Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH

UPAYA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DENGAN JALUR


DIPLOMASI

Nama Anggota:

Fharadiba Marshanda Nabila E.

Meisa Dwi Lieni

Najla Giva Tsuraya

Tri Murniati



XI. MS I

SMAN Plus Prov. Riau


A. Latar Belakang

Upaya Mempertahankan Kemerdekaan RI melalui Diplomasi (Perundingan) Belanda benar-


benar belum mau meninggalkan Indonesia. Konflik Indonesia-Belanda tidak dapat dihindari.
Kontak senjata dan perundingan dilakukan oleh kedua negara. Bagaimana perjuangan bangsa
Indonesia dalam upaya untuk mencapai kedaulatan? Bangsa Indonesia juga sadar bahwa
kekuatan senjata bukan satu-satunya jalan untuk mencapai kemerdekaan.

Jalur diplomasi atau perundingan adalah jalan lain yang perlu ditempuh bangsa Indonesia. Hal
ini juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih
mencintai kemerdekaan. Diplomasi kadang tidak selamanya menguntungkan bangsa Indonesia,
bisa saja sebaliknya. Berikut akan dibahas beberapa upaya yang ditempuh untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui jalur diplomasi, yakni sebagai berikut:

a. Perjanjian Linggarjati
Sebab / Latar Belakang perjanjian Linggarjati Perjanjian Linggarjati merupakan langkah-
langkah yang diambil oleh pemerintah Republik Indonesia untuk memperoleh pengakuan
kedaulatan dari pemerintah Belanda. Sebelumnya, diplomat dari Inggris, Sir Archibald
Clark Kerr mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hoogwe Veluwe dari
tanggal 14 – 25 April 1946 untuk menyelesaikan konflik. Namun perundingan tersebut
gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera,
dan Madura, namun Belanda hanya mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
Sehingga dengan gagalnya perundingan di Hoogwe Veluwe ini, maka kemudian
diselenggarakan kembali perundingan di Linggarjati, Jawa Barat.

b. Hasil perundingan ini tetap memberikan kesempatan untuk Belanda membangun


kedaulatannya di Indonesia. Pada dasarnya pihak Belanda terpaksa untuk mengakui
kedaulatan wilayah Indonesia. Namun hasil yang paling diingat dari perundingan ini
adalah adanya pengakuan de facto dari Belanda. Bukan hanya Belanda, perundingan
linggarjati juga berdampak terhadap negara asing lainnya yang berangsur-angsur
mengakui kekuasaan RI. Kesepakatan pemberntukan RIS yang membuat Indonesia jharus
menjadi bagian persemakmuran kerajaan Belanda
c. PBB membantu penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dengan membentuk
Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri atas: 1. Australia, dipilih oleh Indonesia; 2.
Belgia, dipilih oleh Belanda; 3. Amerika Serikat, dipilih oleh Australia dan Belanda.
Komisi Tiga Negara tiba di Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1947 dan segera
melakukan kontak dengan Indonesia maupun Belanda. Indonesia dan Belanda tidak mau
mengadakan pertemuan di wilayah yang dikuasai oleh salah satu pihak. Oleh karena itu,
Amerika Serikat menawarkan untuk mengadakan pertemuan di geladak Kapal Renville
milik Amerika Serikat. Indonesia dan Belanda kemudian menerima tawaran Amerika
Serikat.
B. Pembahasan

Mempertahankan Kemerdekaan dengan Jalan Diplomasi

Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggrajati dilaksanakan disebuah daerah dekat Cirebon Jawa Barat tanggal 11-15
November 1946. Pihak Indonesia diwakili oleh Mr. Moh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan
A.K. Gani. Pihak Belanda diwakili oleh Max Van Poll, F. de Baer, dan H.J Van Mook.
Perjanjian dipimpin oleh Lord Killearn dengan beberapa saksi yakni Amir Syarifudin,
dr.Leimena, dr.Sudarsono, dan Ali Budiarjo. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta
juga hadir dalam perjanjian tersebut.

Hasil perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak diberitahukan pada 15 November
1946. Berikut adalah pokok-pokok hasil dari perjanjian Linggarjati :

• Wilayah Sumatera, Jawa, dan Madura merupakan wilayah kekuasaan Indonesia yang
diakui Belanda secara de facto dan harus segera ditinggal paling lambat pada tanggal 1 Januari
1949.

• Sebelum tanggal 1 Januari 1949 akan dibentuk Republik Indonesia Serikat atas kerjasama
Republik Indonesia dan Belanda.

• Ratu Belanda akan menjadi ketua Uni Indonesia-Belanda bentukan Republik Indonesia
Serikat dan Belanda.

Selesainya perjanjian Linggarjati maka Komite Nasional Indonesia Pusat mengesahkan


pada tanggal 25 Februari 1947 di Istana Negara Jakarta. Kemudian persetujuannya
ditandatangani oleh Indonesia dan Belanda tanggal 25 Maret 1947. Pihak Indonesia merasa
dirugikan karena mendapatkan luas wilayah yang jauh lebih kecil namun ada sisi
menguntungkan karena telah mendapat pengakuan secara politik atas kemerdekaan yakni oleh
pemerintah Inggris, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Arab yang mempengaruhi kedudukan
politik Indonesia di mata dunia.
Pro dan Kontra Perjanjian Linggarjati

Pro dan Kontra mewarnai naskah persetujuan tersebut. Ada partai-partai politik yang menentang
yakni PNI, Angkatan Comunis Muda (Acoma), Partai Wanita, Partai Rakyat Indonesia, Partai
Rakyat Jelata, dan Laskar Rakyat Jawa Barat. Sementara partai-partai yang menduking
yakni. Perindo, PKI, Partai Buruh, BTI, partai Katholik, Laskar Rakyat, dan Parkindo sedangkan
Dewan Pusat Kongres Pemuda memilih bersikap netral untuk menjaga persatuan antara
organisasi-organisasi yang membentuknya.

Pemerintah mengubah kekuatan dalam KNIP dengan kekuatan pendukung perjnajian Linggarjati
menjadi lebih besar. Dikeluarkannya peraturan pemerintah No.6/1946 pada bulan Desember
yakni dimana isinya adalah terkait penambahan anggota KNIP yang ditentang keras oleh partai-
partai penolak perjnajian Linggarjati. Namun siding pleno KNIP terus berlanjut hingga
menghasilkan 232 anggota baru KNIP dan persetujuan perjanjian Linggarjati dapat diteruskan.

Meski ada pro dan kontra pada perjanjian Linggarjati namun Indonesia tetap bersedia
menandatanganinya dengan alasan :

 Bangsa Indonesia yakin bahwa jalan yang paling baik dan aman untuk tercapainya tujuan bangsa
adalah dengan jalan damai.
 Dukungan simpati dari pihak internasional akan datang bila menempuh cara damai.
 Ada kesempatan untuk memperkuat militer Indonesia yang masih lemah.
 Untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan maka jalan diplomasi lah yang paling tepat untuk
dipilih.

Hubungan Indonesia-Belanda tidak bertambah baik meski telah ditandatangani perjanjian


Linggarjati. 27 Mei 1947 Belanda melalui Misi ldenburg menyampaikan nota kepada Pemerintah
Indonesia yang harus dijawab dalam waktu dua minggu. Isi nota tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pemerintahan peralihan bersama harus dibentuk.


2. Mengadakan Garis Demiliterisasi.
3. Untuk membangun suatu pertahanan yang modern diperlukan sebagian Angkatan Darat, Laut,
dan Udara dari Kerajaan Hindia Belanda berada di Indonesia.
4. Perlindungan kepentingan dalam dan luar negeri dilakukan dengan membentuk kepolisian.

Pemerintah RI menyampaikan nota balasan pada 8 Juni 1947, yang mana isi nota tersebut
antara lain sebagai berikut :

1. Meski tidak selaras dengan Perjanjian Linggajati namun pemerintah RI menyetujui pembentukan
Negara indonesia Timur.
2. Keamanan dalam zona Bebas Militer akan diserahkan kepada polisi. Dalam dan pemerintah RI
menyetujui demiliterisasi antara daerah demarkasi kedua belah pihak.
3. Pertahanan Republik Indonesia Serikat harus dilakukan oleh tentara nasional masing-masing
sehingga tidak perlu adanya pertahanan bersama.

Namun, nota balasan yang disampaikan Sutan Syahrir tersebut dianggap terlalu lemah.
Sehingga mengakibatnya semakin banyak partai-partai dalam KNIP yang menentangnya.
Akhirnya Kabinet Syahrir memilih untuk menyerahkan kembali mandatnya kepada Presiden
Soekarno.

Belanda menyatakan Agresi Militer I

Pihak Belanda yang masih menafsirkan lain isi dari perjanjian Linggarjati mengadakan Agresi
Militer I tanggal 21 Juli 1947. Sementara itu pihak Indonesia mengirim Sutan Syahrir, H. Agus
Salim, Sudjatmoko, dan Dr. Sumitro Djojohadikusumo untuk datang ke sidang Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) dengan harapan agar posisi Indonesia semaki kuat dalam dunia
internasional. kehadiran wakil Indonesia menjadi perbincangan peserta sidang PBB lainnya.

Dewan Keamanan PBB memberikan perintah agar diberlakukan gencatan senjata dan
mengirimkan komisi jasa baik yang beranggotakan tiga Negara atau di Indonesia dikenal dengan
sebutan Komisi Tiga Negara (KTN) yakni Australia atas usulan Indonesia diwakili Richard C.
Kirby, Belgia atas usulan Belanda diwakili Paul Van Zeeland, dan Amerika Serikat sebagai
anggota ketiga diwakili Frank Graham.
Perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, perjanjian ini merupakan
perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang bertempat di atas kapal perang Amerika
Serikat USS Renville, di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan dimoderasi oleh Komisi Tiga
Negara (KTN), “Committee of Good Offices for Indonesia”, yaitu perwakilan dari Amerika
Serikat, Australia, dan Belgia.

Perjanjian ini bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Linggarjati tahun 1946.
Perjanjian ini berisi kesepakatan batas antara wilayah Indonesia dengan Belanda yang dikenal
dengan nama Garis Van Mook.

Latar Belakang Perjanjian Renville

Dewan Keamanan PBB memerintahkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia
pada tanggal 1 Agustus 1947. Gubernur Jendral Van Mook dari Belanda melakukan gencatan
senjata pada tanggal 5 Agustus.

Pada 25 Agustus, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat
bahwa Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik Indonesia-Belanda secara damai dengan
membentuk Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia
yang dipilih Indonesia, dan Amerika Serikat sebagai negara yang dipilih oleh kedua pihak.

Kemudian pada 29 Agustus 1947, Belanda mencanangkan garis Van Mook yang membatasi
wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi hanya tersisa sepertiga Pulau Jawa
dan kebanyakan pulau di Sumatra, tetapi Indonesia tidak mendapat wilayah utama penghasil
makanan. Blokade oleh Belanda juga mencegah masuknya persenjataan, makanan dan pakaian
menuju ke wilayah Indonesia.
Tokoh Yang Hadir Di Perjanjian Renville

1. Delegasi Indonesia di wakili oleh Amir syarifudin (ketua), Ali Sastroamijoyo, H.


Agus Salim, Dr.J. Leimena, Dr. Coatik Len, dan Nasrun.
2. Delegasi Belanda di wakili oleh R.Abdul Kadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H..A.L.
Van Vredenburg, Dr.P.J. Koets, dan Mr.Dr.Chr.Soumokil.
3. PBB sebagai mediator di wakili oleh Frank Graham (ketua), Paul Van Zeeland, dan
Richard Kirby

Isi Perjanjian Renville

1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia.
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda.
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan
di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Dampak Perjanjian Renville Bagi Indonesia

Indonesia terpaksa menyetujui RIS

Salah satu dampak perjanjian Renville bagi Indonesia adalah perubahan bentuk negara
Indonesia. Pada awal pembentukan negara Indonesia, Indonesia memproklamirkan diri sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala
pemerintahan. Akan tetapi, dalam perundingan Renville ini, Indonesia harus mengubah bentuk
negaranya menjadi Republik Indonesia Serikat yang merupakan negara persemakmuran Belanda.
Perubahan bentuk negara ini merupakan syarat yang diajukan Belanda untuk dapat mengakui
kedaulatan Indonesia. akan tetapi, dengan Perbedaan Bentuk Negara Kesatuan Dengan Negara
Serikat tersebut berarti Indonesia tidak sepenuhnya berdaulat karena masih memiliki keterkaitan
kekuasaan dengan pemerintah Belanda
Terbentuk kabinet Amir Syarifudin II

Setelah perjanjian Renville ditandatangani, tidak hanya bentuk negara Indonesia yang berubah.
Indonesia juga harus mengubah sistem pemerintahan dan konstitusi negara. Perubahan sistem
pemerintahan tersebut berubah dari sistem presidensial ke sistem parlementer. Dengan kata lain
presiden hanya akan menjadi kepala negara, bukan lagi kepala pemerintahan. Untuk kepala
pemerintahan akan dipimpin oleh seorang perdana menteri. itulah yang menjadi Perbedaan
Sistem Pemerintahan Presidensial Dengan Parlementer. Oleh karena itu, maka dilakukan
pemilihan untuk presiden dan perdana menteri. Presiden yang terpilih tetap Ir. Soekarno.
Sedangkan untuk kepala pemerintahan, terpilihlah Mr. Amir Syarifudin sebagai perdana menteri.
Setelah itu, dibentuklah kabinet baru yang merupakan bentukan Amir Syarifuddin. Sebelumnya
Amir Syarifuddin juga telah mendapat mandate untuk memimpin kabinet peralihan setelah
gagalnya kabinet syahrir sebagai dampak runtuhnya perjanjian linggarjati. Dan dengan
ditandatanganinya perjanjian Renville ini menandai dibentuknya kabinet Amir Syarifuddin II.

Timbul reaksi keras pada kabinet

Kabinet yang baru dianggap memiliki kebijakan yang memberatkan rakyat dan pro Belanda.
Banyak partai politik yang melancarkan aksi protes terhadap kebijakan – kebijakan pemerintah
baru tersebut. Lebih jauh lagi, partai politik bahkan menarik wakilnya dari dalam kabinet. Rakyat
menganggap Amir Syarifuddin menjual Indonesia kepada Belanda. Pada akhirnya, kabinet ini
tidak bertahan lama dan bubar pada akhir Januari 1948. Pada tnggal 23 Januari 1948 Amir
Syarifuddin menyerahkan kembali mandatnya ke Presiden. Reaksi terhadap kabinet ini juga
mencerminkan Terjadinya Disintegrasi Nasional Bangsa.

Wilayah kekuasaan Republik Indonesia berkurang

Wilayah Indonesia berdasar perjanjian Renville lebih kecil dari yang ditetapkan pada perjanjian
sebelumnya yaitu perjanjian Linggarjati. Menurut perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia
meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura. Sedangkan menurut perjanjian Renville, Indonesia
meliputi sebagian Sumatera, Jawa Tengah, dan Madura. Dengan disetujuinya perjanjian
Renville, maka Indonesia juga menyetujui wilayah Indonesia yang dibatasi oleh garis Van Mook.
Garis Van Mook adalah garis yang ditetapkan sebagai batas wilayah yang dimiliki Belanda dan
Indonesia. wilayah yang pada agresi militer Belanda I telah dikuasai oleh Belanda kemudian
harus diakui sebagai daerah dudukan Belanda dan lepas dari wilayah Indonesia.

Perekonomian Indonesia diblokade oleh Belanda

Setelah mencengkeram keadaan politik Indonesia, Belanda juga mengekang perekonomian


Indonesia. Pengurangan wilayah Indonesia membuat wilayah yang diduduki oleh Belanda juga
bertambah. Bermukimnya belanda di beberapa wilayah seperti Jawa Barat sayangnya juga
berdampak bagi kegiatan perekonomian di Indonesia. Dengan perjanjian Renville, bentuk
pemerintahan negara Indonesia berubah. Dan selama masa peralihan menjadi Republik Indonesia
Serikat, Belanda masih berkuasa atas Indonesia. oleh karena itu, Belanda memblokade
pergerakan ekonomi Indonesia dengan tujuan pejuang Indonesia akan semakin menderita dan
menyerah kepada Belanda. selain itu, beberapa asset milik Indonesia berada dibawah kekuasaan
Belanda, yang tentu saja memberikan keuntungan bagi perekonomian Belanda. dampak
perjanjian Renville bagi Indonesia tidak hanya dalam bidang politik, tapi juga ekonomi.

Pihak Indonesia harus menarik pasukan

Melemahnya kekuatan militer Indonesia merupakan salah satu dampak perjanjian Renville bagi
Indonesia. Dengan perjanjian yang terkait mengenai wilayah tersebut, maka Indonesia terpaksa
menarik pasukannya dari wilayah Indonesia yang menurut perjanjian Renville menjadi daerah
dudukan Belanda. hal ini juga bisa dikatakan melemahkan militer Indonesia. Pasukan Indonesia
harus ditarik dari daerah penduduk sipil. Akan tetapi pasukan Indonesia secara diam-diam tetap
melakukan perang gerilya.

Meletus agresi militer II

Setelah perjanjian Renville, ditetapkanlah garis Van Mook sebagai batas wilayah yang diduduki
Belanda dan wilayah yang dimiliki Indonesia. Pada masa itulah terjadi gencatan senjata antara
Indonesia dengan Belanda. Akan tetapi, pada akhir tahun 1948, pasukan Indonesia menyusupkan
pasukan gerulya ke daurah yang diduduki Belanda. Hal itu berarti bahwa Indonesia telah
melanggar perjanjian. Sebagai akibatnya, meletuslah agresi militer Belanda II yang dilancarkan
oleh Belanda pada 19 Desember 1948.

Terpecah belahnya bangsa Indonesia

Contoh lain dari dampak perjanjian Renville bagi Indonesia adalah terpecah belahnya bangsa
Indonesia. Pencaplokan wilayah Indonesia oleh belanda membuat wilayah Indonesia semakin
kecil dan justru menguntungkan pihak Belanda. Dengan perubahan wilayah dan peralihan bentuk
pemerintahan, Belanda membentuk negara persemakmuran yang justru lebih seperti negara
boneka Belanda yang ada di Indonesia. negara- negara tersebut tergabung dalam BFO atau
Bijeenkomst voor Federaal Overlag. Beberapa anggota perserikatan tersebut antara lain Negara
Madura, Negara Borneo Barat, Negara Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara –
negara tersebut juga lebih memihak urusan Belanda daripada Indonesia.

Komisi Tiga Negara Sebagai Mediator Yang Berharga

Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah Komisi
Jasa Baik. Komite ini di kenal sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa
Baik Untuk Indonesia), Komisi Tiga Negara (KTN), beranggotakan tiga negara, yaitu:

a. Australia yang dipilih oleh Indonesia diwakili oleh Richard C. Kirby

b. Belgia yang dipilih oleh Belanda diwakili oleh Paul van Zeeland

c. Amerika Serikat sebagai pihak yang netral menunjuk Dr. Frank Graham.

Tugas KTN

1. Menguasai dengan cara langsung penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi PBB

2. Menjadi penengah konflik antara Indonesia serta Belanda.


3. Memasang patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI

4. Mempertemukan kembali Indonesia serta Belanda dalam Perundingan Renville. Tetapi,


Perundingan Renville ini menyebabkan wilayah RI makin sempit.

Komisi ini kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara. Dalam pertemuannya
pada tanggal 20 Oktober 1947, KTN memutuskan bahwa tugas KTN di Indonesia adalah untuk
membantu menyelesaikan sengketa antara RI dan Belanda dengan cara damai. Pada tanggal 27
Oktober 1947, KTN tiba di Jakarta untuk memulai pekerjaannya.

Beberapa perilaku Belanda terhadap Indonesia:

1. Tanggal 20 Juli 1947, Van Mook (perwakilan Belanda) menyatakan bahwa Belanda tidak terikat
lagi dengan perjanjian Linggarjati dan perjanjian gencatan senjata. Penyataan Van Mook itu
telah dibuktikan dengan melakukan Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947 terhadap
Indonesia

2. Tanggal 29 Juli 1947, pesawat Dakota Palang Merah India ditembak oleh pesawat pemburu
Belanda di atas Yogyakarta yang menewaskan Adi Sucipto dan Dr. Abdulrachman Saleh

Kehadiran KTN di Indonesia sangat berarti bagi Indonesia, disamping sabagai fasilitator
berbagai perundingan, mengawasi gencatan senjata, hingga dapat mengembalikan para
pemimpin Republik Indonesia seperti Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan H. Agus Salin
yang ditawan Belanda di Bangka tanggal 6 Juli 1947.

Anda mungkin juga menyukai