Anda di halaman 1dari 6

Definisi Frambusia

Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema


pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit
sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui
kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit framboesia atau patek
adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga
yang disebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Framboesia termasuk
penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena penyakit ini terkait
dengan sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan
diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang
penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal
biasa dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita..

Epidemiologi

Insidensi frambusia terjadi pada daerah tropik dan lembab, tidak pernah terjadi pada
daerah dengan iklim dingin ataupun pada daerah dengan suhu ekstrim.Insidensi tertinggi
frambusia pada iklim tropis erat hubungannya dengan hujan deras. Umumnya frambusia
menyerang pada masyarakat pedesaan terutama orang yang kurang mampu dan kebersihan
yang buruk, dengan kejadian menurun pada status sosial dan ekonomi yang meningkat.

Pada tahun 1948, ketika WHO baru didirikan, treponematosis endemik merupakan
salah satu masalah kesehatan yang besar. Dilaporkan bahwa dari tahun 1950 – 2013
menunjukkan terdapat 90 negara yang terserang frambusia. Negara-negara Amerika selatan
yang sering terkena yaitu Venezuela, Bolivia, Kolombia, Ekuador, dan Brazil dan terbanyak
ditemukan pada Haiti dan kepulauan Karibia lainnya. Pada Afrika, penyakit ini sangat umum
pada sebagian besar negara pantai barat, lalu di Uganda, Mozambik, dan Madagaskar. Pada
Asia banyak terjadi di Thailan dan Indochina, yaitu kamboja, laos, dan malaysia. Dan juga
ditemukan pada beberapa kabupaten di India dan China. Pada Asia pasifik terdapat di negara
Indonesia, Australia, Timor leste dan insidensi tertinggi pada pulau-pulau kecil di Papua new
guinea dan kepulauan Solomon.
Gambar 1. Gambaran distribusi penyakit frambusia di dunia

Prevalensi frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye


pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga
menekan peningkatan kasus frambusia sebanyak 95%. WHO menyatakan terdapat 12 negara
yang masih endemis frambusia, yaitu Benin, Kameroon, Republik Afrika Tengah, Republik
Kongo, Cote d’lvoire, Ghana, Togo, Indonesia, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, dan
Vanuatu. Sekitar tahun 2003 angka kejadian dari kasus frambusia di Indonesia sebanyak
4012, yang ditemukan di daerah Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan dan Papua. Dari data yang didapatkan diperkirakan sekitar 75% penderita
penyakit frambusia ini adalah anak-anak usia di bawah 15 tahun dengan insidensi terbanyak
pada anak-anak yang berusia 6-10 tahun, menyerang baik pria maupun wanita.

Tabel 1. Prevalensi frambusia di beberapa negara tahun 2008-2012


Grafik 1. Jumlah kasus frambusia di Indonesia

Cara Penularan Frambusia

Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(Depkes, 2005) yaitu :

1. Penularan secara langsung (direct contact)


Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain.
Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung treponema pertenue)
yang terdapat pada kuylit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada
lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala
menular dengan selaput lendir.
2. Penularan secara tidak langsung (indirect contact)
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau
serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala
menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, treponema pertenue yang terdapat pada
jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.

Klasifikasi Frambusia
Frambusi dibagi menjadi beberapa bagian , antara lain berdasarkan karakteristik agen:
a. Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan agen untuk berkembang biak ke dalam
jaringan penjamu
b. Patogenesis dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-
benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah
c. Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang
dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seunur hidup
d. Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan agen untuk merusak jaringan kulit
dalam tubuh penjamu
e. Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu
dengan yang lainnya
Klasifikasi frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
a) Pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia
b) Secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit
c) Latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada
d) Tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan (Smith, 2006 ;
Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dark field microscopy
Dengan menggunakan teknik mikroskop,dark field microscopy membutuhkan sampel
segar dari lesi stadium I dan stadium II awal. Untuk pemeriksaan dark field
microscopy,dengan menggunakan pencahayaan yang gelap treponema terlihat seperti galur
atau benang perak 13kali diameter sel darah merah. Beberapa berbentuk spiral regular (1,5
μm) yang tampak terikat kuat sepanjang badannya dengan karakteristik bergerak memutar
dengan beberapa kali gerakan fleksi. Pemeriksaan ini membutuhkan tenaga yang terampil
dan harganya cukup mahal sehingga pemeriksaan ini hanya dilakukan pada laboratorium
intermediet dan rujukan.
2. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap treponema, dan hanya dapat
dilakukan apabila penyakit sifilis genital telah disingkirkan.Pemeriksaan serologi yang
biasa digunakan standar untuk sifilis juga memberikan reaksi positif pada penyakit
frambusia, pinta, dan non veneral endemik sifilis. Sehingga pemeriksaan serologi untuk
penyakit sifilis dapat juga digunakan untuk penyakit frambusia seperti VDRL (Veneral
Disease Research Laboratory) dapat positif pada semua fase kecuali pada lesi fase awal.
Hasil tersebut juga dapat dikonfirmasi dengan menggunakan treponemal test yakni dengan
TPHA (Treponema pallidum hemaggulitination), microhemagglutination T.pallidum
(MHA-TP), flurosent Treponema antibodi absorption (FTA-ABS). Pemeriksaan ini tidak
mahal dan mudah dan cepat.Serologi ini merupakan sebuah pemeriksaan yang paling
dapat dipercaya dan dapat digunakan pada semua stadium penyakit, selain itu tidak
membutuhkan sampel yang segar. Tes serologi dilakukan dengan menggunakan rapid
plasma reagent (RPR) VDRL, fluorescent treponema antibodies (TPHA).
3. Pemeriksaan histopatologi
Histopatologi menunjukkan gambaran akantosis, papilomatosis, edema epidermal,
dan mikroabses intraepidermal dengan neutrofil. Pada dermis tampak infiltrat padat yang
terdiri atas sel plasma, limfosit, histiosit, neutrofil, eosinofil dan proliferasi endotel.

Penatalaksanaan Frambusia
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan
utama adalah benzatin penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan
secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :
 Bila sero positif  >50%  atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka
seluruh penduduk diberikan pengobatan.
 Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan
 Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2%
maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan
 Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan  seluruh murid
dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Pilihan utama
Umur Nama obat Dosis Pemberian Lama
pemberian
< 10 thn Benz.penisili 600.000 IU IM Dosis Tunggal
n
≥ 10 tahun Benz.penisili 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal
n
Alternatif
< 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari
dosis
8-15 tahun Tetra atau 250mg,4×1 hri Oral 15 hari
erit.
>8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4 Oral 15 hari
dosis
Dewasa 100mg 2×1 hari Oral 15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita
frambusia yang alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada
ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun

Prognosis
Apabila tatalaksana dilakukan pada stadium awal, maka tingkat kesembuhan tinggi
dan tidak ada kecacatan Tanpa pengobatan, sekitar 10% dari individu yang menderita
frambusia akan mengalami komplikasi karena penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan
berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat menyebabkan cacat pada kaki, hidung, mulut,
dan rahang atas.Tidak ada vaksin untuk mencegah Frambusia. Prinsip-prinsip pencegahan
didasarkan pada pencegahan transmisi dan diagnosis dini

Daftar Pustaka :
Pedoman Eradikasi Frambusia, 2007, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan
Penyehatan Lingkungan..
Hook III EW. Nonsyphilitic treponematoses. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Cecil
Medicine. 24th ed. Philadelphia : Saunders Elsevier; 2011.
Amin Robed, Sattar A, Basher A, Faiz M. Eradication of yaws.J Clin Med Res.2010vol 2(3).
h49-54.
http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/penyakit-frambusia-patek-yawspdf.html

Anda mungkin juga menyukai