Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular memang banyak macamnya, tetapi hanya ada beberapa yang paling
banyak menyerang masyarakat dan juga ada beberapa penyakit menular yang jarang
dijumpai. Penyakit menular yang juga dikenal sebagai penyakit infeksi. Dalam istilah medis,
Penyakit menular adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi, seperti
virus, bakteria atau parasit. Penyakit menular dapat ditularkan atau menular kepada orang
lain, salah satunya adalah kontak langsung yang dapat menyebabkan penyakit frambusia, infeksi
stafilokokusdan berbagai penyakit pada kelamin seperti GO, sifilis, dan HIV.
Penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir bisa
dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat kesukuan
yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Di Indonesia sendiri, tepatnya pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia
melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan
adanya frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas
kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat
krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000
sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah
pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus
dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan Crash
Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F). Namun, kenyataannya sampai saat ini
frambusia masih ditemukan. Hal ini bisa disebabkan oleh karena metode, organisasi, manajemen
pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini
tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya
frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan
tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah.
Penyebabnya yaitu bakteri Treponema pallidum subspesies pertenuedari spirocheta.
Spirocheta adalah bakteri besar dari kelompok heterogenous yang berbentuk spiral dan motil.

Salah satu famili (Spirochaetaceae) dari ordo spirochaetales terdiri dari tiga genus yang hidup
bebas dan organisme berbentuk spiral yang besar. Famili lain (yaitu Treponemataceae) termasuk
tiga genus yang menjadi patogen pada manusia: (1) treponema, (2) borrelia, (3) leptospira.
Spirocheta memiliki banyak ciri yang sama dengan Treponema pallidum. Mereka
bercirikan berbentuk panjang, langsing, helically coiled, berbentuk spiral atau seperti pembuka
botol, dan basil gram negatif. T. pallidum memiliki kulit luar yang disebut lapisan
glikosaminoglikan. Di dalam kulit terdapat membran luar yang mengandung peptidoglikan yang
berperan mempertahankan integritas struktur organisme. Endoflagella (filamen aksial) adalah
organel yang berbentuk seperti flagella yang berada pada ruang periplasmik yang dilapisi oleh
membran luar. Endoflagella dari setiap kematian organisme yang diterbangkan di sekitar
organisme tersebut, menjauh hingga titik tengah (midpoint). Di dalam endoflagella ada membran
terdalam (membran sitoplasmik) yang berperan dalam menyediakan stabilitas osmotik, yang
ditutupi oleh silinder protoplasmik. Rangkaian tabung sioplasma (body fibrils) berada dalam sel
di dekat membran terdalam. Treponema bereproduksi dengan cara fisi transversal.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis bermaksud mengkaji penyakit Frambusia
sebagai Judul dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Frambusia?
2. Bagaimana cara pencegahan dari penyakit Frambusia?
3. Bagaimana cara pengobatan dari penyakit frambusia?
C.

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam Karya Tulis Ilmiah ini sebagai berikut.
1.

Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum tentang penyakit frambusia yang terjadi di individu,

keluarga, dan masyarakat.


2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Frambusia.
b. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan dari penyakit Frambusia.
c. Untuk mengetahui bagaimana cara pengobatan dari penyakit Frambusia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema
pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termaksud penyakit menular
venerik, yang disebabkan oleh Treponema palidum subs. pertinue dengan gejala utama pada
kulit dan tulang.

Genus treponema terdiri dari Treponema pallidum subspesies pallidum yang


menyebabkan sifilis, Treponema pallidum subspecies perteneu yang menyebabkan frambusia
(yaws/puru/pian), treponema pallidum subspecies endemicum yang menyebabkan sifilis (disebut
bejel) dan treponema carateum yang menyebabkan pinta. (Jawetz, 2005; Greenwood, 1994;
Noordhoek, 1990).
Penyakit Frambusia (yaws) pertama kali ditemukan oleh Castellani, pada tahun 1905
yang berasal dari bakteri besar (spirocheta) bentuk spiral dan motil dari famili (spirochaetaceae)
dari ordo spirochaetales yang terdiri dari 3 genus yang phatogen pada manusia (treponema,

borelia dan leptospira). Spirohaeta mempunyai ciri yang sama dengan pallidum yaitu panjang,
langsinghelically coiled, bentuk spiral seperti pembuka botol dan basil gram negatif.
Treponema memiliki kulit luar yang disebut glikosaminoglikan, di dalam kulit memiliki
peptidoglikan yang berperan mempertahankan integritas struktur organisme. (Jawetz, 2005).
Yaws merupakan penyakit endemik, khususnya pada anak-anak, di negara-negara yang lembab
dan

beriklim

tropis. (Geo,

2005

477). Sedangkan

menurutHusamah,

2012:

30, Frambusia: yaws; berupa luka yang agak menonjol pada tempat yang terkena infeksi
bakteri Treponema, biasanya di tungkai.
C.

Etiologi
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum
sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, tetapi dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah
beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, dan banyak hujan, yang dikombinasikan
dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas
air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai.
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan
seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang anak anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit ini terutama menyerang kulit dan tulang serta banyak didapati pada masyarakat miskin,
pedesaan dan marjinal di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika Selatan, dimana kepadatan
penduduk, kekurangan persediaan air, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk terdapat
di mana mana.
Jadi, penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir
bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat
kesukuan yang terdapat di daerah daerah terpencil yang sulit dijangkau.Bisa dikatakan bahwa
penyakit frambusia bermula dimana jalan berakhir.

D. Patofisiologis
Frambusia disebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak
langsung dengan penderita ataupun kontak tidak langsung.Treponema palidum ini biasanya
menyerang kulit dan tulang.
Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu,
setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang
memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan
peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati
agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian.
Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang
menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta
dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran
hilangnya bentuk hidung.Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan
parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja, namun
dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia
hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 510 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan mengalami
lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan, kulit, serta jaringan halus,
yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta stigma sosial. Dimana
klasifikasi penyakit Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
1.
2.
3.
4.
E.

Pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia.


secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit.
latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada.
tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan.

Tanda dan Gejala Klinis


Penyakit frambusia di tandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupakutil (papiloma)
pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan bertahan sampai berminggu
minggu bahkan berbulan - bulan. Lesi kemudian menyebar membentuk lesi yang khas

berbentuk buah frambus (raspberry) danterjadi ulkus (luka terbuka). Stadium lanjut dari
penyakit

ini

berakhir

dengan

kerusakan

yang terkena dan dapat menimbulkankecacatan

10-20

kulit

dan tulang

di

daerah

persen dari penderita

yang

tidak di obati akan cacat.


Penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang

sehingga

merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10%
kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut di tandai dengan lesi yang merusak susunan kulit
yang juga mengenai otot dan persendian. Gejala klinis pada penyakit Frambusia terdiri atas 3
Stadium yaitu :
1.

Stadium Primer
Stadium ini dikenal juga stadium menular.Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau
dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma pada port d entre yang berbentuk
seperti buah arbei, permukaan basah, lembab , tidak bernanah, sembuh spontan tanpa
meninggalkan bekas, kadang-kadang disertai peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri
tulang dan persendian kemudian, papula-papula menyebar yang sembuh setelah 1-3
bulan. Lesi intinial berlangsung beberapa minggu dan beberapa bulan kemudian sembuh.
Lesi ini sering ditemukan disekitar rongga mulut, di dubur dan vagina, dan mirip
kandilomatalata pada sifilis. Gejala ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut, walaupun
terkadang dengan pigmentasi.selain itu terdapat semacam papiloma pada tapak tangan
atau kaki, dan biasanya lembab. Gejala pada kulit dapat berupa macula, macula papulosa,
papula, mikropapula, nodula, tanpa menunjukan kerusakan struktur pada lapisan
epidermis serta tidak bereksudasi.Bentuk lesi primer ini adalah bentuk yang menular.

2.

Stadium Sekunder atau masa peralihan


Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum pertinue.Treponema
positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah stadium I. Pada
stadium ini frambusia tidak menular dengan bermacam-macam bentuk gambaran klinis,
berupa hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan
tulang ekstermitas, yang dapat mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi
ganggosa, yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan
pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk
hidung, gondou (suatu bentuk ostitis hipertofi), meskipun jarang dijumpai. Kelainan

sendi, hidrartosis, serta junksta artikular nodular (nodula subkutan, mudah bergerak,
kenyal, multiple), biasanya ditemukan di pergelangan kaki dekat kaput fibulae, daerah
akral atau plantar dan palmar.
3.

Stadium Tersier
Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam
atau bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk
keloid dan kontraktur. Bila terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan
kerusakan pada tulang. Kerusakan sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.

F.

Epidemologi
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika,
Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25150 juta penderita.
Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun
19541963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastis dari jumlah penderita
penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya fasilitas
kesehatan umum serta pengobatan yang tidak memadai. Diperkirakan sebanyak 100 juta anakanak beresiko terkena frambusia.
Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan 8 dari 30 provinsi 95% dari
keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya dilaporkan dari empat provinsi,
yaitu: Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan program
pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama disebabkan
oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan
perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan
memperkuat program ini.
Di Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemik di 6 dari 13 distrik. Data yang
dapat dipercaya tidak terdapat di negara ini. Pendekatan yang terpadu sedang direncanakan,
dengan mengkombinasikan pemberantasan penyakit kaki gajah dan frambusia, serta
pengontrolan cacing tanah. Sinergi program semacam ini merupakan pendekatan utama yang
harus didukung.
Pemerintah pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia
sudah harus dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified)

dan Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F). Namun, kenyataannya sampai
saat ini frambusia masih ditemukan. Hal ini bisa disebabkan oleh karena metode, organisasi,
manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut
selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa
masih adanya frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang
kurang memadai dan tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan
prasarana wilayah.
H. Penatalaksanaan Medis
Pada penyakit Frambusia terdapat beberapa cara penatalaksaan medis dalam proses
keperawatannya, diantaranya yaitu:
1.
2.

Obat terpilih adalah penisilin prokain 2,4 juta IU dosis tunggal untuk dewasa.
Obat alternatif diberiakan kepada penderita yang peka/alergi terhadap penisilin,

3.

walaupun menurut laporan di Negara lain hanya menghasilkan 70-80% kesembuhan.


Program pemberantasan penyakit frambusia memberikan obat alternatif sebagai berikut:
a. Aureomisin
1) Anak-anak : 0,75-1,5 gr selama hari
2) Dewasa
: 2 gr selama 5 hari
b.

Teramisin (dalam dosis dibagi 3 hari berturut-turut)


1) 3 gr pada hari pertama
2) 2 gr pada hari kedua
3) 2 gr pada hari ketiga

c. Tetrasiklin
1) Anak-anak : 25 mg/kgBB selama 5 hari
2) Dewasa
: 2 gr/hari selama 5 hari
d. Obat pilihan lain eritromisin 1-2 gram/hari atau tetrasiklin 1-2 gram/hari selama 2
minggu.

I.

Pencegahan Penyakit Frambusia


Terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya penyakit Frambusia terdiri dari cara
penularannya dan cara mencegahnya, diantaranya yaitu:
1. Penularan Penyakit Frambusia

Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,
yaitu :
a. Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke
orang

lain.

Hal

ini

dapat

terjadi

jika

jejas

dengan

gejala

menular

(mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita


bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga
terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.
b.

Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .


Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda

atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan
gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenueyang
terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat
mengalami 2 kemungkinan, antara lain :
1) Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit
berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala
penyakit. Infeksi efektif dapat terjadi jika Treponema pertenueyang masuk ke
dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi
tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
2) Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak
dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejalagejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang
masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang
yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia.
2.

Cara Pencegahan
Frambusia bila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit kronik, yang bisa kambuh
dan menimbulkan gejala pada kulit, tulang dan persediaan. Pada 10% kasus pasien
stadium tersier, terjadi lesi kulit yang destruktif dan memburuk menjadi lesi pada tulang

dan persediaan. Kemungkinan kambuh dapat terjadi lebih dari 5 tahun setelah terkena
infeksi pertama.
a. Cara-cara Pemberantasan
Dalam penyakit Frambusia terdapat beberapa cara untuk memberantas terjadinya
penyakit Frambusia terdiri dari:
1)

Upaya Pencegahan
Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada pada saat ini.

Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut sulit ditemukan.
Dengan demikian membedakan penyakit treponematosis satu sama lainnya hanya
didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor lingkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
menangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
a. Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk
memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi
yang baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya
untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk
mengurangi angka kejadian.
b. Mengorganisasir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam
upaya pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik di wilayah
tersebut, periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan
gejala aktif atau laten. Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan
pengobatan terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita
dengan gejala aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang
berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
c. Survei serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak
untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infeksi yang menyebabkan
penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.
d. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk dapat
melakukan diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana
kampanye pemberantasan di masyarakat. Hendaknya fasilitas diagnosa dan

pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian yang terintegrasi pada
fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen.
e. Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala
lanjut.
2)

Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya.


Berikut beberapa tindakan dalam pengawasan penderita, kontak, dan lingkungan

sekitar:
a) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang.
Di daerah endemis tertentu di beberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus
dilaporkan, kelas 3B membedakan treponematosis venereal dan non venereal
dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang
penting

untuk

dilakukan

dalam

upaya

evaluasi

terhadap

kampanye

pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan


pada periode selanjutnya.
1.
2.

Isolasi.
Hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan sampai

3.
4.

luka sembuh.
Disinfeksi serentak.
Bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan

5.
6.

buanglah discharge sesuai dengan prosedur.


Investigasi terha dap kontak dan sumber infeksi.
Seluruh anggota yang kontak dengan penderita harus diberikan
pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan
sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati
semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap

7.
8.

orang yang kontak dengan sumber penyakit.


Pengobatan spesifik.
Penisillin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan
terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin
G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah

10 tahun.
3) Upaya penanggulangan wabah.
Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan
prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah:

a) Periksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan.


b) Pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan
kelompok masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi
frambusia aktif.
c) Lakukan survei berkala dengan tenggang waktu antara 1-3 tahun sebagai
bagian integral dari pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan di suatu
negara.
4) Implikasi bencana.
Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi ini tetap ada
pada kelompok pengungsi di daerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang memadai.
5) Tindakan Internasional
Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya reinfeksi yang sedang
melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat, maka negara tetangga
di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk menemukan cara
penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap penderita yang pindah
melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan.

J.

Pengobatan Penyakit Frambusia


Ada beberapa cara dalam pengobatan penyakit Frambusia, berikut pembahasan mengenai
cara pengobatan penyakit Frambusia.
1. Tindakan Medis
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2 juta
uunit anak-anak. Hingga saat ini , penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka yang
peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama
adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan
pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi
untuk frambusia adalah sebagai berikut:
a) Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun lebih dari 5%
maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.

b) Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2% sampai 5% maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan.
c) Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/dusun kurang lebih
dari 2% maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid dalam
kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sebagai berikut:
Tabel 1. Dosis dan Cara Pengobatan Frambusia
Pilihan utama
Umur
< 10 thn
10 tahun

Nama obat
Benz.penisili
n
Benz.penisili
n

Dosis

Pemberian

600.000 IU

IM

1.200.000 IU

IM

Lama
pemberian
Dosis
Tunggal
Dosis
Tunggal

Alternatif
< 8 tahun
8-15 tahun
>8 tahun

Eritromisin
Tetra

atau

erit.
Doxiciclin

Dewasa

30mg/kgBB bagi 4
dosis
250mg,41 hri
2-5mg/kgBB bagi
4 dosis
100mg 21 hari

Oral

15 hari

Oral

15 hari

Oral

15 hari

Oral

15 hari

Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi
terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak
dibawah umur 8 tahun.
2. Tindakan Keperawatan
Perawatan yang dapat dilakukan pada seseorang yang sedang menderita penyakit Frambusia:
1. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat menggunakan lotion kalamin.
2. Gunting kuku secara teratur, karena kuku yang panjang atau kasar dapat menimbulkan
resiko kerusakan kulit jika digaruk.
3. Gunakan pakaian yang longgar, pakaian katun menjadi pilihan yang tepat untuk
mengurangi rasa gatal dan terhindar dari keringat.

4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih
serta penyediaan sabun septic untuk digunakan pada saat mandi untuk mengurangi rasa
gatal.
5. Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik. Periksa pengunjung atau staf
terhadap tanda infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi.
Pada penyakit Frambusia tidak hanya memerlukan pengobatan secara medis melainkan juga
dapat melelui pengobatan herbal, berikut beberapa cara pengobatan herbal pada penyakit
Frambusia.
a.

Resep 1 (pemakaian luar)


1.

Bahan: 300 g kulit kamboja.

2.

Penatalaksanaan:
a) Cuci bersih bahan, potong-potong. Rebus dengan 5-10 liter air hingga mendidih
selama 15 menit, lalu saring.
b) Gunakan selagi hangat untuk mencuci dan merendam bagian kulit yang sakit.

b.

Resep 2 (pemakaian luar)


1. Bahan: 60 g tumbuhan patah tulang dan 2-3 sdm getah buah pepaya muda.
2. Penatalaksanaan:
a)
Cuci bersih bahan, haluskan. Tambahkan getah buah pepaya muda, aduk rata.
b)
Oleskan pada bagian kulit yang sakit.

c.

Resep 3 (pemakaian luar)


1.

Bahan: 30 g daun ketepeng china, 30 g lengkuas merah, 20 g kunyit, dan 2 sdm

minyak kelapa.
2.
Penatalaksanaan:
a)
Cuci bersih bahan, haluskan. Tambahkan minyak kelapa, aduk rata.
b)
Oleskan pada bagian kulit yang sakit.
d.

Resep 4
1.
2.

Bahan: 30-60 g akar kangkung, 25 g kunyit, dan 30 g krokot.


Penatalaksanaan:
a)
Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, lalu
saring
Minum 200 cc 2 kali sehari.

b)
e.

Resep 5
1.

Bahan: 5 lembar daun ketepeng china, 30 g temulawak, 20 g kencur, dan Gula


aren secukupnya.

2.

Penatalaksanaan:
a)
Cuci bersih bahan, potong-potong. Rebus dengan 600 cc air hingga tersisa
300 cc, lalu saring.
Minum airnya 150 cc 2 kali sehari.

b)
f.

Resep 6
1.
2.

Bahan: 30 g bidara upas, 30 g gadung china, 10 g brotowali, dan Gula aren


secukupnya.
Penatalaksanaan:
a)
Cuci bersih bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu saring.
b)
Minum 150 cc 2 kali sehari.

Catatan: Pilih salah satu resep pada pemakaian dalam dan pemakaian luar, lakukan secara teratur

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Pengkajian pada pasien frambusia meliputi :
1. Identitas klien :
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk ke rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama :
a. Gatal-gatal.
b. Demam.
c. Sakit Kepala.
d. Nyeri tulang dan sendi.
e. Terdapat benjolan-benjolan pada kulit.
3. Riwayat penyakit
Pasien sebelumnya pernah menderita penyakit frambusia, dan kambuh kembali.
4. Pemeriksaan Fisik :
a) Pola aktivitas dan istirahat :
1) Kelemahan.
2) Gelisah.
3) Susah bergerak.
4) Susah tidur.

5) Pusing.
b) Pola sirkulasi :
1) Turgor kulit menurun.
2) Kerusakan integritas kulit.
c) Pola sensorik :
1) Sensitifitas kulit terhadap rangsang menurun.
2) Pertahanan tubuh menurun.
d) Pola Nutrisi dan cairan :
1) Anoreksia.
2) Berat badan menurun.
3) Dehidrasi.
e) Pola kepercayaan diri :
1) Perubahan postur tubuh.
2) Menyendiri (malu).
f) Pola tempat tinggal pasien :
1) Sanitasi lingkungan yang buruk.
2) Kurangnya fasilitas air bersih.
3) Lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai.
Diagnosa Keperawatan
a) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi.
b) Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit, dan pertahanan
c)
d)
e)
f)

tubuh menurun.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kecacatan.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan postur tubuh.
Ansietas berhubungan dengan perubahan kesehatan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi terhadap perawatan kulit.

N
O
1.

DIAGNOSA

NOC

Kerusakan integritas kulit berhubungan


dengan adanya lesi.

Integritas kulit yang baik bisa

An

dipertahankan (sensasi, elastisitas,

me

temperatur, hidrasi, pigmentasi)

lon

Tidak ada luka/lesi pada kulit

Hin

tidu

Perfusi jaringan baik

Menunjukkan pemahaman dalam

Jag

ber

proses perbaikan kulit dan mencegah


terjadinya sedera berulang

Mo

pas

Mampu melindungi kulit dan


mempertahankan kelembaban kulit

Mo

kem

dan perawatan alami

Ole

min

yan

Mo

mo

Mo

2.

Resiko

terjadi

infeksi

berhubungan Infection severity


Risk control: Infection Process
dengan kerusakan pada kulit, dan
o Tidak ada purulent sputum
pertahanan tubuh menurun.
o Pembuangan purulent
o Demam
o Ketidakstabilan suhu
o Infiltrasi x-ray dada
o Kolonisasi kultur sputum
o Mencari informasi terbaru mengenai

Infection C
Infection P

o Instru

menc

dan k
o Guna

mand
o Mela
o Moni

kontrol infeksi
o Identifikasi faktor resiko infeksi
o Menyatakan resiko infeksi personal
o Identifikasi resiko infeksi dalam

infek
o Meny

batuk

kehidupan sehari-hari
o Identifikasi strategi proteksi diri dari
orang yang terkena infeksi
3.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan


dengan kecacatan.

Latihan K
Setelah

dilakukan

asuhan

keperawatan

- Ajarkan

selama ...x 24 jam klien menunjukkan:

klien u

latihan s

- Mampu mandiri total

Latihan u
- Membutuhkan alat bantu

Ajarka

perpind
- Membutuhkan bantuan orang lain
- Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
- Tergantung total

klien da

- Sediaka

seperti k

- Beri pen

mandiri
Dalam hal :
- Penampilan posisi tubuh yang benar
- Pergerakan sendi dan otot

Latihan
roda

- Ajarkan
tentang

cara be
- Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring

tempat t

- Dorong
kanan-kiri, berjalan, kursi roda

untuk m
- Ajarkan

cara pen

Latihan K
- Ajarkan
dapat

mandiri
selama

aktivitas

Perbaikan
- Ajarkan

mem p

benar u

keram &

- Kolabora

program

DAFTAR PUSTAKA
Alin. Frambusia. Online.http://alinsharing.blogspot.com/2012/12/frambusia.html. Di akses 16
Maret 2016.
Brooks, Geo F., Butel, Janet S., and Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi
ke-1. Jakarta: Salemba Medika.
Chin, James. 2009. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi ke-17. Jakarta: CV.
Infomedika.
Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Drhandri. Frambusia penyakit

yang hampir punah.

Online.

http://drhandri.wordpress.com/2008/01/07/frambusia-penyakit-yang-hampir-punah/.
Di akses 16 Maret 2016.
Pedoman Eradikasi Frambusia. 2007. Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan
Penyehatan Lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai