Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN FRAMBUSIA

Oleh 

Nama  Julito De Jesus Bonaparte

NIM  141111065

Angk  Kls  VII B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas
berkat dan karunia-Nya yang besar penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Frambusia” semoga dapat
membantu perawat untuk mengetahui dan lebih paham mengenai Frambusia pada
tatanan pelayanan kesehatan

Pada kesempatan ini, penulis tak lupa mengucapkan limpah terima kasih kepada
semua pihak yang mendukung sehingga penyelesaian tugas ini dapat berjalan dengan
baik.

Akhir kata’’Tak Ada Gading yang Retak’’ untuk itu kritik dan saran yang dapat
membangun sangat dibutuhkan oleh penulis guna mencapai kesempurnaan.

Kupang…… Februari 2020

Penulis
Daftar Isi

Cover ………………………………………………………………………………………

Kata pengantar …………………………………………………………………………... ii

Daftar Isi …………………………………………………………………………………... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………..

1
.2 Tujuan ……………………………………………………………………………….

BAB 2 PEMBAHASAN

.1 Pengertian ………………………………………………………………………….. 4
.2 Etiologi ………………………………………………………………………………. 4
.3 Manifestasi Klinis …………………………………………………………………… 5
.4 Komplikasi …………………………………………………………………………… 7
.5 Pemeriksaan diagnostik……………………………………………………………. 7
.6 Penatalaksanaan …………………………………………………………………… 8

BAB 3 PENUTUP

.1 Simpulan ……………………………………………………………………………. 15
.2 Saran ………………………………………………………………………………… 15

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan


kemiskinan dan hampir bisa dikataka hanya menyerang mereka yang berasal dari
kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah
terpencil yang sulit dijangkau. Pada awalnya, koreng yang penuh dengan
organisme penyebab yang ditularkan melalui kontak dari kulit yang didapat melalui
benturan, gigitan, maupun pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit
frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang
bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang dengan
sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5-10 tahun, 10% dari pasien yang tidak menerima pengobatan
akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang
rawan, kulit, serta jaringanhalus, yang akan mengakibatkan disabilitas yang
melumpuhkan serta stigma sosial.
Beban penyakit selama periode 1990an, frambusia merupakan
permasalahan kesehatan masyarakat yang terdapat hanya di tiga negara yaitu
India, Indonesia, dan Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam
pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak
tahun 2004, sebelumnya penyakit ini dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara
bagian dan pada umumnya didapati pada suku-suku didalam masyarakat. India
kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia dengan sasaran
tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India bebas
dari penyakit ini sebelum tahun 2008, yaitu Zeroincidence + No sero positive
cases among < 5 children.
Di Indonesia sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan 8 dari 30
propinsi 95% dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya
dilaporkan dari 4 propinsi yaitu: NTT, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku.
Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-
tahun terakhir, terutama disebabkan oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-
upaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih besar
sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan memperkuat program
ini. Di Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemik di 6 dari 13 distrik. Data
yang dapat dipercaya tidak terdapat di negara ini. Pendekatan yang terpadu
sedang direncanakan, dengan mengkombinasikan pemberantasan penyakit kaki
gajah dan frambusia, serta pengontrolan cacing tanah. Sinergi program semacam
ini merupakan pendekatan utama yang harus didukung.
Frambusia dapat diberantas karena penyakit ini dapat dideteksi dengan
mudah oleh petugas kesehatan di klinik-klinik serta dapat disembuhkan dengan
satu kali penyuntikan penisilin aksi lama. Secara geografis, penyakit ini hanya
terbatas pada sebuah daerah yang terpencil dan terlokalisir di tempat tersebut
memperkenalkan frambusia dapat menjadi pintu masuk untuk pemberian
penanganan kesehatan primer ke dalam populasi yang termarjinalkan secara
sosial dan terisolasi secara geografis. Secara histories, penggunaan strategi yang
meliputi pendeteksian kasus secara aktif dan penanganan tepat waktu dari kedua
kasus ini serta kontak dengan keluarga penderita terbukti dapat memberantas
penyakit ini. Pada akhirnya pemberantasan frambusia dapat menurunkan angka
kemiskinan dan memberdayakan masyarakat tradisional sehingga negara-negara
mampu mencapai Millenium Development Goals (MDGs) atau paling tidak mampu
menyediakan akses ke kondisi kesehatan dan sanitasi pada tingkat dasar.
Brdasarkan argument-argument ini, WHO telah medeklarasikan bahwa
pemberantasan frambusia merupakan prioritas untuk daerah Asia Tenggara dan
hal ini dapat diwujudkan.
Untuk menjalankan misi pemberantasan penyakit ini, WHO telah
mempersiapkan kerangka kerja Regional strategic plan dan sebuah draft dokumen
pendukung untuk mobilitas sumber daya. Regional Strategic Plan 2006-2010 telah
diselesaikan dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Bali, Indonesia pada
bulan juli 2006 dan kerangka kerja National Strategic Plan untuk Indonesia dan
Timor Leste telah dibuat. Dengan pendeklerasian pemberantasan frambusia di
India, Indonesia dan Timor Leste diharapkan meningkatkan upaya-upaya untuk
memberantas penyakit frambusia. Kedua negara ini akan membutuhkan
dukungan sumber daya dan teknis untuk memberantas penyakit frambusia
sebelum tahun 2010.
Strategi-strategi untuk mencapai pemberantasan penyakit ini meliputi
pendeteksian kasus secara aktif di daerah-daerah yang terjangkiti penyakit ini;
pengobatan yang tepat, serta pemberian penisilin dosis tunggal; pelatihan tenaga
medis di derah-daerah yang terjangkiti mengenai diagnosa, penanganan,
pencegahan, dan pengontrolan penyakit ini; advokasi dan kampanye IEC guna
menciptakan kesadaran masyarakat dan dukungan administrative, program
pemantauan regular, dan peningkatan kerja sama. Guna mencapai tujuan
pemberantasan ini, kedua negara ini membutuhkan komitmen politik dan
dukungan kebijaksanaan, pengerahan sumber daya yang memadai, dan
peningkatan dukungan teknis untuk memperkuat program ini, serta pelaksanaan
strategi dan yang berkesinambungan dan dinamis.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat memperluas pola pikir mengenai Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Frambusia.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang pengertian frambusia
b. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang etiologi frambusia
c. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang manifestasi klinis frambusia
d. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang pemeriksaan diagnostic
frambusia
e. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang penatalaksanaan frambusia
f. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan klien
dengan frambusia.

BAB 2

Konsep Dasar Penyakit

.1 Pengertian
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema
penyebab penyakit sifilis).
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponema pallidum ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses
manifestasi ulkus seperti ulkus atau granuloma (mother yaw).

.2 Etiologi
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema
penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual,
tetapidapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan
kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan
karakteristik cuaca panas, danbanyak hujan, yang dikombinasikan dengan
banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya
fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai.

2.1.3ManifestasiKlinis
a. Stadium I
Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa
inkubasi rata-rata 3 minggu atau dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa
papiloma pada port d’ entre yang berbentuk seperti buah arbei, permukaan
basah, lembab , tidak bernanah, sembuh spontan tanpa meninggalkan bekas,
kadang-kadang disertai peningkatan suhu tubuh, sakit
kepala, nyeri tulang dan persendian kemudian, papula-
papula menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan.
b. Stadium II
Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema
palidum pertinue. Treponema positif ini terjadi setelah
beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah
stadium I. Pada stadium iniframbusia tidak menular dengan bermacam-macam
bentuk gambaran klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan send
sering mengenai jari-jari dan tulang ekstermitas.
c. Stadium III
Pada stadium ini, terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang
curam atau bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat
membentuk keloid dan kontraktur. Bila terjadi infeksi pada tulang dapat
mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada tulang. Kerusakan sering
terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.
Secara epidemiologik, berdasarkan lamanya masa perjalanan penyakit
seperti telah diuraikan di atas, penyakit frambusia dapat dibedakan menjadi:

1. Frambusia dini (early yaws), kurang dari lima tahun sesudah infeksi
2. Frambusia lanjut (late yaws), lebih dari lima tahun sesudah infeksi
Defenisi dan karakteristik frambusia dini sebagai berikut:
a. Semua kelainan (lesion) yang timbul pada lima tahun pertama setelah
infeksi
b. Kelainan biasanya basah karena mengeluarkan getah radang (exudate)
yang banyak mengandung treponema sp.
c. Ada beberapa kelainan pada masa dini yang tidak mengeluarkan getah
radang yaitu macula dan papula
d. Kelainan-kelainan ini biasanya sembuh tanpa meninggalkan jaringan
parut, karena tidak ada ulserasi meskipun kadang-kadang ada perubahan
susunan jaringan dan elastisitas kulit
e. Bentuk yang paling khas ialah papiloma. Semua kelainan yang timbul
sebelum atau bersamaan dengan papiloma ini termasuk kelainan masa
dini (early lesion)
f. Penderita dengan kelainan masa dini merupakan penderitaan frambusia
menular, terbentuk papiloma yang mengeluarkan getah radang
g. Pada masa laten tidak dapat dijumpai kelainan yang aktif, tetapi proses
penyakit masih berlangsung yang diketahui dengan reaksi STS yang
positif (seroreaktif)
h. Masa laten dini dapat diselingi dengan relaps

Defenisi dan karakteristik frambusia lanjut:


a. Semua kelainan yang timbul lima tahun atau lebih setelah infeksi terjadi
b. Kelainan biasanya kering kecuali bila disertai ulkus
c. Kelainan pada masa lanjut tidak mengandung Treponema sp, bila ada
biasanya sedikit sekali
d. Penderita dengan kelainan masa lanjut dianggap penderita frambusia
tidak menular
e. Bentuk ulkus merupakan kelainan masa lanjut yang khas yang dapat
mengenai kulit dan jaringan subkutan, termasuk kulit, telapak tangan dan
kaki, mukosa, tulang dan persendian
f. Kerusakan jaringa akibat ulserasi pada kelainan masa lanjut bila sembuh
akan meninggalkan jaringan parut
g. Semua kelainan yang timbul bersamaan atau sesudah ulkus ini termasuk
kelainan masa lanjut
h. Masa laten dapat diselingi dengan relaps atau dapat berakhir dengan
penyembuhan

.4 Komplikasi
Tanpa pengobatan, sekitar 10% dari individu yang terkena mengembangkan
menodai dan melumpuhkan komplikasi setelah lima tahun karena penyakit ini
dapat menyebabkan kerusakan berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat
menyebabkan kelainan bentuk rahang kaki, hidung, langit-langit dan bagian atas.

.5 Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan klinik
Diagnosis dilapangan terutama berdasarkan pemeriksaan klinik sesuai
dengan bentuk dan sifat kelainan yang ada. Pemeriksaan dilakukan ditempat
tertutup dengan pencahayaan yang baik dan terang, dengan memperhatikan
etika dimana pemeriksaan laki – laki dan perempuan dilakukan secara
terpisah.
b. Pemeriksaan laboratorium
Untuk kasus-kasus yang meragukan dapat dilakukan penegakan diagnostic
dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium sebegai tersebut dibawah:
 Pemeriksaan langsung
Metode mikroskop lapangan gelap (dark field microscope)
Getah yang diambil dari jejas (luka/borok) dibuat smear, difiksasi dengan
NaCl dilihat langsung dibawah mikroskop lapangan gelap.
Pengecatan dilakukan dengan Giemsa atau Wright
 Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis untuk penyakit frambusia dipergunakan
pemeriksaan yang sama dengan pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit
sifilis yaitu : RPR / VDRL dan dikonfirmasikan dengan TPHA
Pemeriksaan serologis ini berguna untuk:
Menemukan penderita-penderita dalam masa laten yang tidak
menunjukkan gejala klinik tapi ternyata seropositif. Penderita seperti ini
adalah reservoir frambusia.
Dapat dipakai untuk lebih memastikan diagnosis dalam keadaan yang
meragukan, apakah suatu penyakit disebabkan oleh Troponema atau
bukan

.6 Penatalaksanaan
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2,4 juta unit untuk orang dewasa dan
untuk 1,2 juta unit anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat pilihan,
tetapi bagi mereka yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari
selama 5 – 10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan
pengobatan utama adalah benzatin penicillin dengan dosis yang sama, alternative
pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin,
doxiciclinedaneritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk
frambusia adalah sebagai berikut :
a. Bila sero positif > 50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun> 5 %
maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.
b. Bila sero positif 10 – 50 % atau prevalens ipenderita di suatu desa 2 – 5 %
maka penderita, kontak, dan semua usia 15 tahun atau kurang diberikan
pengobatan.
c. Bila seropositive kurang 10 % atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun <
2 % maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
d. Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh
murid dalam kelas yang sama.
Pathway frambusia

Troponemapalidum sub
spesiespertenue

Masukkedalamtubuh

Infeksipadakulit
prognosapenyakit,
perawatanjangkapanjang Ansietas

Frambusia
MRS
Kurangterpajaninformasi Defisiensipen
getahuan

Tulangdanse
Kulit
ndi

Infeksibakteritro Infeksibakteritroponem
ponemapalidum apalidummenyerangjar
Kelainan /
berkembangbiak i-jaridantulang
lesipadakulit
dijaringan diekstremitas

Ulkus

Lesipadakulit Atrofi kuku


Jaringanp dandeformitasga
arut nggosa

Papiloma
keloid Kerusakanpadatul
anghidungdan
Permukaanlesib septum nasi
asah, lembab,
tidakbernanah Kontraktur
Hilangnyabentuk
hidung
Gangguanci
Kerusakaninte Hambatanmo
gritaskulit bilitasfisik tratubuh
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa

- Identitas
- Keluhan utama :gatal-gatal, demam, sakit kepala, nyeri tulang dan
sendi, terdapat benjolan-benjolan pada kulit.
- Riwayat penyakit sekarang :gatal-gatal, demam, sakit kepala, nyeri
tulang dan sendi, terdapat benjolan-benjolan pada kulit.
- Riwayat penyakit dahulu :Pasien sebelumnya pernah menderita
penyakit frambusia, dan kambuh kembali.
b. Pemeriksaan fisik

- Inspeksi :Untuk mengetahui warna ulit, jaringan parut, lesi, dan


kondisi vaskularisasi superficial, kuku dan bentuk, serta ketidak
abnormalan atau lesi.
- Palpasi :Untuk mengetahui suhu kulit, tekstur, mobilitas / turgor, dan
adanya lesi. Palpasi kuku dan bentuk, serta ketidak abnormalan atau
lesi.

2. Diagnosa keperawatan
a. Defisiensi pengetahua berhubungan dengan tidak familier dengan
sumber informasi ditandai dengan pengungkapan masalah,
ketidakakuratan mengikuti perintah, perilaku tidak tepat.
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
gelisah, wajah tegang, tampak waspada, gangguan tidur.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
ditandai dengan mengungkapkan persepsi yang mencerminkan
perubahan pandangan tentang tubuh individu dalam penampilan,
trauma pada bagian yang tidak berfungsi, perubahan dalam keterlibatan
sosial.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kaku sendi ditandai
dengan pergerakan lambat, pergerakan tidak terkoordinasi,
keterbatasan rentang pergerakan sendi.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor
ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaankulit,
invasi struktur tubuh.

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan (goal, Intervensi Rasional


Keperawatan objektif, outcomes) keperawatan
Gangguan citra tubuh Goal: klien akan 1. Ajarkan dan dorong 1. Untuk membantu
berhubungan dengan terbebas dari stategi koping yang pasien mengatasi
perubahan gangguan citra tubuh sehat perilaku yang tidak
penampilan ditandai selama dalam produktif
dengan perawatan 2. Dorong pasien 2. Untuk
mengungkapkan Obektif: klien tidak melakukan meningkatkan rasa
persepsi yang akan mengalami perawatan diri kemandirian dan
mencerminkan perubahan 3. Dorong pasien control
perubahan penampilan lebih untuk 3. Kedukaan harus
pandangan tentang lanjut selama dalam mengungkapkan mendahului
tubuh individu dalam perawtan kedukaan tentang penerimaan.
penampilan, trauma Outcomes: dalam kehilangannya. 4. Untuk memvalidasi
pada bagian yang waktu 3X24 jam 4. Terima persepsi perasaannya.
tidak berfungsi, perawatan klien akan diri pasien dan 5. Agar klien dapat
perubahan dalam menunjukkan hasil berikan jaminan mengungkapkan
keterlibatan sosial. dengan kriteria : bahwa ia dapat keluhannya dan
- Tidak mngatasi krisis ini memperbaiki
mengungkapkan 5. Berikan kesalah pahaman.
perasaan yang kesempatan kepada 6. Untuk mendukung
mencerminkan pasien untuk adapatasi dan
perubahan menyatakan kemajuan yang
pandangan perasaan tentang berkelanjutan
tentang tubuh citra tubuhnya dan
individu dalam hospitalisasi
penampilan 6. Bimbing dan
- Tidak trauma kuatkan fokus
pada bagian yang pasien pada aspek-
tidak berfungsi aspek positif dari
lebih lanjut penampilannya dan
- Tidak terjadi upayanya dalam
perubahan dalam menyesuaikan diri
keterlibatan sosial dengan perubahan
citra tubuhnya
Hambatan mobilitas Goal : klien tidak 1. Dorong partisipasi 1. kesempatan untuk
fisik berhubungan akan mengalami pada aktivitas mengeluarkan
dengan kaku sendi hambatan mobilitas terapeutik/rekreasi. energi,
ditandai dengan fisik lebih lanjut Pertahankan memfokuskan
pergerakan lambat, selama dalam rangsangan kembali perhatian,
pergerakan tidak perawatan. lingkungan, contoh meningkatkan rasa
terkoordinasi, Objective : klien : radio, TV, koran, kontrol diri/harga
keterbatasan rentang tidak akan barang milik diri, dan membantu
pergerakan sendi. mengalami kaku pribadi, jam, menurunkan isolasi
sendi lebih lanjut kelender, sosial.
selama dalam kunjungan
perawatan keluarga/teman.
Outcomes: dalam
waktu 3x24 jam 2. Instruksikan pasien 2. Meningkatkan
perawatan pasien untuk bantu dalam aliran darah ke otot
menunjukan hasil rentang gerak dan tulang untuk
dengan kriteria: pasien/aktif meningkatkan
 Tidak mengalami (ROM) pada tonus otot,
keterbatasan ekstremitas yang mempertahankan
rentang sakit dan yang tak gerak sendi,
pergerakan sendi sakit. mencegah
 Tidak mengalami kontraktur/atrofi,
pergerakan yang dan resorbsi
lambat. kalsium karena
 Tidak mengalami tidak digunakan.
pergerakan yang 3. Bantu/dorong
tidak perawatan 3. Meningkatkan
terkoordinasi. diri/kebersihan kekuatan otot dan
(mandi, sirkulasi,
mencukur). meningkatkan
kontrol pasien
dalam situasi,
meningkatkan
kesehatan diri
4. Berikan/bantu langsung.
mobilisasi dengan
kursi roda, kruk, 4. Mobilisasi dini
tongkat, sesegera menurunkan
mungkin. komplikasi tirah
Instruksikan baring dan
keamanan dalam meningkatkan
menggunakan alat penyembuhan dan
imobilitas. normalisasi fungsi
organ. Belajar
memperbaiki cara
menggunakan alat
penting untuk
mempertahankan
mobilisasi optimal
Kolaborasi dan keamana
5. Konsul dengan ahli pasien.
terapi fisik/okupasi
dan/atau
5. Berguna dalam
rehabilitasi
membuat aktivitas
spesialis.
individual/program
latihan.
6. Rujuk ke perawat
spesialis psikiatrik
6. Pasien/orang
klinikal/ahli terapi
terdekat
sesuai indikasi.
memerlukan
tindakan intensif
lebih
unutkmenerima
kenyataan
kondisi/prognosis,
imobilisasi lama,
mengalami
kehilangan kontrol.

4. Implementasi Keperawatan.
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana
tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat

5. EvaluasiKeperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah
keperawatan telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan
mengacu pada Kriteria evaluasi.
BAB III

PENUTUP

.1 Kesimpulan
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponemapallidumssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses
manifestasi ulkus sepertiulkus atau granuloma (mother yaw). Penyakit ini adalah
penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada
orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/trauma.
Pada awal terjadinya infeksi frambusia agen akan berkembang baik didalam
jaringan penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma buah arbei,
yang memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit,
kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan
persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan menyerang kulit, otot, serta
persendian. Proses penyebaran frambusia ada 2, yaitu penularan secara langsung
(direct contact), dan penularan secara tidak langsung (indirect contact)
Gejala klinis frambusia terdiri atas 3 stadium yaitu: stadium I, stadium II.
Stadium III, selain itu jua dibagi lagi dalam beberapa tahapan antara lain; tahap
prepatogenesis, tahap inkubasi, tahap dini, tahap lanjut, dan tahap pasca
patogenesis.

3.2 Saran

Frambusia merupakan penyakit kulit yang dapat menular, banyak hal yang
dapat membuat penyakit frambusia dapat terjadi, salah satunya yaitu kondisi
tempat yang kotor dan tidak sehat. Oleh karena itu, diharapkan bagi semua
masyarakat untuk selalu memperhatikan kondisi lingkungannya dan menjaga
kesehatan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan tempat tinggal.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA Internasional. 2011. Diagnosis KeperawatanDefinisidanKlasifikasi 2012-2014.


EGC: Jakarta

Taylor, Cynthia M. & Sheila Spark Ralph. Diagnosis


KeperawatandenganRencanaAsuhan, Ed.10. EGC: Jakarta

Doenges, marlin dkk. 1999. Rencanaasuhankeperawatan. Jakarta: EGC


Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2007
Departemen Kesehatan Repubik Indonesia Direktorat Jenderal pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai