Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

Vulnus Laceratum

Oleh :
Fitril Walida
H1AP14052

Pembimbing :
Dr. dr. Julian Famil, Sp.B., Fics., Finacs

SMF BEDAH RSTK III BHAYANGKARA BENGKULU


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Fitril Walida


NPM : H1AP14052
Fakultas : Kedokteran
Judul : Vulnus Laceratum
Bagian : Bedah
Pembimbing : Dr. dr. Julian Famil, Sp.B., Fics., Finacs

Bengkulu, 18 November 2019


Pembimbing

Dr. dr. Julian Famil, Sp.B., Fics., Finacs


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini sebagai salah satu tugas yang disusun untuk memenuhi
komponen penilaian Kepaniteraan Klinik Bedah RS Bhayangkara TK III Bengkulu,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Julian Famil, Sp.B., Fics., Finacs sebagai pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-masukan,
petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual
kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat
berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 18 November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Luka adalah terputusnya kontinuitas struktur anatomi jaringan tubuh yang


bervariasi mulai dari yang paling sederhana seperti lapisan epitel dari kulit, sampai
lapisan yang lebih dalam seperti jaringan subkutis, lemak dan otot bahkan tulang
beserta struktur lainnya seperti tendon, pembuluh darah dan syaraf, sebagai akibat
dari trauma atau ruda paksa atau trauma dari luar (Velnar, 2009) . Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul diantaranya adalah hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi
bakteri, dan kematian sel (Robinson dkk, 2008).
Menurut kamus Dorland (2006) luka dibagi menjadi 2 jenis yaitu luka tertutup
dan luka terbuka. Luka tertutup merupakan luka dimana kulit tetap utuh dan tidak ada
kontak antara jaringan yang dibawah dengan lingkungan luar, kerusakannya
diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Luka tertutup umumnya dikenal sebagai luka
memar yang dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu kontusio (kerusakan jaringan
dibawah kulit yang mana diluar hanya tampak sebagai benjolan) dan hematoma
(kerusakan jaringan dibawah kulit disertai pendarahan sehingga dari luar tampak
kebiruan). Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan dibawahnya
mengalami kerusakan. Penyebab luka ini adalah benda tajam, tembakan, benturan
benda keras dan lain-lain. Macam-macam luka terbuka antara lain yaitu luka lecet
(ekskoriasi), luka gigitan (vulnus marsum), luka iris/sayat (vulnus scisum), luka
bacok (vulnus caesum), luka robek (vulnus traumaticum), luka tembak (vulnus
sclopetinum), luka hancur (vulnus lacerum), dan luka bakar. Luka iris/sayat (vulnus
scisum) biasanya ditimbulkan oleh irisan benda yang bertepi tajam seperti pisau, silet,
parang dan sejenisnya. Luka yang timbul biasanya berbentuk memanjang, tepi luka
berbentuk lurus, tetapi jaringan kulit di sekitar luka tidak mengalami kerusakan.
Pada luka jenis apapun terjadi proses penyembuhan luka yang kompleks dan
terdiri dari Fase Inflamasi yang dibagi menjadi early inflammation (Fase
haemostasis), dan late inflammation, fase proliferasi yang meliputi neoangiogenesis,
pembentukan fibroblast dan re-epitelisasi serta fase maturasi yang bertujuan untuk
memaksimalkan kekuatan dan integritas struktural jaringan baru pengisi luka,
pertumbuhan epitel dan pembentukan jaringan parut. Penyembuhan luka merupakan
suatu proses yang melibatkan respon seluler dan biokimia baik secara lokal maupun
sistemik melibatkan proses dinamis dan kompleks dari koordinasi serial termasuk
pendarahan, koagulasi, inisiasi respon inflamasi akut segera setelah trauma,
regenerasi, migrasi dan proliferasi jaringan ikat dan sel parenkim, serta sintesis
protein matriks ekstraselular, remodeling parenkim dan jaringan ikat serta deposisi
kolagen (Velnar, 2009).
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama : Ny.Y
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 12 Juli 1973
Alamat : Komplek Perumdam, Kota Bengkulu
Pekerjaan : Swasta
No Reg RS : 165xxx
Tanggal masuk RS : Kamis, 14 November 2019, pukul 19.30
Tanggal Keluar RS : 14 November 2019 pukul 23.45
Ruang Perawatan : Ruang Tindakan IGD

2.2. Data Subjektif (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)


2.2.1. Keluhan Utama
Pasien post kecelakaan lalu lintas ± 30 menit SMRS.

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Rumah Sakit dibawa oleh keluarga karena mengalami
kecelakaan lalu lintas ± 30 menit SMRS. Pasien dibonceng oleh suami yang
mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Saat di tengah perjalanan pasien dan
suami bertabrakan dengan seekor kuda yang berlari kencang ke arahnya dan
mengakibatkan pasien terlempar ke depan hingga jatuh dalam keadaan tersungkur
dengan posisi dagu membentur aspal. Pasien menggunakan helm namun helmnya
terlepas saat pasien terlempar ke depan. Pasien mengalami luka robek pada bagian
tengah dagu serta 3 gigi bagian atas dan 1 gigi bagian bawah patah. Riwayat pingsan
setelah kecelakaan (-), muntah (-), keluar darah dari hidung dan telinga (-), pasien
sedang tidak mengkonsumsi obat apapun, riwayat minum alcohol (-), pasien dalam
kondisi kesehatan yang baik saat melakukan perjalanan.

2.3. Pemeriksaan Fisik


2.3.1. Status Present

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis (GCS:15, E: 4, V: 5, M: 6)
Tekanan darah : 119/63
Nadi : 80x/menit teraba kuat
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 37oC

2.3.2. Status Generalis

Kepala : Luka robek pada bagian tengah dagu


Mata : Racoon eyes (-), konjungtiva anemis (-/-)
Hidung : Dalam batas normal, darah (-), jejas (-), tanda fraktur (-)
Mulut : Darah (+) bersumber dari 4 gigi yang patah
Leher : Dalam batas normal, jejas (-), jejas (-), tanda cidera cervical (-)
Telinga : Dalam batas normal, jejas (-), battle sign (-), nyeri tekan tragus (-),
nyeri tekan mastoid (-).

2.3.3. Thorax
Inspeksi : Dinding dada simetris (+), retraksi dinding dada (-), deformitas (-),
memar (-), tanda-tanda fraktur (-)
Palpasi : Krepitasi (-)
Perkusi : Dalam batas normal, sonor pada seluruh lapang dada
Auskultasi : Vesikuler normal (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I/II
reguler (+), S3 gallop (-), murmur (-)
2.3.4. Abdomen
Inspeksi : Simetris, memar (-), luka (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

2.3.5. Ektremitas
Ekstremitas superior
Look : Jejas (-), tanda-tanda fraktur (-), deformitas (-), kelemahan (-) darah (-)
Feel : Nyeri tekan (-), tanda krepitasi (-)
Move : ROM (+) normal pada sendi-sendi tangan

Ekstremitas inferior
Look : Bengkak kebiruan pada punggung kaki kiri, hematom (+), tanda fraktur (-),
darah (-)
Feel : Nyeri tekan (+). Tanda krepitasi (-)
Move : ROM (+) normal pada sendi-sendi kaki

Akral : Hangat seluruh ekstremitas


CRT : <2 detik

2.4. Status Lokalis Regio Mentalis


Luka robek pada bagian tengah dagu dengan ukuran panjang ±8 cm, lebar 0,7 cm
dan dalam ± 2 cm.
2.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen mandibula (AP+Lateral)

Dilakukan pemeriksaan rontgen mandibular (AP+Lateral) untuk melihat


kemungkinan fraktur. bone window.

2.6. Diagnosis
Vulnus Laceratum Mentalis Medial

2.7. Tatalaksana
1. Wound toilet
2. Inj Lidocaine 2 amp
3. Hecting 10 jahitan
4. Ciprofloxacin 2 x 500 mg
5. Asam Mefenamat 3 x 500 mg
2.8. Prognosis
1. Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad functionam : Bonam
3. Quo ad sanationam : Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Histologi Kulit


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh yang
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 %
berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5–1,9 m2.
Tebal kulit bervariasi mulai dari 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur
dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan
kulit bagian medial lengan atas. Kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung dan bahu. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapisan yang berbeda,
lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm,
sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium
yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Perdanakusuma, 2007).
Kulit tersusun atas 3 lapisan, yaitu :
1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng berkeratin, mengandung sel melanosit, sel Langerhans dan
sel merkel. Tebal epidermis berbeda- beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari
seluruh ketebalan kulit. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling
atas sampai yang terdalam) (Mescher, 2011):
a. Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri dari beberapa sel gepeng yang mati,
tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b. Stratum Lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum. Lapisan ini terdiri dari sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan ini tampak lebih jelas pada kulit telapak kaki dan telapak tangan.
c. Stratum Granulosum (lapisan keratohialin). Lapisan ini merupakan 2 atau 3 lapis
sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir
kasar
ini terdiri dari keratohialin (Djuanda, 2013).
d. Stratum Spinosum
Lapisan ini terdiri atas sel-sel kuboid atau agak gepeng dengan inti di tengah
dengan nukleolus dan sitoplasma yang aktif menyintesis filamen keratin. Filamen
keratin membentuk berkas yang tampak secara mikroskopis disebut tonofibril.
Terdapat sel Langerhans diantara sel-sel spinosum (Mescher, 2011).
e. Stratum Basal (Stratum Germinativum)
Lapisan ini terdiri atas sel-sel selapis kuboid atau kolumnar yang tersusun
vertikal pada perbatasan antara epidermis dengan dermis yang tersusun seperti pagar
(palisade). Lapisan ini terdiri atas 2 jenis sel:
1. Sel-sel berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan
besar yang dihubungkan oleh jembatan antar sel.
2. Sel pembentuk melanin (melanosit) yang merupakan sel-sel berwarna
muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir
pigmen (melanosome) (Djuanda, 2013).
2. Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang terdiri atas lapisan
elastik dan fibrosa padat. Dermis terdiri dari 2 lapisan, yaitu:
a. Pars Papilare
Lapisan ini merupakan lapisan tipis yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah (Djuanda, 2013). Lapisan ini terdiri dari jaringan
ikat longgar, dengan fibroblas dan sel jaringan ikat lainnya, seperti sel mast dan
makrofag (Mescher, 2011)
b. Pars Retikulare
Lapisan ini merupakan lapisan tebal yang menonjol ke arah subkutan. Bagian
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan
retikulin (Djuanda, 2013).
3. Lapisan Subkutis / Hipodermis
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat longgar yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Lapisan ini terdiri dari ujung-
ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening (Djuanda, 2013).

2. Luka (vulnus)
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab luka
dapat berasal dari tusukan/goresan benda tajam, benturan benda tumpul, kecelakaan,
terkena tembakan, gigitan hewan, bahan kimia, air panas, uap air, terkena api atau
terbakar, listrik dan petir (Murtutik dan Marjiyanto, 2013). Menurut Dorland (2006),
luka dibagi 2 jenis, yaitu:
a. Luka tertutup
Luka tertutup merupakan luka dimana kulit korban tetap utuh dan tidak ada
kontak antara jaringan yang ada di bawah dengan dunia luar, kerusakannya
diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Luka tertutup umumnya dikenal sebagai luka
memar yang dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:
1) Kontusio, kerusakan jaringan di bawah kulit yang mana dari luar hanya
tampak sebagai benjolan.
2) Hematoma, kerusakan jaringan di bawah kulit disertai pendarahan sehingga
dari luar tampak kebiruan.

b. Luka terbuka
Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan di bawahnya mengalami
kerusakan. Penyebab luka ini adalah benda tajam, tembakan, benturan benda keras
dan lain-lain. Macam-macam luka terbuka antara lain yaitu luka lecet (ekskoriasi),
luka gigitan (vulnus marsum), luka iris/sayat (vulnus scisum), luka bacok (vulnus
caesum), luka robek (vulnus traumaticum), luka tembak (vulnus sclopetinum), luka
hancur (vulnus lacerum) dan luka bakar . Luka iris/sayat (vulnus scisum) biasanya
ditimbulkan oleh irisan benda yang bertepi tajam seperti pisau, silet, parang dan
sejenisnya. Luka yang timbul biasanya berbentuk memanjang, tepi luka berbentuk
lurus, tetapi jaringan kulit di sekitar luka tidak mengalami kerusakan (Dorland, 2006).

3. Klasifikasi Luka
Klasifikasi vulnus berdasarkan penyebab dan karakteristiknya:
1. Luka sayat (Vulnus Sectum)

 Disebabkan oleh oleh benda tajam seperti pisau, silet dan kaca beling
 Tepi luka sayat halus dan tidak ada poket atau recesses
 Terjadi perdarahan yang intens karena pembuluh darah terbuka lebar
 Penyembuhan luka baik dan risiko infeksinya rendah
2. Luka Tusuk (Vulnus Punctum)
 Memiliki karakteristik yang mirip dengan luka sayat
 Disebabkan oleh benda dengan benda tajam yang berujung kecil
seperti peniti, karum, garpu, dan belati
 Luka tusuk memicu terjadinya internal bleesing dan dapat terjadi
infeksi karena ketika sekresi luka terakumulasi di dasar luka tidak ada
drainase yang baik karena jalur lukanya sempit dan tidak rata.

3. Luka Robek (Vulnus Laceratum)

 Sobeknya jaringan epitel dan subepitel yang disebabkan oleh benda


tumpul
 Jika objek tidak tajam laserasi mungkin bergerigi atau ireguler
 Kedalaman laserasi dapat bervariasi ada yang hanya melibatkan
permukaan luar dan ada yang meluas ke dalam jaringan, menggangu
saraf, pembuluh darah, otot dan struktur anatomi lainnya..
4. Luka lecet (Vulnus Excoriasi)

 Disebabkan karena adanya gesekan antara suatu benda dengan


permukaan jaringan lunak
 Biasanya superficial, mengupas epitelium, terkadang melibatkan
lapisan yang lebih dalam
 Melibatkan ujung terminal dari banyak serabut saraf, sehingga
menyakitkan
 Perdarahan minor
5. Luka memar (Vulnus Contusum)
 Sering disebut sebagai memar
 Biasanya disebabkan karena benda tumpul seperti palu dan batu
 Ditandai dengan adanya edema, hematoma, pigmentasi (dapat terjadi,
dan tidak permanen)
6. Luka gigitan (Vulnus Morsum)

 Disebabkan oleh gigitan hewat seperti anjing, kucing, kuda dan


manusia.
 Gigitan hewan buas menjadi berbahaya karena hewan tersebut
memiliki rahang yang kuat dan dapat mengoyak fragmen yang cukup
besar pada jaringan lunak ditandai dengan hilangnya segmen jaringan
lunak dan dapat menyebabkan fraktur.
 Risiko infeksi luka ini tinggi karena terdapat flora bakteri pada rongga
mulut.
7. Luka tembakan (Vulnus Sclopetarium)
Luka tembakan diklasifikasikan berdasarkan jarak dengan target
 Type-I (<5 m) avulsi jaringan dan laju mortalitas yang tinggi (85-95%)
 Type-II (5-12 m) biasanya destruksi jaringan lebih sedikit. Penetrasi
dapat terjadi melalui deep fascia namun fraktur jarang ditemukan (15-
20%)
 Type-III (>12 m) biasanya hanya kulit terpenetrasi dan mortalitasnya
jarang (0-5%).
8. Luka Bakar (Vulnus Combustion)
 Derajat I: Eritema, nyeri, tidak ada bula
 Derajat II: Kemerahan/campuran bulla, epidermis rusak, benkak,
permukaan basah, berair, nyeri, sensitif pada udara.
 Derajat IIA: Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas
dari dermis. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14
hari tanpa terbentuk sikatriks.
 Derajat IIB: Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan
sisa-sisa jaringan epitel sehat tinggal sedikit.
 Derajat III: kulit pucat, putih, kaku: kulit rusak, tampak jaringan
lemak, permukaan kulit kering, tidak nyeri, edema.

4. Proses Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses untuk memperbaiki kerusakan
yang terjadi. Penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase seperti
dibawah ini (Perdanakusuma, 2007):
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi pada hari 0–5 proses penyembuhan luka. Luka karena
trauma atau luka karena pembedahan menimbulkan kerusakan jaringan dan
mengakibatkan perdarahan. Darah akan mengisi daerah cedera dan paparan terhadap
kolagen menimbulkan degranulasi trombosit. Agregat trombosit akan mengeluarkan
mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) yang juga
dikeluarkan oleh makrofag. Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) akan
mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen (Perdanakusuma, 2007). Trombosit
mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia dan asam amino tertentu yang
mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan
kemotaksis terhadap leukosit, kemudian terjadi vasokonstriksi dan proses
penghentian darah (Triyono, 2005).
Pembekuan darah atau koagulasi memicu munculnya mediator inflamasi
seperti histamin, prostaglandin dan serotonin yang akan berikatan dengan fibrinogen.
Fibrinogen akan berubah menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan membentuk
bekuan pada luka di kulit (Kumar, 2007). Prostaglandin menyebabkan vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah di daerah luka. Hal tersebut
menimbulkan edema dan nyeri pada awal terjadinya luka (Triyono, 2005). Leukosit,
neutrofil, dan monosit akan menuju bagian luka pada kulit yang telah terjadi bekuan
fibrin. Polimorfonuklear (PMN) adalah sel pertama yang menuju tempat terjadinya
luka. Neutrofil akan mengeluarkan sitokin sebagai sinyal untuk menarik sel-sel
leukosit lain agar berpindah ke bagian luka untuk mencegah infeksi. Monosit akan
berubah menjadi makrofag untuk membersihkan debris pada luka (Kumar, 2007).
2. Fase proliferasi
Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat menonjol
perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen
yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada fase
ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi (Perdanakusuma, 2007).
Fase ini terjadi pada hari ke 3–14. Fase inflamasi berlangsung pendek apabila tidak
ada kontaminasi atau infeksi yang bermakna. Fase proliferasi dimulai setelah luka
berhasil dibersihkan dari jaringan mati dan sisa material yang tidak berguna. Fase
proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi pada luka. Jaringan
granulasi merupakan kombinasi dari elemen seluler termasuk fibroblas dan sel
inflamasi, yang bersamaan dengan timbulnya kapiler baru tertanam dalam jaringan
longgar ekstraseluler dari matriks kolagen, fibronektin dan asam hialuronik (Triyono,
2005). Fibroblas muncul pertama kali secara bermakna pada hari ke 3 dan mencapai
puncak pada hari ke 7. Peningkatan jumlah fibroblas pada daerah luka merupakan
kombinasi dari proliferasi dan migrasi.
Fibroblas ini berasal dari sel-sel mesenkimal lokal, terutama yang
berhubungan dengan lapisan adventisia, pertumbuhannya disebabkan oleh sitokin
yang diproduksi oleh makrofag dan limfosit. Fibroblas merupakan elemen utama
pada proses perbaikan untuk pembentukan protein struktural yang berperan dalam
pembentukan jaringan (Triyono, 2005). Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan
serat kolagen yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin.
Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan mempertautkan
tepi luka. Serat-serat baru dibentuk, diatur, yang tidak diperlukan dihancurkan,
dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel
radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tidak rata disebut jaringan granulasi (Farmitalia,
2012).
Revaskularisasi dari luka terjadi secara bersamaan dengan fibroplasia. Tunas-
tunas kapiler tumbuh dari pembuluh darah yang berdekatan dengan luka. Faktor-
faktor terlarut yang menyebabkan angiogenesis ini masih belum diketahui. Proses ini
diduga terjadi dari kombinasi proliferasi dan migrasi. Mediator pertumbuhan sel
endotelial ini dan kemotaksis termasuk sitokin yang dihasilkan trombosit, makrofag
dan limfosit pada luka. Sitokin merupakan stimulan potensial untuk pembentukan
formasi baru pembuluh darah termasuk basic fibroblast growth faktor ( bFGF), asidic
FGF (aFGF), transforming growth factor αß (TGF αß) dan epidermal growth factor
(eFGF). Fibroblast growth faktor (FGF) pada percobaan invivo merupakan substansi
poten dalam neovaskularisasi. Proses tersebut terjadi dalam luka, sementara itu pada
permukaan luka juga terjadi restorasi intregritas epitel (Triyono, 2005).
Reepitelisasi terjadi beberapa jam setelah luka. Sel epitel tumbuh dari tepi
luka, bermigrasi ke jaringan ikat yang masih hidup. Epidermis segera mendekati tepi
luka dan menebal dalam 24 jam setelah luka. Sel basal marginal pada tepi luka
menjadi longgar ikatannya dari dermis di dekatnya, membesar dan bermigrasi ke
permukaan luka yang sudah mulai terisi matriks sebelumnya. Sel basal pada daerah
dekat luka mengalami pembelahan yang cepat dan bermigrasi dengan pergerakan
menyilang satu dengan yang lain sampai defek yang terjadi tertutup semua. Sel epitel
yang bermigrasi berubah bentuk menjadi lebih kolumner dan meningkat aktivitas
mitotiknya apabila sudah terbentuk jembatan. Proses reepitelisasi sempurna kurang
dari 48 jam pada luka sayat yang tepinya saling berdekatan dan memerlukan waktu
lebih panjang pada luka dengan defek lebar (Triyono, 2005).
3. Fase maturasi
Fase ini berlangsung berlangsung dari hari ke 7 sampai 1 tahun. Reorganisasi
dimulai setelah matriks ekstrasel terbentuk. Fase ini merupakan fase terpanjang
penyembuhan luka, yaitu pematangan proses yang meliputi perbaikan yang sedang
berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan
meningkatkan tegangan pada luka (Ueno et al., 2006). Remodeling meliputi deposit
dari matriks dan deposit kolagen pada tempatnya (Broughton et al., 2006). Pada fase
remodeling kekuatan peregangan jaringan ditingkatkan karena cross-linking
intermolekular dari kolagen melalui hidroksilasi yang membutuhkan vitamin C
(Reddy et al., 2012). Salah satu ciri dari fase ini adalah perubahan matriks
ekstraseluler. Kolagen tipe III muncul pertama kali sesudah 48–72 jam dan maksimal
disekresi antara 5–7 hari. Jumlah kolagen total meningkat pada awal perbaikan,
mencapai maksimum antara 2 sampai 3 minggu sesudah cedera (Li et al., 2007).
Kolagen tipe III yang diproduksi oleh fibroblas selama fase proliferasi akan diganti
oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan berikutnya melalui proses yang lambat dari
kolagen tipe III (Gurtner, 2007). Selama periode 1 tahun atau lebih, dermis secara
bertahap kembali kepada fenotip yang stabil seperti sebelum cedera dan komposisi
terbanyak adalah kolagen tipe I.
Kekuatan regangan yang merupakan penilaian dari fungsi kolagen, meningkat
40% kekuatannya dalam jangka waktu 1 bulan dan terus meningkat sampai 1 tahun,
mencapai lebih dari 70% kekuatannya dari normal pada akhir fase remodeling (Li et
al.,2007).
DAFTAR PUSTAKA

1. Ellis, Edward, James R Hupp, and Myron R Tucker. Contemporary Oral


And Maxillofacial Surgery. 5th ed . China: Mosby Elsevier.
2. Miloro M, Peterson L. Peterson's principles of oral and maxillofacial
surgery.Shelton, CT: People's Medical Pub. House-USA; 2012.
3. Ziemba R. First aid in cases of wounds , fractures , as well as thermal
andchemical burns. Mil Pharm Med. 2012;15
4. Velnar, Bailey. The Wound healing Process: an Overview of The Cellular and
Molecular Mechanism. J Int Med. 2009
5. Mescher, A. L., Histologi Dasar Junqueira: teks dan atlas. Edisu ke-12
Jakarta: EGC. 2011
6. Kumar, V., Robins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7: editor bahasa Indonesia,
Huriawati Hartono. Ed-7-Jakarta: EGC. 2007
7. Dorland, W., Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. 2006
8. Perdanakusuma, D. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka, Plastic
Surgery Department, Airlangga University School of Medicine, Surabaya.
2007
9. Murtutik, L., dan Marjiyanto. Hubungan Kadar Albumin dengan
Penyembuhan Luka pada Pasien Post OP Laparatomy di Ruang Mawar.
Jurnal Ilmu Kesehatan. 2013
10. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai