BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penyakit Frambusia?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit Frambusia?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Frambusia?
4. Bagaimana tanda dan gejala klinis dari penyakit Frambusia?
5. Bagaimana cara penularan dari penyakit Frambusia?
6. Bagaimana stadium dari penyakit Frambusia?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit Frambusia?
8. Bagaimana pengobatan dari penyakit Frambusia?
9. Bagaimana pencegahan dan pemberantasan dari penyakit Frambusia?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit Frambusia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Frambusia.
2. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Frambusia.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Frambusia.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Frambusia.
5. Untuk mengetahui cara penularan dari penyakit Frambusia.
6. Untuk mengetahui stadium dari penyakit Frambusia.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit Frambusia.
8. Untuk mengetahui pengobatan dari penyakit Frambusia.
9. Untuk mengetahui pencegahan dan pemberantasan dari penyakit
Frambusia.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit Frambusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh
Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari
Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui
hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung
antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis
dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan
dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang
buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan
kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
B. Etiologi
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah
penyakit menular bukan seksual pada manusia yang pada umumnya
menyerang anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Penyakit ini terutama
menyerang kulit dan tulang serta banyak didapati pada masyarakat miskin,
pedesaan dan marjinal di beberapa bagian Afrika, Asia dan Amerika
Selatan, dimana kepadatan penduduk, kekurangan persediaan air, dan
keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk terdapat di mana-mana.
Jadi, penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan
kemiskinan dan hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang
berasal dari kaum termiskin serta masyarakat kesukuan yang terdapat di
daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau. Bisa dikatakan bahwa
“penyakit frambusia bermula dimana jalan berakhir”.
C. Patofisiologi
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab
ditularkan melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit
yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan. Pada
mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja,
namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun
hamper seluruh lesi frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri
sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang umum. Setelah 5 –
10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan akan
mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang
rawan, kulit, serta jaringan halus, yang akan mengakibatkan disabilitas
yang melumpuhkan serta stigma social.
Noordhoek, et al, (1990) mengatakan bahwa terdapat infeksi
alamiah yang disebabkan oleh Treponema pallidum terhadap inang
(manusia) ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksi lesi langsung
pada kulit atau membran selaput lendir pada genetalia. Pada 10–20 kasus
lesi primer merupakan intrarektal, perianal atau oral atau di seluruh
anggota tubuh dan dapat menembus membran selaput lendir atau masuk
melalui jaringan epidermis yang rusak.
Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk
dan beberapa menyebar di dekat nodul getah bening mungkin mencapai
aliran darah. Dua hingga 10 minggu setelah infeksi, papul berkembang di
daerah infeksi dan memecah belah membentuk ulcer yang bersih dan keras
(chancre). Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang
membuat ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk
tangan, kaki dan papul yang lembab, pucat (condylomas) di daerah
anogenital, axila dan mulut. (Djuanda, et al., 2007)
Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius karena mengandung
banyak spirocheta. Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh dalam
waktu 3–5 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis dan pasien akan melewati
tahap primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda berkembangnya
lesi tersier. Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang
ketahap tersier ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous
(gummas) pada kulit, tulang dan hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic
aneurysm, aortic value insuffiency). lesi tertier treponema jarang ditemua
dan respon jaringan yang meningkat ditandai dengan adanya
hypersensitivitas organisme. Treponema yang menahum dan atau laten
terkadang infeksi dimata atau sistem saraf pusat (Noordhoek, et al, 1990;
Bahmer, et al, 1990)
Pada subspecies perteneu infeksi terjadi akibat adanya kontak berulang antar
individu dalam waktu tertentu sehingga memudahkan treponema untuk
berkembang biak, infeksi bakteri treponema ssp.parteneu berbentuk
spirochetes tersebut ada dijaringan epidermis mudah menular di jaringan
kulit lecet atau trauma terbuka. Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat)
tahap meliputi pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk
berkembangnya bakteri frambusia; secondary stage terjadi lesi infeksi
bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau gejala hampir
tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan,
(Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al.,
2005).
b) Infeksi ineffective
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak
dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan
gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema
pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup
banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan
terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005).
2.6 Stadium
Frambusia umumnya menyerang anak-anak berusia dibawah 15 tahun. Rata-
rata terjadi antara usia 6 – 10 tahun. Jenis kelamin tertentu tidak terkait
dengan penyakit ini. Terdapat 3 stadium frambusia yang dikenal, yakni :
1) Stadium Primer
Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu), lesi primer atau
induk frambusia berkembang pada sisi yang terkena penularan berupa
gigitan, goresan dan gesekan dengan kulit yang terkena frambusia.
Umumnya terjadi di daerah anggota gerak (lengan dan kaki). Lesi
berwarna kemerahan, tidak nyeri dan kadang-kadang gatal-gatal
berbentol/kutil (papul). Papul-papul tersebut akan meluas dengan diameter
1-5 cm untuk kemudian menjadi ulkus (luka terbuka) dengan dasar
berwarna kemerahan seperti buah berry. Lesi-lesi satelit bisa bersatu
membentuk plak. Karena jumlah treponema yang banyak, maka lesi
tersebut sangat menular. Pembesaran kelenjar limfa, demam serta rasa
nyeri merupakan tanda dari stadium ini. Induk frambusia akan pecah
dalam 2-9 bulan yang meninggalkan bekas dengan bagian tengah yang
bersifat hipopigmentasi.
2) Stadium Sekunder
Sekitar 6-16 minggu setelah stadium primer. Lesi kulit atau lesi anakan yang
menyerupai lesi induk tapi berukuran lebih kecil yang biasanya ditemukan
dipermukaan tubuh dan sebagian di rongga mulut atau hidung. Lesi anakan
ini akan meluas, membentuk ulkus dan menghasilkan cairan-cairan fibrin
yang berisi treponema, yang kemudia mengering menjadi krusta. Cairan
tersebut menarik lalat-lalat untuk hinggap dan kemudian menyebarkannya
ke orang lain. Kadang-kadang bentuk serupa infeksi jamur dapat terlihat.
Kondisi ini diakibatkan proses penyembuhan inti dari papiloma atau
gabungan dari lesi yang membentuk bundaran. Lesi di aksila atau di lipat
paha menyerupai condylomatalata. Papil-papil di telapak kaki berberntuk
tipis, hiperkeratosis yang akan menjadi erosi. Rasa nyeri menandai
stadium ini.
3) Stadium Tersier
Pada stadium ini, sekitar 10% kasus setelah 5-15 tahun akan kembali kambuh,
yang ditandai dengan lesi kulit yang destruktif, lesi pada tulang dengan
kemungkinan terkenanya jaringan saraf dan penglihatan penderita.
Bertambahnya ukuran, tidak nyeri, perkembangan nodul-nodul dibawah
kulit dengan penampakan nanah nekrosis dan ulkus. Ulkus tersebut
terinfeksi karena rusaknya struktur kulit dibawahnya. Bentuk
hiperkeratosis dan keratoderma pada telapak tangan dan kaki sangat jelas
terlihat. Stadium ini dapat menyerang tulang dan persendian. Infeksi
tulang (osteitis) yang terutama menyerang tulang kaki dan tangan. Infeksi
ini apabila tidak terkendali akan menyebabkan hancurnya struktur tulang,
dan berakhir dengan kecacatan dan kelumpuhan.
2.8 Pengobatan
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2,4 juta unit untuk orang dewasa dan
untuk 1,2 juta unit anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat
pilihan, tetapi bagi mereka yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau
eritromisin 2 gr/hari selama 5 – 10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan
pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama,
alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin,
doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi
untuk frambusia adalah sebagai berikut :
1) Bila sero positif > 50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >
5 % maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.
2) Bila sero positif 10 – 50 % atau prevalensi penderita di suatu desa 2 – 5
% maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang
diberikan pengobatan.
3) Bila sero positif kurang 10 % atau prevalensi penderita di suatu desa/
dusun < 2 % maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan
pengobatan.
4) Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan
seluruh murid dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb :
Tabel 1. Dosis dan Cara Pengobatan Frambusia
Pilihan utama
Umur
Nama obat
Dosis
Pemberian
Lama pemberian
10 thn
Benz.penisilin
600.000 IU
IM
Dosis Tunggal
≥ 10 tahun
Benz.penisilin
1.200.000 IU
IM
Dosis Tunggal
Alternatif
< 8 tahun
Eritromisin
Oral
15 hari
8-15 tahun
Oral
15 hari
>8 tahun
Doxiciclin
Oral
15 hari
Dewasa
100mg 2 × 1 hari
Oral
15 hari
Keterangan :
Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi
terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu
menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun.
Ø Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat
tidur.
Ø Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi
klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja
yang perlu dilakukan.
Ø Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-
alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas
klien
Ø Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
Ø Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun
dari tempat tidur.
3
Gangguan Citra Tubuh b/d Perubahan Postur Tubuh
Pasien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri
Ø Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata,
ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak pada
kondisi kulit
Ø Berikan kesempatan untuk pasien mengungkapkan. Dengarkan dengan cara
yang terbuka dan tidak menghakimi untuk mengekspresikan berduka atau
ansietas tentang perubahan citra tubuh
Ø Bersikap realistis selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan
Ø Obat ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil
secara psikis
6
· Kurang Pengetahuan b/d Kurang Informasi Terhadap Perawatan Kulit
Pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang perawatan kulit
Ø Tentukan apakah pasien mengetahui tentang kondisi dirinya
Ø Pantau agar pasien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki
kesalahan persepsi informasi
Ø Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan
Ø Jelaskan penatalaksanaan minum obat: dosis, frekuensi, tindakan, dan
perlunya terapi dalam jangka waktu lama
Ø Dorong pasien agar mendapat status nutrisi yang sehat
Ø Tekankan perlunya atau pentingnya mengevaluasi perawatan atau
rehabilitasi
Ø Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
Ø Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat diperbuat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema
pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema
penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual,
yang dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita
dengan kulit sehat.
Frambusia, yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit
menular bukan seksual pada manusia yang pada umumnya menyerang
anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa
kutil (papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak
sakit dan bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan
melalui kontak dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat
melalui benturan, gigitan, maupun pengelupasan.
Penyakit fambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak dan saraf
dan tidak ada frambusia kongenital, namun daerah endemis pada musim
hujan penderita baru akan bertambah. Gejala klinis terdiri atas 3 stadium
pertama pada tungkai bawah sebagai tempat yang mudah trauma; masa
tunas berkisar antara 3-6 minggu.
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema
partenue dapat mengalami 2 kemungkinan yaitu Infeksi effective dan
Infeksi ineffective. Terdapat 3 stadium Frambusia yang dikenal, yakni :
Stadium Primer, Stadium Sekunder, dan Stadium Tersier.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik
langsung FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari lesi
primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya
VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin).
Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal
antibody – absorbed), MHA-TP (microhemag-glutination assay for
antibody to t. pallidum).
Pilihan pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama,
alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian Tetrasiklin,
Doxicicline, dan Eritromisin.
Pencegahan dan Pemberantasan penyakit Frambusia dapat dilakukan dengan
cara yaitu : Upaya Pencegahan; Pengawasan Penderita, Kontak, dan
Lingkungan Sekitarnya; dan Upaya Penanggulangan Wabah.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit
Frambusia. Hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus
Frambusia di lingkungannya, agar dapat melakukan tindakan lebih awal
pada klien dengan Frambusia. Selain itu, rencana asuhan keperawatan
pada klien dengan Frambusia sangat penting dipelajari mahasiswa agar
dapat membuat rencana asuhan keperawatan tentang Frambusia dan
merawat klien jika berhadapan langsung pada klien dengan Frambusia.
Berikut ini ada beberapa hal penting dalam strategi pemberantasan Penyakit
Frambusia yang terdiri dari 4 hal pokok, yaitu :
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun
untuk menemukan penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit
pelayanan kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan
prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.
DAFTAR PUSTAKA