Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR - ZOONOSIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Epidemiologi Penyakit Menular”

Dosen Pengampu:
Mega Utami Basra, S.K.M., M.K.M.

Disusun Oleh:
Kelompok 7

1. Delfi Astriandini 2011212069


2. Najla Giva Tsuraya 2011212076
3. Ratu Qhaisya Desma 2011212070

A4
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang kami beri judul “Epidemiologi Penyakit
Menular Zoonosis”. Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Epidemiologi Penyakit Menular.
Tak lupa kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Mega Utami Basra, S.K.M.,
M.K.M. selaku dosen pengampu mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular, serta teman-
teman mahasiswa yang telah berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan di dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun
kami butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami selaku penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi para pembacanya.

Padang, 31 Oktober 2021

Kelompok 7
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penulisan 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Zoonosis di Indonesia 6
B. Penyebab Zoonosis 8
C. Alur Penularan Zoonosis 16
D. Etiologi Zoonosis 20
E. Pencegahan dan Penanggulangan Zoonosis 21

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 23
B. Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Salah satu penyakit zoonosis adalah toksoplasmosis yang disebabkan oleh
protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi secara kongenital yang
nantinya menyebabkan perkapuran pada bayi, korioretinitis, hidrosefalus, mikrosefalus,
gangguan psikologis, gangguan perkembangan mental pada anak setelah lahir dan kejang-
kejang. Toksoplasmosis menimbulkan kerugian ekonomi akibat abortus, kelainan
kongenital, dan potensi penyebaran bagi manusia (Nurcahyo, 2014). Parasit tersebut
mampu menginfeksi hampir semua jenis sel berinti (nucleated cell) termasuk leukosit pada
manusia dan berbagai jenis mamalia darat maupun air, bangsa burung bahkan serangga
(Fatoni, 2015).
Akhir-akhir ini, ancaman penyakit zoonosis dengan beraneka ragam penyebab menjadi
semakin meningkat dari satu negara ke negara lainnya. Terjadinya ledakan jumlah
penduduk, kejadian perang, dan perusakan lingkungan yang progresif menyebabkan
terjadinya perpindahan orangorang yang tidak terhitung jumlahnya ke area yang baru.
Konsekuensi dari kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya perpindahan orang dari
daerah perkotaan ke tempat-tempat penampungan yang tentunya berdampak pada
terjadinya penurunan status higiene dan kesehatan dari masyarakat. Hal ini disebabkan
karena orang-orang pindahan tersebut bertempat tinggal dekat dengan tempat pembuangan
sampah, dan ketergantungan mereka dengan air yang terkontaminasi sehingga akan
memfasilitasi adanya kontak yang erat antara manusia dengan rodensia, hewan liar, ataupun
parasit yang berpotensi sebagai sumber penyakit pada manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa kondisi terkini zoonosis di Indonesia?
2. Apa penyebab penyakit zoonosis?
3. Bagaimana alur penularan penyakit zoonosis?
4. Apa etiologi penyakit zoonosis?
5. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan penyakit zoonosis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi terkini zoonosis di Indonesia
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit zoonosis
3. Untuk mengetahui alur penularan penyakit zoonosis
4. Untuk mengetahui etiologi penyakit zoonosis
5. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan penyakit zoonosis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Zoonosis di Indonesia

Indonesia punya potensi wabah penyakit zoonosis, yakni penyakit yang


ditularkan oleh hewan ke manusia. Jenis penyakit ini pun terkadang tidak bisa
diprediksi kemunculannya. Kemampuan pendeteksian zoonosis di Indonesia masih
rendah, dan interaksi antara satwa liar dengan manusia di Indonesia juga semakin
terbuka.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan lima penyakit zoonosis yang


berpotensi menjadi wabah di masa mendatang yakni rabies, flu burung,
leptospirosis, antraks, dan brucellosis.
Berikut salah satu contoh peta persebaran kasus rabies di Indonesia pada tahun 2019.
Dari peta tersebut menunjukkan bahwa luasnya provinsi yang termasuk ke dalam endemik
rabies. Hanya beberapa daerah yang berada dalam zona hijau (bebas endemik) yakni
Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Pulau Sumbawa, dan Pulau Papua.
B. Penyebab Zoonosis

BERDASARKAN AGEN PENYEBAB

A. Zoonosis yang Disebabkan oleh Bakteri

1. Tuberkulosis (TBC)
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri ini berbentuk batang dengan panjang 1−4 m. Spesies yang dapat
menimbulkan infeksi pada manusia adalah M. bovis dan M. kansasi. Gejala yang
ditimbulkan berupa gangguan pernapasan, batuk berdarah, badan menjadi kurus dan
lemah. Bakteri ini berpindah dari saluran pernapasan melalui percikan dahak, bersin,
tertawa atau berbicara, kontak langsung, atau dari bahan pangan dan air minum yang
tercemar.

2. Bruselosis
Bruselosis disebabkan oleh bakteri Brucella, yaitu bakteri berbentuk batang dan
bersifat gram negatif. Strain Brucella yang menginfeksi manusia yaitu B. abortus,
B. melitensis, B. suis, dan B. canis.
Masa inkubasi bruselosis pada manusia berkisar antara 1−2 bulan, kemudian
penyakit dapat bersifat akut atau kronis. Bruselosis akut ditandai dengan gejala klinis
berupa demam undulant secara berselang, berkeringat, kedinginan, batuk, sesak
napas, turun berat badan, sakit kepala, depresi, kelelahan, artalgia, mialgia, orkhitis
pada laki-laki, dan abortus spontan pada wanita hamil.
Bruselosis menular ke manusia melalui konsumsi susu dan produk susu yang tidak
dipasteurisasi, atau kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi, seperti darah,
urine, cairan kelahiran, selaput tetus, dan cairan vagina. Daging mentah dan sumsum
tulang juga dapat menularkan bakteri Brucella ke manusia, selain melalui aerosol,
kontaminasi kulit yang luka, dan membran mukosa, yang biasanya terjadi pada
pekerja rumah potong hewan dan peternak. Wanita hamil yang terinfeksi bruselosis
dapat menularkan kuman Brucella ke janin melalui plasenta sehingga
mengakibatkan abortus spontan dan kematian fetus intrauterine pada kehamilan
trimester pertama dan kedua (Gholami 2000). Penularan di antara hewan terjadi
akibat perkawinan alami, kontak dengan janin yang terinfeksi, dan cairan janin.
3. Salmonelosis
Penyebab salmonelosis adalah bakteri Salmonella serovar typhi. Bakteri ini
berkembang biak dalam makanan yang terbuat dari daging, susu, atau telur dalam
kondisi suhu dan kelembapan yang cocok sehingga menimbulkan sakit bila
dikonsumsi manusia (Purnomo 1992). Gejala yang ditimbulkan setelah infeksi
adalah demam, diare disertai lendir, kadang berdarah. Hewan yang terkena
salmonela tidak boleh dipotong.
4. Antraks
Penyebab antraks adalah bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini berbentuk batang
dan termasuk kelompok gram positif dan bersifat patogenik. Di alam, bakteri
membentuk spora yang sulit dimusnahkan dan dapat bertahan hingga puluhan tahun
di dalam tanah sehingga bisa menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia.
Pada manusia dikenal tiga bentuk penyakit antraks berdasarkan cara penularannya,
yaitu: 1) melalui kulit atau kontak langsung dengan bakteri antraks, terutama pada
kulit yang terluka, 2) melalui inhalasi, yaitu terisapnya spora antraks sebagai aerosol,
dan 3) melalui intestinal atau usus yang terjadi karena penularan secara oral melalui
konsumsi daging mentah atau daging yang mengandung antraks yang dimasak
kurang matang.
5. Q. fever
Penyebab Q. fever adalah bakteri Coxiella burnetii. Q. fever dapat menular melalui
kontak langsung dengan sumber penular yang terinfeksi, juga partikel debu yang
terkontaminasi agens penyebab.
Beberapa vektor yang sangat berperan dalam penyebaran penyakit Q. fever adalah
mamalia, burung, dan anthropoda, khususnya caplak. Caplak dapat menjadi
perantara pada hewan, tetapi tidak pada manusia (Maurin dan Raoult 1999). Selain
hewan peliharaan anjing dan kucing, tikus juga merupakan hewan perantara yang
potensial dalam penularan ke manusia. Hewan mamalia yang terinfeksi umumnya
akan mengeluarkan bakteri pada urine, feses, susu, dan plasenta dari fetus yang
dilahirkan (Baca dan Paretsky 1983). Pada manusia, penularannya dapat terjadi
melalui transfusi darah maupun luka pada kulit. Gejala klinis pada manusia yaitu
demam mirip gejala influenza dan sering kali diikuti dengan radang paru. Penyakit
Q. fever sering kali bersifat menahun dan menimbulkan kondisi yang fatal, yaitu
kegagalan fungsi hati, radang tulang, radang otak, gangguan pembuluh darah, dan
peradangan jantung (endokarditis), yang berakibat pada kematian (Rice dan Madico
2005; Setiono 2007).
6. Leptospirosis
Penyebab leptospirosis adalah bakteri Leptospira sp. yang berbentuk spiral dan
mempunyai 170 serotipe. Sebagian nama serotipe diambil dari nama penderita, misalnya
L. pomona, L. harjo, L. earick. Leptospira dikeluarkan melalui air seni reservoir utama,
seperti sapi, anjing, dan tikus yang kemudian mencemari lingkungan terutama air.
Manusia tertular leptospira melalui kontak langsung dengan hewan atau lingkungan
yang tercemar.
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet, luka atau selaput
mukosa. Pada hewan, Leptospira menyebabkan ikteus (kekuningan) ringan sampai berat
dan anemia, hepar membesar dan mudah rusak, serta ginjal membengkak. Pada manusia
terjadi hepatomegali dengan degenerasi hepar serta nefritis anemia, ikteus hemolitik,
meningitis, dan pneumonia (Widarso dan Wilfried 2002 ).
B. Zoonosis yang Disebabkan oleh Virus

1. Flu Burung
Flu burung (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus AI jenis
H5N1. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang
terinfeksi. Virus menular melalui cairan/lendir yang berasal dari hidung, mulut, mata
(konjuntiva), dan kotoran (feses) dari unggas yang sakit ke lingkungan; kontak langsung
dengan ternak sakit; melalui aerosol (udara) berupa percikan cairan/lendir dan muntahan
cairan/lendir, air, dan peralatan yang terkontaminasi virus AI.
Gejala klinis pada manusia ditandai dengan demam suhu 38°C, batuk, nyeri
tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia, infeksi mata, dan nyeri otot.
Masa inkubasi pada unggas berlangsung 1 minggu, sedangkan pada manusia 1−3 hari
setelah timbul gejala sampai 21 hari.
2. Flu babi (swine flu)
Penyebab flu babi adalah virus H3N1, termasuk virus influenza tipe A subtipe
H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, yang merupakan satu genus dengan virus flu burung H5N1.
Influenza babi biasanya muncul ketika babi yang berasal dari kawasan terinfeksi
dimasukkan ke kawasan yang peka. Penyakit ini sering muncul secara bersamaan pada
beberapa peternakan di suatu daerah dan menyebabkan terjadinya wabah. Virus keluar
melalui ingus dan menular dari babi ke babi lain melalui kontak langsung atau mengirup
partikel-partikel kecil dalam air yang mengandung virus. Virus influenza babi dapat
menginfeksi manusia, terutama yang kontak atau dekat dengan babi, seperti jagal dan
peternak. Gejala utama flu babi mirip gejala influenza pada umumnya, seperti demam,
batuk, pilek, lesu, letih, nyeri tenggorokan, penurunan nafsu makan dan mungkin diikuti
mual, muntah, dan diare. Gejala klinis masa inkubasi 1−3 hari.
3. Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi yang menyerang susunan
syaraf pusat, terutama menular melalui gigitan anjing dan kucing. Penyakit ini bersifat
zoonosik, disebabkan oleh virus Lyssa dari famili Rhabdoviridae.
Infeksi pada manusia biasanya bersifat fatal (mengakibatkan kematian). Gejala dan
tanda klinis utama meliputi:
1) nyeri dan panas (demam) disertai kesemutan pada bekas luka gigitan,
2) tonus otot aktivitas simpatik meninggi dengan gejala hiperhidrosis (keluar banyak
air liur), hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan dilatasi pupil, dan
3) hidrofobia. Sekali gejala klinis timbul biasanya diakhiri dengan kematian.
Masa inkubasi pada manusia bervariasi dari beberapa hari sampai bertahuntahun,
bergantung pada jauh dekatnya tempat gigitan dengan otak. Makin dekat tempat gigitan
dengan otak, masa inkubasinya semakin cepat (Bell et al. 1988). Bila infeksi pada
manusia telah memperlihatkan gejala klinis, umumnya akan berakhir dengan kematian.
Untuk mencegah infeksi rabies pada suatu daerah, perlu dilakukan penangkapan dan
vaksinasi anjing liar serta anjing peliharaan.

C. Zoonosis yang Disebabkan oleh Parasit

1. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit protozoa bersel tunggal yang dikenal
dengan nama Toxoplasma gondii. Penyakit menimbulkan ensefalitis (peradangan pada
otak) yang serius serta kematian, keguguran, dan cacat bawaan pada janin/bayi. T.
gondii dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu trofozoit, kista, dan oosit dan dapat
menular pada berbagai jenis hewan. Walaupun inang definitifnya sebangsa kucing dan
hewan dari famili Felidae, semua hewan berdarah panas dan mamalia seperti anjing,
sapi, kambing, dan burung juga berperan dalam melanjutkan siklus T. gondii.
Pada manusia, penularannya dapat melalui makanan, minuman, tangan yang kotor,
dan peralatan yang tercemar telur toksoplasma maupun kistanya. Apabila kista berada
di otak akan menunjukkan gejala epilepsi dan bila berada di retina akan menimbulkan
kebutaan (Hiswani 2010).
2. Taeniasis
Taeniasis ditularkan secara oral karena memakan daging yang mengandung larva
cacing pita, baik daging babi (Taenia solium) maupun daging sapi (Taenia saginata).
Dengan kata lain, penularan taeniasis dapat terjadi karena mengonsumsi makanan yang
tercemar telur cacing pita dan dari kotoran penderita sehingga terjadi infeksi pada
saluran pencernaan (cacing pita dewasa hanya hidup dalam saluran pencernaan
manusia).
Gejala klinis penyakit taeniasis adalah gangguan syaraf, 13arasite, anoreksia, berat
badan menurun, sakit perut atau gangguan pencernaan. Dapat pula menimbulkan mual,
muntah, diare atau sembelit. Cacing dapat pula keluar seperti lembaran pita ketika
buang air besar (Depkes 2010).
3. Skabiosis (penyakit kudis)
Skabiosis disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei. Tungau menyerang induk
semangnya dengan cara menginfestasi kulit kemudian bergerak dengan membuat
terowongan di bawah lapisan kulit (stratum korneum dan lusidum) sehingga
menyebabkan gatal-gatal, rambut rontok, dan kulit rusak (Urquhart et al. 1989). Kudis
(S. scabiei) dapat terjadi pada hewan berdarah panas, seperti kambing, domba, kerbau,
sapi, kuda, babi, anjing, unta, marmot, kelinci, kucing, dan hewan liar (Arlian 1989).
Gejala klinis pada manusia akibat infestasi tungau berupa rasa gatal yang parah
pada malam hari atau setelah mandi. Rasa gatal diduga akibat sensitivitas kulit terhadap
eksret dan 13arasi tungau. Fimiani et al. (1997) melaporkan S. scabiei mampu
memproduksi substan proteolitik dalam terowongan yang dibuatnya untuk aktivitas
makan dan melekatkan telur pada terowongan tersebut. Pencegahan pada manusia
dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan penderita dan
mencegah penggunaan barang-barang secara 13arasit-sama, seperti pakaian. Handuk
dianjurkan dicuci dengan air panas dan disetrika. Seprai diganti maksimal tiap tiga hari.
Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air, seperti bantal dan guling dijemur di
bawah sinar matahari 14arasi dibalik 20 menit sekali. Kebersihan tubuh dan
lingkungan, termasuk sanitasi dan pola hidup sehat akan mempercepat penyembuhan
dan memutus siklus hidup S. scabiei (Wendel dan Rompalo 2002).
4. Filariasis (penyakit kaki gajah)
Filariasis disebabkan oleh nematoda 14arasite cacing gelang genus Filaria
wucherina bancrofti. Cacing hidup dan berkembang biak dalam darah dan jaringan
penderita.
Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk yang mengisap darah seseorang yang tertular.
Darah yang terinfeksi dan mengandung larva akan ditularkan ke orang lain melalui
gigitan. Gejala yang terlihat berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung
zakar (skrotum), serta keluhan sumbatan pada pembuluh limfe (Yusufs 2008).
5. Myasis
Parasit penyebab myasis adalah Chrysomya bezziana (Gandahusada et al. 1998).
Patogenesis myasis pada hewan dan manusia sama. Kejadian myasis pada ternak
diawali dengan adanya luka gigitan caplak yang kemudian dihinggapi lalat C. bezziana
dan akhirnya bertelur pada jaringan. Telur menetas menjadi larva dan memakan
jaringan bekas gigitan lalu terjadi borok yang penuh dengan larva lalat tersebut.
Gejala umum pada manusia antara lain adalah demam, gatal-gatal, sakit kepala,
vertigo, eritrema, radang, dan pendarahan yang memicu terjadinya infeksi sekunder
oleh bakteri. Darah penderita myasis akan menunjukkan gejala hipereosinofilia dan
meningkatnya jumlah neutropil (Humphrey et al. 1980; Ripert 2000; Talary et al. 2002).

D. Zoonosis yang Disebabkan oleh Jamur


1. Kurap (ringworm/tinea)
Penyakit kurap/kadas/ringworm disebabkan oleh cendawan dermatofita yang biasa
tumbuh di daerah lembap dan hangat. Penyakit kurap biasanya menyerang rambut
(Tinea ceapitis), kulit (Tinea corponis), sela jari kaki (Tinea pedis) atau athlete foot,
dan paha (Tinea curis) atau jock itch karena cendawan ini mampu hidup di bagian tubuh
T. ceapitis yang mempunyai zat kitin. Beberapa spesies cendawan kelompok
dermatofita yang sering menyerang anjing dan kucing adalah Microsporum canis,
Trichophyton mentagrophytes, dan Microsporum gypseum.
Gejala klinisnya berupa cincin melingkar pada tempat yang terinfeksi dan
kebotakan bulu dan rambut pada bagian yang terserang dan bagian tubuh yang
mengandung karatin. Gejala yang ditimbulkan adalah bercak merah, bernanah, dan
bulu rontok, terutama pada kulit bagian muka, leher, dan punggung. Penularannya
melalui kontak langsung. Jamur yang berhasil melekat pada kulit menyebabkan
patologik. Derajat keasaman kulit juga memengaruhi pertumbuhan jamur. Apabila
jamur tumbuh pada lapisan kulit mati bagian dalam (keratin) maka pertumbuhannya
bersifat mengarah ke dalam karena toksin yang dihasilkan menyebabkan jaringannya
hidup. Epidemis dan dermis yang kaya pembuluh darah berusaha melawan alergen
yang berbentuk toksin tersebut sehingga terjadi radang kulit (Wibowo 2010).

BERDASARKAN RESERVOIR UTAMANYA


1. Anthropozoonosis
Penyakit yang dapat secara bebas berkembang di alam di antara hewan liar maupun
domestik. Manusia hanya kadang terinfeksi dan akan menjadi titik akhir dari infeksi.
Padajenis ini, manusia tidak dapat menularkan kepada hewan atau manusia lain. Berbagai
penyakit yang masuk dalam golongan ini yaitu Rabies, Leptospirosis, tularemia, dan
hidatidosis.

2. Zooantroponosis
Zoonosis yang berlangsung secara bebas pada manusia atau merupakan penyakit
manusia dan hanya kadang-kadang saja menyerang hewan sebagai titik terakhir. Termasuk
dalam golongan ini yaitu tuberkulosis tipe humanus disebabkan oleh Mycobactertum
tubercullosis, amebiasis dan difteri.

3. Amphixenosis
Dalam bentuk zoonosis ini, manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang
cocok untuk agen penyebab penyakit dan infeksi tetap berjalan secara bebas tanpa adanya
campur tangan atau keterlibatan kelompok lain (manusia atau hewan). Contoh:
Staphylococcosis dan Streptococcosis

C. Alur Penularan Zoonosis

1. Zoonosis Langsung (Direct Zoonosis)


Zoonosis yang berlangsung di alam hanya dengan satu vertebrata saja dan agen
penyebab penyakit hanya sedikit berubah atau malahan tidak mengalami perubahan sama
sekali selama penularan. Agen penyakit ditularkan dari induk semang vertebrata ke induk
semang vertebrata lainnya yang peka secara kontak melalui media (vehicle) ataupun
melalui vektor mekanis.
2. Siklo-Zoonosis
Siklo-zoonosis ini dalam penularannya memerlukan lebih dari satu vertebrata, tetapi
tidak melibatkan invertebrata. Siklo-zoonosis dapat dibedakan menjadi beberapa hal
sebagai berikut.
a. Obligatory-Siklozoonosis
Bilamana manusia mutlak diperlukan sebagai induk semang antara.

b. Cyclo-anthropozoonosis
Bilamana manusia bukan merupakan suatu keharusan, malahan sering merupakan
pengecualian.
3. Meta-zoonosis
Yaitu penyakit yang di dalam penularannya memerlukan vertebrata maupun
invertebrata. Di dalam invertebrata, agen penyebab dapat berkembang biak (sebagai
reservoir) atau bisa berkembang jadi phase lain (bukan reservoir). Metazoonosis ini
memerlukan periode ekstrinsik di dalam invertebrata sebelum berpisah ke induk semang
vertebrata.
Berdasarkan jumlah induk semang vertebrata/invertebrata yang diperlukan maka
Metazoonosis dapat dibedakan atas 4 subtipe yaitu:
a. Subtipe I: memerlukan hanya 1 invertebrata (Yellow fever)

b. Subtipe II: memerlukan 1 vertebrata dan 2 invertebrata (Paragonomiasis)

c. Subtipe III: memerlukan 2 vertebrata dan 1 invertebrata (Clonorchiasis)

d. Subtipe IV: penularan karena ovum (Louping Ill)


4. Saprozoonosis
Siklus penularan golongan ini tergantung pada benda-benda bukan hewan (non-
animal) seperti zat organik (termasuk pangan), tanah, tumbuhan, sampah, dan lain-lain,
sebagai reservoir atau tempat penting untuk perkembangannya. Contoh: Histoplasmosis,
Blastomikosis.

5. Konsumsi makanan yang terkontaminasi

Susu yang tidak dipasteurisasi, daging atau telur yang kurang matang, serta buah dan
sayuran mentah yang terkontaminasi kotoran atau urine hewan yang terinfeksi juga bisa
menjadi media penularan penyakit. Makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan
penyakit, baik pada manusia maupun hewan, termasuk hewan peliharaan. Makanan kotor ini
bisa berasal dari dalam rumah atau pun dari rumah makan.

6. Air kotor

Penyakit infeksi zoonosis juga dapat terjadi ketika seseorang minum atau menggunakan air
yang telah terkontaminasi kotoran, darah, atau urine dari hewan yang terinfeksi.
Pada dasarnya, penyakit zoonosis bisa menyerang siapa saja, tetapi lebih umum terjadi di
daerah yang sanitasinya buruk atau di daerah tropis, di mana hewan dan serangga penyebab
penyakit zoonosis banyak ditemukan. Contohnya adalah nyamuk, yang lebih banyak
ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan tinggi, termasuk Indonesia.
Selain itu, ada beberapa orang yang lebih berisiko terkena infeksi, termasuk penyakit
infeksi yang ditularkan oleh hewan. Kelompok ini termasuk bayi dan anak-anak, para lansia,
wanita hamil, serta orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti pasien kanker,
malnutrisi, atau ODHA.
D. Etiologi Zoonosis

Zoonosis dapat menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat karena hubungan yang dekat
antara manusia dengan hewan, baik sebagai sumber pangan, hewan peliharaan, maupun
penunjang kegiatan manusia. Penyakit zoonosis bisa saja menimbulkan gejala ringan dan dapat
sembuh dengan sendirinya. Namun, tidak sedikit pula yang dapat menimbulkan gejala serius
dan berpotensi menyebabkan kematian. Ada banyak jenis hewan yang dapat menularkan
penyakit zoonosis kepada manusia, di antaranya:
1. Nyamuk, misalnya Aedes aegypti dan Anopheles
2. Unggas dan burung, termasuk ayam dan bebek
3. Serangga, seperti tungau dan kutu
4. Hewan liar, misalnya kelelawar, monyet, dan tikus
5. Hewan ternak, seperti sapi dan babi
6. Hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing
7. Hewan yang tinggal di air, seperti keong dan siput

Macam-Macam Penyakit Zoonosis


Berikut ini adalah beberapa jenis penyakit yang tergolong sebagai zoonosis:

1. Anthraks
2. Cacingan, misalnya infeksi cacing gelang (askariasis) dan cacing pita (taeniasis)
3. Demam berdarah
4. Malaria
5. Kaki gajah atau filariasis
6. Chikungunya
7. Pes
8. Infeksi bakteri Salmonella atau demam tifoid (tifus/tipes)
9. Toksoplasmosis
10. Flu burung
11. Leptospirosis
12. Listeriosis
13. Rabies
14. Cacar monyet
15. Ebola
16. Dermatofitosis, seperti tinea corporis, tinea capitis, atau tinea barbae

Selain berbagai jenis penyakit di atas, masih ada banyak penyakit yang bisa menular dari hewan
ke manusia. Sebagai contoh, penyakit COVID-19 yang kini sedang menjadi wabah global atau
pandemi diduga berasal dari hewan liar, seperti kelelawar.
Virus nipah yang diprediksi berpotensi menjadi pandemi juga merupakan salah satu jenis virus
yang bersifat zoonotik atau dapat menular melalui hewan.

E. Pencegahan dan Penanggulangan Zoonosis

Pencegahan Zoonosis

Upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis pada manusia meliputi:


• Mengendalikan zoonosis pada hewan dengan eradikasi atau eliminasi hewan yang positif
secara serologis dan melalui vaksinasi.
• Memantau kesehatan ternak dan tata laksana peternakan di tingkat peter- nak.
• Mensosialisasikan gejala klinis awal penyakit zoonosis di peternakan atau rumah potong
hewan dan sesegera mungkin melaporkan dan mengambil tindakan terhadap ternak maupun
pekerja yang tertular penyakit.
• Memperketat pengawasan lalu lintas ternak dengan menerapkan sistem karantina yang ketat,
terutama dari negara tertular.
• Melarang impor sapi dan produknya, pakan ternak, hormon, tepung tulang, dan gelatin yang
berasal dari sapi dari negara yang belum bebas pe-nyakit menular.
• Menjaga kebersihan kandang denganmenyemprotkan desinfektan.
• Menggunakan alat pelindung sepertisarung tangan, masker hidung, kacamata pelindung,
sepatu boot yang dapat didesinfeksi, dan penutup kepala bila mengurus hewan yang sakit.
• Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan sebelum mengolah pangan setelah memegang
daging mentah, menangani karkas atau mengurus ternak.
• Memasak dengan benar daging sapi, daging unggas, dan makanan laut serta menghindari
mengonsumsi makanan mentah atau daging yang kurang masak.
• Menjaga makanan agar tidak terkonta- minasi hewan piaraan atau serangga.• Menggunakan
sarung tangan bila berkebun, menghindari feses kucing saat menyingkirkan bak pasir yang
tidak terpakai.
• Memantau nyamuk dan lalat di daerah endemis dan mengawasi lalu lintas ternak.
• Jika tergigit anjing atau kucing, segera mencuci luka bekas gigitan dengan sabun di bawah
kucuran air mengalir selama 10-15 menit agar dinding virus yang terbuat dari lemak rusak oleh
sabun.
• Segera ke dokter atau ke rumah sakit untuk mendapat vaksinasi.

Penanggulangan Zoonosis di Indonesia

Di tingkat pemerintah pusat, zoonosis ditangani oleh Kementerian Kesehatan dan


Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Pemerintah juga menetapkan jenis zoonosis yang
memerlukan prioritas untuk dikendalikan dan ditangani melalui Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 237/Kpts/PK.400/M/3/2019 tentang Penetapan Zoonosis Prioritas. Jenis zoonosis
prioritas tersebut adalah:

1. Avian influenza;
2. Rabies;
3. Anthrax;
4. Brucellosis;
5. Leptospirosis;
6. Japanese B. encephalitis;
7. Bovine tuberculosis;
8. Salmonellosis;
9. Schistosomiasis;
10. Q fever;
11. Campylobacteriosis;
12. Trichinellosis;
13. Paratuberculosis;
14. Toxoplasmosis; dan
15. Cysticercosis/taeniasis.

Pengendalian dan penanggulangan zoonosis di atas dilakukan dengan prioritas nasional dan
dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Zoonosis pada manusia dan hewan merupakan kendala dalam usaha peternakan dan
kesehatan manusia. Penyakit ini harus mendapat perhatian yang serius dari lembaga terkait
untuk menekan penyebarannya. Zoonosis dapat menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat
karena hubungan yang dekat antara manusia dengan hewan, baik sebagai sumber pangan,
hewan peliharaan, maupun penunjang kegiatan manusia. Zoonosis memiliki jenis yang
berbeda-beda, tergantung cara penyebarannya.

Pada dasarnya, penyakit zoonosis bisa menyerang siapa saja, tetapi lebih umum terjadi di
daerah yang sanitasinya buruk atau di daerah tropis, di mana hewan dan serangga penyebab
penyakit zoonosis banyak ditemukan. Contohnya adalah nyamuk, yang lebih banyak
ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan tinggi, termasuk Indonesia. Terdapat banyak
cara pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan untuk menghambat pertumbuhan
penyakit zoonosis ini

B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

- Khairiyah. (2011). ZOONOSIS DAN UPAYA PENCEGAHANNYA


(KASUS SUMATERA UTARA). Jurnal Litbang Pertanian, 30(3).
- Suardana, I. W. (2015). Buku Ajar Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke
Manusia.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/e2d05d078da91394f678
d154a496c428.pdf
- Yudhastuti, R. (2012). Penyakit Bersumber Binatang dan Pengendaliannya.
https://repository.unair.ac.id/41188/9/634. 41188.pdf
- World Health Organization (1959). "Joint WHO/FAO Expert Committee on
Zoonoses: Second Report" (PDF). WHO Technical Report Series. 169: 1–83.
- Soejodono, R.R. 2004. Zoonosis Labora-torium Kesmavet. Departemen
Penyakit Hewan dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan Institute
Pertanian Bogor. 241 hlm.

Anda mungkin juga menyukai