Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT FRAMBUSIA

DISUSUN OLEH :

NAMA : ARNOL RAWA NDIHI


TINGKAT : 2-C
NIM : PO5303203200756
NAMA DOSEN PEMBIMBING : INEKE NOVIANA S.Tr.Kep, M. Tr.Kep
MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POTEKES KEMENKES KUPANG
PRODI KEPERAWATAN WAINGAPU
T.A.2021/2022
BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa
dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat
kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja,
namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi
frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan
komplikasi yang umum. Setelah 5 -10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima
pengobatan akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang
rawan, kulit, serta jaringan halus, yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan
serta stigma social.
Beban Penyakit Selama periode 1990 an, frambusia merupakan permasalahan
kesehatan masyarakat yang terdapat hanya di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India,
Indonesia dan Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak
terdapat lagi laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004. Sebelumnya, penyakit ini
dilaporkan terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan pada umumnya didapati pada suku ?
suku didalam masyarakat. India kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit
frambusia dengan sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan
India bebas dari penyakit ini sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence + No sero positive
cases among < 5 children.
Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan dari 8 dari 30 provinsi.
95 % dari keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya dilaporkan dari empat
provinsi :Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan
program pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama
disebabkan oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan pada dukungan
kebijakan dan perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih
efektif dan memperkuat program ini.
Di Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemic di 6 dari 13 distrik. Data yang
dapat dipercaya tidak terdapat di negara ini. Pendekatan yang terpadu sedang direncanakan,
dengan mengkombinasikan pemberantasan penyakit kaki gajah dan frambusia, serta
pengontrolan cacing tanah. Sinergi program semacam ini merupakan pendekatan utama yang
harus didukung.
Frambusia dapat diberantas karena penyakit ini dapat dideteksi dengan mudah oleh
petugas kesehatan di klinik- klinik serta dapat disembuhkan dengan satu kali penyuntikan
penisilin aksi lama. Secara geografis, penyakit ini hanya terbatas pada sebuah daerah yang
terpencil dan terlokalisir di tempat tersebut. Memperkenalkan pemberantasan frambusia dapat
menjadi pintu masuk untuk pemberian penanganan kesehatan primer ke dalam populasi yang
termarjinalkan secara social dan terisolasi secara geografis.
Secara histories, penggunaan strategi yang meliputi pendeteksian kasus secara aktif
dan penanganan tepat waktu dari kedua kasus ini serta kontak dengan keluarga penderita
terbukti dapat memberantas penyakit ini. Pada akhirnya, pemberantasan frambusia dapat
menurunkan angka kemiskinan dan memberdayakan masyarakat tradisional sehingga Negara-
negara mampu mencapai Millenium Development Goals (MDGs) atau paling tidak mampu
menyediakan akses ke kondisi kesehatan dan sanitasi pada tingkat dasar. Berdasarkan
argument-argument ini, WHO telah mendeklarasikan bahwa pemberantasan frambusia
merupakan prioritas untuk daerah Asia Tenggara, dan hal ini dapat diwujudkan.
Untuk menjalankan misi pemberantasan penyakit ini, WHO telah mempersiapkan
kerangka kerja Regional Strategic Plan dan sebuah draft dokumen pendukung untuk
mobilitas sumber daya. Regional Strategic Plan 2006 -2010 telah diselesaikan dalam sebuah
pertemuan yang diadakan di Bali, Indonesia pada bulan Juli 2006 dan kerangka kerja
National Strategic Plan untuk Indonesia dan Timor Leste telah dibuat.Dengan pendeklarasian
pemberantasan frambusia di India, Indonesia dan Timor Leste diharapkan meningkatkan
upaya-upaya untuk memberantas penyakit frambusia. Kedua negara ini akan membutuhkan
dukungan sumber daya dan teknis untuk memberantas penyakit frambusia sebelum tahun
2010.
Strategi-strategi untuk mencapai pemberantasan penyakit ini meliputi pendeteksian
kasus secara aktif di daerah- daerah yang terjangkiti penyakit ini ; pengobatan yang tepat,
serta pemberian penisilin dosis tunggal ; pelatihan tenaga medis di daerah - daerah yang
terjangkiti mengenai diagnosa, penanganan, pencegahan, dan pengontrolan penyakit ini ;
advokasi dan kampanye IEC guna menciptakan kesadaran masyarakat dan dukungan
administrative, program pemantauan regular, dan peningkatan kerja sama.
Guna mencapai tujuan pemberantasan ini, kedua negara ini membutuhkan komitmen
politik dan dukungan kebijaksanaan, pengerahan sumber daya yang memadai, dan
peningkatan dukungan teknis untuk memperkuat program ini, serta pelaksanaan strategi dan
yang berkesinambungan dan dinamis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Frambusia ?
2. Apa Etiologi Frambusia ?
3. Bagaimana Patofisiologi Frambusia ?
4. Bagaimana Cara Penularan Frambusia ?
5. Apa saja Klasifikasi Frambusia ?
6. Bagaimana Manifestasi Klinis Frambusia ?
7. Bagaimana Cara Pencegahan Frambusia ?
8. Bagaimana Pengobatan Frambusia.
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Frambusia ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Frambusia.
2. Mengetahui Etiologi Frambusia.
3. Mengetahui Patofisiologi Frambusia.
4. Mengetahui Cara Penyebara Frambusia.
5. Mengetahui Klasifikasi Frambusia.
6. Mengetahui Manifestasi Klinis Frambusia.
7. Mengetahui Cara Pencegahan pada Frambusia.
8. Mengetahui Pengobatan pada Frambusia.
9. Mengetahui Asuhan Keperawatan Frambusia.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Frambusia
Frambusia adalah penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit
frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera trauma. Frambusia bukan
merupakan penyakit menular seksual,akan tetapi menular melalui berbaginya alatmakan dan
minum sama dengan penularan melalui kulit ke kulit.
Frambusia disebut juga yaws, pinta, ataubejel, merupakan penyakit tropis menyerang kulit
dan tulang yang disebabkan oleh Treponema palidum sebagai bakteri penyebab penyakit
sifilis.
2. Penyebab Frambusia
Treponema pallidum adalah bakteripenyebab penyakit frambusia dari
subspecies pertenue termasuk’Genus Treponematermasuk bakteri anaerob,
FilumSpirochaeles, Kelas Spirochaetes, OrdoSpirochaetales, Family Spirochaetaceae.
3. Faktor yang Mempengaruhi Penularan Frambusia
a. Jarang ganti pakaian
b. Bergantian memakai pakaian yang samadengan pasien
c. Personal hygiene dan sanitasilingkungan yang buruk
d. Tinggal didaerah padat penduduk
4. Gejala dan Tanda
1. Fase Primer
Setelah periode inkubasibakteri Treponema pallidum pertenue selama 3minggu. Lesi
primer terbentuk setelah garukan atau abrasi pada kulit yang mengalami lukaterbuka.
Frambusia terbentuk krusta berwarna coklat dan berukuran diameter 1 - 5 cm. Krusta
yangmengeras dan lalu terlepas yang berbentuk mirip dengan buah raspberry.Raspberry
tersebut berisi bakteri treponema, membuat lesi tersebut sangat bersifat  infeksi.
Selama fase ini,seseorang yang terinfeksi dapat mengalami demam dannyeri sendi.
Frambusia sembuh secaraspontan dalam 2-9 bulan,meninggalkan bekas.
2. Fase Sekunder
Setelah fase primer 6 -16 minggu kemudian, sebuah lesi kulit berupa erupsi, lesi tulang
dan keluhan konstitusional lainnya muncul. Lesi secara kutan muncul namun lebih kecil
dengan diameter berukuran lebih dari 2 cm.. Lesi pada fase sekunder terdapat ulkus dan
ekskresicairan peradangan dengan treponemayang dapat mengering menjadi krusta.Lesi
tersebut pada permukaan kulit dapat menjadi menebal. Lesi macular dan hiperkeratotik
pada telapak tangan dan telapak kaki, yang mirip pada lesi yang ditemukan pada pasien
sifilis. Seseorang yang terinfeksi dapat mengalami nyeri osteopetrosis (pengerasan
tulang).
3. Fase Tersier
Setelah 5 -15 tahun, merupakan fase terlambat dan ditandai dekstruksi lesi di kulit, lesi di
tulang dan secara neurologi dan kerusakan mata. Pelebaran dan berkurangnya rasa nyeri
pada nodul subkutan dan abses, nekrosis dan ulkus. Ulkus yang terbentuk pada fase ini
dapat menjadi infeksius. Ulkus tersebut dapat membentuk kelompok yang bila sembuh
membentuk keloid, yang membentuk deformitas dan kontraktur.
5.  Upaya Penyembuhan
Penisilin merupakan obat pilihanuntuk frambusia. Setelah suntikanpenisilin tunggal,
lesi awal menjaditidak menular setelah 24 jam dansembuh dalam 1-2 minggu.
Tetrasiklin,eritromisin, atau doxycycline harusdipertimbangkan untuk pasien yangalergi
terhadap penisilin.Penisilin tetap obat pilihan untukframbusia. Tidak ada strain resisten
dariTreponema pallidum yang dilaporkan.
Benzatinbenzyl penisilin adalah obat pilihanuntuk mengobati frambusia. Di
daerahdaerahterpencil di mana benzatinbenzilpenisilin tidak tersedia, oralpenisilin selama 7-
10 hari dapatmengurangi prevalensi frambusia danefektif dalam mengobati individudengan
lesi aktif.
Macam-macam Antibiotik :
1.      Penisilin G benzatin
Penisilin G benzatin mengganggu sintesis mucopeptides dinding sel selama
multiplikasi aktif, yang menghasilkan aktivitas bakterisida. Hal ini diberikan sebagai injeksi
tunggal, yang membunuh treponema dalam beberapa menit, dan lesi menjadi tidak menular
setelah18-24 jam.
2.      Azitromisin
Azitromisin adalah antibiotik semisintetik yang secara struktural mirip dengan
eritromisin. Menghambat sintesis protein dalam sel bakteri dengan mengikat subunit 50S
ribosom bakteri.
Jika frambusia tidak diobati frambusia bisa menjadi kronis, kambuh penyakit setelah
5-15 tahun, dengan manifestasi klinik pada kulit, tulang,dan sendi. Pada kebanyakan pasien,
frambusia masih terbatas pada kulit, tetapi tulang dan keterlibatan sendi dapat terjadi.
Meskipun lesi pada frambusia menghilang secara spontan, infeksi bakteri sekunder dan
jaringan parut dapat terjadi yang dapat menimbulkan komplikasi.
6. Upaya Pencegahan
Berbagai jenis antibiotik seperti tetrasiklin yang dapat digunakan untuk mengobati
pasien yang terinfeksi dan digunakan untuk pencegahan, yang biasa digunakan untuk
mengobati berbagai stage pada frambusia dengan penisilin Gbenzathine karena efek samping
yangminimal.
Tetrasiklin dapat meningkatkan hipoprotrombinemic menghasilkan dalam
memperlambatter bentuknya clot pada darah ataudapat menyebabkan terjadinya perdarahan
secara tiba-tiba. Penisilin G benzathine sebagai bakteri sidal karena mempengaruhi
biosintesis dinding sel selama pertumbuhan. Sebuah injeksi dapat membunuh treponema
dalam beberapa menit, dan lesi dapat mengalami perbaikan dalam waktu hampir satu hari.
BAB III
FRAMBUSIA
2.1 Pengertian
Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termaksud penyakit
menular venerik, yang disebabkan oleh Treponema palidum subs. pertinue dengan gejala
utama pada kulit dan tulang.

Penyakit framboesia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang).
Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga yang disebut Frambesia tropica dan dalam
bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya
sangat mudah ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk
dalam khasanah bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”. Framboesia termasuk penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini terkait dengan,
sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan diri,
kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang
penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal
biasa dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita.
2.2 Epidemiologi
Endemis epidemiologi penyakit ini terdapat di daerah beriklim panas di Asia
Tenggara dan Selatan, termaksud Indonesia dan suku-suku terasing diAustralia bagian utara,
Afrika serta Amerika Latin.
Pada tahun 1957, Frambusia di Indonesia tercatat sebanyak 1.369.082 penderita dan
pada tahun 1976 pernah dinyatakan bebas dari Frambusia, tetapi kenyataan di tempat-tempat
yang terpencil dan jauh dari kota-kota besar masih sering ditemukan.
Frambusia terutama menyerang anak-anak yang tinggal di daerah tropis di pedesaan
yang panas, lembab, ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada
laki-laki. Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye
pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga
menekan peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di
sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan penyebaran infeksi tetap berfokus di
daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan
Pasifik Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan perubahan
iklim. Di daerah endemik frambusia prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan.
Menurut WHO (2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD,
Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur
Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai
pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per
10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan
propinsi, strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah
frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih
dari 1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan
Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di
beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah
kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak
kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa
Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting,
yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam
faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan. (Depkes, 2004).
2.3 Penyebab
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema
pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit
sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui
kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur
terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang
dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk,
kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai.
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(Depkes,2005), yaitu :
a. Penularan secara langsung (direct contact)
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke
orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung
Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan
kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan
antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.
b. Penularan secara tidak langsung (indirect contact)
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan
benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas
dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue
yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya
infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan:
 Infeksi effective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit
berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala
penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk
ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat
infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
 Infeksi ineffective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak
dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-
gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang
masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan
orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit
frambusia (Depkes, 2005).
Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
1. Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di
dalam jaringan penjamu.
2. Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-
benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
3. Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang
dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada
10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak
susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
4. Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit
dalam tubuh penjamu.
5. Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu
dengan yang lainnya.
6. Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak
antibody yang ada di dalam sang penjamu.
Jenis klasifikasi penyakit framboesia yaitu penyakit menular melalui :
1. Dapat menular melalui air yaitu terbukti dengan banyaknya para penderita penyakit
Framboesia di daerah yang sanitasi air dan lingkungannya tidak terjaga atau kotor
yang dapat memungkinkan Agen untuk berkembang biak dan menulari Penjamu.
2. Dapat menular melalui kulit yaitu dengan melakukan kontak langsung penderita yang
dimana si Agen berkembang biak di si penderita.
2.4 Tanda dan Gejala
gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :
a. Stadium I
Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau
dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma pada port d’ entre yang
berbentuk seperti buah arbei, permukaan basah, lembab , tidak bernanah, sembuh
spontan tanpa meninggalkan bekas, kadang-kadang disertai peningkatan suhu tubuh,
sakit kepala, nyeri tulang dan persendian kemudian, papula-papula menyebar yang
sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi intinial berlangsung beberapa minggu dan beberapa
bulan kemudian sembuh. Lesi ini sering ditemukan disekitar rongga mulut, di dubur
dan vagina, dan mirip kandilomatalata pada sipilis. Gejala ini pun sembuh tanpa
meninggalkan parut, walaupun terkadang dengan pigmentasi. selain itu terdapat
semacam papiloma pada tapak tangan atau kaki, dan biasanya lembab. Gejala pada
kulit dapat berupa macula, macula papulosa, papula, mikropapula, nodula, tanpa
menunjukan kerusakan struktur pada lapisan epidermis serta tidak bereksudasi.
Bentuk lesi primer ini adalah bentuk yang menular.
b. Stadium II atau masa peralihan
Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum pertinue. Treponema
positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah stadium I.
Pada stadium ini frambusia tidak menular dengan bermacam-macam bentuk
gambaran klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan sendi sering
mengenai jari-jari dan tulang ekstermitas, yang dapat mengakibatkan terjadi atrofi
kuku dan deformasi ganggosa, yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat
menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-
gambaran hilangnya bentuk hidung, gondou ( suatu bentuk ostitis hipertofi ),
meskipun jarang dijumpai. Kelainan sendi, hidrartosis, serta junksta artikular nodular
( nodula subkutan, mudah bergerak, kenyal, multiple), biasanya ditemukan di
pergelangan kaki dekat kaput fibulae, daerah akral atau plantar dan palmar.
c. Stadium III
Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam atau
bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk keloid
dan kontraktur. Bila terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan
kerusakan pada tulang. Kerusakan sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup
kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
2. Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Framboesia adalah dari 2 sampai 3 minggu
3. Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan
basah tanpa nanah.
4. Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang,
sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika
disertai infeksi (borok).
5. Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan yaitu :
 Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang
di daerah yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 % dari
penderita.
 Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada
dalam tubuh.
 Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan
menimbulkan cacat kepada si penderita.
2.5 Patofisiologi
Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak
langsung dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya
menyerang kulit dan tulang.
Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu,
setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang
memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai
dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak
segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian. Terjadinya
kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang menyebabkan
atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat
menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran
hilangnya hilangya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang
meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.
Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi :
1. Pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
2. Secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit.
3. Latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
4. Tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ;
Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).

2.6. Pemeriksaan Diagnosis


Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan treponema, VDRL,
TPHA, dan pada keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan patologi. Mikroskop pandangan
gelap, pada fase dini, diperlukan untuk pemeriksaan treponema. Dapat pula diaplikasikan
pengecatan giemsa, Ziel-Nelson atauu tinta Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA (Flourescent
Antibody) dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis
nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (venereal disease research laboratory), RPR
(rapid plasma reagin) reaktif pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah
beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang spesifik, dalam beberapa kasus
penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test
serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed),
MHA-TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum) biasanya tetap reaktif
seumur hidup.
2.7. Pengobatan
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk
1,2 juta uunit anak-anak. Hingga saat ini , penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi
mereka yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr / hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan
utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan
secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :
· Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka
seluruh penduduk diberikan pengobatan.
· Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan
· Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2%
maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan
· Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid
dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Pilihan utama
Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama
pemberian
< 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis Tunggal
≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal
Alternatif
< 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari
dosis
8-15 tahun Tetra atau erit. 250mg,4×1 hri Oral 15 hari
>8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari
dosis
Dewasa 100mg 2×1 hari Oral 15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang
alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui
atau anak dibawah umur 8 tahun
2.1 Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi
b. Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun.
c. Gangguan mobilisasi b/d kecacatan
d. Gangguan citra tubuh b/d perubahan postur tubuh
e. Ansietas b/d perubahan kesehatan.
f. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit

Tabel Asuhan Keperawatan Klien Dengan Frambusia

Diagnosa Perencanaan keperawatan


No Tujuan
Keperawatan Intervensi Rasional
1      Kerusakan          Tujuan: untuk
         Kaji kulit setiap
         Menentukan garis
integritas kulit memelihara integritas hari. Catat warna, dasar dimana terjadi
b/d adanya lesi kulit/mencapai turgor, sirkulasi, dan perubahan pada status
penyembuhan tepat sensasi. Amati
waktu perubahan lesi          Masase
         Pertahankan meningkatkan
hygiene kulit. sirkulasi kulit dan
Misalnya dengan menambah
membasuh dan kenyamanan
mengeringkannya
dengan hati-hati dan
melakukan masase
dengan menggunakan
         Kuku yang
lotion atau krim panjang/kasar
         Gunting kuku menimbulkan resiko
secara teratur kerusakan kulit

         Kolaborasi          Digunakan pada


pemberian obat topical perawatan lesi kulit
atau sistemik
         Melindungi area
         Kolaborasi dari kontaminasi
pemberian salep bakteri dan
antibiotik untuk meningkatkan
melindungi lesi penyembuhan

2   Gangguan      Mobilisasi fisik      Kaji       Dengan


mobilisasi b/d terpenuhi, ketidakmampuan mengetahui derajat
kecacatan bergerak klien yang ketidakmampuan
diakibatkan oleh bergerak klien dan
prosedur pengobatan persepsi klien
dan catat persepsi terhadap immobilisasi
klien terhadap akan dapat
immobilisasi. menemukan aktivitas
. mana saja yang perlu
      Tingkatkan dilakukan.
ambulasi klien seperti      Dengan ambulasi
mengajarkan demikian klien dapat
menggunakan tongkat mengenal dan
dan kursi roda. menggunakan alat-
alat yang perlu
      Ganti posisi klien digunakan oleh klien
setiap 3 – 4 jam secara dan juga untuk
periodic memenuhi aktivitas
klien
      Bantu klien      Pergantian posisi
mengganti posisi dari setiap 3 – 4 jam dapat
tidur ke duduk dan mencegah terjadinya
turun dari tempat kontraktur.
tidur.       Membantu klien
untuk meningkatkan
kemampuan dalam
duduk dan turun dari
tempat tidur.
3    Gangguan   Pasien dapat
         Kaji adanya         Gangguan citra
citra tubuh b/d mengembangkan gangguan pada citra diri akan menyertai
perubahan peningkatan diri pasien setiap penyakit atau
postur tubuh penerimaan diri (menghindari kontak keadaan byata bagi
mata, ucapan yang pasien. Kesan
merendahkan diri seseorang terhadap
sendiri, ekspresi dirinya sendiri akan
perasaan muak pada berpengaruh pada
kondisi kulit dirinya sendiri
         Berikan          Pasien
kesempatan untuk membutuhkan
pasien pengalaman
mengungkapkan. didengarkan dan
Dengarkan dengan dipahami.
cara yang terbuka dan Mendukung upaya
tidak menghakimi pasien untuk
untuk memperbaiki citra
mengekspresikan diri
berduka atau ansietas
tentang perubahan
citra tubuh          Meningkatkan
         Bersikap realistis kepercayaan dan
selama pengobatan, mengadakan
pada penyuluhan hubungan antara
kesehatan pasien dengan
perawat
         Jangan          Meningkatkan
memberikan perilaku positif dan
keyakinan yang salah memberikan
kesempatan untuk
menyusun tujuan dan
rencana untuk masa
depan berdasarkan
realita
         Dorong interaksi         Mempertahankan
keluarga dan dengan pola komunikasi dan
rehabilitasi memberikan
dukungan terus-
menerus pada pasien
dan keluarga
4      Resiko terjadi   Mencapai          Ukur tanda-tanda         Memberikan
infeksi b/d penyembuhan tepat vital termasuk suhu informasi data dasar.
kerusakan pada waktu, tanpa Peningkatan suhu
kulit, pertahanan komplikasi secara berulang-ulang
tubuh menurun dari demam yang
terjadi untuk
menunjukkan pada
         Tekankan tubuh bereaksi pada
pentingnya tekhnik proses infeksi yang
mencuci tangan yang baru.
baik untuk semua          Mencegah
individu yang kontak kontaminasi silang,
dengan pasien menurunkan
         Gunakan sapu resikoinfeksi
tangan, masker dan
tekhnik aseptic selama          Mencegah
perawatan dan berikan terpajan pada
pakaian yang steril organism infeksius
atau baru
         Observasi lesi
secara periodic          Untuk
         Berikan mengetahui
lingkungan yang perubahan respon
bersih dan berventilasi terhadap terapi
baik.          Mengurangi
Periksa
pengunjung atau staf pathogen pada system
terhadap tanda infeksi integument dan
dan mengurangi
pertahankan  kewaspa kemungkinan pasien
daan sesuai indikasi mengalami infeksi
         Kolaborasi nosokomial.
pemberian          Membunuh atau
preparat
antibiotic dengan mencegah
dokter pertumbuhan
mikroorganisme
penyebab infeksi
5      Ansietas b/d   Pasien dapat         Berikan penjelasan         Pengetahuan
perubahan menunjukkan yang sering dan diharapkan
kesehatan penurunan ansietas informasi tentang menurunkan
sehingga dapat prosedur perawatan ketakutan dan
menerima ansietas, dan
perubahan status
         Libatkan pasien memperjelas
kesehatannnya atau orang yang kesalahan konsep dan
dengan cara sehat terdekat dalam proses meningkatkan kerja
pengambilan sama
keputusan          Meningkatkan
         Kaji status mental rasa control dan kerja
terhadap penyakit sama, menurunkan
perasaan tak berdaya
atau putus asa
         Pada awalnya
         Berikan orientasi pasien dapat
konstan dan konsisten menggunakan
penyangkalan untuk
         Dorong pasien meurunkan dan
untuk bicara tentang menyaring informasi
penyakitnya secara keseluruhan.
         Membantu pasien
tetap berhubungan
         Jelaskan pada
dengan lingkungan
pasien apa yang
dan realitas.
terjadi. Berikan
         Pasien perlu
kesempatan untuk
membicarakan apa
bertanya dan berikan
yang terjadi terus-
jawaban terbuka atau
menerus untuk
jujur
membantu beberapa
rasa terhadap situasi
         Identifikasi
apa yang menakutkan
metode koping atau
         Pernyataan
penangan siuasi stress
kompensasi
sebelumnya
menujukkan realitas
         Dorong keluarga
situasi yang dapat
dan orang yang
membantu pasien
terdekat untuk
atau orang yang
mengunjungi dan
terdekat menerima
mendiskusikan yang
realita dan mulai
terjadi pada keluarga.
menerima apa yang
Mengingatkan pasien
terjadi
kejadian masa lalu dan
         perilaku masa lalu
akan dating
yang berhasil dapat
         Kolaborasi
digunakan untuk
sedative ringan sesuai
membantu situasi saat
indikasi
ini
         mempertahankan
kontak dengan
realitas keluarga,
membuat rasa
kedekatan dan
kesinambunga hidup.
         Obat ansietas
diperlukan untuk
periode singkat
sampai pasien lebih
stabil secara psikis
6  Kurang   Pasien mendapatkan         Tentukan apakah          Memberikan data
pengetahuan b/d informasi yang pasien mengetahui dasar untuk
kurang adekuat tentang tentang kondisi mengembangkan
informasi perawatan kulit dirinya rencana penyuluhan
terhadap          Pantau agar pasien         Pasien harus
perawatan kulit mendapatkan memiliki perasaan
informasi yang benar, bahwa ada sesuatu
memperbaiki yang dapat di perbuat
kesalahan persepsi
informasi          Informasi tertulis
         Berikan informasi dapat membantu
yang spesifik dalam mengingatkan pasien
bentuk tulisan.          Meningkatkan
         Jelaskan partisipasi pasien,
penatalaksanaan memahami aturan
minum obat: dosis, terapi dan mencegah
frekuensi, tindakan, putus obat
dan perlunya terapi
dalam jangka waktu          Penampakkan
lama kulit mencerminkan
         Dorong pasien kesehatan umum
agar mendapat status seseorang. Perubahan
nutrisi yang sehat kulit dapat
menandakan  status
nutrisi yang
abnormal. Nutrisi
yang optimal
meningkatkan
         Tekankan regenerasi jaringan
perlunya atau dan penyembuhan
pentingnya umum kesehatan
mengevaluasi          Dukungan jangka
perawatan atau panjang dengan
rehabilitasi evaluasi ulang
continue dan
perubahan terapi
dibutuhkan untuk
penyembuhan optimal
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Pengkajian pada pasien frambusia meliputi :

1) Identitas klien :
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk ke rumah sakit, nomor register,
diagnosa medis.
2) Keluhan utama :
a)Gatal-gatal.
b) Demam.
c)Sakit Kepala.
d) Nyeri tulang dan sendi.
e)Terdapat benjolan-benjolan pada kulit.
3) Riwayat penyakit
Pasien sebelumnya pernah menderita penyakit frambusia, dan
kambuh kembali.
4) Pemeriksaan Fisik :
a) Pola aktivitas dan istirahat :
1.Kelemahan.
2.Gelisah.
3.Susah bergerak.
4.Susah tidur.
5.Pusing.
b).Pola sirkulasi :
1.Turgor kulit menurun.
2.Kerusakan integritas kulit.
c) Pola sensorik :
1)Sensitifitas kulit terhadap rangsang menurun.
2)Pertahanan tubuh menurun.
d) Pola Nutrisi dan cairan :
1) Anoreksia.
2) Berat badan menurun.
3) Dehidrasi.
e) Pola kepercayaan diri :
1)Perubahan postur tubuh.
2)Menyendiri (malu).
f) Pola tempat tinggal pasien :
g) Sanitasi lingkungan yang buruk.
1. Kurangnya fasilitas air bersih.
2. Lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi.
2) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit,
dan pertahanan tubuh menurun.
3) Gangguan mobilisasi berhubungan dengan kecacatan.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan postur tubuh.
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan.
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
terhadap perawatan kulit.
3. Intervensi dan Rasional
A. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi.

Tujuan : Untuk memelihara integritas kulit atau mencapai penyembuhan


tepat waktu.

Intervensi :

a) Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi.
Amati perubahan lesi. Rasional : Menentukan garis dasar dimana
terjadi perubahan pada status.
b) Pertahankan hygiene kulit, misalnya dengan membasuh dan
mengeringkannya dengan hati-hati dan melakukan masase dengan
menggunakan lotion atau krim. Rasional : Masase meningkatkan
sirkulasi kulit dan menambah kenyamanan.
c) Gunting kuku secara teratur. Rasional : Kuku yang panjang/kasar
menimbulkan resiko kerusakan kulit.
d) Kolaborasi pemberian obat topikal atau sistemik. Rasional :
Digunakan pada perawatan lesi kulit.
e) Kolaborasi pemberian salep antibiotik untuk melindungi
lesi. Rasional : Melindungi area dari kontaminasi bakteri dan
meningkatkan penyembuhan.
B. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, dan
pertahanan tubuh menurun.
Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu,
tanpa komplikasi. Intervensi :

1. Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu.

 Rasional : Memberikan informasi data dasar. Peningkatan suhu secara


berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan pada tubuh
bereaksi pada proses infeksi yang baru.

2. Tekankan pentingnya teknik mencuci tangan yang baik untuk semua


individu yang kontak dengan pasien.
 Rasional : Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.

3. Gunakan sapu tangan, masker dan teknik aseptik selama perawatan


dan berikan pakaian yang steril atau baru.
 Rasional : Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
4. Observasi lesi secara periodik.
 Rasional : Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi
A. Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik. Periksa
pengunjung atau staf terhadap tanda infeksi dan pertahankan
kewaspadaan sesuai indikasi.
 Rasional : Untuk mengurangi patogen pada sistem intergument dan
mengurangi kemungkinan

 pasien mengalami infeksi nosokomial.


B. Kolaborasi pemberian preparat antibiotik dengan dokter.
 Rasional : Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme
penyebab infeksi.

C. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan kecacatan.


Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Intervensi :

D. Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh


prosedur pengobatan dan catat

 persepsi klien terhadap immobilisasi.


 Rasional  : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien
dan persepsi klien terhadap immobilisasi, ini akan membuat pasien
menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
1. Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan
kursi roda.

 Rasional : Dengan ambulasi tersebut klien dapat mengenal dan


menggunakan alat-alat yang

 perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.

2. Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik.

 Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya


kontraktur.

3. Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat
tidur.

 Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk


dan turun dari tempat tidur.

E. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan postur tubuh.


Tujuan : Pasien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan
diri. Intervensi :

1) Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak


mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan
muak pada kondisi kulit). Rasional : Gangguan citra diri akan
menyertai setiap penyakit atau keadaan nyata bagi pasien. Kesan
seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada dirinya
sendiri.
2) Berikan kesempatan untuk pasien mengungkapkan keluhan,
dengarkan dengan cara yang terbuka dan tidak menghakimi untuk
mengekspresikan berduka atau ansietas tentang perubahan citra
tubuh. Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan
dipahami. Mendukung upaya

 pasien untuk memperbaiki citra diri.


a) Bersikap realistis selama pengobatan, dan pada penyuluhan
kesehatan.
 Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara
pasien dengan perawat.
b) Jangan memberikan keyakinan yang salah.
Rasional : Meningkatkan perilaku positif dan memberikan
kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan
berdasarkan realita.
F. Dorong interaksi keluarga dengan rehabilitasi.
 Rasional : Mempertahankan pola komunikasi dan memberikan dukungan
terus-menerus pada
 pasien dan keluarga.
G. Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan.
Tujuan  : Pasien dapat menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat
menerima perubahan status kesehatannnya dengan cara sehat.
Intervensi :

a) Berikan penjelasan yang sering dan informasi tentang prosedur


perawatan. Rasional : Pengetahuan diharapkan menurunkan
ketakutan dan ansietas, dan memperjelas kesalahan konsep dan
meningkatkan kerja sama.
b) Libatkan pasien atau orang yang terdekat dalam proses pengambilan
keputusan.Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan kerja sama.
c) Kaji status mental terhadap penyakit.Rasional : Menurunkan
perasaan tak berdaya atau putus asa.
d) Berikan orientasi konstan dan konsisten. Rasional : Pada awalnya
pasien dapat menggunakan penyangkalan untuk menurunkan dan
menyaring informasi secara keseluruhan.
e) Dorong pasien untuk bicara tentang penyakitnya. Rasional : Pasien
perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membantu
beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan
f) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk
bertanya dan berikan jawaban terbuka atau jujur. Rasional :
Membantu pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan
realitas.
g) Identifikasi metode koping atau penangan situasi stress sebelumnya.
Rasional : Pernyataan kompensasi menujukkan realitas situasi yang
dapat membantu pasien atau orang yang terdekat menerima realita
dan mulai menerima apa yang terjadi.
h) Dorong keluarga dan orang yang terdekat untuk mengunjungi pasien
dan mendiskusikan apa yang terjadi. Mengingatkan pasien kejadian
masa lalu dan akan datang. Rasional : Perilaku masa lalu yang
berhasil dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini
mempertahankan kontak dengan realitas keluarga, membuat rasa
kedekatan dan kesinambungan hidup.
i) Kolaborasi sedatif ringan sesuai indikasi Rasional  : Obat ansietas
diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil
secara

 psikis.

a) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi terhadap


perawatan kulit. Tujuan : Pasien mendapatkan informasi yang
adekuat tentang perawatan kulit. Intervensi :

b) Tentukan apakah pasien mengetahui tentang kondisi dirinya.


Rasional : Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana
penyuluhan.

5. Pantau agar pasien mendapatkan informasi yang benar, dan


memperbaiki kesalahan persepsi informasi.
 Rasional : Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat di
perbuat.
6. Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan.

 Rasional : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

7. Jelaskan penatalaksanaan minum obat : dosis, frekuensi, tindakan, dan


perlunya terapi dalam

 jangka waktu lama.

 Rasional : Meningkatkan partisipasi pasien, memahami aturan terapi dan


mencegah putus obat.

8. Dorong pasien agar mendapat status nutrisi yang sehat.

 Rasional : Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang.


Perubahan kulit dapat menandakan status nutrisi yang abnormal. Nutrisi
yang optimal meningkatkan regenerasi
 jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
9. Tekankan perlunya atau pentingnya mengevaluasi perawatan
atau rehabilitasi

 Rasional  : Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang continue


dan perubahan terapi dibutuhkan untuk penyembuhan optimal.
10. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KASUS PENYAKIT
FRAMBUSIA
Studi kasus ini dilakukan di Puskesmas Penfui Kota Kupang, yang Penfui terletak
di Kelurahan Penfui Kecamatan Maulafa dengan Wilayah kerja tiga (tiga) Kelurahan
seperti kelurahan Penfui, Naimata, dan Maulafa, dengan luas wilayah 23,9 km2 .
Dengan jumlah penduduk 20.533 jiwa (Data Proyeksi Penduduk Tahun 2018 BPS).
Puskesmas ini memilik data kesakitan, terbanyak adalah penyakit infeksi saluran
pernapasan akut Ispa sebanyak 35,8 % , mialgia 9,9 % dan hipertensi 8,5 % yang
mampu dilayani oleh tenaga kesehatan yang berkarya di Puskesmas Penfui seperti
Dokter umum 3 orang, dokter gigi 1orang, perawat umum 7 orang, Perawat gigi orang
2, bidan 12 orang, tenaga kesehatan masyarakat 2 orang, tenaga kesling 3orang,
tenaga laboratorium 2 orang, tenaga gizi 2 orang dan tenaga farmasi 3 orang.

11. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Juli 2019 di Puskesmas Penfui Kota
Kupang dengan data-data sebagai berikut :
1. Identitas Pasien
Nama: Nn. M. T., tanggal lahir: 28 Maret 1983, umur: 37 tahun, jenis kelamin
perempuan, diagnosa medis: frambusi no. RM : -, pendidikan terakhir : SD, Alamat :
Kelurahan Penfui, tanggal kunjungan berobat : 15 Juli 2019, tanggal pengkajian : 15
Juli 2019.
2.Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn T. T., Jenis kelamin : Laki-laki, alamat : Naimata, pekerjaan :
Wirasswata, hubungan dengan klien : Bapak kadung.
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama Nyeri dan gatal-gatal
b) Riwayat kesehatan sebelum sakit Pasien mengatakan sebelumnya tidak
pernah mengalami sakit seperti ini, biasaya hanya batuk pilek. Waktu
sehat badannya mulus tidak seperti ini.
c) Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan penyakit ini mulai
dirasakan sejak tahun 2018, dan sudah pernah minum obat, dan muali
kambuh sejak bula Juni 2019 kemari. Keluhan sekarang pasien
mengatakan sakit pada seluruh persendian siku tangan dan lutut, badan
kemerahan dan panas, merasa malu dengan keadaan sekarang, lebih
banyak didalam rumah karena malu, belum mengetahui tentang apa itu
penyakit kusta, tinggal dalam satu rumah 8 orang dan sering menggunakan
barang-barang didalam rumah secara bersamaan. Teraba seluruh kulit
mengeras dan bercak-bercak kemerahan, adanya tanda-tanda bekas
garukan, tampak malu saat ditanya, tampak pasien lebih banyak diam dan
hanya bicara saat ditanya, tampak pasien bingung saat ditanya tentang apa
itu kusta, sering kontak langsung dengan semua anggota keluarga dalam
rumah, dan tampak pasien dan sering menggunakan alat-alat mandi,
makan dan minum secara bersamaan.
d) Riwayat kesehatan keluarga Kakek dan nenek dari pasien sudah meningal
dunia, saudara dari bapak kandung empat orang, meninggal dua orang.
Sedangkan saudara dari ibu kandung lima orang dan meninggal dua orang.
Saudara kandung dari pasien delapan orang, yang tinggal satu rumah enam
orang. Pasien mengatakan dalam keluarga tidak pernah yang mengalami
sakit sakit seperti ini.
4.Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran baik, yaitu respon mata baik, respon verbal dan respon
motorik baik, GCS 15 (E4, V5, M6). Tanda-tanda Vital: TD: 100/80
mmHg, N: 84 kali/menit, RR: 18 kali/menit dan S: 36,5OC. Berat badan
40 kg, tinggi badan 153 cm, IMT : 17,09 dan BBI 38 kg.
b) Kepala dan leher: bentuk kepala simetris , tidak ada lesi dan massa,
observasi wajah: simetris. Mata: konjungtiva merah mudah, sklera putih,
tidak ada peradangan. Telinga: bersih, tidak ada gangguan pendengaran.
Hidung: bersih, dan tidak ada epistaksis. Tenggorokan dan mulut :
keadaan dalam mulut bersih, tidak ada gangguan menelan, dan tidak ada
pembesaran kelenjar leher
c) Sistem Kardiovaskuler: Inspeksi: bentuk dada simetris, kuku normal,
capillary refill time (CRT) normal (< 3 detik), tidak ada edema pada
tangan, kaki, sendi , apical pulse teraba, vena jugularis teraba, palpasi
tidak dilakukan, auskultasi BJ I: normal (lub), BJ II: normal (dup), tidak
ada murmur (suara jantung tambahan).
d) Sistem Respirasi: Inspeksi: tidak adanya batuk, pergerakan dada simetris.
Auskultasi: suara napas normal (vesicular).
e) Sistem Pencernaan: Inspeksi: Pasien tidak mengalami mual dan muntah,
elastisitas turgor kulit tidak ada (kulit kaku/mengeras), mukosa bibir
kering, tidak ada luka/ perdarahan, tidak ada tandatanda radang, keadaan
gusi normal, keadaan abdomen: warna kulit kemerahan. Palpasi: dinding
perut lembek. Auskultasi: terdengar bising usus normal (28x/menit).
Perkusi: tidak adanya kembung.
f) Sistem Persyarafan: tingkat kesadaran compos mentis, GCS : 15
(E4,V5,M6), pupil isokor, tidak ada kejang, tidak ada jenis kelumpuhan,
tidak ada parasthesia , koordinasi gerak normal dan reflexes normal.
g) Sistem Musculoskeletal: ada nyeri pada persendian tangan dan kaki, tidak
ada kelainan ekstremitas, Skala kekuatan otot.
h) Sistem Integument: Adanya gatal-gatal, elastisitas turgor kulit tidak ada
karena (kaku/mengeras), warna sawo kemerahan, kulit kering, kuku
pendek dan bersih.
i) Sistem Perkemihan: Pasien mengatakan buang air kecil 4-5 kali sehari.
j) Sistem Endokrin: tidak ada pembesaran.
5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan laboratorium dan lainnya
6.Terapi
a) MDT MB Adult 1 x 2 tablet
b) Amoksilin 3x500 mg/oral
7. Analisa Data
1. DS: Pasien mengatakan sakit pada persendian siku tangan dan lutut kiri dan
kanan. DO: Tampak wajah pasien meringis kesakitan, PQRST: P: Nyeri saat
berjala atau bergerak, Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: Sakit pada
persendian tangan dan kaki kiri dan kanan, S: Skala nyeri 3 (nyeri ringan),
T: Nyeri hampir setiap saat, TTV: TD: 100/80 mmHg, N: 84 kali/menit, RR:
18 kali/menit dan S: 36,5OC. Masalah keperawatan: Nyeri akut. Etiologi:
Agens cedera biologis (infeksi)
2. DS: Pasien mengatakan badan kemerahan dan panas. DO: Teraba seluruh
kulit mengeras dan bercak-bercak kemerahan, adanya tandatanda bekas
garukan pada kaki dengan ukuran luas, P: 15-20 cm, L: 5- 10 cm.
Masalah keperawatan: Kerusakan integritas kulit Etiologi: Faktor
mekanik (daya gesek)
3. DS: Pasien mengatakan merasa malu dengan keadaan sekarang, pasien
mengatakan lebih banyak didalam rumah karena malu dengan tetangga.
DO: Pasien tampak malu saat ditanya, tampak pasien lebih banyak diam
dan hanya bicara saat ditanya, klien mengungkapkan keluhannya.
Masalah keperawatan: Gangguan citra tubuh. Etiologi: Ketidakmampuan
dan kehilangan fungsi tubuh.
4. DS: Pasien mengatakan belum mengetahui tentang apa itu penyakit kusta
dan penyebabnya. DO: Tampak pasien bingung saat ditanya tentang apa
itu kusta dan keluhan apa yang dirasakan. Masalah keperawatan: Kurang
Pengetahuan. Etiologi: Kurang informasi
5. S: Pasien mengatakan yang tinggal di dalam rumah ada 8 orang, pasien
mengatakan sering menggunakan barang-barang didalam rumah secara
bersamaan. DO: Tampak pasien dan keluarganya menggunakan alatalat
mandi, makan dan minum secara bersamaan. Masalah keperawatan:
Risiko penularan. Etiologi: Kontak secara langsung
8. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan NANDA 2015.
Dari hasil pengkajian diagnosa keperawatan yang diambil dan sesuai
dengan prioritas adalah:
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (daya
gesek)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi)
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh
4) Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
5) Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara langsung.
9. Intervensi Keperawatan Berdasarkan NOC & NIC (Moorhead. S. &
Bulecchek. G., 2013).
Intervensi atau rencana keperawatan adalah sebagai suatu dokumen tulisan yang
berisi tentang cara menyelesaikan masalah, tujuan, intervensi. Perencanaan
tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi.
Diagnosa keperawatan 1: Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera
biologis (iskemia). Goal: Pasien akan mempertahankan rasa nyaman nyeri selama
dalam perawatan. Obyektif: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan nyeri terkontrol. NOC: Level nyeri, Kontrol Nyeri, dan level
kenyamanan. Indikator: 1) Mengenali kapan nyeri terjadi. 2) Menggambarkan
factor penyebab. 3) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik. 4)
Menggunakan analgesic yang direkomendasikan. 5) Mengenali apa yang terkait
dengan gejala nyeri. 6) Melaporkan nyeri yang terkontrol. NIC : Manajemen
Nyeri: 1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi : lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitasatau beratnya nyeri dan factor
pencetus (PQRST). 2) Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab dan
berapa lama nyeri akan dirasakan. 3) Kurangi atau eliminasi factor-faktor yang
dapat mencetuskan dan meningkatkan nyeri. 4) Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri. 5) Kolaborasi pemberian terapi analgesic.
6) Monitor kefektifan penggunaan obat analgesik.
Diagnosa keperawatan 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan factor mekanik (daya gesek). NOC: Tissue Integrity: Skin and Mucous
Membranes (integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa). Kriteria Hasil: 1)
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi). 2) Tidak ada luka/lesi pada kulit. 3) Perfusi jaringan baik. 4)
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
sedera berulang. 5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami. NIC: Pressure Management: Manajemen Perilaku: 1)
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, R/ Pakaian yang
longgar dapar menghidari iritasi 2) Hindari kerutan pada tempat tidur, R/ Kerutan
pada tempat tidur dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. 3) Jaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering, R/ Kebersihan kulit sangat penting
dalam menghindari infeksi. 4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali, R/ Menghindari luka tambahan misalnya dekubitus. 5) Monitor kulit
akan adanya kemerahan, R/ Kemerahan pada kulit merupakan salah satu tanda
adanya infeksi. 6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan,
R/ Memberikan kelenturan pada kulit. 7) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien,
R/ Dapat mengetahui tingkat kemampuan pasien. 8) Monitor status nutrisi pasien,
R/ Keseimbangan nutrisi dapat memberikan nutrisi yang baik pada kulit. 9)
Anjurkan pasien untuk mandi dengan menggunakan sabun dan air hangat, R/
Dengan menggunakan sabut dapat menjaga kebersihan dan keutuhan kulit.
Diagnosa 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
dan kehilangan fungsi tubuh. NOC: Body image (Citra tubuh), Self esteem (Harga
diri), Outcome/klriteria hasil:1) Body image (citra tubuh) positif. 2) Mampu
mengidentifikasi kekuatan personal. 3) Mendiskripsikan secara faktual perubahan
fungsi tubuh. 4) Mempertahankan interaksi sosial. NIC: Body image enhancement
(Peningkatan Citra Tubuh) : 1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien
terhadap tubuhnya, R/ Dengan mengkaji verbal dan non verbal dapat mengetahui
gangguan yang terjadi pada pasien. 2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya, R/
Menghindari pasien dalam menyalahkan diri sendiri. 3) Jelaskan tentang
pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit, R/ Dapat membantu
pasien utk meningkatkan pengetahuannya. 4) Motivasi klien mengungkapkan
perasaannya, R/ Dapat memberikan keringan kepada pasien dalam menghadapi
penyakit yang dialaminya. 5) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat
bantu, R/ Dengan menggunakan alat dapat membantu mengurangi risiko. 6)
Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil, R/ Untuk
menghidari risiko isolasi diri.
Diagnosa 4: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
NOC: 1. Kowlwdge : disease process (Pengetahuan proses penyakit). 2)
Kowledge : health Behavior. (Pengetahuan tingkah laku). Kriteria Hasil: 1) Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan. 2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar. 3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya. NIC: Teaching : disease Process
(Pengajaran: Proses penyakit). 1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik, R/ Sebagai gambara untuk menilai
tingkat kemampuan pasien. 2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat, R/
Meningkatakan pengetahuan pasien. 3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat, R/ Meningkatkan pengetahuan
pasien. 4) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat, R/ Meningkatkan
pengetahuan pasien. 5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang
tepat, R/ Dapat mengetahui penyebab penyakit yang dialami pasien. 6) Sediakan
informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat, R/ Mempermudah
pasien dalam mengetahui informasi tentang penyakit yang dialaminya. 7)
Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat, R/ Sebagai dukungan terhadap anggota keluarga yang sakit. 8) Diskusikan
perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit, R/ Menghidari
Risiko yang tidak diinginkan. 9) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan, R/
Dengan terapi yang efektif dalam membantu mengobati sakit pasien.
Diagnosa 5: Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara
langsung. Goal: Tidak terjadi penularan kepada anggota keluarga selama dalam
perawatan. Obyektif: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x1 jam
pasien dapat meminimalisir tingkat penularan kepada keluarga. Kriteria: 1) Pasien
dapat menjelaskan tentang risiko penularan penyakit kusta . 2) Pasien dapat
menjelaskan penyebab risiko penularan penyakit kusta. 3) Pasien dapat
menjelaskan tanda-dan gejala risiko penularan penyakit kusta. Intervensi: 1) Beri
penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang akibat risiko penularan penyakit
kusta, R/ Dengan member penyuluhan pasien dapat mengetahui risiko apa yang
akan terjadi apabila tidak berobat secara baik dan benar. 2) Kaji ulang
pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan tentang risiko penularan
penyakit kusta, R/ Untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga. 3) Anjurkan
kepada pasien untuk menggunakan barang-barang dalam rumah sendiri (tidak
gabung dengan keluarga lain) misalnya alat-alat mandi, alat makan dan lainnya,
R/ Menuigkatkan pengetahuan pasien dalam menghidari risiko penularan kepeda
pasien. 4) Berikan penjelasan kepada keluarga untuk selalu memberikan support
dan mau mengerti dengan keadaan pasien, R/ Dukungan keluarga sangat penting
dalam proses perawatan dan pengobatan pasien.

10.Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi
keperawatan respiratory distress syndrome sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat sebelumnya. (Ngastiyah, 2005)
Implementasi: Hari pertama tanggal 15 Juli 2019 yaitu:
Diagnosa keperawatan 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan factor mekanik (daya gesek). Implementasi : Jam 07.30 Wita. 1)
Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgaR. 2) Menjaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 3) Memobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali. 4) Memonitor kulit akan adanya kemerahan. 5)
Merawat Luka dengan salep gentamisin pada daerah terinfeksi. 6) Memonitor
aktivitas dan mobilisasi pasien. 7) Memonitor status nutrisi pasien. 8)
Menganjurkan pasien untuk mandi dengan menggunakan sabun dan air hangat.
Diagnosa Keperawatan 2: Jam 07.45 Wita. 1) Melakukan pengkajian
nyeri komprehensif yang meliputi : PQRST: P: Nyeri saat berjala atau bergerak,
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: Sakit pada persendian tangan dan kaki kiri dan
kanan, S: Skala nyeri 3 (dengan menggunakan angka 1-10), T: Nyeri hampir
setiap saat. 2) Mengoservasi tanda-tanda vital. 3) Mengobservasi adanya petunjuk
non verbal mengenai ketidaknya manan yaitu : sering memegang daerah
persendian tangan dan kaki. 4) Memberikan informasi kepada pasien mengenai
nyeri, yaitu penyebab nyeri karena adanya radang pada hati yang dapat
menyebabkan sakit. 5) Mengajarkan pasien tentang penggunaan teknik non
farmakologi untuk pengurangan nyeri yaitu dengan latihan teknik napas dalam. 6)
Menganjurkan pasien untuk berobat secara teratur.7) Menganjurkan pasien untuk
minum obat secara dengan baik dan benar sesuai dengan indikasi medis
Diagnosa keperawatan 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh. Implementasi: Jam 09.00 Wita. 1)
Mengkaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya. 2)
Memonitor frekuensi mengkritik dirinya. 3) Menjelaskan tentang pengoba tan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit. 4) Memotivasi klien mengungkap
kan perasaannya. 5) Mengidentifikasi arti penguran gan melalui pemakaian alat
bantU. 6) Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
Diagnosa keperawatan 4: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi. Implementasi: Jam 10.00 Wita. 1) Memberikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik. 2) Menjelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.. 3) Mengambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat. 4) Menggambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat. 5) Mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat. 6) Menyediakan informasi pada pasien dan keluarga
tentang penyakit kusta dalam bentuk kertas gambar (liflet)
Diagnosa keperawatan 5: Risiko penularan berhubungan dengan kontak
secara langsung. Implementasi: Jam 11.15 Wita. 1) Memberikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik. 2) Menjelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3) Menggambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat. 4) Menggambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat. 5) Mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat. 6) Menyediakan informasi pada pasien dan keluarga
tentang penyakit kusta Hari kedua tanggal 16 Juli 2019 yaitu:
Diagnosa Keperawatan 1: 1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
yang meliputi : PQRST: P: Nyeri saat berjala atau bergerak, Q: Nyeri seperti
tertusuk-tusuk, R: Sakit pada persendian tangan dan kaki kiri dan kanan, S: Skala
nyeri 3 (dengan menggunakan angka 1-10), T: Nyeri hampir setiap saat. 2)
Mengoservasi tanda-tanda vital. 3) Mengobservasi adanya petunjuk non verbal
mengenai ketidaknya manan yaitu: sering memegang daerah tangan dan kaki. 4)
Memberikan informasi kepada pasien mengenai nyeri, yaitu penyebab nyeri
karena adanya radang pada hati yang dapat menyebabkan sakit. 5) Mengajarkan
pasien tentang penggunaan teknik non farmakologi untuk pengurangan nyeri yaitu
dengan latihan teknik napas dalam. 6) Menganjurkan pasien untuk berobat secara
teratur.7) Menganjurkan pasien untuk minum obat secara dengan baik dan benar
sesuai dengan indikasi medis
Diagnosa keperawatan 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
factor mekanik (daya gesek). Implementasi: 1) Menganjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgaR. 2) Menjaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering. 3) Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
sekali. 4) Memonitor kulit akan adanya kemerahan. 5) Mengoleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah yang tertekan. 6) Memonitor aktivitas dan mobilisasi
pasien. 7) Memonitor status nutrisi pasien. 8) Menganjurkan pasien untuk mandi
dengan menggunakan sabun dan air hangat.
Diagnosa keperawatan 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh. Implementasi: 1) Mengkaji secara
verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya. 2) Memonitor frekuensi
mengkritik dirinya. 3) Menjelaskan tentang pengoba tan, perawatan, kemajuan
dan prognosis penyakit. 4) Memotivasi klien mengungkap kan perasaannya. 5)
Mengidentifikasi arti penguran gan melalui pemakaian alat bantU. 6)
Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
Diagnosa keperawatan 4: Risiko penularan berhubungan dengan kontak
secara langsung. Implementasi: 1) Memberikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik. 2) Menjelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3) Menggambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat. 4) Menggambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat. 5) Mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat. 6) Menyediakan informasi pada pasien dan keluarga
tentang penyakit kusta. Hari ketiga tanggal 17 Juli 2019 yaitu:
Diagnosa Keperawatan 1: 1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif
yang meliputi : PQRST: P: Nyeri saat berjala atau bergerak, Q: Nyeri seperti
tertusuk-tusuk, R: Sakit pada persendian tangan dan kaki kiri dan kanan, S: Skala
nyeri 3 (dengan menggunakan angka 1-10), T: Nyeri hampir setiap saat. 2)
Mengoservasi tanda-tanda vital. 3) Mengobservasi adanya petunjuk non verbal
mengenai ketidaknya manan yaitu: sering memegang daerah tangan dan kaki. 4)
Memberikan informasi kepada pasien mengenai nyeri, yaitu penyebab nyeri
karena adanya radang pada hati yang dapat menyebabkan sakit. 5) Mengajarkan
pasien tentang penggunaan teknik non farmakologi untuk pengurangan nyeri yaitu
dengan latihan teknik napas dalam. 6) Menganjurkan pasien untuk berobat secara
teratur.7) Menganjurkan pasien untuk minum obat secara dengan baik dan benar
sesuai dengan indikasi medis
Diagnosa keperawatan 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan factor mekanik (daya gesek). Implementasi: 1) Menganjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgaR. 2) Menjaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering. 3) Memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali. 4) Memonitor kulit akan adanya kemerahan. 5) Mengoleskan lotion
atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan. 6) Memonitor aktivitas dan
mobilisasi pasien. 7) Memonitor status nutrisi pasien. 8) Menganjurkan pasien
untuk mandi dengan menggunakan sabun dan air hangat.
Diagnosa keperawatan 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh. Implementasi: 1) Mengkaji secara
verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya. 2) Memonitor frekuensi
mengkritik dirinya. 3) Menjelaskan tentang pengoba tan, perawatan, kemajuan
dan prognosis penyakit. 4) Memotivasi klien mengungkap kan perasaannya. 5)
Mengidentifikasi arti penguran gan melalui pemakaian alat bantU. 6)
Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
Diagnosa keperawatan 4: Risiko penularan berhubungan dengan kontak
secara langsung. Implementasi: 1) Memberikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik. 2) Menjelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3) Menggambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat. 4) Menggambarkan proses
penyakit, dengan cara yang tepat. 5) Mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat. 6) Menyediakan informasi pada pasien dan keluarga
tentang penyakit kusta.
10. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan klien (Ngastiyah, 2005).Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan yang dilakukan.
Evaluasi hari pertama pada tanggal 15 Juli 2019,
Diagnosa 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (daya
gesek). Jam. 08.00 Wita. S: Pasien mengatakan badan kemerahan dan panas. O: 1)
Teraba seluruh kulit mengeras dan bercakbercak kemerahan. 2) Adanya tanda-tanda
bekas garukan. A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan di rumah.
Diagnosa 2: Jam 08.50, S : Pasien mengatakan masih sakit pada persendian
tangan dan kaki. O: Tampak wajah pasien meringis kesakitan, skala nyeri 3, tampak
pasien sering memegang daerah yang sakit yaitu siku tangan, TD: 110/80 mmHg, N: 84
kali/menit, RR: 18 kali/menit dan S: 36,5OC. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi
dilanjutkan di rumah.
Diagnosa 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh. Pasien mengatakan merasa malu dengan keadaan sekarang.
Jam. 10.00 Wita. S: Pasien mengatakan lebih banyak didalam rumah karena malu dengan
tetangga. O: 1) Pasien tampak malu saat ditanya. 2) Tampak pasien lebih banyak diam
dan hanya bicara saat ditanya. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi dilanjutkan di
rumah.
Diagnosa keperawatan 4: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi. Jam 10.50, S: 1) Ibu mengatakan sudah tahu penyebabnya. O: 1) Ibu tampak
bisa menjawab saat ditanya kembali materi yang diberikan. A: Masalah teratasi. P :
Intervensi dihentikan.
Diagnoas keperawatan 5: Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara
langsung. Jam 11.45, S: 1) Pasien mengatakan di dalam rumah hanya tinggal bersama
istrinya. 2) Pasien mengatakan sering menggunakan barang-barang didalam rumah secara
bersamaan. O: 1) Tampak pasien sering kontak langsung dengan istrinya di rumah. 2)
Tampak pasien dan istri menggunakan alat-alat mandi secara bersamaan. A: Risiko
penularan masih bisa terjadi. P: Intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua pada tanggal 16 Juli 2019,
Diagnosa 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (daya
gesek). Jam. 08.00 Wita. S: Pasien mengatakan badan kemerahan dan panas. O: 1)
Teraba seluruh kulit mengeras dan bercakbercak kemerahan. 2) Adanya tanda-tanda
bekas garukan. A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan di rumah.
Diagnosa 2: Jam 08.50, S : Pasien mengatakan masih sakit pada persendian
tangan dan kaki. O: Tampak wajah pasien meringis kesakitan, skala nyeri 3, tampak
pasien sering memegang daerah yang sakit yaitu siku tangan, TD: 110/80 mmHg, N: 84
kali/menit, RR: 18 kali/menit dan S: 36,5OC. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi
dilanjutkan di rumah.
Diagnosa 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh. Pasien mengatakan merasa malu dengan keadaan sekarang.
Jam. 10.00 Wita. S: Pasien mengatakan lebih banyak didalam rumah karena malu dengan
tetangga. O: 1) Pasien tampak malu saat ditanya. 2) Tampak pasien lebih banyak diam
dan hanya bicara saat ditanya. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi dilanjutkan di
rumah.
Diagnoas keperawatan 4: Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara
langsung. Jam 11.45, S: 1) Pasien mengatakan di dalam rumah hanya tinggal bersama
istrinya. 2) Pasien mengatakan sering menggunakan barang-barang didalam rumah secara
bersamaan. O: 1) Tampak pasien sering kontak langsung dengan istrinya di rumah. 2)
Tampak pasien dan istri menggunakan alat-alat mandi secara bersamaan. A: Risiko
penularan masih bisa terjadi. P: Intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari ketiga pada tanggal 17 Juli 2019,
Diagnosa 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (daya
gesek). Jam. 08.00 Wita. S: Pasien mengatakan badan kemerahan dan panas. O: 1)
Teraba seluruh kulit mengeras dan bercakbercak kemerahan. 2) Adanya tanda-tanda
bekas garukan. A : Masalah belum teratasi. P : Intervensi dilanjutkan di rumah.
Diagnosa 2: Jam 08.50, S : Pasien mengatakan masih sakit pada persendian
tangan dan kaki. O: Tampak wajah pasien meringis kesakitan, skala nyeri 3, tampak
pasien sering memegang daerah yang sakit yaitu siku tangan, TD: 110/80 mmHg, N: 84
kali/menit, RR: 18 kali/menit dan S: 36,5OC. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi
dilanjutkan di rumah.
Diagnosa 3: Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan
kehilangan fungsi tubuh. Pasien mengatakan merasa malu dengan keadaan sekarang.
Jam. 10.00 Wita. S: Pasien mengatakan lebih banyak didalam rumah karena malu dengan
tetangga. O: 1) Pasien tampak malu saat ditanya. 2) Tampak pasien lebih banyak diam
dan hanya bicara saat ditanya. A: Masalah belum teratasi. P: Intervensi dilanjutkan di
rumah.
Diagnoas keperawatan 4: Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara
langsung. Jam 11.45, S: 1) Pasien mengatakan di dalam rumah hanya tinggal bersama
istrinya. 2) Pasien mengatakan sering menggunakan barang-barang didalam rumah secara
bersamaan. O: 1) Tampak pasien sering kontak langsung dengan istrinya di rumah. 2)
Tampak pasien dan istri menggunakan alat-alat mandi secara bersamaan. A: Risiko
penularan masih bisa terjadi. P: Intervensi dilanjutkan.
12.Pembahasan
Pada bagian ini membuat pembahasan mengenai adanya kesenjangan antara teori
dan proses asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 15 Juli 2019 sampai
dengan 17 Juli 2019 di Puskesmas Penfui Kota Kupang. Pembahasan yang dimaksud
adalah meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
1) Pengkajian
Menurut Price & WilsonSodikin (2005) pada pengkajian biasanya ditemukan data
subjektif dan obyektif pada pasien kusta antara lain : Kelainan atau lesi kulit yang mati
rasa, penebalan saraf tepi sertai gangguan saraf (mati rasa, kelemahan, kelumpuhan otot,
kulit kering dan retak-retak), ditemukannya mycobacterium leprae pada pemeriksaan
hapusan kulit. Gejala lain menurut Djuanda Adhi (2010): Wajah berbenjol benjol dan
tegang, demam dari derajat rendah sampai menggigil, napsu makan menurun, mual
muntah dan sakit kepala. Pada kasus nyata yang dialami Nn. M.T. mengalami sakit yang
sedang, dan data yang ditemukan yaitu : Pasien mengatakan sakit pada persendian siku
tangan dan lutut kiri dan kanan, tampak wajah pasien meringis kesakitan, PQRST: P:
Nyeri saat berjala atau bergerak, Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: Sakit pada
persendian tangan dan kaki kiri dan kanan, S: Skala nyeri 3, T: Nyeri hampir setiap saat,
TTV: TD: 110/80 mmHg, N: 84 kali/menit, RR: 18 kali/menit dan S: 36,5OC. badan
kemerahan dan panas, teraba seluruh kulit mengeras dan bercak-bercak kemerahan,
adanya tanda-tanda bekas garukan. Pasien mengatakan belum mengetahui tentang apa itu
penyakit kusta dan penyebabnya. Berdasarkan hasil tersebut diatas ditemukan banyak
kesesuaian data antara teori dan kasus nyata yang dialami oleh Nn. M.T. sehingga penulis
menyimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata.
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memungkinkan perawat untuk menganalisis dan
mensintesis data yang telah di kelompokan, selain itu juga digunakan untuk
mengidentifikasi masalah, faktor penyebab masalah, dan kemampuan klien untuk dapat
mencegah atau memecahkan masalah (Sodikin (2011). Manurut NANDA (2015) terdapat
enam (6) diagnosa keperawatan pada kasus kusta antara lain : 1) Kerusakan integritas
kulit berhubungan factor mekanik (daya gesek) dan proses inflamasi. 2) Nyeri kronik
berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi). 3) Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan otot. 4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
dan kehilangan fungsi tubuh. 5) Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan. 6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi. Berdasarkan
kasus nyata yang dialami oleh Nn. M. T. yaitu penulis hanya menegakkan empat (4)
diagnosa keperawatan yang ada didalam teori antara lain: 1) Kerusakan integritas kulit
berhubungan factor mekanik (daya gesek) dan proses inflamasi. 2) Nyeri akut
berhubungan denga agens cedera biologis (infeksi), 3) Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh. 4) Kurang
pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat. Dan satu (1) diagnose
keperawatan yang tidak terdapat dalam teori yaitu Risiko penularan. Sedangkan tiga (2)
diagnosa keperawatan lainnya tidak ditemukan pada kasus nyata karena tidak ada tanda
dan gejala untuk ditegakkan diagnose keperawatan tersebut. Penulis menyimpulkan
bahwa terdapat kesenjangan antar teori dan kasus nyata karena ditemukan satu diagnosa
keperawatan yang tidak terdapat dalam teori yaitu risiko penularan.
3) Intervensi Keperawatan Berdasarkan NOC & NIC (2013), perencanaan keperawatan
merupakan tahap ketiga dalam proses keperawatan. Diharapkan perawat mampu
memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan/hasil yang diharapkan, memilih
intervensi yang paling tepat, dan menulis dan mendokumentasikan rencana
keperawatan. Menurut teori intervensi yang dilakukan untuk empat (4) diagnose
keperawatan antara lain : 1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi :
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitasatau beratnya nyeri dan factor
pencetus (PQRST). 2) Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab dan berapa
lama nyeri akan dirasakan. 3) Kurangi atau eliminasi factor-faktor yang dapat
mencetuskan dan meningkatkan nyeri. 4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang longgar. 5) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 6) Monitor kulit
akan adanya kemerahan. 7) Anjurkan pasien untuk mandi dengan menggunakan sabun
dan air hangat. 8) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya. 9)
Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit. 10)
Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu. 11) Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam kelompok kecil. 12) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik . 13) Gambarkan tanda dan gejala yang
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat. 14) Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat. Pada kasus Nn. M.T. dengan penyakit
kusta, lima (5) masalah keperawatan yang berurutan sesuai dengan prioritas masalah
keperawatan yaitu :
a) Kerusakan integritas kulit berhubungan factor mekanik (daya gesek) dan proses
inflamasi.
b) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi),
c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi
tubuh.
d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat.
e) Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara langsung, semua intervensi sudah
dilaksanakan sesuai dengan teori. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis menarik
kesimpulan bahwa adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang dialami Nn.
M.T., dimana pada teori ditemukan 6 diagnosa keperawatan, dan pada kasus nyata 5
diagnosa keperawatan.

13.Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data
yang baru (Ngastiyah, 2005).
Pada hari senin, 15 Juli 2019 di lakukan implementasi keperawatan dengan
diagnosa keperawatan: 1) Kerusakan integritas kulit berhubungan factor mekanik (daya
gesek) dan proses inflamasi. 2) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
infeksi). 3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan
fungsi tubuh. 4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi in adekuat. 5)
Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara langsung pada Nn. M.T. dengan
diagnosa medis kusta yaitu: ) Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgaR. 2) Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. 3) Memobilisasi
pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali. 4) Memonitor kulit akan adanya
kemerahan. 5) Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan. 6)
Memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien. 7) Memonitor status nutrisi pasien. 8)
Menganjurkan pasien untuk mandi dengan menggunakan sabun dan air hangat. Pada
implementasi tersebut penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan kasus nyata
dimana semua intervensi yang sudah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan
yang diharapkan
14.Evaluasi Keperawatan
Menurut Ngastiyah (2005) evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan kriteria yang
dibuat pada tahap perencanaan mengenai masalah keperawatan Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan factor mekanik (daya gesek), Gangguan citra tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh, Kurang Pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi, Risiko penularan berhubungan dengan kontak secara langsung.
Yang sesuai dengan teori antara lain Pengetahuan pasien meningkat, Gangguan citra diri
teratasi, Tidak terjadi risiko penularan, sedangkan yang tidka sesuai dengan teori yaitu:
Nyeri akut dan Kerusakan integritas kulit yang belum tuntas penanganannya. Setelah
dilakukan evaluasi selama 3 hari dari tanggal 15-17 Juli 2019, pasien masih merasa sakit
pada persendian kedua tangan da kaki, masih merasa gatal-gatal pada seluruh badan, kulit
masih tampak kemerahan, bersisik dan menebal. Hal ini disebabkan karena obat yang
diminum belum tuntas.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan

Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh


Treponema pallidum ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses
manifestasi ulkus seperti ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-
destruktif yang dini dan destruktif atau adanya infeksi lanjut pada kulit,
tulang dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat
berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka
atau cedera/ trauma.

Pada awal terjadinya infeksi frambusia, agen akan berkembang biak


didalam jaringan penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa
papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang
basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan
peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila
tidak segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta
persendian. Proses penyebaran frambusia ada 2, yaitu penularan secara
langsung (direct contact) , dan penularan secara tidak langsung
(indirect contact). Gejala klinis frambusia terdiri atas 3 stadium yaitu :
Stadium I, Stadium II atau masa peralihan, dan Stadium III, selain itu juga
dibagi lagi dalam beberapa tahapan, antara lain : tahap prepatogenesis, tahap
inkubasi, tahap dini, tahap lanjut, dan tahap pasca patogenesis.

Strategi pemberantasan atau pencegahan frambusia terdiri dari 4 hal


pokok yaitu: skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah
15 tahun untuk menemukan penderita, memberikan pengobatan yang akurat
kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian
kontak, penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS), perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana
dan prasarana air
 bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.

Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan


pengobatan utama dalam pengobatan frambusia adalah benzatin  penisilin,
alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin,
doxicicline dan eritromisin.

2.Saran

Frambusia merupakan penyakit kulit yang dapat menular, banyak hal


yang dapat membuat penyakit frambusia dapat terjadi, salah satunya yaitu
kondisi tempat tinggal yang kotor dan tidak sehat. Oleh karena itu, di
harapkan bagi semua masyarakat untuk selalu memperhatikan kondisi
lingkungannya, dan menjaga kesehatan baik terhadap diri sendiri maupun
lingkungan tempat tinggal.
DAFTAR PUSTAKA

http://akatsuki-ners.blogspot.com/2011/02/askep-klien-dengan-
frambusia.html (diakses pada tanggal 24 februari 2012)
http://ichynurse.blogspot.com/2012/01/askep-frambusia.html
(diakses pada tanggal 23 februari 2012)

Anda mungkin juga menyukai