Anda di halaman 1dari 21

1

TRIASE ATS IN HOSPITAL

KELOMPOK 1
OLEH:

ANISYA DEWI JUWITA


ISTI MUHOLIFAH
WULAN ANGGRAINY SAMAS
HADI MAULIDI
JASTUTI
FERRA YULIANA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALIMANTAN TIMUR


AKADEMI KEPERAWATAN YARSI
SAMARINDA
2019
2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. konsep awal
triase modern yang berkembang meniru konsep pada jaman napoleon dimana
baron dominique jean larrey (1766-1842), seorang dokter bedah yang
merawat tentara napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah
system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang
datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut
memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang
kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di
garis belakang. Sebelum larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang
terluka tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian
diberikan perawatan. Pada tahun 1846, john wilson memberikan kontribusi
lanjutan bagi filosofi triase dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup
melalui tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang
lebih memerlukan.
Pada perang dunia i pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan
korban yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang
sesuai. pada perang dunia ii diperkenalkan pendekatan triasedimana korban
dirawat pertama kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari
garis perang untuk perawatan yang lebih baik.
Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas
penanganan dalam medan perang pada perang dunia i, maksud awalnya
adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga dapat
segera kembali ke medan perang. penggunaan awal kata “trier” mengacu pada
penampisan screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan
untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang
yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya.
3

Berbagai system triase mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring
jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya
yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih
atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan
prioritas penanganan. Sehingga pada makalah ini akan dibahas mengenai
keperawatan kegawatdaruratan khususnya triage.
1.2 tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa dan bagaimana peran
perawat dalam penerapan ATS.
1.3 Manfaat
Menambah khasanah bagi ilmu kesehatan dan keperawatan gawat darurat di
rumah sakit
a. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menerapkan ilmu-ilmu yang pernah dipelajari dalam jenjang
pendidikan.
b. Bagi Profesi Perawat
Memperoleh informasi tentang peran menerapkan ATS di UGD yang
dapat berguna untuk evaluasi diri dan peningkatan pelayanan kesehatan .
c. Bagi Instansi Rumah Sakit
Memperoleh gambaran peran perawat dalam penerapan ATS yang dapat
dijadikan masukan dalam penyusunan kebijakan manajemen Rumah sakit
mendatang .
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Triage


Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan
prioritas penanganannya (kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani,
berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan
mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada. triage
adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat
ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.
Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time)
untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10
menit. Triage berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan
diturunkan dalam bahasa indonesia triase yang berarti sortir yaitu proses
khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk
menentukan jenis perawatan gawat darurat. kini istilah tersebut lazim
digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan
berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang
yang memerlukan perawatan di ugd setiap tahunnya. (pusponegoro, 2010).
Perkembangan triase modern tak lepas dari pengembangan sistem layanan
gawat darurat. Kehidupan yang semakin kompleks menyebabkan terjadi
revolusi sistem triase baik di luar rumah sakit maupun dalam rumah sakit.

Seiring dengan berkembangnya penelitian di bidang gawat darurat, sejak


tahun 1950 an diterapkan metode triase di rumah sakit di Amerika Serikat,
namun belum ada struktur yang baku. Seiring dengan perkembangan
5

keilmuan dibidang gawat darurat, triase rumah sakit modern sudah


berkembang menjadi salah satu penentu arus pasien dalam layanan gawat
darurat. Triase menjadi komponen yang sangat penting di unit gawat darurat
terutama karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke
rumah sakit melalui unit ini. Berbagai laporan dari UGD menyatakan adanya
kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu ada metode menentukan siapa
pasien yang lebih prioritas sejak awal kedatangan. Ketepatan dalam
menentukan kriteria triase dapat memperbaiki aliran pasien yang datang ke
unit gawat darurat, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani
kasus yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke
fasilitas kesehatan yang sesuai.

Dalam rangka meningkatkan performa pelayanan di UGD, revitalisasi peran


dan fungsi triase harus dilakukan. Untuk itu, perkembangan sistem triase
rumah sakit diberbagai negara perlu diketahui, sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan apakah sistim triase modern tersebut relevan diterapkan
di Indonesia.

2.2 Konsep Triase ATS


Untuk membuat sistim triase yang efektif dan efisien, maka ada empat hal
yang harus dinilai yaitu utilitas, sistim triase harus mudah dipahami dan
praktis dalam aplikasi oleh perawat gawat darurat dan dokter. Valid, sistim
triase harus mampu mengukur urgensi suatu kondisi sesuai dengan
seharusnya. Reliabel, sistim triase dapat dilaksanakan oleh berbagai petugas
medis dan memberikan hasil yang seragam, dan keamanan, keputusan yang
diambil melalui sistim triase harus mampu mengarahkan pasien untuk
mendapatkan pengobatan semestinya dan tepat waktu sesuai kategori triase.
Sekitar tahun 1980an dimulai konsep triase lima tingkat di Rumah Sakit
Ipswich, Queensland, Australia. Konsep yang sama juga dikembangkan di
rumah sakit Box Hill, Victoria, Australia. Pembagian tingkatan ini
berdasarkan tingkat kesegeraan (urgency) dari kondisi pasien. Validasi sistim
6

triase ini menunjukkan hasil yang lebih baik dan konsisten dibandingkan
triase konvensional dan mulai di adopsi unit gawat darurat di seluruh
Australia. Sistim nasional ini disebut dengan National Triage Scale (NTS)
dan kemudian berubah nama menjadi Australia Triage Scale (ATS).
Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak tahun 1994, dan terus
mengalami perbaikan. Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari kementerian
kesehatan Australia untuk pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan sesuai
standar oleh perawat-perawat triase. Konsep ATS ini kemudian menjadi dasar
berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada.
Berbeda dari fungsi awal pembentukan tingkatan triase, saat ini selain
menetapkan prioritas pasien, ATS juga memberikan batasan waktu berapa
lama pasien dapat menunggu sampai mendapatkan pertolongan pertama.
Sistim ATS juga membuat pelatihan khusus triase untuk pasien-pasien
dengan kondisi tertentu seperti pasien anak-anak, pasien geriatri, pasien
gangguan mental.
Di Australia, proses triase dilakukan oleh perawat gawat darurat. Karena
triase sangat diperlukan untuk alur pasien dalam UGD yang lancar dan aman,
Australia memiliki pelatihan resmi triase untuk perawat dan dokter. Tujuan
pelatihan adalah untuk meningkatkan konsistensi peserta dalam menetapkan
kategori triase dan menurunkan lama pasien berada di UGD.
Dalam sistim triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian khusus kondisi
urgen untuk pasien-pasien pediatri, trauma,triase di daerah terpencil, pasien
obstetri, dan gangguan perilaku.

2.3 Rumah Sakit Yang Menerapkan Triase ATS dan SOP

terhadap penerapan system triase lima level ini khususnya di Indonesia belum
banyak di lakukan. Salah satu Rumah Sakit di Indonesia yang saat ini
menerapkan triase lima level adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Sanglah Bali yang berpedoman pada The Australian Triage Scale (ATS) yang
sebelumnya menerapkan system triase dengan 3 level kategori. Perubahan
system triase ini tentu berdampak pada performa petugas kesehatan
7

khususnya perawat dalam menetapkan level kegawatan pasien. System triase


ini memiliki rentang waktu tunggu untuk pengkajian dan pemberian tindakan
bagi pasien pada masing-masing kategori, sehingga jika terjadi ketidaktepatan
seperti menempatkan pasien pada kategori terendah (undertriage) dalam
keakutannya, maka akan menambah waktu tunggu bagi pasien yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya efek yang tidak baik pada kondisi pasien
(Considine, et al 2000 dalam Astuti, dkk 2014)
1. Pengkajian awal pasien
Berdasarkan penjelasan partisipan memiliki jawaban yang beragam,
namun secara garis besar penilaian tersebut adalah menilai kondisi
kegawatan pasien yang terdiri dari penilaian terhadap kondisi umum
pasien, dan survey primer. Dalam melakukan penilaian kondisi umum
pasien, satu partisipan menjelaskan bahwa pertama yang perlu dinilai
adalah cara jalan pasien dimana dari sini bisa digambarkan kondisi umum
pasien apakah mengalami kelemahan atau tidak, kutipan pernyataannya di
bawah ini :
"...pertama kita liat adalah tentunya kondisi umum pasien kalo pasiennya
masih bisa jalan…" (p6:….)
Setelah melakukan penilaian kondisi umum dengan cara inspeksi atau
visual triase maka penilaian dilanjutkan untuk melakukan survey primer.
Dari pernyataan 3 dari 6 partisipan menggambarkan bahwa penilaian yang
dilakukan adalah untuk melihat apakah airway (jalan nafas), breathing
(pernafasan), circulation (sirkulasi) terdapat gangguan atau tidak, seperti
yang dikutip dari salah satu pernyataan partisipan berikut :
"….nah itu dah airwaynya itukan ya sambil lah liat kalo misalkan udah
bebas jalan nafasnya maksudnya langsung ke breathing…" (p2:.)
Berdasarkan pedoman dari ATS bahwa seluruh pasien yang datang ke IGD
dilakukan penilaian umum baik status fisiologis maupun psikologisnya.
Observasi (Visual triage) dilalukan terkait mobilisasi pasien saat pertama
kali masuk ruang IGD yaitu apakah terlihat sesuatu yang abnormal. Tahap
selanjutnya adalah melakukan pengkajian primer (Primary Survey) yang
8

mengkaji kepatenan airway (jalan nafas), breathing (Pernapasan) dan


Circulation dan Disability (Australian Goverment Departement of Health
and Ageing, 2007).
2. Tindakan pertolongan pertama.
pasien yang menunjukkan kondisi kegawatan akan segera direspon oleh
petugas kesehatan khususnya oleh perawat diantaranya jika terdapat
keluhan sesak yaitu kondisi sukar bernafas yang dirasakan pasien, maka
pernyataan dari 4 partisipan mengungkapkan bahwa tindakan awal dan
segera adalah memberikan oksigen kepada pasien, seperti pernyataan
berikut :"itu ada keluhan sesek kalau ada seseknya kasih oksigen" (p1)
Pemberian suplemen oksigen sering diberikan pada pasien dengan
penyakit jantung, distress pulmonal dan stroke, pemberiannya untuk
mempertahankan Spo2 ≥ 94% (American Heart Association, 2012).
3. Penilaian kondisi hemodinamik
Setelah melakukan pengkajian pada kondisi umum, kepatenan ABC
sebagai penilaian awal kondisi kegawatan pasien maka penilaian
dilanjutkan untuk mengkaji kondisi hemodinamik pasien dengan dengan
menilai gangguan hemodinamik. Kondisi adanya gangguan hemodinamik
pada pasien dengan nyeri dada dapat dilihat dari data subyektif dan
obyektif yang mengikuti keluhan nyeri dada pasien yaitu adanya keluhan
sesak nafas dan keringat dingin, seperti pernyataan berikut :
"….nyeri dada itu ada keluhan sesak….." (p1:…)
"...biasanya bisa kita liat mereka megang dada keringat dingin.." (p4:.)
Tanda-tanda vital pasien yang diukur adalah tekanan darah dan nadi,
seperti pernyataan berikut ini :
"Penilaian saya sih vital sign sih seperti biasa ….." (p1)
"...dia nyeri dada tensi, vital sign lah dulu biasa…" (p2)
Pemeriksaan hemodinamik didasarkan pada pengukuran tanda vital untuk
memperkirakan keakutan pasien. Pemeriksaan ini dilakukan jika waktu
memungkinkan bagi pasien sebelum intervensi awal diberikan (Australian
College for Emergency Medicine, 2013).
9

4. Pemeriksaan lanjutan
Pasien dengan keluhan nyeri dada dilakukan pemeriksaan lanjutan yaitu
perekaman EKG yang dilakukan setelah menunggu instruksi dari dokter.
pernyataanini diungkapkan oleh seluruh partisipan, sebagai berikut:
"...tunggu instruksi dokter…..nanti penunjangnya ya ekg…."(p3)
Pemeriksaan penunjang selain EKG adalah x-ray dan pemeriksaan
laboratorium darah lengkap. Berdasarkan keterangan beberapa partisipan
untuk pemeriksaan enzim jantung seperti troponin dan CKMB akan
dilakukan berdasarkan instruksi dokter dan pasien nyeri dada juga telah
terbukti mengarah pada gangguan organ jantung yang dapat dilihat dari
hasil EKG pasien yang abnormal. Pernyataan dari partisipan sebagai
berikut :
“…Kalau EKGnya normal ini di Rongthen biasanya kemungkinan sih
kardiomegali atau udem paru atau apa…”(p1)
“…nunggu instruksi dokter pemeriksaan lab, nanti penunjangnya ya ekg,
mungkin ada cek lab…. kalo sudah datang dari sana dari kardio, oh ini cek
DL lengkap…”(p3)
“…tapi untuk triple kardiak marker kita ngga contreng kardionya datang
”ya dok ini labnya, mau cek triple kardiomarker gitu” ”oh iya, ya bli” cek
lah..”(p4)
Pemeriksaan penunjang yang sangat penting adalah perekaman EKG
sebagai salah satu faktor dalam menentukan kondisi klinis pasien. pada
taraf kognitif partisipan menyadari pentingnya pemeriksaan EKG pada
pasien dengan nyeri dada namun pada kenyataannya jika nyeri dada tidak
spesifik perekaman EKG belum dipertimbangkan untuk dilakukan.
Penelitian menyatakan bahwa keterlambatan dilakukannya perekaman
EKG adalah karena kesalahan dalam penempatan kategori pasien di awal,
selain itu dapat juga terjadi pada kasus pasien dengan masalah jantung
10

namun tanpa keluhan nyeri dada atau nyeri dada yang tidak spesifik
(Sammons, 2012)

5. Pengkajian keluhan nyeri dada


Proses pengkajian keluhan nyeri diantaranya proses pengkajian keluhan
nyeri diantaranya pengkajian keluhan subyektif pasien, pengkajian
obyektif pasien, menilai penyebab nyeri dada, mengkaji riwayat penyakit
Pada pengkajian tentang subyektif pasien dua partisipan menjelaskan
bahwa pasien dengan jelas mengatakan bahwa ia mengalami nyeri dada,
seperti pernyataan dibawah ini :
"….dia bilang nyeri dada kiri …."(p2)
Seluruh partisipan juga menjelaskan bahwa nyeri dada yang mengarah
pada kemungkinan gangguan organ jantung yaitu nyeri menjalar ke lengan
kiri dan tembus ke belakang, seperti pernyataan berikut :
"….dia bilang nyeri dada kiri sampe menjalar ke tangan yang sebelumnya
nda pernah…" (p2)
Karakteristik nyeri atau gambaran nyeri oleh pasien nyeri dada yaitu
seperti tertekan
benda berat, tertimpa barang berat, seperti pernyataan berikuti ini :
"….menjalar ke tangan dia berat ke bahu trus kebelakang kayak ketekan
ketindih beban berat..."(p2)
Penelitian kuantitatif dilakukan oleh Rohacek et al. (2012) untuk
menemukan cara yang sederhana melalui evaluasi awal dalam
memprediksi kemungkinan persentase pasien nyeri dada disertai sesak
mengarah pada sindrom koroner akut yaitu jika keluhan nyeri dada disertai
sesak menjalar ke leher dan lengan. Persentase pasien mengarah pada
kondisi sindrom koroner akut akan semakin tinggi jika usia pasien tersebut
diatas 50 tahun yaitu menjadi 91%.
Pengkajian pada pasien nyeri dada juga memperhatikan gestur tangan
pasien yang merupakan obyektif pasien saat menggambarkan nyeri dada
yang dialaminya seperti memegang dada kiri dengan telapak tangan,
11

menunjuk dada dengan satu jari, mengepalkan tangan di depan dada,


seperti pernyataan berikut ini:
“…kalo pasiennya nyeri dada datang memegang dada kiri" (p2)
"...biasanya pasiennya duduk sudah kayak gini dia(mengepalkan tangan di
depan dada kiri)…" (p3)
"mereka megang dada seperti ini loh (Melebarkan tangan di depan
dada)…"(p4)
"...dia masih bisa menunjukkan satu jari seperti ini (menunjuk dengan satu
jari kebagian tengah dada), disini sakitnya…"(p5)
Pengkajian keluhan utama pasien nyeri dada juga memperhatikan gestur
tangan pasien yaitu berupa kepalan tangan di depan dada, memegang dada
dengan telapak tangan, dan menunjuk area nyeri di dada dengan satu jari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marcus et al.(2007) pasien
cenderung menunjukkan gestur yangberbeda-beda saat mengungkapkan
nyerinya yang digunakan sebagai salah satu faktor prediksi penyebab nyeri
dadanya.
Partisipan juga mengidentifikasi keluhan nyeri dada yang tidak khas
gangguan organ jantung seperti nyeri dirasakan di ulu hati, rasanya
menusuk, seperti pernyataan berikut:
"...Biasanya sih dia ngeluh nyeri dada di semuanya… kadang di ulu
hatinya"(p1)
“.....ada yang nyeri dada kiri menjalar ke kanan…….rasanya menusuk apa
rasanya panas…."(p4)
Setelah melakukan pengkajian maka partisipan mulai melakukan penilaian
untuk kasus pasien dengan nyeri dada yang tidak spesifik mengarah pada
gangguan organ jantung yang ditandai dengan EKG normal, kemungkinan
nyeri dada sebagian besar disebabkan oleh adanya peradangan pada
lambung dimana dua partisipan mengungkapkan hal tersebut, seperti
pernyataan di bawah ini:
"…..Melakukan penilaian di EKG sih juga hasilnya normal, kayaknya sih
maag lambungnya sih…"(p1)
12

"...pokoknya kalo ekgnya normal pasti dia ini pasti punya riwayat
gastritis…."(p2)
Pengkajian juga dilengkapi dengan pengkajian terhadap riwayat pasien
seperti riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit diabetes, seperti
pernyataan di bawah ini:
"….ada riwayat jantungnya ngga kalau misalnya ada riwayat jantung
EKGnya ini langsung dibawa ke PJT gitu sih…."(p1)
"Riwayat penyakitnya apa? Punya diabetes…."(p2)
6. Penetapan level triase
Setelah melakukan pengkajian pasien, maka tahapan selanjutnya adalah
penetapan level urgensi pasien dalam kategori yang sesuai. Dari hasil
wawancara partisipan didapatkan bahwa dalam penetapan level pasien
mempertimbangkan dari hasil penilaian hemodinamik pasien, penilaian
ABC, pemeriksaan penunjang maupun pengkajian faktor resiko.
“..…nyeri dada terus sesak keringat dingin terus tensinya udah ini
.kayaknya curiga ke syok gitu langsung dah masuk ke ATS 1.."(p1)
Penjelasan partisipan bahwa pada penilaian kepatenan jalan nafas,
pernapasan dan sirkulasi akan mempengaruhi penetapan level pasien
dimana jika terdapat gangguan pada ketiga hal ini maka pasien akan
ditempatkan minimal di level 3 dan dapat menjadi penyebab kenaikan
level pada triase sekunder seperti pernyataan berikut ini:
"...masih bisa ngomong pasti airway breathing sama sirkulasinya normal
pastinya tensinya bagus pasti sirkulasinya baguskan clearkan pasti tiga
aja…”(p2)
“….gangguan di ABC nya umpama ada gangguan di breathingnya itu
langsung kita naikan levelnya jadi level dua…."(p5)
Berdasarkan American International Health Alliance (AIHA) tahun 2011
dan petunjuk dari New South Wales Departement of Health pada tahun
yang sama mengenai standar minimum untuk evaluasi nyeri dada
menyatakan bahwa semua pasien yang datang ke ruang gawat darurat
dengan nyeri dada dan dengan gejala iskemik miokard yaitu berkeringat,
13

ortopnoe tiba-tiba, sesak, pingsan, ketidaknyamanan epigatrik, nyeri pada


rahang dan nyeri pada lengan dalam waktu 48 jam, harus ditetapkan dalam
triase kategori 2 dan dalam waktu 10 menit perekaman EKG 12 lead harus
dilakukan dan di interpretasikan oleh petugas yang berkompeten. Tujuan
dari penempatan pasien nyeri dada dengan kategori dua adalah agar pasien
mendapatkan pemantauan lebih intensif dan dapat segera di konsultasikan
kepada dokter.
7. Lama waktu triase
Triase lima level memiliki waktu maksimal dalam pelaksanaan triase pada
masing-masing pasien sampai dengan penetapan level ATS. Partisipan
juga mengungkapkan lama waktu yang digunakan selama pelaksanaan
triase pada pasien dengan nyeri dada yang rata-rata kurang dari 5 menit,
seperti pernyataan berikut ini :
"...dilakukan pengkajian yang secara singkat cepat langsung mungkin
kurang dari semenit kurang dari semenit untuk pasien-pasien yang dengan
kesadaran menurun untuk pasien ini apakah ada gangguan nafas atau
obstruksi trus eh hemodinamiknya gimana biasanya udah langsung..."(p3).

2.4 Penetapan Level Triase dan Tag Yang Digunakan

Triase modern yang diterapkan di rumah sakit saat ini terbagi atas lima
kelompok (tabel 1)
Level Warna Kriteria Kriteria ATS
(ESI) (MTS) CTAS
Level 1 Merah Resusitasi Segera
mengancam
nyawa
Level 2 Oranye Emergensi Mengancam
nyawa
Level 3 Kuning Segera Potensi
(urgen) mengancam
nyawa
14

Level 4 Hijau segera Segera


(semi
urgen)
Level 5 Biru Tidak Tidak segera
segera

Untuk memudahkan trier (orang yang melakukan triase) mengenali


kondisi pasien, maka di ATS terdapat kondisi-kondisi tertentu yang
menjadi deskriptor klinis seperti yang tertera di tabel 2, tujuan deskriptor
ini adalah memaparkan kasus-kasus medis yang lazim dijumpai sesuai
dengan kategori triase sehingga memudahkan trier menetapkan kategori.

Kategori ATS Respon Deskripsi Kategori Deskripsi klinis

Kategori 1 Segera, Kondisi yang


penilaian dan mengancam Henti Jantung
tatalaksana nyawa atau Henti nafas
diberikan berisiko
secara simultan mengancam Sumbatan jalan nafas
nyawa bila tidak mendadak yang berisiko
segera di menimbulkan henti
intervensi jantung Pernafasan <
10x/menit Distres
pernafasan berat
Tekanan darah sistole <
80 (dewasa) atau anak
dengan klinis shock
berat Kesadaran tidak
ada respon atau hanya
berespon dengan nyeri
Kejang berkelanjutan
15

Gangguan perilaku berat


yang mengancam diri
pasien dan orang lain
Kategori 2 Penilaian dan Risiko Jalan nafas : ada stridor
tatalaksana mengancam disertai distres
diberikan nyawa, dimana pernafasan berat
secara simultan kondisi pasien
dalam waktu dapat memburuk Gangguan sirkulasi -
10 menit dengan cepat, Akral dingin - Denyut
dapat segera nadi < 50 kali per menit
menimbulkan atau lebih dari
gagal organ bila 150x/menit pada dewasa
tidak diberikan - Hipotensi dengan
tatalaksana dalam gangguan hemodinamik
waktu 10 menit lain - Banyak kehilangan
setelah datang darah
atau Pasien
memiliki kondisi Nyeri dada tipikal Nyeri
yang memiliki hebat apapun
periode terapi penyebabnya
efektif seperti
trombolitik pada Delirum atau gaduh
ST Elevation gelisah
Myocard Infark
(STEMI), Defisit neurologis akut
trombolitik pada (hemiparesis, disfasia)
stroke iskemik
baru, dan 8. Demam dengan letargi
antidotum pada
kasus keracunan Mata terpercik zat
Atau asam atau zat basa
16

Nyeri hebat (VAS Trauma multipel yang


7-10) nyeri harus membutuhkan respon
diatasi dalam tim
waktu 10 menit
setelah pasien Trauma lokal namun
dating berat (traumatic
amputation, fraktur
terbuka dengan
perdarahan)

Riwayat medis berisiko -


Riwayat tertelan bahan
beracun dan berbahaya -
Riwayat tersengat racun
binatang tertentu - Nyeri
yang diduga berasal dari
emboli paru, diseksi
aorta, kehamilan ektopik
Gangguan perilaku -
Perilaku agresif dan
kasar - Perilaku yang
membahayakan diri
sendiri dan orang lain
dan membutuhkan
tindakan restraint
Kategori 3 Penilaian dan Kondisi potensi Hipertensi berat
tatalaksana berbahaya, Kehilangan darah
dapat mengancam moderat Sesak nafas
dilakukan nyawa atau dapat Saturasi oksigen 90-95%
dalam waktu menambah Paska kejang Demam
17

30 menit keparahan bila pada pasien


penilaian dan immunokompromais
tatalaksana tidak (pasien AIDS, pasien
dilaksanakan onkologi, pasien dalam
dalam waktu 30 terapi steroid) Muntah
menit Atau menetap dengan tanda
Kondisi segera, dehidrasi Nyeri kepala
dimana ada dengan riwayat pingsan,
pengobatan yang saat ini sudah sadar
harus segera
diberikan dalam Nyeri sedang apapun
waktu 30 menit penyebabnya Nyeri dada
untuk mencegah atipikal Nyeri perut
risiko perburukan tanpa tanda akut
kondisi pasien abdomen Pasien dengan
Atau Nyeri sedang usia > 65 tahun Trauma
yang harus diatasi ekstremitas moderat
dalam waktu 30 (deformitas, laserasi,
menit sensasi perabaan
menurun, pulsasi
ekstremitas menurun
mendadak, mekanisme
trauma memiliki risiko
tinggi

Neonatus dengan kondisi


stabil

Gangguan perilaku yang


sangat tertekan, menarik
diri, agitasi, gangguan
18

isi dan bentuk pikiran


akut, potensi menyakiti
diri sendiri
Kategori 4 Penilaian dan Kondisi berpotensi Perdarahan ringan
tatalaksana jatuh menjadi
dapat dimulai lebih berat apabila Terhirup benda asing
dalam waktu penlaian dan tanpa ada sumbatan
60 menit tatalaksana tidak jalan nafas dan sesak
segera nafas
dilaksanakan
dalam waktu 60 Cedera kepala ringan
menit tanpa riwayat pingsan

Kondisi segera, Nyeri ringan-sedang


dimana ada
pengobatan yang Muntah atau diare tanpa
harus segera ehidrasi
diberikan dalam
waktu 60 menit Radang atau benda asing
untuk mencegah di mata, penglihatan
risiko perburukan normal
kondisi pasien
Trauma ekstremitas
Kondisi medis minor (keseleo, curiga
kompleks, pasien fraktur, luka robek
membutuhkan sederhana, tidak ada
pemeriksaan gangguan neurovaskular
yang banyak, ekstremitas) sendi
konsultasi dengan bengkak
berbagai spesialis
dan tatalaksana Nyeri perut non spesifik
19

diruang rawat Gangguan perilaku


inap Pasien riwayat gangguan
yang merusak diri dan
Nyeri ringan mengganggu orang lain,
saat ini dalam observasi
Kategori 5 Penilaian Kondisi tidak Nyeri ringan
dan segera, yaitu
tatalaksana kondisi kronik Riwayat penyakit
dapat atau minor tidak berisiko dan
dimulai diama gejala saat ini tidak
dalam tidak berisiko bergejalan
waktu 120 memberat bila
menit pengobatan Keluhan minor yang
tidak segera saat berkunjung
diberikan masih dirasakan

Masalah klinis Luka kecil (luka


administratif lecet, luka robek
Mengambil kecil)
hasil lab dan
meminta Kunjungan ulang
penjelasan, untuk ganti verban,
meminta evaluasi jahitan
sertifikat
kesehatan, Kunjungan untuk
meminta imunisasi
perpanjangan
resep Pasien kronis
psikiatri tanpa gejala
akut dan
hemodinamik stabil
20

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak tahun 1994, dan terus
mengalami perbaikan. Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari kementerian
kesehatan Australia untuk pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan sesuai
standar oleh perawat-perawat triase. Konsep ATS ini kemudian menjadi dasar
berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada.
Dalam sistim triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian khusus kondisi
urgen untuk pasien-pasien pediatri, trauma,triase di daerah terpencil, pasien
obstetri, dan gangguan perilaku.
Penerapan system triase ATS menggunakan 5 tingkatan atau 5 tag dalam
mentrias klien, yaitu level 1 (merah) untuk pasien dengan kriteria ditangani
segara dan mengancam nyawa , level 2 (orange) untuk kondisi mengancam
nyawa, level 3 (kuning) untuk kondisi potensi mengancam nyawa, level 4
(hijau) untuk kondisi segera, dan level 5 (biru) untuk kondisi tidak segara.

3.2 Saran

Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk
kejelasan. Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukan dan system, dimana dapat dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi
keperawatan yang bersifat konstan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Australian Government Department of Health and Aging.2009.Emergency Triage


Education Kit. Department of Health and Aging.
Astuti dkk.2014.Pengalaman Perawat Melakukan Triase Lima Level Pada Pasien
Nyeri Dada.Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Brawijaya
Fitzgerald G, Jelinek GA, Scott D, Gerdtz MF.2010.Emergency department triage
revisited. Emerg Med J.;27:85-92.
Oman, Kathleen S.2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai