi
gizi yang telah ditetapkan.
• Setiap orang harus mengonsumsi makanan sesuai dengan standar
angka kecukupan gizi
• Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata
zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh, aktivitas fisik untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal
• Terapi Gizi kepada pengguna layanan di Puskesmas diberikan secara
reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian
status gizi dan kebutuhan pengguna layanan sesuai Proses Asuhan
Gizi Terstandar (PAGT) yang tercantum di dalam Pedoman Pelayanan
Gizi di Puskesmas.
• Terapi Gizi kepada pengguna layanan rawat inap harus dicatat dan
didokumentasikan dengan baik.
• Keluarga pengguna layanan dapat berpartisipasi dalam menyediakan
makanan bila sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan
pengguna layanan dan rencana asuhan dengan sepengetahuan dari
petugas kesehatan yang berkompeten.
• Bila keluarga pengguna layanan atau pihak lain menyediakan
makanan pengguna layanan, mereka diberikan edukasi tentang
makanan yang dilarang/ kontra indikasi dengan kebutuhan dan
rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan
makanan.
• Terapi gizi adalah adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada
pengguna layanan (klien) berdasarkan pengkajian gizi, yang meliputi
terapi diit, konseling gizi dan pemberian makanan khusus dalam
rangka penyembuhan pasien.

Elemen Penilaian
1. Disusun rencana asuhan gizi berdasar kajian kebutuhan gizi pada
pengguna layanan sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan
pengguna layanan. (D)
2. Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai jadwal dan
pemesanan dan didokumentasikan. (D, W)
3. Pengguna layanan dan/ atau keluarga diberi edukasi tentang
pembatasan diit pengguna layanan dan keamanan/kebersihan
-61-

makanan, bila keluarga ikut menyediakan makanan bagi pengguna


layanan. (D)

Standar
3.6. Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan dilakukan sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan
Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan dilakukan dengan
prosedur yang tepat. Jika pengguna layanan memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai kebutuhan dan
kondisi pengguna layanan ke sarana pelayanan lain diatur dengan
kebijakan dan prosedur yang jelas.

Kriteria
3.6.1 Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan yang bertujuan
untuk kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur yang baku

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, maka perlu ditetapkan
kebijakan dan prosedur pemulangan pengguna layanan dan tindak
lanjut.
• Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain
menyusun rencana pemulangan yang berisi instruksi dan/ atau
dukungan yang perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun
keluarga pengguna layanan pada saat pemulangan maupun tindak
lanjut di rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.
• Pemulangan dilakukan oleh dokter/ dokter gigi yang bertanggung
jawab terhadap pengguna layanan.
• Pemulangan pengguna layanan dilakukan berdasar kriteria yang
ditetapkan oleh dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap
pengguna layanan untuk memastikan bahwa kondisi pengguna
layanan layak untuk dipulangkan dan akan memperoleh tindak lanjut
pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya pengguna layanan rawat
jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat inap, pengguna
layanan rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap di
Puskesmas, pengguna layanan yang karena kondisinya memerlukan
rujukan ke FKRTL, pengguna layanan yang karena kondisinya dapat
dirawat di rumah atau rumah perawatan, pengguna layanan yang
menolak untuk perawatan rawat inap, pengguna layanan/ keluarga
yang meminta pulang atas permintaan sendiri.
• Resume medis berisikan :
a) Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic
b) Indikasi pengguna layanan rawat inap, diagnosis dan kormobiditas
lain
c) Prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan
d) Obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang
e) Kondisi kesehatan pengguna layanan
f) Instruksi tindak lanjut dan dijelaskan kepada pengguna layanan,
termasuk nomor kontak yang dapat dihubungi dalam situasi
darurat
• Informasi yang diberikan kepada pengguna layanan/ keluarga pada
saat pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain
-62-

diperlukan agar pengguna layanan/keluarga memahami tindak lanjut


yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.
• Resume Medis pengguna layanan paling sedikit terdiri dari :
a) Identitas Pengguna layanan
b) Diagnosis Masuk dan indikasi pengguna layanan dirawat
c) Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis
akhir, pengobatan dan rencana tindaklanjut pelayanan
kesehatan
d) Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang
memberikan pelayanan kesehatan
• Resume Medis yang diberikan kepada pengguna layanan saat pulang
dari rawat inap terdiri dari :
e) Data umum pengguna layanan
f) Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
g) Pemeriksaan
h) Terapi, tindakan dan atau anjuran
Elemen Penilaian:
1. Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain
melaksanakan pemulangan dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan
rencana yang disusun dan kriteria pemulangan. (D)
2. Resume medis diberikan kepada pengguna layanan dan pihak yang
bekepentingan saat pemulangan atau rujukan. (D, O, W)

Standar
3.7 Rujukan
Rujukan dilaksanakan apabila pengguna layanan memerlukan
penanganan yang bukan merupakan kompetensi dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama

Kriteria
3.7.1 Terdapat kebijakan dan prosedur rujukan yang jelas

Pokok Pikiran:
• Jika kebutuhan pengguna layanan akan pelayanan tidak dapat
dipenuhi oleh Puskesmas, maka pengguna layanan harus dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan pelayanan berdasarkan
kebutuhan pengguna layanan.
• Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur termasuk
alternatif rujukan sehingga pengguna layanan dijamin memperoleh
pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat.
• Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan
untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL.
• Pengguna layanan yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai
dengan standar rujukan
• Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan mempunyai hak untuk
memperoleh informasi tentang rencana rujukan. Informasi yang perlu
disampaikan kepada pengguna layanan meliputi: alasan rujukan,
fasilitas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan
lainnya, jika ada, sehingga pengguna layanan/keluarga dapat
memutuskan fasilitas yang mana yang dipilih, serta kapan rujukan
harus dilakukan.
• Jika pengguna layanan perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain,
wajib diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan
-63-

dan pilihan pengguna layanan agar pengguna layanan memperoleh


kepastian mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan
tersebut dengan konsekuensinya.
• Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pengguna layanan
(misalnya kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang
mendampingi, sarana medis dan keluarga yang menemani termasuk
pilihan fasilitas kesehatan rujukan) selama proses rujukan.
• Selama proses rujukan pengguna layanan secara langsung, pemberi
asuhan yang kompeten terus memantau kondisi pengguna layanan,
dan fasilitas kesehatan penerima rujukan diberi resume tertulis
mengenai kondisi klinis pengguna layanan dan tindakan yang telah
dilakukan.
• Merujuk pengguna layanan secara langsung ke fasilitas kesehatan lain
dapat merupakan proses yang singkat dengan pengguna layanan yang
sadar dan dapat berbicara, atau merujuk pengguna layanan koma
yang membutuhkan pengawasan keperawatan atau medis yang terus
menerus. Pada kedua kasus tersebut pengguna layanan perlu
dipantau oleh petugas yang kompeten. Kompetensi pemberi asuhan
yang mendampingi selama transfer ditentukan oleh kondisi pengguna
layanan. Petugas yang mendampingi pengguna layanan memberikan
informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pengguna layanan
kepada petugas penerima transfer pengguna layanan.
• Yang dimaksud dengan rujukan langsung adalah proses rujukan yang
dilakukan pihak Puskesmas dengan menggunakan fasilitas
transportasi yang disediakan oleh pihak Puskesmas, dilakukan
perbaikan oleh pemberi asuhan yang kompeten, dan diserahkan
kepada petugas di fasilitas kesehatan rujukan tujuan yang telah
dihubungi sebelumnya.
• Yang dimaksud rujukan tidak langsung adalah proses rujukan yang
dilakukan dengan proses pelaksanaannya diserahkan kepada
pengguna layanan.
• Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi mengenai
kondisi pengguna layanan dikirim bersama pengguna layanan.
Salinan resume pengguna layanan tersebut diberikan kepada fasilitas
kesehatan penerima rujukan bersama dengan pengguna layanan.
• Resume tersebut memuat kondisi klinis pengguna layanan, prosedur,
dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pengguna
layanan lebih lanjut.

Elemen Penilaian:
1. Pengguna layanan/keluarga pengguna layanan memperoleh informasi
rujukan dan memberi persetujuan untuk dilakukan rujukan
berdasarkan kebutuhan pengguna layanan dan kriteria rujukan
untuk menjamin kelangsungan layanan ke fasilitas kesehatan yang
lain (D, W)
2. Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi
tujuan rujukan dan tindakan stabilisasi pengguna layanan sebelum
dirujuk sesuai kondisi pengguna layanan, indikasi medis dan
kemampuan dan wewenang yang dimiliki agar keselamatan pengguna
layanan selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin. (D,W)
3. Jika pengguna layanan/keluarga pengguna layanan menolak untuk
dilakukan rujukan, pengguna layanan/keluarga pengguna layanan
harus menyatakan secara tertulis penolakan rujukan setelah
mendapat informasi tentang konsekuensi jika menolak rujukan, dan
-64-

tanggung jawab mereka akibat menolak rujukan, dan alternatif


pelayanan yang mungkin dilakukan (D, W)
4. Tersedia fasilitas transportasi sesuai standar untuk merujuk dan
Selama proses rujukan secara langsung semua pengguna layanan
selalu dipantau dan dicatat oleh pemberi asuhan yang kompeten
dengan memperhatikan kondisi pengguna layanan. (D, W)
5. Dilakukan serah terima pengguna layanan yang disertai dengan
informasi yang lengkap (SBAR) kepada petugas di FKRTL dengan
membawa resume klinis pengguna layanan yang memuat kondisi
pengguna layanan, prosedur dan tindakan-tindakan lain yang telah
dilakukan serta kebutuhan pengguna layanan akan pelayanan lebih
lanjut, ketika melakukan rujukan secara langsung. (D, W)

Kriteria
3.7.2 Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL

Pokok Pikiran:
• Pengguna layanan yang dirujuk balik dari FKRTL sesuai dengan
umpan balik rujukan dan dicatat dalam rekam medis.
• Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pengguna layanan
dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan
lain, maka perlu dilakukan tindak lanjut terhadap pengguna layanan
sesuai prosedur yang berlaku melalui proses kajian dengan
memperhatikan rekomendasi umpan balik rujukan.

Elemen Penilaian:
1. Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian
ulang kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan balik dari
FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O)
2. Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak
lanjut terhadap rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)

Standar
3.8 Penyelenggaraan Rekam Medis
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data dan
informasi asuhan pengguna layanan yang dibutuhkan untuk pelayanan
pengguna layanan, dan dapat diakses oleh petugas kesehatan
pemberian asuhan, manajemen dan pihak di luar organisasi yang diberi
hak akses terhadap rekam medis untuk kepentingan pengguna
layanan, asuransi, sesuai peraturan perundang-undangan.

Kriteria
3.8.1 Tata kelola penyelenggaraan rekam medis dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pokok Pikiran:
• Standarisasi terminologi, definisi, kosa kata dan penamaan,
memfasilitasi pembandingan data dan informasi di dalam maupun di
luar Puskesmas termasuk FKRTL. Keseragaman penggunaan kode
diagnosa dan kode prosedur/tindakan mendukung pengumpulan dan
analisis data.
• Singkatan dan simbol juga distandarisasi dan termasuk daftar “yang
tidak boleh digunakan”. Standarisasi tersebut konsisten dengan
standar lokal, nasional, dan internasional.
-65-

• Kelengkapan isi rekam medis diperlukan untuk menjamin


kesinambungan pelayanan, memantau kemajuan respon pengguna
layanan terhadap asuhan yang diberikan. Puskesmas menetapkan
kebijakan dan prosedur kelengkapan rekam medis.
• Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain
bersama-sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan
kebutuhan informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan
pengguna layanan.
• Penyelenggaraan Rekam Medis dilakukan secara berurutan dari sejak
pengguna layanan masuk sampai pengguna layanan pulang, dirujuk
atau meninggal, meliputi kegiatan :
a. Registrasi pengguna layanan
b. Pendistribusian rekam medis
c. Isi rekam medis dan pengisian informasi klinis
d. Pengolahan data dan pengkodean
e. Klaim pembiayaan
f. Penyimpanan rekam medis
g. Penjaminan mutu
h. Pelepasan informasi kesehatan
i. Pemusnahan rekam medis
• Rekam medis diisi oleh setiap Dokter, Dokter gigi, dan/atau Tenaga
Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan
• Apabila terdapat lebih dari satu tenaga Dokter, Dokter gigi dan/atau
Tenaga Kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, maka rekam medis
dibuat secara terintegrasi
• Rekam Medis harus segera dicatat secara lengkap dan jelas setelah
pengguna layanan menerima pelayanan serta mencantumkan nama,
waktu dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan/atau Tenaga
Kesehatan yang memberikan pelayanan secara berurutan sesuai
waktu pelayanan dan sesuai dengan kompetensi lulusannya
• Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan Rekam Medis, Dokter,
Dokter gigi, dan/atau Tenaga Kesehatan lain dapat dilakukan
pembetulan. Apabila pencatatan rekam medis dilakukan secara
konvensional maka pembetulan dilakukan dengan cara mencoret 1
(satu) garis, diparaf dan diberi tanggal, dalam hal diperlukan
penambahan kata atau kalimat diperlukan paraf dan tanggal
• Isi rekam medis yang merupakan dokumentasi informasi klinis pada
rawat jalan di FKTP, paling sedikit meliputi :
▪ Identitas pengguna layanan
▪ Tanggal dan waktu
▪ Hasil anamnesis
▪ Hasil pemeriksaan
▪ Diagnosis
▪ Rencana penatalaksanaan
▪ Pengobatan dan atau tindakan
▪ Persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan
▪ Nama dan tanda tangan Dokter, Dokter gigi dan atau Tenaga
Kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
• Dalam hal pengguna layanan rawat inap atau perawatan 1 (satu) hari
isi rekam medis sebagaimana pada rawat jalan ditambahkan dengan :
▪ Lembaran monitoring untuk pengguna layanan rujukan sebelum
masuk ruang rawat inap
▪ surat rujukan untuk pengguna layanan rujukan;
-66-

▪ catatan perjalanan perawatan pengguna layanan mulai dari dirawat


inap sampai pengguna layanan pulang
▪ salinan resume medis
• Rekam Medis untuk pengguna layanan gawat darurat, ditambahkan :
▪ Hasil pemeriksaan triase
▪ Identitas dan nomor kontak pengantar pengguna layanan
▪ Sarana transportasi yang digunakan untuk mengantar pengguna
layanan
• Resume Medis pengguna layanan paling sedikit terdiri dari :
▪ Identitas Pengguna layanan
▪ Diagnosis Masuk dan indikasi pengguna layanan dirawat
▪ Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir,
pengobatan dan rencana tindaklanjut pelayanan kesehatan
▪ Nama dan tanda tangan Dokter atau Dokter gigi yang memberikan
pelayanan kesehatan
• Resume Medis yang diberikan kepada pengguna layanan saat pulang
dari rawat inap terdiri dari :
▪ Data umum pengguna layanan
▪ Anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan)
▪ Pemeriksaan
▪ Terapi, tindakan dan atau anjuran
• Koreksi dan penambahan data pada rekam medis dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Puskesmas menetapkan dan melaksanakan suatu kebijakan yang
menjadi pedoman retensi berkas rekam medis pengguna layanan dan
data serta informasi lainnya. Berkas rekam medis klinis pengguna
layanan, serta data dan informasi lainnya disimpan (retensi) untuk
suatu jangka waktu yang cukup dan mematuhi peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku guna mendukung asuhan
pengguna layanan, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum,
riset dan pendidikan. Kebijakan tentang penyimpanan (retensi)
konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut.
Ketika periode retensi yang ditetapkan terpenuhi, maka berkas rekam
medis klinis pengguna layanan dan catatan lain pengguna layanan,
data serta informasi dapat dimusnahkan dengan semestinya kecuali
ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik dalam jangka
waktu tertentu sesuai peraturan yang berlaku.
• Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi ditindak lanjuti serta
didokumentasikan dalam rekam medis.

Elemen Penilaian
1. Ditetapkan standarisasi/pembakuan kode klasifikasi diagnosis, kode
klasifikasi tindakan, terminologi lain, singkatan-singkatan yang boleh
dan tidak boleh digunakan dalam pelayanan klinis. (R)
2. Penyelenggaraan rekam medis yang meliputi a sampai dengan i,
dilakukan sesuai dengan kebijakan dan pedoman yang disusun (D, O,
W)
3. Rekam Medis diisi secara lengkap oleh Dokter, Dokter Gigi dan atau
Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan
perseorangan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pedoman
pelayanan rekam medis (D, O, W)
-67-

Standar
3.9 Penyelenggaraan Pelayanan laboratorium dan kefarmasian
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pelayanan Laboratorium dan kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan

Kriteria
3.9.1 Pelayanan laboratorium dikelola sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
• Perlu ditetapkan jenis-jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di
Puskesmas
• Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat menghasilkan hasil
pemeriksaan yang tepat, maka perlu ditetapkan kebijakan dan
prosedur pelayanan laboratorium mulai dari permintaan,
penerimaaan, pengambilan dan penyimpanan spesimen, pengelolaan
reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil
pemeriksaan kepada pihak yang membutuhkan, serta pengelolaan
limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3).
• Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap spesimen
yang berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan
kecurigaan tuberculosis, darah dari pengguna layanan dengan
kecurigaan hepatitis B, HIV/AIDS.
• Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan, yang
meliputi kebijakan dan pedoman, serta prosedur-prosedur pelayanan
laboratorium yang mengatur tentang:
a) jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas
b) waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
c) pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi
d) proses permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen,
pengambilan, dan penyimpanan specimen
e) pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat
inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam
kerja
f) proses pemeriksaan laboratorium
g) kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium
h) penggunaan alat pelindung diri
i) pengelolaan reagen
• Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium maka perlu dilakukan
upaya pemantapan mutu internal maupun eksternal di Puskesmas.
Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan ketersediaan
peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
• Puskesmas wajib mengikuti Pemantapan Mutu Eskternal (PME) secara
periodik yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh
pemerintah
• Uji silang adalah kegiatan untuk menilai mutu dan kesesuaian hasil
pemeriksaan secara periodik dan berkesinambungan dengan
mengirimkan sampel yang sama ke laboratorium lain/ rujukan.
-68-

• Jika pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan oleh Puskesmas


karena keterbatasan kemampuan, maka dapat dilakukan rujukan
pemeriksaan laboratorium yang dipandu dengan prosedur yang jelas
• Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan
untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil dilaporkan dalam
kerangka waktu berdasarkan kebutuhan pengguna layanan, pelayanan
yang ditawarkan, dan kebutuhan petugas pemberi pelayanan klinis.
Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam kerja serta pada akhir
minggu termasuk dalam ketentuan ini.
• Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat
diberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan
laboratorium dilakukan bekerja sama dengan pihak luar, laporan hasil
pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang
ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak.
• Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan
laboratorium bagi pengguna layanan harus diidentifikasi dan ditetapkan.
Suatu proses yang efektif untuk pemesanan atau menjamin ketersediaan
reagensia esensial dan bahan lain yang diperlukan.
• Semua reagensia disimpan sesuai pedoman dari produsen atau instruksi
penyimpanan yang ada pada kemasan. Evaluasi periodik dilakukan
terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia untuk
memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.
• Ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan pemberian label
yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan
merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratorium,
perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk
setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.
• Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan
klinis, sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah
• Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil
pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi
perubahan metoda atau peralatan yang digunakan untuk melakukan
pemeriksaan, atau perubahan terkait perkembangan ilmu dan tehnologi,
harus dilakukan evaluasi dan revisi bila perlu terhadap ketentuan tentang
rentang nilai pemeriksaan laboratorium.
• Ada prosedur rujukan spesimen dan pengguna layanan, jika pemeriksaan
laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal, rentang nilai rujukan
untuk setiap jenis pemeriksaan yang disediakan, dan nilai kritis
pemeriksaan laboratorium (R)
2. Reagensia esensial dan bahan lain tersedia sesuai dengan jenis
pelayanan yang ditetapkan, pelabelan dan penyimpanannya,
termasuk proses untuk menyatakan jika reagen tidak tersedia. (D, W)
3. Penyelenggaraan pelayanan laboratorium yang meliputi a sampai
dengan i, dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan pedoman yang
ditetapkan. (D, O, W)
4. Dilakukan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu
eksternal terhadap pelayanan laboratorium sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan dilakukan perbaikan jika terjadi
penyimpangan (D,O,W)
-69-

5. Pimpinan Puskesmas menetapkan dan melakukan evaluasi dan tindak


lanjut waktu pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium. (R)

Kriteria
3.9.2 Pelayanan kefarmasian dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas, oleh karena itu
jenis dan jumlah obat, serta bahan medis habis pakai harus tersedia
sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
• Pengelolaan sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
terdiri dari:
o Perencanaan kebutuhan obat dan BMHP
o Permintaan obat dan BMHP
o Penerimaan obat dan BMHP
o Penyimpanan obat dan BMHP
o Pendistribusian obat dan BMHP
o Pengendalian obat dan BMHP
o Pencatatan, pelaporan dan pengarsiapan obat dan BMHP
o Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan BMHP
• Pelayanan farmasi klinik di Puskesmas terdiri dari:
o Pengkajian resep dan penyerahan obat
o Pemberian informasi obat (PIO)
o Konseling
o Visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
o Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
o Pemantauan terapi obat (PTO)
o Evaluasi penggunaan obat
• Obat kadaluarsa/rusak/out of date /substitusi, ditarik dari peredaran
dikelola sesuai kebijakan dan prosedur
• Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai
acuan dalam pemberian pelayanan pada pengguna layanan, mengacu
pada formularium nasional dan pemilihan jenis obat melalui proses
kolaboratif antar pemberi asuhan, dengan mempertimbangkan
kebutuhan pengguna layanan, keamanan, dan efisiensi.
• Dalam hal Puskesmas belum dapat melakukan pelayanan farmasi
untuk Program Rujuk Balik (PRB), maka obat dapat dilakukan
kerjasama dengan apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
• Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman,
kurangnya stok nasional atau sebab lain yang tidak dapat diantisipasi
dalam pengendalian inventaris yang normal, perlu diatur suatu proses
untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat
tersebut dan saran untuk penggantinya.
• Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanan,
oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat.
Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan
yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.
• Kebijakan, pedoman dan prosedur pelayanan farmasi harus disusun
sebagai acuan dalam pelayanan, meliputi:
-70-

a. perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai


b. pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai
c. proses peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat
d. penggunaan obat-obatan pengguna layanan rawat inap, yang
dibawa sendiri oleh pengguna layanan/ keluarga pengguna
layanan
e. menjaga tidak terjadinya pemberian obat yang kedaluwarsa
kepada pengguna layanan
f. jika terjadi kekosongan obat
g. pengendalian pengadaan, penyediaan dan penggunaan obat
h. pengelolaan rantai distribusi dan pengadaan obat
i. ketersediaan formularium obat
• Pemberian obat untuk mengobati seorang pengguna layanan
membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang spesifik.
Puskesmas bertanggung jawab untuk mengidentifikasi petugas
dengan pengetahuan dan pengalaman sesuai persyaratan dan yang
juga diizinkan berdasarkan lisensi, sertifikasi, Undang-Undang atau
peraturan untuk pemberian obat. Dalam situasi emergensi, perlu
diidentifikasi petugas tambahan yang diizinkan untuk memberikan
obat. Untuk menjamin agar obat tersedia dengan cukup dan dalam
kondisi baik, tidak rusak, dan tidak kedaluwarsa, maka perlu
ditetapkan dan diterapkan kebijakan pengelolaan obat mulai dari
proses analisis kebutuhan, pemesanan, pengadaan, pendistribusian,
pelayanan peresepan, pencatatan dan pelaporan.
• Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep
petugas farmasi wajib melakukan pengkajian/telaah resep yang
meliputi pemenuhan persyaratan administratif, persyaratan
farmasetik, dan persyaratan klinis sesuai peraturan perundang-
undangan, antara lain: a) ketepatan identitas pengguna layanan, obat,
dosis, frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian;
b) duplikasi pengobatan; c) potensi alergi atau sensitivitas;
d) interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan;
e) variasi kriteria penggunaan; f) berat badan pengguna layanan dan
atau informasi fisiologik lainnya; dan g) kontra indikasi.
• Dalam pemberian obat harus juga dilakukan kajian benar, meliputi:
ketepatan identitas pengguna layanan, ketepatan obat, ketepatan
dosis, keterpatan rute pemberian, dan ketepatan waktu pemberian.
• Apabila persyaratan petugas yang diberi wewenang dalam penyediaan
obat tidak dapat dipenuhi, petugas tersebut mendapat pelatihan
khusus tentang penyediaan obat.
• Untuk Puskesmas rawat inap penggunaan obat oleh pengguna
layanan/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas atau
yang diresepkan atau dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat
dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan
obat, terutama obat-obat psikotropika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
• Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang
meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan
kerugian besar pada pengguna layanan.
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
- obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin,
heparin, atau kemoterapeutik;
-71-

- obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik


tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound
alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine
atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM);
• Agar obat layak dikonsumsi oleh pengguna layanan, maka kebersihan
dan keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai
dari proses pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan
penyampaian obat kepada pengguna layanan serta penatalaksanaan
obat kedaluwarsa dan/atau rusak/out of date/substitusi.
• Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian
obat kepada pengguna layanan agar pengguna layanan memahami
indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek samping yang
mungkin terjadi.
• Pengguna layanan, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang
lain bekerja bersama untuk memantau pengguna layanan yang
mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek
pengobatan terhadap gejala pengguna layanan atau penyakitnya dan
untuk mengevaluasi pengguna layanan terhadap kejadian efek
samping obat.
• Berdasarkan pemantauan, dosis atau jenis obat bila perlu dapat
disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional.
Sudah seharusnya dilakukan pemantauan secara ketat respons
pengguna layanan terhadap dosis pertama obat yang baru diberikan
kepada pengguna layanan. Pemantauan dimaksudkan untuk
mengidentifikasi respons terapetik yang diantisipasi maupun reaksi
alergik, interaksi obat yang tidak diantisipasi, untuk mencegah risiko
bagi pengguna layanan. Memantau efek obat termasuk mengobservasi
dan mendokumentasikan setiap kejadian salah obat (medication error).
• Perlu disusun kebijakan tentang identifikasi, pencatatan dan
pelaporan semua kejadian salah obat (medication error) yang terkait
dengan penggunaan obat, misalnya: salah peresepan obat, salah
penyerahan obat, salah pelabelan obat, salah dosis, salah rute
pemberian, salah frekuensi pemberian, memberikan obat salah orang.
• Bila terjadi kegawatdaruratan pengguna layanan, akses cepat
terhadap obat emergensi yang tepat adalah sangat penting. Perlu
ditetapkan lokasi penyimpanan obat emergensi di tempat pelayanan
dan obat-obat emergensi yang harus disuplai ke lokasi tersebut.
• Untuk memastikan akses ke obat emergensi bilamana diperlukan,
perlu tersedia prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian
atau kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan
bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau kedaluarsa.
Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat
penyimpanan obat emergensi perlu dipenuhi.
• Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat
(medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan
terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah
Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
• Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan
pasien.
-72-

b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak


terdokumentasinya instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter.
• Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang
sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis,
frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan
dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang
pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping
Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan
tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan
dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada
pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang
dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun
Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi, Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang
pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau
ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan di antara data-data tersebut.
Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini
dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat
penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) di mana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidak sesuaian , maka
dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus
dilakukan oleh Apoteker adalah:
1. menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja
atau tidak disengaja.
2. mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti.
3. memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi, melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau
keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang
terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat
yang diberikan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Rumah Sakit

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan pedoman dan prosedur yang
telah ditetapkan. (D,O,W)
2. Dilakukan rekonsiliasi obat, dan pelayanan farmasi klinik oleh tenaga
kefarmasian sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (D,O,W)
3. Dilakukan kajian resep dan pemberian obat dengan benar pada setiap
pelayanan pemberian obat (D, O, W)
4. Dilakukan edukasi pada setiap pasien tentang indikasi dan cara
penggunaan obat
-73-

5. Obat emergensi tersedia pada unit-unit dimana diperlukan, dan dapat


diakses untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat emergensi,
dipantau dan diganti tepat waktu setelah digunakan atau bila
kadaluarsa. (O, D, W)
-74-

BAB 4. Program Prioritas Nasional (PPN)


Program Prioritas Nasional dilaksanakan melalui integrasi pelayanan
UKM dan UKP sesuai dengan prinsip five level prevention

Standar
4.1. Pencegahan dan Penurunan Stunting
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting
beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Kriteria
4.1.1. Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas
sektor dan pemberdayaan masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan penurunan stunting merupakan salah satu fokus
Pemerintah yang bertujuan agar anak-anak Indonesia tumbuh dan
berkembang secara optimal dan maksimal disertai kemampuan
emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar serta berinovasi
dan berkompetisi di tingkat global.
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan
oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan dengan
pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola
makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih.
• Upaya pencegahan dan penurunan stunting dilakukan terintegrasi
baik lintas program antara lain dalam pelayanan pemeriksaan
kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi dan konseling (menyusui dan
gizi), pemberian suplemen dan kegiatan internvesi lainnya, maupun
intervensi yang dilakukan bersama lintas sektor. Kegiatan tersebut
diharapkan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan
cakupan intervensi pada sasaran 1.000 HPK.
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting dilakukan upaya-upaya
prmotif dan preventif untuk meningkatkan layanan dan cakupan
intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif sesuai dengan
pedoman yang berlaku.
• Intervensi gizi sensitif antara lain meliputi:
a) perlindungan sosial
b) penguatan pertanian
c) perbaikan air dan sanitasi lingkungan
d) keluarga berencana
e) perkembangan anak usia dini
f) kesehatan mental ibu
g) perlindungan anak
h) pendidikan dalam kelas
• Intervensi gizi spesifik meliputi:
1) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri
2) pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil
3) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil Kurang Energi
Kronik (KEK)
4) promosi/konseling IMD, ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping
ASI yang tepat/PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak)
5) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
6) tata laksana balita gizi buruk
-75-

7) pemberian vitamin A bayi dan balita


8) pemberian makanan tambahan untuk balita kurus
9) penganekaragaman makanan
10) perilaku pemberian makanan dan situasi
11) suplementasi/fortifikasi gizi mikro
12) manajemen dan pencegahan penyakit
13) intervensi gizi dalam kedaruratan
• Dalam pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai
prosedur terutama pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan perkembangan balita.
• Pencatatan dan pelaporan program stunting dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program pencegahan dan penurunan stunting
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran stunting dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
(R)
2. Tercapainya indikator kinerja stunting yang disertai dengan analisa
capaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting melalui
upaya-upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis
masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas sesuai upaya yang
disebutkan dalam pokok pikiran dengan melibatkan lintas program
dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas). (R, D, W)
4. Dilakukan verifikasi data terkait pemantauan status gizi balita yang
berasal dari laporan posyandu dan sumber data lainnya sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan. (D,W)
5. Pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi
spesifik dan sensitif dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas
sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka
acuan yang telah ditetapkan. (D, O, W)
6. Dilakukan tata laksana kasus tuberculosis mulai dari diagnosis,
pengobatan (D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program pencegahan dan penurunan stunting (D, W).
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

Standar
4.2. Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
neonatus (AKN).
Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan
dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
-76-

Kriteria
4.2.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

Pokok Pikiran:
• Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga melahirkan.
• Pelayanan Kesehatan ibu bersalin, yang selanjutnya disebut
persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6 (enam)
jam sesudah melahirkan.
• Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian yang dilakukan ditujukan pada ibu
selama nifas (6 jam – 42 hari sesudah melahirkan).
• Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan
kesehatan neonatal esensial sesuai standar. Pelayanan kesehatan
neonatal esensial dilakukan pada umur 0-28 hari.
• Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah
melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan standar
dalam pedoman yang berlaku.
• Upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan terintegrasi
dengan lintas program dalam rangka penurunan stunting.
• Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai standar
kuantitas dan standar kualitas.
1) Standar kuantitas adalah Kunjungan 4 kali selama periode
kehamilan (K4) dengan ketentuan:
a) Satu kali pada trimester pertama.
b) Satu kali pada trimester kedua.
c) Dua kali pada trimester ketiga
2) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T,
meliputi:
a) Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
b) Pengukuran tekanan darah.
c) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
d) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).
e) Penentuan Presentasi Janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ)
f) Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi.
g) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet.
h) Tes Laboratorium.
i) Tatalaksana/penanganan kasus.
j) Temu wicara (konseling)
• Pelayanan pada masa persalinan sesuai standar meliputi:
1) Persalinan normal.
2) Persalinan dengan komplikasi
• Standar persalinan normal adalah Acuan Persalinan Normal (APN)
sesuai standar.
1) Dilakukan di fasilitas kesehatan.
2) Tenaga penolong minimal 2 orang, terdiri dari:
a) Dokter dan bidan, atau
b) 2 (dua) orang bidan, atau
c) Bidan dan perawat.
-77-

• Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku


Pelayanan Kesehatan Ibu di FKTP dan FKRTL.
• Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan dilakukan minimal 4
kali:
a) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6-48 jam setelah
persalinan
b) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah
persalinan
c) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah
persalinan
d) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah
persalinan.
Dengan ruang lingkup meliputi:
a) pemeriksaan status mental ibu
b) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
c) pemeriksaan tinggi fundus uteri
d) pemeriksanaan lochia dan perdarahan
e) pemeriksanaan jalan lahir
f) pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Eksklusif
g) pemberian kapsul vitamin A
h) pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
i) konseling
j) identifikasi risiko dan komplikasi
k) penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas
• Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai standar kuantitas
dan standar kualitas.
1) Pelayanan standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali
selama periode neonatal, dengan ketentuan:
a) Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6 - 48 jam
b) Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3 - 7 hari
c) Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8 - 28 hari
2) Standar kualitas:
a) Pelayanan Neonatal Esensial saat lahir (0-6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
(1) perawatan neontarus pada 30 detik pertama
(2) menjaga bayi tetap hangat
(3) pemotongan dan perawatan tali pusat.
(4) inisiasi Menyusu Dini (IMD).
(5) Pemberian identitas
(6) injeksi vitamin K1.
(7) pemberian salep/tetes mata antibiotik.
(8) Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
(9) Penentuan usia gestasi
(10) pemberian imunisasi (injeksi vaksin Hepatitis B0).
(11) Pemantauan tanda bahaya
(12) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam
kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang
lebih mampu
b) Pelayanan Neonatal Esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi
(1) menjaga bayi tetap hangat
(2) konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif.
(3) memeriksa kesehatan dengan menggunakan standar
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan buku KIA).
-78-

(4) pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas


kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1.
(5) imunisasi Hepatitis B injeksi untuk bayi usia < 24 jam
yang lahir tidak ditolong tenaga kesehatan.
(6) Perawatan metode kanguru bagi Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR)
(7) penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi
• Bagi Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus
melakukan pelayanan sesuai dengan wewenangnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan
• Untuk menjamin kesuksesan penyusunan program penuruan angka
kematian ibu dan angka kematian neonatus dilakukan upaya-upaya
promotif dan preventif dengan melibatkan Lintas Program dan Lintas
Sektor dan memberdayakan masyarakat. Bentuk keterlibatan dalam
kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang
bertujuan untuk menurukan AKI dan AKN di tingkat kecamatan, Desa
Siaga dengan pendekatan P4K, Suami Siaga dan kegiatan
pemberdayaan lainnya.
• Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan
kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan, pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan program kesehatan
keluarga, pencatatan kohor, pelaporan kematian ibu, bayi lahir mati
dan kematian neonatal serta pengisian dan pemanfaatan buku KIA.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian neonatus (AKN) terintegrasi dengan penyusunan RUK dan
RPK pelayanan UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran pelayanan ibu, bayi dan balita sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja pelayanan ibu, bayi dan balita yang
diserta dengan analisa capaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program penurunan AKI dan AKN melalui upaya-upaya
preventif dan promotif yang disusun berdasarkan analisis masalah
Kesehatan Ibu dan Anak dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
4. Tersedia alat, obat dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir termasuk standar alat kegawatdaruratan maternal dan
neonatal sesuai dengan standar dan dikelola sesuai dengan prosedur.
(D, O, W)
5. Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan,
masa sesudah melahirkan dan bayi baru lahir sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan termasuk kewajiban penggunaan partograph pada
saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi pra rujukan pada
kasus komplikasi sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan
kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D, O, W)
6. Dilakukan pelayanan persalinan sesuai dengan sesuai dengan
kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
-79-

7. Program penurunan AKI dan AKN dikoordinasikan dan dilaksanakan


sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan
lintas sektor. (D, W)
8. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program penurunan AKI dan AKN termasuk pelayanan
kesehatan pada masa hamil, persalinan dan bayi baru lahir di
Puskesmas. (D, W)
9. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

Standar
4.3. Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Kriteria
4.3.1. Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan
dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu
imunisasi.

Pokok Pikiran:
• Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular
yang dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib
melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program
prioritas nasional.
• Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu direncanakan,
dilaksanakan, dipantau dan dievaluasi agar dapat mencapai cakupan
imunisasi secara optimal.
• Perencanaan yang detail (micro planning) meliputi pemetaan wilayah,
identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM,
penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi serta jadwal dan
mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun untuk
memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik.
Micro planning disusun dengan melibatkan lintas program terkait.
• Pencatatan dan pelaporan program imunisasi dilaksanakan secara
akurat dan sesuai prosedur meliputi cakupan imunisasi, stok dan
pemakaian vaksin dan logistik lainnya, kondisi peralatan rantai vaksin
dan KIPI.
• Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala,
berkesinambungan, berjenjang dan dilakukan analisa serta rencana
tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil.
• Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil
pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya-upaya
promotif dan preventif dalam rangka penjangkauan sasaran dan
meningkatkan cakupan imunisasi melalui:
1) kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS
(Sustainable Outreach Services) untuk daerah geografis sulit,
defaulter tracking, Backlog Fighting, Crash Program dan Catch Up
Campaign;
2) upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan vaksin
yang sesuai prosedur, pemberian imunisasi yang aman dan
sesuai prosedur, kegiatan validasi data sasaran, Data Quality Self
assessment (DQS), Rapid Convenience Assessment (RCA) untuk
-80-

melakukan validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan


supervisi berkala; serta
3) upaya penggerakkan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan
sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait dan
pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi
terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan
UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan sasaran imunisasi dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. (R)
2. Tercapainya indikator kinerja imunisasi yang disertai dengan analisa
capaiannya. (R,D)
3. Ditetapkan program imunisasi melalui upaya-upaya promotif dan
preventif yang disusun secara rinci dan melibatkan lintas program
terkait yang dipimpin oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
4. Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program.
5. Dilakukan pengelolaan vaksin untuk memastikan rantai vaksin
dikelola sesuai dengan prosedur. (D, O, W)
6. Kegiatan Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan
dan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah
ditetapkan bersama lintas program dan lintas sektor sesuai dengan
kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah
ditetapkan. (D, O, W)
7. Dilakukan pemantauan, dan evaluasi serta tindaklanjut program
imunisasi sesuai hasil kegiatan pemantauan dan evaluasi. (D, W)
8. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

Standar
4.4. Program Penanggulangan Tuberkulosis
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pengguna layanan TB
mulai dari penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB,
penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pengguna layanan
TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pengguna layanan
beserta pemantauan dan evaluasinya untuk memutus mata rantai
penularan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kriteria
4.4.1. Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pengguna layanan TB
mulai dari penemuan kasus TB kepada orang yang terduga TB,
penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pengguna
layanan TB, tata laksana kasus terdiri dari pengobatan pengguna
layanan beserta pemantauan dan evaluasinya.

Pokok Pikiran:
• Penanggulangan Tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
-81-

aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi


kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan atau
kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat Tuberkulosis.
• Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan,
dipantau dan ditindak lanjuti dalam upaya eliminasi tuberkulosis.
• Untuk tercapainya target program Penanggulangan TB Nasional,
Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota
harus menetapkan target Penanggulangan TB tingkat daerah
berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional.
• Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global
maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan penularan
tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional bidang
kesehatan
• Pelayanan pengguna layanan TB dilaksanakan melalui:
a) pelayanan kasus TB Sensitif Obat (SO), terdiri dari:
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. diagnosis dilakukan sesuai standar dengan pemeriksaan tes
cepat molekuler, mikroskopis, dan biakan
3. pengobatan TB sesuai standar
4. perbaikan pengguna layanan TB dilakukan melalui
pemeriksaan mikroskopis di akhir bulan 2 (dua), akhir bulan
5 (lima) dan akhir pengobatan.
b) pelayanan kasus TB Resisten Obat (RO) dilakukan dengan:
1. penemuan kasus TB secara aktif dan pasif
2. Puskesmas mampu melakukan penjaringan kasus TB RO
dan merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika
diperlukan
3. Puskesmas mampu melanjutkan pengobatan pengguna
layanan TB RO
4. Puskesmas mampu melakukan rujukan pemeriksaan
laboratorium, follow up bagi pengguna layanan TB RO.
c) pemberian pengobatan pencegahan TB pada anak dan ODHA
d) pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB
dan etika batuk kepada pengguna layanan dan keluarga.
e) Puskesmas memberikan pelayanan pengawasan menelan obat
(PMO) bagi pengguna layanan TBC SO dan TBC RO.
f) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada Program Nasional
Penanggulangan TBC.
g) mengikuti pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC
sesuai ketentuan Program TBC.
• Dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif dalam rangka
penanggulangan program TB sesuai dengan pedoman yang telah
ditetapkan.
• Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan
dikoordinasikan baik dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di
Puskesmas melalui strategi DOTS.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
• Penyusunan program penanggulangan tuberkulosis terintegrasi
dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan UKM dan UKPP.
-82-

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja program Tuberkulosis yang disertai
dengan analisa capaiannya. (R, D)
2. Ditetapkan program penanggulangan tuberkulosis melalui upaya-
upaya promotif dan preventif berdasarkan analisis masalah TB
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor yang dipimpin
oleh Kepala Puskesmas. (R, D, W)
3. Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter,
perawat, analis laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan
terlatih (R)
4. Logistik baik OAT maupun non OAT disediakan sesuai dengan
kebutuhan program serta dikelola sesuai dengan prosedur (D, W)
5. Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis,
pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan
peraturan perundang-undanganan sesuai dengan kebijakan,
pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan ( D,
O, W).
6. Program penanggulangan tuberkulosis dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas
program dan lintas sektor. (D, W)
7. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D) (P3 belum ada)

Standar
4.5. Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya
Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama
yang meliputi hipertensi, diabetes mellitus, kanker payudara dan leher
rahim, Pengguna layanan Rujuk Balik (PRB) Penyakit Tidak Menular
(PTM) dan penyakit katastropik lainnya sesuai kompetensi di tingkat
primer, serta penanganan faktor risiko PTM.

Kriteria
4.5.1. Program pengendalian penyakit tidak menular dan faktor resikonya
direncanakan, dilaksanakan, dipantau dan ditindaklanjuti dalam
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.

Pokok Pikiran:
• Meningkatnya faktor risiko dan penyakit tidak menular serta
komplikasinya tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan
angka morbiditas, mortalitas dan disablilitas, namun juga berdampak
kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik
tingkat individu, keluarga, dan masyarakat
• Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui
berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan
tindakan kuratif dan rehabilitatif.
• Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya:
a) Promotif yaitu memberikan informasi dan edukasi seluas-luasnya
kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut
bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya.
b) Preventif
1) Pembinaan terhadap UKBM (POSBINDU), agar
penyelenggaraannya tertib 1 kali/bulan dengan kader
terlatih (sesuai juknis posbindu terbaru, terlampir) yang
melakukan deteksi dini faktor risiko PTM:
-83-

1.1. ukur Tekanan Darah (TD)


1.2. Gula Darah Sewaktu (GDs)
1.3. Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP) dan
1.4. memberikan edukasi sesuai indikasi
1.5. menyelenggarakan konseling upaya berhenti merokok
(UBM) dengan tenaga terlatih
1.6. menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di
lingkungan Puskesmas. bekerjasama dengan Dinas
Kesehatan daerah Kabupaten/Kota dan instansi
terkait mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di
7 tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat
ibadah, angkutan umum, fasilitas umum, dan tempat
bermain anak)
2) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker
payudara dan kanker leher rahim dengan Pemeriksaan
Payudara Klinis (SADANIS) dan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) pada perempuan usia 30-50 tahun.
• Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan melalui upaya:
a) menguatkan akses Pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan
menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan
PTM dan faktor risiko PTM sesuai wewenang dan kompetensi di
FKTP.
b) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP
c) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM
d) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai
standar
• Deteksi dini atau penapisan (screening) perlu dilakukan untuk
mencegah terhadinya peningkatan kasus PTM.
• Penguatan keterampilan penanganan kasus PTM terutama pada
dokter dan tenaga kesehatan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
• Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular,
antara lain: diabetes, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi
melalui pendekatan keluarga dengan PIS-PK.
• Dalam upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dapat
menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan
terpadu sesuai ketentuan.
• Analisa capaian indikator dilakukan dengan metode analisa sesuai
dengan pedoman, panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada
metode analisa masalah yang terdapat di dalam buku pedoman
manajemen Puskesmas.
• Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan tindaklanjut dilakukan secara
terintegrasi lintas program dan lintas sektor.
• Penyusunan program penanggulangan penyakit menular dan faktor
risikonya terintegrasi dengan penyusunan RUK dan RPK pelayanan
UKM dan UKPP.

Elemen Penilaian:
1. Tercapainya indikator kinerja Pengendalian Penyakit Tidak Menular
yang disertai dengan analisis capaiannya. (R,D)
2. Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular dan
program promosi kesehatan termasuk kegiatan skrining PTM melalui
Posbindu dan pendekatan keluarga, untuk pencegahan penyakit
-84-

tidak menular, termasuk pengendalian faktor risiko PTM yang


disusun berdasarkan analisis masalah PTM dengan melibatkan
lintas program dan lintas sektor yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas.(R, D, W)
3. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama
Lintas Program dan Lintas Sektor sesuai dengan kebijakan,
pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. (D,
O, W)
4. Pelayanan dilakukan secara terpadu dengan diagnosis, pengobatan
dan tindaklanjut pada pengguna layanan dengan penyakit tidak
menular sesuai dengan panduan praktik klinis oleh tenaga
kesehatan yang berkompeten. (D, O, W)
5. Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program pengendalian penyakit tidak menular. (D, W)
6. Dilakukan pencatatan dan pelaporan sesuai prosedur yang telah
ditetapkan. (D)

BAB 5. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)

Standar
5.1 Peningkatan Mutu dilaksanakan secara berkesinambungan
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya perbaikan
berkesinambungan, upaya keselamatan pengguna layanan, upaya
Manajemen risiko dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
untuk meminimalkan risiko bagi pengguna layanan, sasaran UKM,
masyarakat, dan lingkungan.

Kriteria
5.1.1. Kepala Puskesmas menetapkan Tim dan Program Peningkatan Mutu
Puskesmas

Pokok Pikiran:
• Agar upaya-upaya Peningkatan Mutu, Keselamatan Pengguna
layanan, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan Manajemen
Risiko (MR) dapat dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi,
misi, tujuan dan tata nilai, maka perlu ditetapkan tim atau petugas
yang diberi tanggung jawab terhadap Peningkatan Mutu, Keselamatan
Pengguna layanan, PPI, dan Manajemen Risiko.
• Jika sumber daya tersedia maka dapat dibentuk Tim Peningkatan
Mutu, Tim Manajemen Risiko, dan Tim Keselamatan Pengguna
layanan, Tim PPI sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
namun jika tidak tersedia sumber daya maka cukup dengan
penunjukkan penanggung jawab Mutu, Keselamatan Pengguna
layanan, PPI, dan Manajemen Risiko
-85-

• Penunjukkan dan persyaratan kompetensi ketua tim atau petugas


yang diberi tanggung jawab ditentukan oleh Kepala Puskesmas.
Persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah: Minimal D3
Kesehatan, mempunyai kapasitas terkait pengelolaan mutu,
keselamatan pengguna layanan, manajemen risiko, dan PPI, serta
mempunyai pengalaman kerja di Puskesmas.
• Para tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut, mempunyai
tugas untuk melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, dan
membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pengguna
layanan, manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Para tim tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
• Perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur serta pedoman sebagai
acuan Kepala Puskesmas, penanggung jawab upaya pelayanan
Puskesmas dan koordinator dan pelaksana kegiatan Puskesmas dalam
hal 1) peningkatan mutu, 2) keselamatan pengguna layanan, 3)
manajemen risiko, 4) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
• Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan
menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program
peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan ketersediaan
anggaran dan sumber daya yang ada di Puskesmas
• Program peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI disusun secara kolaboratif sejak
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan penilaian
• Program peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI sesuai dengan perkembangan
kebutuhan dan harapan masyarakat, perubahan regulasi,
perkembangan teknologi dan perubahan pedoman dalam rangka
upaya-upaya perbaikan berkesinambungan untuk memperbaiki
perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan pelayanan
• Proses, hasil kegiatan, penilaian dan tindak lanjut program
peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI didokumentasikan,
disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas
kesehatan yang memberikan pelayanan.

Elemen Penilaian:

1. Kepala Puskesmas menetapkan tim atau petugas diberi tanggung


jawab peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, manajemen
risiko, dan PPI yang memenuhi persyaratan kompetensi yang disertai
dengan uraian tugasnya. (R, D, W)
2. Dilakukan pengawasan, pengendalian, penilaian, tindak lanjut, dan
upaya perbaikan berkesinambungan terhadap pelaksanaan program
peningkatan mutu, keselamatan pengguna layanan, program
manajemen risiko, dan program PPI. (D,O,W)

Kriteria
5.1.2. Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
mutu dan keselamatan pengguna layanan berkomitmen untuk
membudayakan peningkatan mutu secara berkesinambungan melalui
pengelolaan indikator mutu.
-86-

Pokok Pikiran:
• Penetapan prioritas perbaikan mutu dilakukan berdasarkan kebijakan
Indikator Mutu Nasional (IMN), prioritas permasalahan di wilayah
kerja Puskesmas, SKP, dan PPI.
• Untuk mengukur keberhasilan upaya prioritas perbaikan di
Puskesmas maka perlu ditetapkan indikator mutu.
• Pengelolaan indikator mutu dalam rangka upaya perbaikan mutu
terdiri dari :
a. Indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan yang
ada di wilayah kerja
b. Indikator mutu prioritas Program :
1) Indikator mutu nasional
2) Indikator Sasaran Keselamatan Pengguna layanan (SKP)
• Indikator Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Pemilihan
prioritas didasarkan pada proses yang berimplikasi risiko tinggi (high
risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high volume),
melibatkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost),
capaian kinerja rendah (bad performance), atau cenderung
menimbulkan masalah (problem prone).
• Prioritas berdasarkan capaian kinerja, kendala, atau hambatan dalam
pelaksanaan kegiatan, adanya ketidakpuasan sasaran, dan
ketidaksesuaian terhadap kerangka acuan atau jadwal pelayanan
yang disusun, dan perubahan kebijakan pemerintah atau pemerintah
daerah terkait dengan penyelenggaraan KMP, pelayanan UKM, dan
pelayanan UKPP Puskesmas
• Indikator mutu yang diprioritaskan berdasarkan permasalahan
kesehatan di wilayah kerja disebut dengan indikator mutu prioritas
Puskesmas (IMPP) yang upaya perbaikannya harus didukung KMP,
UKM dan UKPP.
Contoh: masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan
permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi
tuberkulosis, maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP
yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi
masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan
UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan dukungan
manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.
• Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab
menyusun indikator mutu prioritas tingkat Puskesmas (IMPP) yang
akan melibatkan banyak jenis pelayanan, banyak tenaga, membawa
dampak besar bagi Puskesmas.
• Indikator Sasaran Keselamatan Pengguna layanan (SKP) untuk
masing-masing sasaran yang terdiri atas identifikasi pengguna
layanan, komunikasi efektif, pengelolaan obat dengan kewaspadaan
tinggi, upaya untuk memastikan benar pengguna layanan, benar
prosedur, dan benar sisi pada pengguna layanan yang menjalani
tindakan medis, kebersihan tangan, dan proses untuk mengurangi
risiko jatuh.
• Indikator mutu terkait dengan proses pencegahan dan pengendalian
infeksi dikaitkan dengan penerapan kewaspadaan isolasi meliputi:
kajian risiko pada pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan
klinis, kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),
Peralatan perawatan pengguna layanan, pengelolaan linen,
pengelolaan limbah infeksius dan benda tajam, asuhan klinis yang
-87-

berisiko infeksi, pengelolaan makanan secara higienis, penyuntikkan


yang aman, risiko infeksi pada saat pembongkaran, konstruksi dan
renovasi bangunan, penanganan outbreak infeksi, upaya pengendalian
infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan, kegiatan edukasi PPI,
serta perbaikan dan penggunaan anti mikroba secara bijak.
• Setiap indikator agar dibuat profilnya atau gambaran singkat tentang
indikator tersebut yang antara lain meliputi:
a. judul indikator,
b. dasar pemikiran/alasan pemilihan indikator,
c. dimensi mutu,
d. tujuan,
e. definisi operasional,
f. tipe indikator,
g. satuan pengukuran,
h. numerator,
i. denominator,
j. target pencapaian,
k. kriteria inklusi dan eksklusi,
l. formula pengukuran,
m. desain pengumpulan data,
n. sumber data,
o. populasi atau sampel,
p. frekuensi pengumpulan data,
q. periode waktu pelaporan data,
r. periode analisis data,
s. penyajian data,
t. instrumen pengambilan data
u. penanggung jawab indikator
• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
dan keselamatan pengguna layanan,petugas yang diberi tanggung
jawab indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk
mengumpulkan data, dan petugas yang diberi tanggung jawab untuk
validasi data, harus bertanggung jawab dan memerlukan peran serta
aktif dalam peningkatan mutu secara berkesinambungan. Dalam hal
keterbatasan tenaga, maka petugas yang diberi tanggung jawab untuk
validasi data dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab
indikator.
• Jika prioritas indikator yang dipilih sama di beberapa unit pelayanan
(contoh: indikator kepatuhan cuci tangan) maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu, melakukan koordinasi dalam
pengumpulan data. Jika prioritas indikator yang dipilih terkait di
beberapa unit pelayanan (contoh: pengukuran waktu tunggu rawat
jalan dan waktu tunggu rekam medis), maka tim atau petugas yang
diberi tanggung jawab mutu melakukan integrasi dalam pengumpulan
data. Koordinasi dan integrasi sistem pengukuran akan memberikan
kesempatan adanya penyelesaian dan perbaikan terintegrasi.
• Kepala Puskesmas, tim atau petugas yang diberi tanggung jawab mutu
dan keselamatan pengguna layanan,petugas penanggung jawab
indikator, petugas yang diberi tanggung jawab untuk mengumpulkan
data, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data,
mendapatkan peningkatan kapasitas pengelolaan data.
• Peningkatan kapasitas pengolahan data dapat dilakukan melalui
pelatihan, lokakarya, kaji banding, on the job training atau in house
training
-88-

• Indikator mutu yang sudah tercapai dan dapat dipertahankan selama


tahun berjalan maka dapat diganti dengan indikator mutu baru.
Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap diukur di
tahun berikutnya.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan Indikator Mutu Prioritas Puskesmas (IMPP), indikator
sasaran keselamatan pengguna layanan (SKP), dan indikator upaya
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang dilengkapi dengan
profil indikator yang meliputi huruf (a) sampai huruf (u) seperti
disebutkan di pokok pikiran.
2. Pengumpulan untuk indikator mutu yang sudah ditetapkan dan
analisis data dilakukan oleh petugas yang diberi tanggung jawab
untuk mengumpulkan data, petugas yang diberi tanggung jawab
untuk validasi data, dan petugas penanggung jawab indikator (D, W)

Kriteria
5.1.3. Dilakukan validasi terhadap hasil pengukuran indikator mutu untuk
menjamin data yang dikumpulkan valid untuk peningkatan mutu dan
penyampaian informasi kepada masyarakat.

Pokok Pikiran:
• Untuk menjamin bahwa data dari masing-masing indikator mutu yang
dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan mutu dan
menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas perlu
dilakukan proses validasi data. Validasi data dilakukan jika:
a) terdapat indikator baru yang diterapkan untuk menilai mutu
pelayanan
b) terdapat indikator mutu yang akan ditampilkan kepada
masyarakat melalui media informasi yang ditetapkan
c) terdapat perubahan pada metode pengukuran yang ada, antara
lain: perubahan numerator atau denominator, perubahan metode
pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan subjek
pengumpulan data, perubahan definisi operasional dari indikator.
• Validasi penting untuk dilakukan agar data indikator mutu akurat
untuk mendukung keputusan yang diambil terkait dengan perubahan
kebijakan maupun upaya perbaikan mutu, dan untuk mendukung
kesahihan data yang disampaikan pada masyarakat.
• Validasi data dapat dilakukan terhadap sumber data, definisi
operasional numerator dan denominator, membandingkan hasil
pengukuran ulang dengan sumber data yang sama, atau
membandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan sumber
data yang lain untuk mencocokkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan.

Elemen Penilaian:
1. Ditetapkan petugas atau tim yang bertanggung jawab untuk
melakukan validasi data indikator mutu. (R)
2. Dilakukan validasi data hasil pengukuran indikator sebagaimana
diminta pada pokok pikiran dan hasilnya digunakan untuk
pengambilan keputusan, upaya perbaikan mutu, dan untuk
penyediaan informasi tentang capaian mutu kepada masyarakat
sesuai dengan prosedur dan metode yang telah ditetapkan. (D, O, W)

Kriteria
-89-

5.1.4. Dilakukan analisis data dalam upaya perbaikan dan peningkatan


mutu pelayanan

Pokok Pikiran
• Dalam rangka mencapai sebuah kesimpulan dan membuat keputusan
maka data harus digabungkan, dianalisis dan diubah menjadi
informasi yang berguna.
• Analisis data melibatkan individu di dalam tim PMP yang memahami
manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode
pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat
statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada Kepala
Puskesmas yang bertanggung jawab akan proses atau hasil yang
diukur dan yang mampu menindaklanjuti.
• Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya
dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling
membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram kontrol (control charts),
histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik yang
sangat berguna untuk memahami pola dan variasi dalam pelayanan
kesehatan
• Program mutu berpartisipasi dalam menetapkan seberapa sering data
harus dikumpulkan dan dianalisis. Frekuensi proses ini bergantung
pada kegiatan program tersebut dan area yang diukur serta frekuensi
pengukuran. Sebagai contoh, pemeriksaan data mutu dari
laboratorium klinis mungkin dianalisis setiap minggu untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan dan data tentang
pengguna layanan jatuh mungkin dianalisis setiap bulan apabila
jatuhnya pengguna layanan jarang terjadi. Maka, pengumpulan data
pada titik-titik waktu tertentu akan memungkinkan Puskesmas
menilai stabilitas proses tertentu atau dapat menilai prediksi hasil
tertentu terkait dengan ekspektasi yang ada.
• Tujuan analisis data adalah dapat membandingkan data-data
Puskesmas melalui kaji banding dalam empat hal:
a) membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu data
(analisis trend), misalnya data PIS PK dari bulan ke bulan atau
dari tahun ke tahun;
b) membandingkan dengan Puskesmas lain bila mungkin yang
sejenis seperti melalui database eksternal nasional tentang data
PIS PK;
c) membandingkan dengan standar seperti yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan.
d) Jika memungkinkan, membandingkan dengan praktik yang
diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai best practice
(praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau
practice guidelines (panduan praktik klinik).

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pengumpulan data, analisis dengan menggunakan metode
dan teknik statistik sesuai kebutuhan, dan hasilnya disajikan dalam
bentuk informasi yang berguna untuk mengidentifikasi kebutuhan
perbaikan yang harus dilakukan. (D,W)
2. Analisis data telah dilakukan melalui kaji banding seperti yang
disebutkan dalam pokok pikiran dan hasilnya disampaikan kepada
Kepala Puskesmas D,W)
-90-

Kriteria
5.1.5. Peningkatan Mutu dicapai dan dipertahankan.

Pokok Pikiran:
• Informasi dari analisis data digunakan untuk mengidentifikasi potensi
perbaikan dan mengurangi atau mencegah kejadian yang merugikan.
Data memberikan kontribusi untuk pemahaman potensi perbaikan
terutama untuk indikator-indikator mutu prioritas yang sudah
ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
• Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan
keselamatan pengguna layanan/masyarakat antara lain dapat
menggunakan siklus Plan (merencanakan perbaikan), Do (uji coba
perbaikan), Study (mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan),
Action (menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan).
• Setelah perbaikan direncanakan, dilakukan uji perubahan dengan
mengumpulkan data lagi selama masa uji yang ditentukan dan
dilakukan re-evaluasi untuk membuktikan bahwa perubahan adalah
benar menghasilkan perbaikan.Hal ini untuk memastikan bahwa ada
perbaikan berkelanjutan dan ada pengumpulan data untuk analisis
berkelanjutan
• Perubahan yang efektif dimasukkan antara lain dalam bentuk
penetapan kebijakan, perbaikan standar operasional prosedur,
pendidikan staf yang perlu dilakukan, dan replikasi di unit kerja yang
lain. Perbaikan-perbaikan yang dicapai dan dipertahankan oleh
Puskesmas didokumentasikan sebagai bagian dari manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pengguna layanan dan program
perbaikan.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat bukti Puskesmas telah membuat rencana perbaikan
terhadap mutu dan keselamatan pengguna layanan/ sasaran dan
telah diuji cobakan berdasarkan hasil capaian indikator mutu. (D,W)
2. Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut
terhadap hasil uji coba perbaikan (D.W)
3. Keberhasilan-keberhasilan telah didokumentasikan, dikomunikasikan
serta disosialisasikan dan dijadikan laporan PMP (D,W)

Standar
5.2 Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk
melakukan identifikasi, analisa dan penatalaksanaan risiko untuk
mengurangi cedera, dan mengurangi risiko lain terhadap
keselamatan pengguna layanan, staf dan sasaran pelayanan UKM
serta masyarakat.
Upaya manajemen risiko dilaksanakan melalui sebuah kerangka kerja
manajemen risiko yang dilaksanakan dalam Proses manajemen risiko
yang mencakup : identifikasi, analisis, penatalaksanaan risiko dan
monitor perbaikannya.

Kriteria
5.2.1 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan
diidentifikasi, dianalisis dan dilakukan penatalaksanaannya
-91-

Pokok Pikiran:
• Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko.
Risiko terhadap pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas,
dan lingkungan perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana
untuk mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan/ atau
minimalisasi risiko dan tidak memberi akibat negatif atau merugikan
tersebut
• Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen-
komponen pentingnya meliputi:
a. identifikasi risiko,
b. prioritas risiko,
c. pelaporan risiko,
d. manajemen risiko
e. investigasi terhadap insiden yang terjadi baik pada pengguna
layanan, petugas keluarga dan pengunjung
f. manajemen terkait tuntutan (klaim)
• Identifikasi Risiko terhadap kejadian /Insiden yang sudah terjadi
didokumentasikan dalam Register Risiko. Sedangkan risiko yang
belum terjadi dan berpotensi menimbulkan kejadian/ insiden
didokumentasikan pada Identifikasi Proses Berisiko Tinggi
• Kategori risiko di Puskesmas adalah Risiko yang berhubungan dengan
KMP, UKPP, dan UKM.
• Register Risiko dan Identifikasi Proses Berisiko Tinggi harus
dibuat sebagai dasar penyusunan Program Manajemen risiko untuk
membantu petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai
kemungkinan risiko dan akibatnya terhadap sasaran program,
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan
fasilitas pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan analisis risiko yang sudah terjadi dalam
area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam register risiko.
2. Dilakukan identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi
dalam area KMP, UKM, dan UKPP yang dituangkan dalam Identifikasi
Proses Berisiko Tinggi (D,W)

Kriteria
5.2.2 Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap
pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan
yang telah diidentifikasi dianalisis dan ditindak lanjuti.

Pokok Pikiran:
• Program Manajemen Risiko (MR) yang berisi strategi dan kegiatan
untuk mereduksi atau memitigasi risiko, disusun setiap tahun,
terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas, berdasarkan identifikasi
dan analisis risiko baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/
insiden maupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian/
insiden.
• Strategi reduksi dan mitigasi dapat berupa kontrol risiko (Risk control)
dan pembiayaan risiko (Risk Financing)
Kontrol risiko terdiri dari : Menghindari risiko (risk avoidance),
Mencegah kerugian (Loss Prevention - Frequency), Mereduksi kerugian
/ dampak (Loss Reduction – Severity), Segregasi dan Transfer
Kontraktual yang bukan Asuransi (Contractual non Insurance)
-92-

misalnya dengan konsinyasi. Pembiayaan risiko (Risk Financing)


adalah memindahkan risiko kepada pihak lain melalui pembiayaan,
misalnya : asuransi kebakaran.
• Pelaksanaan program manajemen risiko yang terdiri dari proses
manajemen risiko berupa identifikasi, analisis, penatalaksanaaan
risiko dan monitor perbaikannya untuk menentukan Strategi reduksi
dan mitigasi risiko.
• Satu alat/metode analisis proaktif terhadap proses kritis dan berisiko
tinggi adalah failure mode effect analysis (analisis efek modus
kegagalan). Dipilih minimal satu proses prioritas yang berisiko untuk
dilakukan analisis efek modus kegagalan setiap tahun.
• Untuk menggunakan metode/ alat ini atau alat-alat lainnya yang
serupa secara efektif, Kepala Puskesmas harus mengetahui dan
mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar proses yang
berisiko tinggi dari segi keselamatan pengguna layanan dan staf, dan
kemudian menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko.
Setelah analisis hasil, pimpinan Puskesmas mengambil tindakan
untuk mendesain ulang proses-proses yang ada atau mengambil
tindakan serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses yang
ada.
• Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam
setahun dan didokumentasikan pelaksanaannya.

Elemen Penilaian:
1. Program manajemen risiko disusun berdasar analisis kejadian yang
sudah terjadi dan hasil identifikasi proses berisiko tinggi dan menjadi
bagian terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas (D, W)
2. Dilakukan penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi dan
mitigasi risiko dan monitor perbaikannya terkait kesehatan dan
keselamatan kerja, sarana prasarana, dan infeksi (D,W)
3. Dilakukan pelaporan hasil program manajemen risiko, dan rencana
tindak lanjut risiko yang telah diidentifikasi. (D, W)
4. Ada bukti Puskesmas telah melakukan failure mode effect analysis
(analisis efek modus kegagalan) setahun sekali pada proses berisiko
tinggi yang diprioritaskan (D,W)

Standar
5.3 Sasaran Keselamatan Pengguna layanan diterapkan dalam Upaya
Keselamatan Pengguna layanan
Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan
pengguna layanan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu
pelayanan.

Kriteria
5.3.1 Proses Identifikasi pengguna layanan dilakukan dengan benar.

Pokok Pikiran:
• Salah identifikasi pengguna layanan dapat terjadi di Puskesmas baik
pada proses pelayanan pengguna layanan sebagai akibat dari kondisi
kesadaran pengguna layanan, perpindahan ruang rawat, dan kondisi
lain yang menyebabkan terjadinya salah identitas.
• Kebijakan dan prosedur identifikasi pengguna layanan perlu disusun
termasuk identifikasi pengguna layanan pada kondisi tertentu.
-93-

• Pada kondisi tertentu, misalnya pengguna layanan tidak mempunyai


identitas, atau mempunyai nama sama, pengguna layanan dengan
penurunan kesadaran, tidak dapat menyebutkan nama, dan tidak
memiliki kartu identitas, dilakukan cara identifikasi yang tepat supaya
tidak terjadi salah pengguna layanan.
• Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara yang relatif
tidak berubah, antara lain: nama lengkap tanggal lahir, atau nomor
rekam medis, dan tidak boleh menggunakan nomor kamar pengguna
layanan atau lokasi pengguna layanan dirawat.
• Identifikasi dilakukan setiap akan melakukan prosedur diagnostik,
tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi pengguna layanan sebelum dilakukan prosedur
diagnostik, tindakan, pemberian obat, dan pemberian diit, sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (D,O,W)
2. Dilakukan prosedur tepat identifikasi pada kondisi khusus seperti
disebutkan pada pokok pikiran (D,O,W)

Kriteria
5.3.2 Proses untuk meningkatkan efektifitas komunikasi dalam pemberian
asuhan ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan
dapat terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses
asuhan pengguna layanan
• Komunikasi yang tidak efektif antara lain : 1) terjadi pada saat
pemberian perintah secara verbal, 2) pemberian perintah verbal
melalui telpon, 3) penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang
diagnosis, 4) serah terima antar shift, dan 5) pemindahan pengguna
layanan dari unit yang satu ke unit yang lain.
• Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan
diterapkan dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat
telpon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang
diagnosis, serah terima pengguna layanan pada serah terima jaga
maupun serah terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya
untuk pemeriksaan penunjang, dan pemindahan pengguna layanan
ke unit lain.
• Pelaporan kondisi pengguna layanan dalam komunikasi verbal atau
lewal telpon antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik
SBAR (Situation, Background, Asessment, Recommendation)
• Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telpon ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi kepada
pemberi pesan.
• Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang
angka normal secara mencolok yang menunjukkan keadaan berisiko
tinggi atau mengancam jiwa harus ditetapkan dan segera dilaporkan
oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan
penunjang kepada dokter penanggung jawab pengguna layanan sesuai
dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas, termasuk
pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat atau bidan langsung di
tempat perawatan pengguna layanan (point of care testing), misalnya
-94-

pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan oleh perawat di


tempat perawatan pengguna layanan.
• Pelaksanaan serah terima pengguna layanan dilakukan dengan teknik
SBAR, memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi
penjelasan (readback, repeat back), menggunakan formulir yang baku,
dan berisi informasi kritikal yang harus disampaikan antara lain:
tentang status/kondisi pengguna layanan, pengobatan, rencana
asuhan, tindak lanjut yang harus dilakukan, adanya perubahan
status/kondisi pengguna layanan yang signifikan, dan keterbatasan
maupun risiko yang mungkin dialami oleh pengguna layanan.
• Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi
efektif maka perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi
dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakrya, on the job training
atau bentuk lain yang dianggap efektif transfer skill dan pengetahuan
terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan
komunikasi efektif

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi komunikasi efektif kepada tenaga kesehatan
pemberi asuhan seperti disebutkan dalam pokok pikiran (D,W)
2. Penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium ditulis
lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh
pemberi pesan dilakukan sesuai prosedur, dan dicatat dalam rekam
medis termasuk identifikasi kepada siapa nilai kritis hasil
pemeriksaan laboratorium dilaporkan serta informasi apa yang
didokumentasikan dalam rekam medis D,O,W,S)
3. Proses komunikasi serah terima pengguna layanan yang memuat hal-
hal kritial dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur,
metoda, dan menggunakan form yang dibakukan (D,O,W,S)

Kriteria
5.3.3 Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu
diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Pemberian obat pada pengguna layanan perlu dikelola dengan baik
dalam upaya keselamatan pengguna layanan. Kesalahan penggunaan
obat-obat yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada
pengguna layanan.
• Obat yang perlu diwaspadai (high alert) adalah obat-obat yang dalam
penggunaannya sering menyebabkan kesalahan dan/ atau kejadian
sentinel, berisiko tinggi untuk penyalahgunaan, antara lain: obat-
obatan dengan rentang terapi yang sempit, insulin, anti koagulan,
kemoterapi, obat-obatan psikoterapi, narkotika, dan obat-obatan
dengan nama dan rupa mirip
• Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat
dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike)
• Perlu ditetapkan dan dilaksanakan kebijakan dan prosedur
pengelolaan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama dan
rupa mirip, meliputi: penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan,
penyiapan, penggunaan, evaluasi penggunaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan
nama atau rupa mirip

Elemen Penilaian:
-95-

1. Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama
atau rupa mirip serta dilakukan pelabelan obat yang perlu diwaspadai
dan obat dengan nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang disusun (D,O,W)
2. Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan
psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai
(high alert). (D, W)

Kriteria
5.3.4 Proses untuk memastikan tepat pengguna layanan, tepat prosedur,
tepat sisi pada pengguna layanan yang menjalani operasi/tindakan
medis ditetapkan dan dilaksanakan.

Pokok Pikiran:
• Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan
oleh salah pengguna layanan, salah prosedur, salah sisi pada
pemberian tindakan invasif atau tindakan pada pengguna layanan.
• Puskesmas harus menetapkan tindakan invasif dan prosedurnya,
yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan/ insisi atau
tusukan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pencabutan gigi, biopsi,
dan artrosentesis, dan mengidentifikasi area di mana prosedur invasif
dilakukan.
• Puskesmas harus mengembangkan suatu sistim untuk memastikan
pengguna layanan yang benar, prosedur yang benar, dan sisi yang
benar yang dilakukan tindakan dengan menerapkan Protokol Umum
(Universal Protocol), yang meliputi:
a) Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan;
b) Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan / prosedur; dan
c) Time out yang dilakukan segera sebelum dimulainya prosedur.
• Proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan bertujuan untuk
verifikasi benar pengguna layanan, benar prosedur, benar sisi,
memastikan semua dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam
medis, hasil pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label,
memastikan obat-obatan, cairan intravena, jika ada ada produk darah
yang diperlukan, peralatan medis atau implant tersedia dan siap
digunakan.
• Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan/ prosedur melibatkan
pengguna layanan jika memungkinkan dan dilakukan dengan tanda
yang langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus
dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan dilakukan pada
semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti
salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ),
beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, lesi), atau beberapa tingkat
(tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan gigi,
penandaannya bila perlu, menggunakan hasil rontgen gigi atau
odontogram. Penandaaan harus dilakukan oleh operator/orang yang
akan melakukan tindakan yang akan melakukan seluruh prosedur
dan tetap bersama pengguna layanan selama prosedur berlangsung
• Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai
selama pengguna layanan terlibat secara aktif dalam penandaan sisi
dan tanda. Adakalanya pengguna layanan tidak memungkinkan untuk
berpartisipasi, misalnya: pengguna layanan anak-anak, atau ketika
pengguna layanan tidak kompeten membuat keputusan tentang
perawatan kesehatan.
-96-

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan penandaan sisi operasi/ tindakan medis secara konsisten
oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. (O,W)
2. Dilakukan time-out sebelum operasi/ tindakan medis, untuk
memastikan benar identifikasi pengguna layanan, benar prosedur,
benar sisi, persetujuan tindakan medis, dan konfirmasi bahwa proses
verifikasi sudah lengkap dilakukan dengan mencatat waktunya.
(D,O,W)

Kriteria
5.3.5 Proses untuk mengurangi risiko pengguna layanan jatuh disusun dan
dilaksanakan

Pokok Pikiran:
• Cedera pada pengguna layanan dapat terjadi karena jatuh di fasilitas
kesehatan. Risiko jatuh pada pengguna layanan termasuk adanya
riwayat jatuh, penggunaan obat, minum minuman beralkohol,
gangguan keseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan
sebab yang lain.
• Kebijakan dan prosedur penapisan (screening) risiko jatuh harus
ditetapkan. Penapisan secara umum dapat dilakukan dengan
Pertanyaan sederhana dengan jawaban ya/tidak atau observasi
dengan skor yang diberikan berdasarkan respons pengguna layanan,
misalnya apakah pengguna layanan pernah jatuh dalam kurun waktu
6 (enam) bulan terakhir, apakah pengguna layanan mengalami vertigo,
apakah pengguna layanan mengkonsumsi obat yang mengganggu
keseimbangan, apakah pengguna layanan perlu bantuan ketika
berdiri/berjalan.
• Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
disusun untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pengguna
layanan rawat jalan di Puskesmas.
• Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pengguna layanan di rawat
jalan dengan mempertimbangkan :
1) kondisi pengguna layanan, contoh : pengguna layanan geriatri,
dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan, penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan
atau kejiwaan, konsumsi alkohol
2) diagnosis, contoh pengguna layanan dengan diagnosis penyakit
Parkinson
3) situasi : Pengguna layanan yang mendapatkan sedasi atau
pengguna layanan dengan riwayat tirah baring lama yang akan
dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans,
perubahan posisi akan meningkatkan risiko jatuh
4) lokasi : hasil identifikasi area-area di Puskesmas yang berisiko
terjadi pengguna layanan jatuh, antara lain lokasi yang dengan
kendala penerangan atau mempunyai barrier/penghalang yang
lain, misalnya tempat pelayanan fisioterapi, tangga.
• Puskesmas harus melakukan penapisan kemungkinan terjadinya
risiko jatuh pada pengguna layanan. Kriteria untuk melakukan
penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan baik
untuk pengguna layanan rawat inap maupun rawat jalan, dan
dilakukan upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh
di fasilitas kesehatan. Contoh alat untuk melakukan penapisan pada
pengguna layanan rawat inap adalah skala Morse untuk pengguna
-97-

layanan dewasa, dan skala Humpty Dumpty untuk pengguna layanan


anak, sedangkan untuk pengguna layanan rawat jalan dengan
menggunakan get up and go test, atau dengan menanyakan tiga
pertanyaan:
a. apakah dalam enam bulan terakhir pernah jatuh
b. apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan
c. apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan
orang lain. Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban
ya, maka pengguna layanan tersebut dikategorikan berisiko jatuh

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan penapisan pengguna layanan dengan risiko jatuh sesuai
dengan kebijakan dan prosedur serta dilakukan upaya mengurangi
risiko jatuh pada pengguna layanan (O,W,S)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko
terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi
pengguna layanan jatuh (D, O, W).

Standar
5.4 Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan
pengguna layanan dan pengembangan budaya keselamatan
Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan berhubungan dengan
budaya keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah
insiden lebih lanjut atau berulang di masa mendatang yang akan
membawa dampak merugikan yang lebih besar bagi Puskesmas

Kriteria
5.4.1 Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis, dan penyusunan rencana
penyelesaian masalah, upaya perbaikan, dan pencegahan insiden
keselamatan pengguna layanan.

Pokok Pikiran:
• Insiden keselamatan pengguna layanan adalah setiap kejadian yang
tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pengguna layanan.
Insiden keselamatan pengguna layanan terdiri atas : 1) Kejadian tidak
diharapkan (KTD), 2) Kejadian nyaris cedera (KNC), 3) Kejadian tidak
cedera, 4) kondisi potensial cedera (KPC), dan 5) Kejadian sentinel (KS)
• Cedera adalah perubahan yang terjadi dapat bersifat fisik, motorik,
sensorik, psikologis dan intelektual.
• Contoh yang dapat menimbulkan insiden keselamatan pengguna
layanan seperti kesalahan obat (medication errors), kesalahan
identifikasi pengguna layanan, kesalahan asuhan klinis dan faktor
lingkungan.
• Upaya keselamatan pengguna layanan dilakukan untuk mencegah
terjadinya insiden. Jenis Insiden terdiri dari :
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), yaitu insiden yang
mengakibatkan cedera pada pengguna layanan. Misalnya
pengguna layanan jatuh dari tempat tidur dan menimbulkan luka
pada pergelangan kaki.
2) Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai /
terpapar pada pengguna layanan tapi tidak terjadi cedera.
Misalnya Perawat salah memberikan obat pada pengguna layanan,
obat telah diminum tapi pengguna layanan tidak mengalami cedera.
-98-

3) Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah semua situasi atau kondisi


terkait perawatan pengguna layanan yang sangat berpotensi cedera
pada pengguna layanan. Misalnya : Alat Inkubator rusak yang
diletakan di ruang bayi/neonatus .
4) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi tapi
belum mengenai / terpapar pada pengguna layanan karena dapat
dicegah. Misalnya: perawat mau memberikan obat kepada
pengguna layanan, ketika di cek ternyata obat yang diberikan oleh
farmasi milik pengguna layanan yang lain yang namanya mirip,
sehingga obat tersebut tidak jadi diberikan.
5) Sentinel suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected
occurrence) yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Kejadian sentinel dapat berupa:
a) Kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya
pada:
- kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit pengguna layanan atau kondisi pengguna layanan
(contoh: kematian akibat proses transfer yang terlambat)
- kematian bayi aterm
- bunuh diri
b) Kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit
pengguna layanan atau kondisi pengguna layanan
c) Tindakan salah tempat, salah prosedur, salah pengguna layanan
d) Penculikan anak termasuk bayi atau anak termasuk bayi dikirim
ke rumah bukan rumah orang tuanya
e) Perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan
(berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen)
atau pembunuhan (yang disengaja) atas pengguna layanan,
anggota staf, dokter, pengunjung atau vendor/pihak ketiga ketika
berada dalam lingkungan Puskesmas
• Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan yang selanjutnya
disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk
mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pengguna layanan.
Pelaporan insiden terdiri dari Laporan Insiden Internal dan Laporan
Insiden Eksternal.
• Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam
Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat
terjadi pada pengguna layanan. Pelaporan juga penting digunakan
untuk memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error)
sehingga dapat mendorong dilakukan investigasi. Di sisi lain
pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali.
• Puskesmas perlu melakukan analisis Matriks grading risiko yang
akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah
Laporan insiden internal. Investigasi terdiri dari Investigasi sederhana
(Simple RCA) dan Investigasi Komprehensif (Comprehensive RCA /Root
Cause Analysis)
• Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan insiden yang meliputi:
kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan,
insiden yang harus dilaporkan internal yaitu semua jenis insiden
termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan, kejadian
nyaris cedera maupun kejadian sangat potensial cedera. Sedangkan
laporan eksternal yang dilaporkan adalah Sentinel, KTD. Ditentukan
juga siapa saja yang membuat laporan, batas waktu pelaporan,
investigasi dan tindak lanjutnya
-99-

• Pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan dilaporkan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan ke Tim keselamatan pengguna layanan yang
disertai dengan analisis dan investigasi insiden, serta tindak lanjut
terhadap insiden (D,W)
2. Dilakukan pelaporan ke Komite Nasional Keselamatan Pengguna
layanan (KNKP) terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai
kerangka waktu yang ditetapkan (D)

Kriteria
5.4.2 Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam
memperbaiki perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan
budaya mutu dan budaya keselamatan.

Pokok Pikiran:
• Upaya peningkatan mutu layanan klinis, dan keselamatan pengguna
layanan menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang
memberikan asuhan pengguna layanan.
• Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga
kesehatan lain yang diberi wewenang dan bertanggung jawab
melaksanakan asuhan pengguna layanan.
• Perilaku terkait budaya keselamatan berupa:
a) penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan
bersama;
b) bekerja dengan pengguna layanan atau klien
c) bekerja dengan tenaga kesehatan lain
d) bekerja di dalam sistem layanan kesehatan
e) meminimalisir risiko
f) mempertahankan kinerja profesional
g) perilaku profesional dan beretika
h) memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terstandar
i) upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan
dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden
• Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:
a) Perilaku yang tidak layak (Inappropriate), seperti kata-kata atau
bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan
sesama staf, misalnya mengumpat, memaki; 

b) Perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak
layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau
non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain,
adalah komentar sembrono di depan pengguna layanan yang
berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, contoh
mengomentari negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di
depan pengguna layanan, misalnya “obatnya ini salah, tamatan
mana dia...?”, melarang perawat untuk membuat laporan insiden,
memarahi staf klinis lainnya di depan pengguna layanan,
kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar membuang rekam
medis di ruang rawat; 

c) perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama,
suku termasuk gender; 

-100-

d) pelecehan seksual.
• Puskesmas perlu melakukan pengukuran (survei) dan evaluasi
budaya keselamatan. Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari
nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari individu
maupun kelompok, yang menentukan komitmen terhadap
keselamatan, serta kemampuan manajemen Puskesmas, dicirikan
dengan komunikasi yang berdasarkan rasa saling percaya, dengan
persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan
keyakinan akan manfaat langkah-langkah pencegahan.
• Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan
yang ada, tetapi juga perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga
kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam
pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan baik pada
sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan yang mencerminkan
budaya keselamatan, dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang
berkelanjutan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan pelaporan perilaku yang tidak mendukung
budaya keselamatan / "tidak dapat diterima" dan upaya perbaikannya
(D,O,W)
2. Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pengguna
layanan pada semua tenaga kesehatan pemberi asuhan. (D,W)

Standar
5.5 Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pengguna layanan, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar
fasilitas kesehatan.

Kriteria
5.5.1 Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi
dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif
untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang
terkait dengan pelayanan kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pengguna layanan, petugas, pengunjung, dan masyarakat
sekitar fasilitas kesehatan.
• Tujuan PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko infeksi
yang didapat dan ditularkan diantara pengguna layanan, staf, tenaga
profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarelawan
mahasiswa dan pengunjung.
• Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan
dengan optimal perlu diidentifikasi staf yang terlatih dan ditetapkan
oleh pimpinan Puskesmas berdasarkan kebijakan dan pedoman yang
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
-101-

• Puskesmas perlu menyusun program PPI yang meliputi implementasi


kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasar transmisi, Pendidikan dan pelatihan (dapat
berupa pelatihan atau workshop) PPI baik bagi petugas maupun
pengguna layanan dan keluarga, serta masyarakat, penyusunan dan
penerapan bundles Hais, surveilans serta penggunaan anti mikroba
secara bijak.
• Kegiatan yang tercantum dalam program PPI tergantung pada
kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar
kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang
dilayani, geografis, jumlah pengguna layanan, dan jumlah pegawai dan
merupakan bagian terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.
• Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI disusun
indikator-indikator sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan-kegiatan
yang direncanakan.

Elemen Penilaian:
1. Puskesmas menyusun rencana dan mengimplementasikan program
PPI secara komprehensif pada penyelenggaraan pelayanan di
puskesmas. (R, D, O)
2. Dilakukan pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut terhadap
pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang
ditetapkan. (D, W)

Kriteria
5.5.2 Dilakukan identifikasi prosedur dan pelaksanaan yang terkait dengan
risiko infeksi dengan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko
infeksi.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian pemberian asuhan yang
memiliki risiko infeksi terhadap pengguna layanan, pengunjung, dan
petugas termasuk penunjang layanan. Pelaksanaan identifikasi dan
kajian pemberian asuhan harus sesuai prinsip-prinsip PPI dengan
memastikan :
a. ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, kacamata
pelindung, masker, sepatu dan gaun pelindung;
b. ketersediaan linen yang benar;
c. ketersediaan alat medis sesuai ketentuan;
d. terlaksananya penyuntikan yang aman;
e. penyimpanan dan penanganan produk makanan dan nutrisi yang
tepat, jika tersedia dan digunakan di pusat;
f. pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan
pembuangan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menular
yang memerlukan pembuangan khusus seperti benda tajam /
jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin
bersentuhan dengan tubuh cairan;
g. proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat sekali
pakai.
• Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber
infeksi. Pemaparan debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran,
kotoran dan bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial terhadap
fungsi paru dan keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh karena
itu Puskesmas harus menetapkan kriteria risiko untuk menangani
dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi tentang
-102-

penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control risk


assessment/ICRA).

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas. (O,W)
2. Dilakukan upaya strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas dengan
memastikan setidaknya a) sampai g) di dalam pokok pikiran. (D,W)

Kriteria
5.5.3 Kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang
didapat di fasilitas kesehatan.

Pokok Pikiran:
• Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti
menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.
• Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan, serta
ditempel pada tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga
kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang
kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga
dilakukan untuk pengguna layanan, dan keluarga pengguna layanan.
• Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan
pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan
kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan.
• Setiap karyawan Puskesmas harus memahami 6 (enam) langkah dan
5 (lima) kesempatan melakukan kebersihan tangan dengan benar.
• Puskesmas wajib menyediakan perlengkapan dan peralatan untuk
melakukan kebersihan tangan antara lain:
(1) fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering
tangan/handuk sekali pakai; dan/atau
(2) hand rubs berbasis alkohol yang ketersediaannya harus terjamin
di Puskesmas

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada tenaga medis, tenaga
kesehatan, seluruh karyawan Puskesmas, pengguna layanan dan
keluarga pengguna layanan. (D,W)
2. Perlengkapan dan peralatan untuk kebersihan tangan tersedia di
tempat pelayanan. (D,O)
3. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
kebersihan tangan. (D, W)

Kriteria
5.5.4 Puskesmas mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan
kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program
PPI, untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pengguna layanan,
petugas, keluarga pengguna layanan, masyarakat, dan lingkungan.

Pokok Pikiran:
• Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah
untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan
-103-

menularkan infeksi di antara pengguna layanan, petugas, keluarga


dan masyarakat dan lingkungan melalui kewaspadaan standar yang
benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi Alat Pelindung Diri (APD)
digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan
infeksi Alat Pelindung Diri (APD) digunakan dengan benar untuk
mencegah dan mengendalikan infeksi, APD yang dimaksud
meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah),
sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan
secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan
sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pengguna
layanan
b. Penyuntikan yang aman
Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan
kesterilan alat yang digunakan dan prosedur penyuntikannya.
Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali pakai, dan
berlaku juga pada penggunaan vial multi dosis untuk mencegah
timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pengguna
layanan. Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI
meliputi
(1) menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi
alat injeksi.
(2) semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai
untuk satu pengguna layanan dan satu prosedur walaupun
jarum suntiknya berbeda.
(3) gunakan single dose untuk obat injeksi dan cairan pelarut/
flushing.
(4) proses pencampuran obat dilaksanakan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan
benar sesuai perundang-undangan yang berlaku.
c. Dekontaminasi
Menurunkan risiko infeksi melalui kegiatan dekontaminasi
melalui proses pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan,
disinfeksi dan /atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori
Spaulding. meliputi :
(1) kritikal berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan
pada jaringan steril atau sistim pembuluh darah dengan
menggunakan Tehnik Sterilisasi, seperti instrumen bedah,
partus set.
(2) semi kritikal, peralatan yang digunakan pada selaput
mukosa dan area kecil dikulit yang lecet dengan
menggunakan Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), seperti
oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, kaca
gigi.
(3) non kritikal peralatan yang digunakan pada permukaan
tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dilakukan
Disinfeksi Tingkat Rendah, seperti tensimeter atau
termometer.
Proses dekontaminasi tersebut meliputi:
• pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja
dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan dari
semua kotoran, darah dan cairan tubuh dengan air mengalir,
-104-

untuk kemudian dilakukan transportasi ke tempat


pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi.
• pembersihan merupakan proses secara fisik membuang
semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari
permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan
mencuci bersih dengan detergen (golongan disinfenktan dan
klorin dengan komposisi sesuai dengan standar yang berlaku)
atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan
disinfeksi atau sterilisasi.
• disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semi
kritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme
kecuali beberapa endospore bacterial dengan cara merebus,
menguapkan atau menggunakan disinfektan kimiawi.
• sterilisasi merupakan proses menghilangkan semua
mikroorganisme termasuk endospore menggunakan uap
bertekanan tinggi (autoclave), panas kering (oven), sterilisasi
kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain.
Dekontaminasi lingkungan yaitu pembersihan permukaan
lingkungan yang berada di sekitar pengguna layanan dari
kemungkinan kontaminasi darah, produk darah atau cairan
tubuh. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan
desinfektan seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan
dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan
produk darah. Selain klorin dapat digunakan desinfektan lain
sesuai ketentuan.
d. Linen
Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya
untuk menurunkan resiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen
kotor non infeksius dan linen kotor infeksius. Linen kotor
infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup
penggunaan APD petugas yang mengelola linen, dan kebersihan
tangan sesuai prinsip PPI terutama pada linen infeksius. Fasilitas
kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan.
Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di
ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan
penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah selalu
memisahkan antara linen bersih, linen kotor dan steril atau
dengan kata lain setiap kelompok linen tersebut harus
ditempatkan pada tempat yang terpisah
e. Limbah
Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama
limbah infeksius, benda tajam dan jarum yang apabila
pengelolaan pembuangan dilakukan dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius
meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah,
sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam safety
box (penyimpanan khusus), dan limbah B3. Proses edukasi
kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan
tempat penyimpanan khusus dan pelaporan pajanan limbah
infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam.
Pengelolaan limbah meliputi :
-105-

(1) limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah


dan cairan tubuh, sample laboratorium, produk darah dan
lain-lain, yang dimasukan kedalam kantong plastik
berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki
permukaan tajam yang dimasukkan ke dalam safety box
(penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air).
Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi safety box.
(3) limbah cair infeksius segera dibuang ketempat pembuangan
limbah cair (spoel hoek)
(4) pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi,
penampungan, pengangkutan, tempat penampungan
sementara, pengolahan akhir limbah
Pembuangan benda tajam (seperti jarum) yang tidak benar
merupakan salah satu penyebab bahaya luka tusuk jarum yang
berisiko pada penularan penyakit infeksi melalui darah sehingga
diperlukan pengelolaan risiko pasca pajanan.
Penerapan kewaspadaan standar perlu dipantau oleh tim PPI atau
petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik
dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.

Elemen Penilaian:
1. Terdapat bukti penerapan dan pemantauan prinsip-prinsip
pengelolaan sesuai pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf e
sesuai prosedur yang ditetapkan . (D,O,W)
2. Bila ada pengelolaan pada pokok pikiran huruf a sampai dengan huruf
e yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, Puskesmas harus memastikan
standar mutu pada pihak ketiga sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. (D,W)

Kriteria
5.5.5 Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi pada proses
pelayanan dan transfer pengguna layanan dengan penyakit yang dapat
ditularkan melalui transmisi air borne

Pokok Pikiran:
• Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan
transmisi terdiri dari kontak, droplet dan air borne. Penularan penyakit
air borne disease salah satunya risiko yang paling banyak di
Puskesmas
• Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease diantaranya
dengan menggunakan APD, penataan ruang periksa, penempatan
pengguna layanan, maupun transfer pengguna layanan dilakukan
sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga perlu ditujukan
untuk memberikan perlindungan kepada staf, pengunjung serta
lingkungan pengguna layanan. Pembersihan kamar dengan benar
setiap hari selama pengguna layanan tinggal di puskesmas dan
pembersihan kembali setelah pengguna layanan pulang harus
dilakukan sesuai standar atau pedoman pengendalian infeksi.
• Untuk mencegah penularan airborne disease perlu melakukan
identifikasi pengguna layanan yang berisiko dengan memberikan
masker, menempatkan pengguna layanan di tempat tersendiri atau
kohorting dan mengajarkan etika batuk.
-106-

• Untuk pencegahan penularan transmisi airborne ditetapkan alur dan


SOP pengelolaan pengguna layanan sesuai ketentuan.

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui
transmisi airborne yang dilayani di Puskesmas serta upaya
pencegahan penularan infeksi melalui transmisi airborne dengan
pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan pengguna
layanan, maupun transfer pengguna layanan, sesuai dengan regulasi
yang disusun. (D,O,W)
2. Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan
terhadap pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD,
penempatan pengguna layanan, transfer pengguna layanan untuk
mencegah transmisi infeksi (D.O.W)

Kriteria
5.5.6 Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi
baik di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas

Pokok Pikiran:
• Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak bagaimana
penanggulangan sesuai dengan wewenangnya, untuk menjamin
perlindungan kepada petugas, pengunjung dan lingkungan pengguna
layanan.
• Kriteria outbreak infeksi terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas
adalah:
(1) terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak
lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan
pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi baik di
Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas.
(2) peningkatan kejadian 2 kali lipat atau lebih dibanding periode
sebelumnya.
(3) kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang
sama

Elemen Penilaian:
1. Dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya outbreak infeksi baik
yang terjadi di Puskesmas atau di wilayah kerja Puskesmas. (D,W)
2. Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang disusun serta dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut tentang penanggulangan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang disusun (D.W)

Anda mungkin juga menyukai