KELOMPOK 1
OLEH:
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. konsep awal
triase modern yang berkembang meniru konsep pada jaman napoleon dimana
baron dominique jean larrey (1766-1842), seorang dokter bedah yang
merawat tentara napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah
system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang
datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut
memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang
kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di
garis belakang. Sebelum larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang
terluka tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian
diberikan perawatan. Pada tahun 1846, john wilson memberikan kontribusi
lanjutan bagi filosofi triase dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup
melalui tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang
lebih memerlukan.
Pada perang dunia i pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan
korban yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang
sesuai. pada perang dunia ii diperkenalkan pendekatan triasedimana korban
dirawat pertama kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari
garis perang untuk perawatan yang lebih baik.
Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas
penanganan dalam medan perang pada perang dunia i, maksud awalnya
adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga dapat
segera kembali ke medan perang. penggunaan awal kata “trier” mengacu pada
penampisan screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan
untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang
yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya.
3
Berbagai system triase mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring
jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya
yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih
atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan
prioritas penanganan. Sehingga pada makalah ini akan dibahas mengenai
keperawatan kegawatdaruratan khususnya triage.
1.2 tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa dan bagaimana peran
perawat dalam penerapan ATS.
1.3 Manfaat
Menambah khasanah bagi ilmu kesehatan dan keperawatan gawat darurat di
rumah sakit
a. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menerapkan ilmu-ilmu yang pernah dipelajari dalam jenjang
pendidikan.
b. Bagi Profesi Perawat
Memperoleh informasi tentang peran menerapkan ATS di UGD yang
dapat berguna untuk evaluasi diri dan peningkatan pelayanan kesehatan .
c. Bagi Instansi Rumah Sakit
Memperoleh gambaran peran perawat dalam penerapan ATS yang dapat
dijadikan masukan dalam penyusunan kebijakan manajemen Rumah sakit
mendatang .
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
triase ini menunjukkan hasil yang lebih baik dan konsisten dibandingkan
triase konvensional dan mulai di adopsi unit gawat darurat di seluruh
Australia. Sistim nasional ini disebut dengan National Triage Scale (NTS)
dan kemudian berubah nama menjadi Australia Triage Scale (ATS).
Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak tahun 1994, dan terus
mengalami perbaikan. Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari kementerian
kesehatan Australia untuk pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan sesuai
standar oleh perawat-perawat triase. Konsep ATS ini kemudian menjadi dasar
berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada.
Berbeda dari fungsi awal pembentukan tingkatan triase, saat ini selain
menetapkan prioritas pasien, ATS juga memberikan batasan waktu berapa
lama pasien dapat menunggu sampai mendapatkan pertolongan pertama.
Sistim ATS juga membuat pelatihan khusus triase untuk pasien-pasien
dengan kondisi tertentu seperti pasien anak-anak, pasien geriatri, pasien
gangguan mental.
Di Australia, proses triase dilakukan oleh perawat gawat darurat. Karena
triase sangat diperlukan untuk alur pasien dalam UGD yang lancar dan aman,
Australia memiliki pelatihan resmi triase untuk perawat dan dokter. Tujuan
pelatihan adalah untuk meningkatkan konsistensi peserta dalam menetapkan
kategori triase dan menurunkan lama pasien berada di UGD.
Dalam sistim triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian khusus kondisi
urgen untuk pasien-pasien pediatri, trauma,triase di daerah terpencil, pasien
obstetri, dan gangguan perilaku.
terhadap penerapan system triase lima level ini khususnya di Indonesia belum
banyak di lakukan. Salah satu Rumah Sakit di Indonesia yang saat ini
menerapkan triase lima level adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah Bali yang berpedoman pada The Australian Triage Scale (ATS) yang
sebelumnya menerapkan system triase dengan 3 level kategori. Perubahan
system triase ini tentu berdampak pada performa petugas kesehatan
7
4. Pemeriksaan lanjutan
Pasien dengan keluhan nyeri dada dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu
perekaman EKG yang dilakukan setelah menunggu instruksi dari dokter.
pernyataanini diungkapkan oleh seluruh partisipan, sebagai berikut:
"...tunggu instruksi dokter…..nanti penunjangnya ya ekg…."(p3)
Pemeriksaan penunjang selain EKG adalah x-ray dan pemeriksaan
laboratorium darah lengkap. Berdasarkan keterangan beberapa partisipan
untuk pemeriksaan enzim jantung seperti troponin dan CKMB akan
dilakukan berdasarkan instruksi dokter dan pasien nyeri dada juga telah
terbukti mengarah pada gangguan organ jantung yang dapat dilihat dari
hasil EKG pasien yang abnormal. Pernyataan dari partisipan sebagai
berikut :
“…Kalau EKGnya normal ini di Rongthen biasanya kemungkinan sih
kardiomegali atau udem paru atau apa…”(p1)
“…nunggu instruksi dokter pemeriksaan lab, nanti penunjangnya ya ekg,
mungkin ada cek lab…. kalo sudah datang dari sana dari kardio, oh ini cek
DL lengkap…”(p3)
“…tapi untuk triple kardiak marker kita ngga contreng kardionya datang
”ya dok ini labnya, mau cek triple kardiomarker gitu” ”oh iya, ya bli” cek
lah..”(p4)
Pemeriksaan penunjang yang sangat penting adalah perekaman EKG
sebagai salah satu faktor dalam menentukan kondisi klinis pasien. pada
taraf kognitif partisipan menyadari pentingnya pemeriksaan EKG pada
pasien dengan nyeri dada namun pada kenyataannya jika nyeri dada tidak
spesifik perekaman EKG belum dipertimbangkan untuk dilakukan.
Penelitian menyatakan bahwa keterlambatan dilakukannya perekaman
EKG adalah karena kesalahan dalam penempatan kategori pasien di awal,
selain itu dapat juga terjadi pada kasus pasien dengan masalah jantung
10
namun tanpa keluhan nyeri dada atau nyeri dada yang tidak spesifik
(Sammons, 2012)
"...pokoknya kalo ekgnya normal pasti dia ini pasti punya riwayat
gastritis…."(p2)
Pengkajian juga dilengkapi dengan pengkajian terhadap riwayat pasien
seperti riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit diabetes, seperti
pernyataan di bawah ini:
"….ada riwayat jantungnya ngga kalau misalnya ada riwayat jantung
EKGnya ini langsung dibawa ke PJT gitu sih…."(p1)
"Riwayat penyakitnya apa? Punya diabetes…."(p2)
6. Penetapan level triase
Setelah melakukan pengkajian pasien, maka tahapan selanjutnya adalah
penetapan level urgensi pasien dalam kategori yang sesuai. Dari hasil
wawancara partisipan didapatkan bahwa dalam penetapan level pasien
mempertimbangkan dari hasil penilaian hemodinamik pasien, penilaian
ABC, pemeriksaan penunjang maupun pengkajian faktor resiko.
“..…nyeri dada terus sesak keringat dingin terus tensinya udah ini
.kayaknya curiga ke syok gitu langsung dah masuk ke ATS 1.."(p1)
Penjelasan partisipan bahwa pada penilaian kepatenan jalan nafas,
pernapasan dan sirkulasi akan mempengaruhi penetapan level pasien
dimana jika terdapat gangguan pada ketiga hal ini maka pasien akan
ditempatkan minimal di level 3 dan dapat menjadi penyebab kenaikan
level pada triase sekunder seperti pernyataan berikut ini:
"...masih bisa ngomong pasti airway breathing sama sirkulasinya normal
pastinya tensinya bagus pasti sirkulasinya baguskan clearkan pasti tiga
aja…”(p2)
“….gangguan di ABC nya umpama ada gangguan di breathingnya itu
langsung kita naikan levelnya jadi level dua…."(p5)
Berdasarkan American International Health Alliance (AIHA) tahun 2011
dan petunjuk dari New South Wales Departement of Health pada tahun
yang sama mengenai standar minimum untuk evaluasi nyeri dada
menyatakan bahwa semua pasien yang datang ke ruang gawat darurat
dengan nyeri dada dan dengan gejala iskemik miokard yaitu berkeringat,
13
Triase modern yang diterapkan di rumah sakit saat ini terbagi atas lima
kelompok (tabel 1)
Level Warna Kriteria Kriteria ATS
(ESI) (MTS) CTAS
Level 1 Merah Resusitasi Segera
mengancam
nyawa
Level 2 Oranye Emergensi Mengancam
nyawa
Level 3 Kuning Segera Potensi
(urgen) mengancam
nyawa
14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak tahun 1994, dan terus
mengalami perbaikan. Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari kementerian
kesehatan Australia untuk pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan sesuai
standar oleh perawat-perawat triase. Konsep ATS ini kemudian menjadi dasar
berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada.
Dalam sistim triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian khusus kondisi
urgen untuk pasien-pasien pediatri, trauma,triase di daerah terpencil, pasien
obstetri, dan gangguan perilaku.
Penerapan system triase ATS menggunakan 5 tingkatan atau 5 tag dalam
mentrias klien, yaitu level 1 (merah) untuk pasien dengan kriteria ditangani
segara dan mengancam nyawa , level 2 (orange) untuk kondisi mengancam
nyawa, level 3 (kuning) untuk kondisi potensi mengancam nyawa, level 4
(hijau) untuk kondisi segera, dan level 5 (biru) untuk kondisi tidak segara.
3.2 Saran
Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk
kejelasan. Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dan system, dimana dapat dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi
keperawatan yang bersifat konstan.
21
DAFTAR PUSTAKA