Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“EPIDEMIOLOGI PENYAKIT FRAMBUSIA”


Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Epidemiologi
Dosen Pembimbing : Ns. Eko Prabowo S.kep M,.Kes

Disusun Oleh:
HABIB SYAPUTRA RAHMANSYAH (201320100003)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BAKTI INDONESIA BANYUWANGI
2022

i|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah “Epidemiologi Penyakit Frambusia” untuk memenuhi tugas di fakultas
ilmu kesehatan Masyarakat Universitas Bakti Indonesia Banyuwamgi.
Penyusunan makalah ini tidak dapat lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada

1. Ns. Eko Prabowo S.kep M,.Kes selaku dosen mata kuliah


”Epidemiologi Penyakit Menular”

2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang


membantu dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.


Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran semua pihak demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini.

Habib Syaputra Rahmansyah

Banyuwangi 26 Oktober 2022

ii | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar belakang .............................................................................................1


B. Rumusan masalah ........................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................4

A. Pengertian Frambusia ..................................................................................4


B. Pendekatan ..................................................................................................5
C. Faktor Risiko ...............................................................................................6
D. Riwayat Alamiah .........................................................................................6
E. Etiologi Pencegahan ....................................................................................7

BAB III PENUTUP ...............................................................................................8

A. Kesimpulan .................................................................................................8
B. Saran ...........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................10

iii | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan


kemiskinan dan hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari
kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah
terpencil yang sulit dijangkau .

Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan


melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui
benturan, gigitan, maupun pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit
frambusia terbatas hanya pada kulit saja. Namun dapat juga mempengaruhi tulang
bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi frambusia hilang dengan
sendirinya, Infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5-10 tahun, 10% dari pasien yang tidak menerima pengobatan
akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang rawan,
kulit, serta jaringan halus yang akan mengakibatkan disabilitas yang
melumpuhkan serta stigma social.

Beban penyakit selama periode 1990an, frambusia merupakan permasalahan


kesehatan masyarakat yang terdapat hanya di tiga Negara di asia tenggara, yaitu
india, Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam pemberantasan
frambusia, tidak terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004.
Yaitu Zeroincidence + No sero positive cases among < 5 children.

Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan 8 dari 30


provinsi 95% dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya
dilaporkan dari 4 provinsi, yaitu : Nusa tenggara timur, Sulawesi tenggara, Papua
dan Maluku.pelaksanaan program pemberantasan penyakit ini sempat tersendat
pada tahun-tahun terakhir, terutama disebabkan oleh keterbatasan sumber daya.
Upaya-upaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan perhatian yang lebih
besar sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan dan memperkuat
program ini.

Di Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemic di 6 dari 13 distrik.


Data yang dapat dipercaya tidak terdapat di Negara ini. Pendekatan yang terpadu
sedang direncanakan, dengan mengkombinasikan pemberantasan penyakit kaki
gajah dan frambusia, serta pengontrolan cacing tanah. Sinergi program semacam
ini merupakan pendekatan utama yang harus didukung.

2|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Frambusia


2. Apa Etiologi Frambusia
3. Bagaimana Cara Pencegahan Frambusia
4. Mengetahui cara pendekatan frambusia
5. Mengetahui factor risiko frambusia
6. Mengetahui riwayat alamiah frambusia

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian frambusia


2. Mengetahui etiologi frambusia
3. Mengetahui cara pencegahan frambusia
4. Mengetahui cara pendekatan frambusia
5. Mengetahui riwayat alamiah frambusia
6. Mengetahui factor risiko frambusia

3|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FRAMBUSIA

Frambusia atau dengan nama lain patek, pian, dan yaws merupakan salah
satu penyakit menular yang paling umum menyerang anak-anak dan
disebabkan oleh kuman Treponema pallidum subspesies pertenue. Penyebaran
penyakit frambusia terjadi akibat adanya kontak langsung kulit
yang luka atau mengalami lesi dengan penderita. Daerah tropis dengan tingkat
kelembaban yang tinggi, ditambah dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang rendah, tingkat kepadatan penduduk tinggi, sanitasi dan perilaku hidup
yang tidak baik serta sehat menjadi faktor yang mendukung penyebaran
penyakit ini (Wanti, Sinaga, Irfan, & Ganggar, 2013).

Jumlah kasus frambusia di Indonesia yang dilaporkan mengalami


penurunan dari tahun ke tahun yaitu dari jumlah kasus sebesar 7751 kasus
pada tahun 2009 menurun hingga 1521 kasus pada tahun 2014. Namun angka
kasus kembali naik pada tahun 2015 yaitu sebesar 3379 kasus (WHO,
Eradication of Yaws, 2018). Untuk menangani masalah Kesehatan ini maka
pada tahun 2017, telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 8 tahun 2017 Tentang Eradikasi Frambusia dengan
pertimbangan bahwa penyakit frambusia masih menjadi permasalahan
kesehatan masyarakat di Indonesia sehingga perlu adanya eradikasi
frambusia. Dituliskan pada pasal 1 bahwa “Eradikasi Frambusia adalah upaya
pembasmian yang dilakukan secara berkelanjutan untuk menghilangkan
Frambusia secara permanen sehingga tidak menjadi masalah kesehatan
masyarakat secara nasional” (PERMENKES, 2017).

Eradikasi frambusia bisa dinyatakan berhasil disuatu daerah apabila tidak


ditemukan kasus baru frambusia selama 3 tahun dan tidak ditemukan bukti
transmisi penyakit frambusia pada anak umur 1-5 tahun yang diukur dari
survei serologi. Namun apabila keadaan tersebut masih ditemukan maka

4|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


masih perlu diadakan pengobatan massal yaitu pengobatan diberikan pada
sumber penularan dan anggota masyarakat yang kontak dengannya
(PERMENKES, 2017).

5|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


B. PENDEKATAN

Pendekatan penyakit frambusia dilihat dari segitiga epidemiologi adalah

1. Host (Penjamu)
Host (Penjamu) adalah makhluk hidup yang menjadi tempat terjadinya
perkembangan penyakit. Karakteristik host atau pejamu pada penyakit
frambusia dapat dilihat dari golongan umur, jenis kelamin, dan tingkat
Pendidikan (Trisnadewi, Esa, & Jaweng, 2015). Frambusia lebih banyak
menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun dan banyak
ditemukan pada anak-anak umur antara 3–15 tahun dan dapat menyerang
baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan tergantung dari gaya
hidup dan PHBSnya (Arisanti, Tanjung, & Cahyani, 2019). Karakteristik
lainnya dari host adalah pengetahuan. Rendahnya tingkat pengetahuan
menyebabkan kemungkinan terserang frambusia lebih besar.
2. Agent (Agen)
Frambusia disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum subspesies
pertenue, bakteri berbentuk spiral (spirochete) terkait erat dengan
organisme penyebab penyakit sifilis. Treponema pallidum ssp. pertenue
adalah salah satu dari empat penyakit treponema yang menyerang
manusia (Marks, Mitja, Solomon, Asiedu, & Mabey, 2014).
Treponema pallidum adalah spirochaete yang tidak dapat dikultur
secara invitro. Bakteri ini memiliki motilitas dan dapat bergerak dalam
lingkungan seperti gel misalnya jaringan ikat. Bakteri ini mudah mati
dalam lingkungan yang kering, terkena paparan oksigen atau mengalami
pemanasan, dan tidak dapat bertahan hidup di luar tubuh host. Keempat
treponema patogen tidak dapat dibedakan secara morfologis dan
serologis, dan memiliki setidaknya 99% urutan DNA homology. Seluruh
genom telah menunjukkan bahwa genom Treponema pallidum ssp.
pertenue berbeda hanya 0,2% dari Treponema pallidum ssp, yang
merupakan penyebab organisme penyebab sifilis kelamin (Marks, Mitja,
Solomon, Asiedu, & Mabey, 2014)
3. Environment (Lingkungan)

6|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


Risiko penularan penyakit frambusia biasanya terjadi pada daerah
dengan kondisi sosial-ekonomi rendah (umumnya pada negara
berkembang), daerah padat penduduk, daerah dengan iklim tropis dan
curah hujan tinggi serta sanitasi yang kurang baik perorangan maupun
lingkungan (Khairina, 2013).

7|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


C. FAKTOR RISIKO

Penyakit frambusia adalah penyakit menular yang sangat erat


hubungannya dengan perilaku, keadaan rumah, dan pengetahuan masyarakat.
Masyarakat yang kurang berperilaku hidup bersih dan sehat, mandi tidak
menggunakan air bersih dan sabun resikonya akan meningkat dua kali lebih
besar untuk mengalami frambusia dan Potensi risiko akan tiga kali lebih besar
akan mengalami frambusia bagi masyarakat yang memiliki kebiasaan
menggunakan handuk Bersama (Sitanggang, et al., 2017).

Faktor risiko lain dari penyakit frambusia adalah keadaan rumah


masyarakat. Rumah yang sehat adalah rumah yang dapat membuat
penghuninya tinggal dengan aman dan nyaman serta terhindar dari penularan
penyakit. Beberapa ciri rumah yang sehat adalah rumah yang memiliki akses
sumber air bersih dan luas bangunannya sesuai dengan jumlah penghuni
rumah tersebut. Penyakit frambusia adalah penyakit yang cara penularannya
melalui kontak langsung dengan penderita maka apabila luas rumah tidak
sesuai dengan jumlah penghuni ditambah lagi dengan akses bukaan atau
ventilasi dalam rumah yang kurang maka akan semakin mempercepat proses
penularan penyakit dari anggota keluarga yang satu ke anggota keluarga yang
lain (Wanti, Sinaga, Irfan, & Ganggar, 2013).

Faktor pengetahuan juga turut menjadi faktor risiko penyakit frambusia.


Kurangnya pengetahuan dan informasi terkait penyakit frambusia dapat
membuat penularan penyakit tersebut semakin cepat (Tanaefeto, Nursalam, &
Ulfiana, 2012).

8|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


D. RIWAYAT ALAMIAH

Riwayat alamiah penyakit meningitis dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap
pre-patogenesis, patogenesis, dan pasca-patogenesis.

1. Tahap Pre-patogenesis

Pada tahap pre-patogenesis terjadi interaksi antara host, agent, dan


lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit frambusia. Penderita
belum menunjukan tanda gejala sakit. Penularan dari manusia ke manusia
terjadi melalui kontak secara langsung maupun tidak langsung antara
penderita dengan manusia yang masih sehat.

Penularan secara langsung terjadi apabila seorang penderita


bersentuhan kulit dengan orang lain yang memiliki luka. Sedangkan
penularan tidak langsung dapat terjadi melalui perantara hewan namun hal
ini jarang terjadi.

Frambusia ditularkan dari orang ke orang melalui kontak kulit


langsung dengan cairan yang berasal dari lesi awal yang tidak diobati.
Meskipun lesi dapat sembuh secara spontan, beberapa lesi mungkin
kambuh. Tanpa pengobatan, penyakit ini dapat sembuh spontan atau
menjadi laten dan muncul kembali sebagai frambusia lambat. Lesi
frambusia yang terlambat dari 2 tahun atau lebih (lesi hiperkeratosis
palmar dan plantar, lesi tulang) umumnya tidak menular (WHO,
Eradication of Yaws, 2018).

Kasus frambusia sering terlihat di kelompok temporal dalam


komunitas tetangga, karena penularan terjadi terutama di antara anak-
anak di rumah, di sekolah atau di tempat bermain. Kondisi higienis yang
buruk (akses air terbatas) dan kepadatan penduduk adalah beberapa faktor
yang diyakini dapat meningkatkan penularan penyakit.

Sekitar 75% kasus frambusia baru terlihat di antara anak-anak berusia


kurang dari 15 tahun. Masa inkubasi antara 9 dan 90 hari, dengan periode
rata-rata 21 hari (WHO, Eradication of Yaws, 2018).

9|Epidemiologi Penyakit Menular Frambusia


2. Tahap Patogenesis

Masa inkubasi penyakit frambusia yaitu berlangsung selama 2 – 3


minggu, yang dimulai dengan munculnya benjolan-benjolan kecil tanpa
nanah namun dengan permukaan yang basah dan tanpa rasa sakit.
Benjolan ini akan muncul diatas permukaan kulit. Pada tahap lanjut, akan
muncul gejala lain yaitu benjolan-benjolan mulai menyebar ke area
telapak tangan dan kaki, hingga ke persendian dan tulang (Marks, Mitja,
Solomon, Asiedu, & Mabey, 2014).

3. Tahap Pasca pathogenesis

a. Terdapat tiga kemungkinan pada perjalanan akhir penyakit ini yaitu :


Sembuh namun meninggalkan cacat berupa kerusakan kulit dan
tulang. 10-20% penderita frambusia bisa mengalami kecacatan.
b. Sembuh namun dalam tubuh masih menyimpan bibit penyakit dan
menjadi carrier.
c. Penyakit bersifat kronik dan dapat menyebabkan kecacatan.

Manifestasi klinis penyakit frambusia yang tidak diobati terbagi menjadi


3 tahap yaitu :

1. Stadium Primer

Lesi primer atau yang disebut dengan “mother yaw” atau papula (lesi yang
menonjol) terbentuk di tempat masuknya organisme (seperti sebagai
abrasi mikro) setelah masa inkubasi 9-90 hari. Papula mungkin kemudian
berkembang menjadi lesi kecil seperti kembang kol kekuningan
(papiloma), yang tumbuh secara bertahap dan mengembangkan pusat
berlubang ditutupi dengan kerak kuning (ulkus dan ulseropapilloma).
Pada 65-85% kasus, lesi utama frambusia terlihat di kaki dan pergelangan
kaki. Namun, mereka dapat ditemukan di wajah, leher, ketiak, lengan,
tangan dan bokong. Lesi awal, yang sangat menular, dapat memakan
waktu 3-6 bulan untuk sembuh, meninggalkan bekas luka berlubang
dengan margin gelap (WHO, Eradication of Yaws, 2018).

10 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
2. Stadium Primer

Tahap sekunder frambusia ditandai dengan lebih banyak lesi, yang


mungkin muncul di wajah, leher, ketiak, lengan, dan kaki. Lesi juga dapat
muncul pada telapak kaki, sehingga membuat penderita sulit untuk
berjalan kondisi ini telah disebut "crab-yaws" (hiperkeratosis). Lesi
sekunder terjadi setelah penyebaran organisme penyebab masuk ke dalam
darah dan getah bening, Penyebaran treponema hematogen dan limfatik
dapat menyebabkan perkembangan menjadi frambusia sekunder, yang
dominan mempengaruhi kulit dan tulang. Beberapa lesi sekunder paling
sering muncul dalam 2 tahun pertama setelah munculnya lesi frambusia primer.
Gejala frambusia sekunder yang paling umum dan tidak spesifik
adalah Nyeri sendi (artralgia) dan malaise (Marks, Mitja, Solomon,
Asiedu, & Mabey, 2014).

3. Stadium Laten Frambusia

Jika tidak diobati, lesi infeksi frambusia primer dan sekunder akan
sembuh secara spontan dan penyakit dapat memasuki masa laten dan
hamper tidak memiliki gejala. Frambusia laten hanya dapat dideteksi
sebagai hasil pengujian serologis (WHO, Eradication of Yaws, 2018).

4. Stadium Tersier

Meskipun penyembuhan spontan dapat terjadi dalam banyak kasus,


sebagian kecil dapat berkembang dari stadium laten ke stadium tersier.
Tahap destruktif dan tidak menular penyakit ini ditandai dengan pembentukan
gumma dan mungkin muncul setelah periode latensi. Tahap
ini mempengaruhi tulang, sendi dan jaringan lunak, dan sering
menyebabkan kelainan bentuk kulit, tulang rawan dan tulang. Kasus-
kasus seperti itu dapat berkembang menjadi parah dan menyebabkan cacat
pada wajah dan kaki yang dapat menghalangi anak-anak dari bersekolah
dan orang dewasa dari bekerja (WHO, 2013)

11 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
Perubahan skeletal terjadi pada stadium akhir penyakit frambusia.
Perubahan skeletal ini termasuk periostitis hipertrofi, hidrartrosis, osteitis
dan periostitis gumatosa, dan osteomielitis. Akibat frambusia yang paling
berbahaya, yang terjadi kira-kira 1 persen dari pasien yang tidak diobati,
adalah rhinofaringitis mutilans (gangosa), atau destruksi hebat dari tulang
nasal, maksila, bibir atas dan bagian tengah wajah dengan adanya
perforasi dari hidung dan palatum (Khairina, 2013).

12 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
E. ETIOLOGI DAN PENCEGAHAN

Penyakit frambusia adalah penyakit yang menyerang jaringan kulit, sendi


hingga tulang yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum subspesies
pertenue. Karakteristik bakteri Treponema pertenue yaitu tidak tahan kering,
dingin dan panas. Treponema pertenue berkembang biak sangat lambat yaitu
setiap 30-33 jam pada manusia dan hewan percobaan (Khairina, 2013).
Penularan penyakit frambusia terjadi melalui kontak langsung antara kulit
orang yang menderita penyakit ini dengan orang yang sehat.

Infektivitas Treponema pertenue dapat dilihat dari kemampuan bakteri


tersebut untuk berkembang biak didalam jaringan host dan menyebabkan
perubahan fisik dapat terjadi pada tubuh host yaitu munculnya benjolan kecil
dengan permukaan basah diatas permukaan kulit hingga menyebabkan
kerusakan jaringan kulit (Trisnadewi, Esa, & Jaweng, 2015).

Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah yang endemis frambusia apabila


ditemukan paling sedikit 1 kasus frambusia diwilayah tersebut.
Penanggulangan pada daerah yang endemis Frambusia dapat dilakukan
melalui beberapa kegiatan yang meliputi :

1. Promosi Keluarga
2. Pengendalian faktor risiko
3. Pemberian Obat Pencegahan secara Massal (POPM) Frambusia
4. Surveilans Frambusia

Kegiatan-kegiatan tersebut disebut harus dilakukan secara intensif, dan


bersinergi dengan berbagai sektor pada daerah-daerah yang endemis melalui
pendekatan keluarga dengan menerapkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas).

1. Promosi Kesehatan

Bakteri penyebab frambusia hanya hidup di tubuh manusia dan


ditularkan antar manusia. Pada dasarnya, jika semua anggota populasi
memiliki gaya hidup bersih dan sehat, terutama jika mereka menjaga

13 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
kebersihan pribadi seperti mandi dengan menggunakan air dan sabun,
maka infeksi frambusia populasi dapat dihentikan. Promosi untuk
menghentikan penularan frambusia dilakukan dengan melakukan
kegiatan sosialisasi frambusia dan kampanye penggunaan air, sabun, dan
pemeliharaan kebersihan lingkungan. Melalui kegiatan promosi ini, maka
dapat meningkatkan pengetahuan umum tentang penularan frambusia dan
perilaku hidup bersih dan sehat komunitas.

2. Pengendalian Faktor Risiko

Pengendalian faktor yang berpotensi menyebabkan frambusia dapat


dihilangkan melalui pencegahan penularan dengan kesadaran untuk hidup
secara bersih dan sehat. Disamping itu, masyarakat yang memiliki kontak
dengan penderita juga harus segera memeriksakan diri agar penemuan
kasus dapat dilakukan secara dini sehingga dapat memutus mata rantai
penularan disuatu daerah.

3. Pemberian Obat Pencegahan secara Massal (POPM) Frambusia

Upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk menghilangkan penyakit


frambusia adalah dengan memberikan obat pencegahan secara massal
kepada penduduk yang dilakukan secara serentak yang kemudian diikuti
dengan pelaksanaan surveilans secara intensif agar rantai penularan
penyakit dapat dihentikan disemua wilayah tersebut. Kedua hal ini dapat
terwujud apabila strategi eradikasi frambusia terus dilakukan yaitu
penemuan dan pelaporan kasus yang ditemukan harus sesegera mungkin
dilaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang terkait.

Jenis obat yang diberikan kepada penderita frambusia adalah


Azitromisin dosis tunggal. Apabila pada daerah yang dilakukan kegiatan
POPM tidak tersedia obat Azitrimisin, maka dapat diganti dengan obat
lain yang direkomendasikan oleh ahlinya.

Pemberian Obat Pencegahan secara Massal ditujukan kepada


pendudukan didaerah endemis dengan rentang usia 6 sampai 69 tahun

14 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
kecuali yang ditunda pengobatanya seperti ibu hamil, penduduk dengan
penyakit bawaan atau mengalami alergi terhadap zat tertentu.

Hasil kegiatan POPM pada penduduk harus dicatat dan dilaporkan.


Pelaporan kegitan POPM dimulai dari pendataan penduduk yang menjadi
sasaran POPM dan saat pelaksanaan kegiatan POPM Frambusia di Pos
Pelaksana Pemberian Obat. Seluruh rangkaian kegiatan harus dilakukan
secara teliti dan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah hasil laporan
cakupan pemberian obat pencegahan.

Dalam pelaksanaan kegiatan POPM selalu harus dilakukan monitoring


dan evaluasi. Monitoring dilakukan pada seluruh proses kegiatan yang
dimulai dari proses pelaksanaan POPM total pendudu hingga proses
perekaman hasil kegiatan. Apabila perekaman hasil kegiatan
mendapatkan laporan yang tidak baik, maka POPM dinyatakan tidak
berhasil. Kegiatan evaluasi juga dilakukan pada seluruh tahap kegiatan
POPM namun lebih difokuskan pada hasil akhir yaitu masih ada atau
tidaknya penularan penyakit frambusia. Hal tersebut dilakukan dengan
melaksanakan survei serologi yang kemudian diikuti oleh kegiatan
surveilans.

Kegiatan evaluasi yang tidak dilakukan dengan baik akan memberikan


hasil informasi yang tidak adekuat misalnya kasus frambusia yang terjadi
dimasyarakat tidak termonitor oleh system surveilans sehingga seakan-
akan tidak ada kasus frambusia lagi disuatu daerah. Oleh karena kegiatan
evaluasi ini merupakan hal yang sangat kritis karena akan menentukan
langkah proses pengendalian frambusia selanjutnya maka kegiatan ini
juga harus selalu di monitor dan dievaluasi dengan ketat.

4. Surveilans Frambusia

Kegiatan surveilans merupakan pengamatan yang dilakukan secara


sistematis dan berkelanjutan terhadap data dan informasi tentang suatu
penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan

15 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien
untuk melaksanakan program Eradikasi Frambusia.

6 kegiatan pokok surveilans adalah :

a. Penemuan, pengolahan, analisis dan pelaporan kasus Frambusia


b. Upaya penemuan dini semua kasus Frambusia
c. Pemetaan endemisitas dan risiko penularan Frambusia
d. Monitoring dan evaluasi kegiatan POPM Frambusia
e. Survei serologi (PERMENKES, 2017).

16 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Penyakit frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan


kemiskinan dan hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari
kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah
terpencil yang sulit dijangkau .

Frambusia atau dengan nama lain patek, pian, dan yaws merupakan salah
satu penyakit menular yang paling umum menyerang anak-anak dan
disebabkan oleh kuman Treponema pallidum subspesies pertenue.

Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah yang endemis frambusia apabila


ditemukan paling sedikit 1 kasus frambusia diwilayah tersebut.
Penanggulangan pada daerah yang endemis Frambusia dapat dilakukan
melalui beberapa kegiatan yang meliputi : Promosi Keluarga, Pengendalian faktor
risiko, Pemberian Obat Pencegahan secara Massal (POPM) Frambusia Surveilans
Frambusia.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan kita tentang
apa itu penyakit menular frambusia dan dapat kita praktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.

17 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a
DAFTAR PUSTAKA

Arisanti Y Tanjung R &, C. V. (2019). Gambaran Umum Kasus Frambusia


Setelah Pengobatan Massal dengan Azirotmisin di kota. Jayapura: Bulletin
Penelitian Kesehatan Vol 47 No 2 77 82.
Khairina. (2013). Frambusia. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Marks M Mitja O Solomon A W, A. (2014). Yaws British Medical Bulletin 1-10.
PERMENKES NO.8 TAHUN 2017. (2017). ERADIKASI FRAMBUSIA.
Sitanggang Y.A, Hutapea, H, Suhardi S, , & Maladan , Y, Wahyuni, T & Rokmad
M.F. (2017). Serologic observation and risk faktor of yaws in Hama di
public Health Center. Jayapura: Health Science Journal of indonesia.
Tanaefeto Y.G. Nursalam &, & Ulfiana E. (2012). Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku Pencegahan Penyakit Frambusia. Indonesian
Journal of Community Health Nursing.
Trisna Dewi N W Esa V S , & Jaaweng Y P. (2015 ). Epidemiologi Penyakit
Menular Frambusia . Kupang: Jurusan Epidemiologi Dan Biostatistika
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana.
Wanti Sinaga E R Irfan, & Ganggar M. (2013). Kondisi Sarana Air Bersih
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Terhadap Frambusia Pada Anak-anak.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 8 No 2.
WHO. (2013). Sustaining the drive to evercome the global impact of neglected
tropical disease. Geneva WHO.
WHO. (2018). Eradication of Yaws. Geneva Switzerland . WHO Document
Production Services.

18 | E p i d e m i o l o g i P e n y a k i t M e n u l a r F r a m b u s i a

Anda mungkin juga menyukai