Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Ervina Hanif Anugra Akbar

NIM : 131411133021

HIPERSENSITIVITAS

A. DEFINISI

Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh


di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara
imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya non imunogenik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap
lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau
berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut
disebut alergen. Reaksi alergi terjadi ketika tubuh salah mengartikan zat
yang masuk sebagai zat yang berbahaya. Sejalan dengan definisi ini,
alergi makanan merupakan reaksi sistem kekebalan yang terjadi segera
setelah mengonsumsi makanan tertentu. Bahkan sejumlah kecil
makanan penyebab alergi dapat memicu tanda dan gejala seperti
masalah pencernaan, gatal-gatal atau bengkak saluran udara. Pada
beberapa orang, alergi makanan dapat menyebabkan gejala parah atau
bahkan reaksi yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai anafilaksis.
Kadang, alergi makanan disalah artikan dengan kondisi yang lebih
umum terjadi, yaitu intoleransi terhadap makanan. Intoleransi terhadap
makanan kondisinya lebih ringan dari alergi karena tidak melibatkan
sistem kekebalan tubuh.
B. MEKANISME ALERGI

Seseorang dapat terpajan alergen dengan menghirup, menelan,


atau mendapatkan pada atau di bawah kulit. Setelah seseorang terkena
alergi, serangkaian kegiatan menciptakan reaksi alergi. Reaksi
imunologis tubuh mempengaruhi timbulnya alergi terhadap makanan.
Reaksi ini melibatkan imunoglobulin, yaitu protein yang membantu
dalam respon kekebalan tubuh, tepatnya Imonuglobulin E (IgE) yang
membentuk respon imun tubuh. Respon imun yang muncul dalam reaksi
alergi melalui dua tahap, yaitu tahap sensitisasi alergen dan tahap
elisitasi.

1. Tahap Sensitisasi
Tahap sensitisasi muncul ketika tubuh memproduksi antibodi
IgE yang spesifik. Tahap sensitisasi ini juga disebut dengan tahap
induksi, merupakan kontak pertama dengan alergen (yaitu ketika
mengkonsumsi makanan penyebab alergi).

2. Tahap Elisitasi
Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang. Ketika terpajan
dengan makanan (penyebab alergi) yang sama, protein akan mengikat
molekul di sel mediator (sel basofil dan sel mast). Tahap elisitasi ini
menyebabkan tubuh mengeluarkan molekul yang menyebabkan
inflamasi (seperti leukotrien dan histamin). Efek yang timbul serta
keparahan alergi dipengaruhi oleh konsentrasi dan tipe alergen, rute
pajanan, dan sistem organ yang terlibat (misalnya kulit, saluran cerna,
saluran pernapasan, dan darah).
Antibodi melampirkan ke bentuk sel darah yang disebut sel
mast. sel Mast dapat ditemukan di saluran udara, di usus, dan di tempat
lain. Kehadiran sel mast dalam saluran udara dan saluran pencernaan
membuat daerah ini lebih rentan terhadap paparan alergen. Mengikat
alergen ke IgE, yang melekat pada sel mast. Hal ini menyebabkan sel
mast untuk melepaskan berbagai bahan kimia ke dalam darah. Histamin,
senyawa kimia utama, menyebabkan sebagian besar gejala reaksi alergi.

C. TANDA DAN GEJALA ALERGI

Gejala alergi dapat mulai dari yang ringan hingga yang berat. Gejala
alergi yang ringan dapat berupa bersin – bersin, hidung meler, gatal – gatal
baik bersifat lokal atau seluruh tubuh, hidung mampet dan gejala alergi
lainnya. Gejala alergi dapat dapat terlihat pada kulit, mata, hidung, paru-
paru dan perut, tergantung pada jenis alerginya. Gejala-gejala alergi bisa
mulai dari ringan ke sangat serius adalah :
1. Hives atau welts, ruam, blisters, atau masalah kulit disebut eksim. Ini
adalah yang paling umum gejala alergi obat.
2. Batuk, wheezing, Hidung, dan kesulitan bernapas.
3. Demam.
4. Kulit melepuh dan mengelupas. Masalah ini disebut racun berhubung
dgn kulit necrolysis, dan dapat membawa maut jika tidak dirawat.
5. Anaphylaxis, yang merupakan reaksi paling berbahaya. Dapat
membawa maut, dan Anda akan memerlukan perawatan darurat. Gejala,
seperti hives dan kesulitan bernapas, biasanya muncul dalam waktu 1
jam setelah minum obat, reaksi cepat tanpa perawatan, Anda dapat
masuk ke shock.
MACAM-MACAM ALERGI
1. Alergi makanan
Alergi makanan adalah merupakan respon alamiah imun tubuh
yang bersifat negatif terhadap protein dari makanan yang kita konsumsi.
Intolerance atau alergi terhadap jenis makanan, umumnya dapat
berpengaruh pada siapa saja serta dapat menimbulkan reaksi yang
berbeda pada tiap individunya. Maka tidak semua intolerance atau alergi
makanan itu nantinya dapat menyebabkan terganggunya sistem imunitas
tubuh manusia. makanan yang paling banyak menyebabkan reaksi alergi
yaitu makanan yang berasal dari laut, seperti udang, lobster, kepiting,
ikan dan telur, kacang polong Pada anak-anak, penyebab alergi
makanan yang paling sering yaitu telur, susu, kacang, dan
2. Alergi obat-obatan
Jenis alergi ini disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu.
Reaksi alergi obat merupakan reaksi alergi di mana system kekebalan
tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obatan tertentu yang
dikonsumsi oleh seseorang. yang diberikan tubuh pun sangat keras.
Contohnya dapat menyebabkan gatal-gatal, terdapat bercak-bercak
merah pada kulit, mual dan muntah. Obat yang berpotensi
menimbulkan alergi antara lain antibiotic alergi (sulfonamid), vaksin ,
dan obat non alergik (kontras x-ray, aspirin, antibiotic, dan obat
tekanan darah tinggi).
3. Alergi debu
Alergi debu disebabkan ketidakbiasaan tubuh dalam menerima
kehadiran debu. Hal ini dapat menimbulkan penderita dapat
mengalami bersin-bersin dalam frekuensi yang sering, flu, rasa gatal,
dan hidung tersumbat.
4. Alergi suhu udara (dingin/panas)
Alergi ini diakibatkan oleh alergen udara. Ketidakmampuan sistem
imun menerima udara dingin misalnya dapat mengakibatkan jaringan
dalam hidung menjadi bengkak, sehingga hidung pun menjadi
tersumbat. Alergi dingin terjadi karena pelepasan histamine dalam
jumlah yang cukup besar yang kemudian menyerang system kekebalan
tubuh. Reaksi terjadi ketika seseorang terkena paparan langsung udara
dingin atau air dingin atau ketika terjadi suatu perubahan suhu yang
drastic. Gejala yang dapat dialami jika seseorang menderita alergi
udara adalah seringnya mengalami bersin-bersin, gatal-gata, mata
merah dan berair. Dalam kondisi tertentu, mucul alergi yang disebut
urtikaria. Gejalanya adalah gatal-gatal dan muncul bentol akibat udara
dingin. Jenis alergi ini sering dialami orang-orang yang tinggal di
negara tropis. Biasanya, penderita biduran (nama lain alergi ini)
memiliki jaringan kulit yang sensitif. Biduran ini muncul karena tubuh
mengeluarkan histamin (salah satu zat pelindung tubuh) berlebih untuk
mempertahankan tubuh dari suhu rendah. Akibatnya, muncul bercak
kemerahan dan bengkak. Jika dibiarkan, produksi histamin berlebih ini
dapat menimbulkan sesak napas dan pelebaran pembuluh darah.
5. Alergi musiman & Alergi yang terjadi terus menerus
Musiman (hay fever) yang umumnya disebabkan kontak dengan
allergen dari luar rumah seperti benang sari, debu, polusi udara atau
asap. Serta Rinitis Alergi yang terjadi terus menerus (parennial) yang
diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di
rumah misalnya kutu debu rumah, debu parabot, bulu binatang
peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
6. Alergi zat kimia tertentu

KLASIFIKASI ALERGI

1. Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas
langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata,
nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal.
Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari
ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara
15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat
mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe
I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama
pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan
dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi
hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan
ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk
melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai.
Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi
akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh
alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa
penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan
yang dapat ditempuh untuk mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah
menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor histamin,
penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi
atau desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.

2. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa
imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan
antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan
terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang langsung berhubungan
dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung
berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan
menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau
reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula
menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas
tipe II adalah:
a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel
epidermal),
b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin
yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan
seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan
permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah),
dan
c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan
glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Hipersensitifitas tipe III


Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks
imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-
antibodi yang kecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai
dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal,
kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan
seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-
kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi,
bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh secara
otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut
sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-
menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada
membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat
memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau
dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu
kompleks imun karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena
kelebihan antibodi. Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit
serum (serum sickness) yang dapat memicu terjadinya artritis atau
glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut
juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam
dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi
timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit
yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus clavatus dan A.
fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan
gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat
keju.

4. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang
diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena
aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup
lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T,
sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain
pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari
hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis,
hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity, DTH).
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kategori berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan
klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Waktu Penampakan
Tipe Histologi Antigen dan situs
reaksi klinis

Epidermal (senyawa
Limfosit, diikuti
48-72 organik, jelatang atau
Kontak Eksim (ekzema) makrofag; edema
jam poison ivy, logam
epidermidis
berat , dll.)

Intraderma
48-72 Pengerasan Limfosit, monosit,
Tuberkulin (tuberkulin, lepromin,
jam (indurasi) lokal makrofag
dll.)

Antigen persisten atau


Makrofag, epithelo senyawa asing dalam
21-28
Granuloma Pengerasan id dan sel raksaksa, tubuh
hari
fibrosis (tuberkulosis, kusta,
etc.)

Anda mungkin juga menyukai