FITRIL WALIDA
H1A014052
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa berat berupa hilangnya kontak dengan
kenyataan dan kesulitan membedakan hal yang nyata dengan yang tidak (Yuliana, 2013:24).
Angka kejadian Skizofrenia di dunia menurut data dari WHO (2016) mencapai 21 juta orang.
Sedangkan di Indonesia, prevalensi penderita Skizofrenia sebanyak 1,7 per 1000 penduduk, atau
sekitar 400.000 orang dan di Provinsi Bengkulu, prevalensi penderita Skizofrenia mencapai 1,9
per 1000 penduduk (Riskesdas, 2013). Pada sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
2010 diketahui jumlah penduduk di Provinsi Bemgkulu mencapai 1.715.518 jiwa, jika
dihubungkan dengan data statistik Riskesdas tahun 2013 tentang prevalensi Skizofrenia di
Bengkulu yang mencapai angka 1,9 per 1000 penduduk, maka terdapat sekitar 3.259 orang di
Provinsi Bengkulu yang menderita Skizofrenia. Berdasarkan data statistik medical record Rumah
Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu, didapatkan peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari tahun
2010 ke tahun 2011, yaitu 437 pasien meningkat menjadi 837 pasien, dan 395 orang diantaranya
dirawat inap di rumah sakit (sub. Rekam medik RSJ Soeprapto Bengkulu 2010-2011).
Skizofrenia tergolong ke dalam gangguan jiwa berat/psikotik dan bersifat kronik yang
merupakan sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Maslim,
2013). Beberapa faktor yang berperan terhadap kejadian skizofrenia antara lain faktor biologis,
biokimia, psikososial, status sosial ekonomi, stress, penyalahgunaan obat, serta genetik (Sadock,
2010). Berdasarkan faktor-faktor yang berperan terhadap kejadian skizofrenia tersebut, di
Indonesia juga pernah dilakukan beberapa penelitian tentang hubungan antara masing-masing
faktor resiko dengan tingginya kejadian skizofrenia. Salah satunya merupakan penelitian tentang
hubungan sosioekonomi dan status pekerjaan terhadap skizofrenia (Wahyudi dan Fibriana,
2016).
Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja di Provinsi Bengkulu sebesar
827.092 orang, di mana sejumlah 815.618 orang diantaranya bekerja, sedangkan 11.474
orang merupakan pencari kerja yang mengindikasikan bahwa Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) di Provinsi Bengkulu mencapai 1,39% (Badan Pusat Statistik, 2010).
Berdasarkan data BPS (2010) tentang status pekerjaan utama penduduk Provinsi
Bengkulu, diketahui bahwa 20,87% diantaranya tergolong dalam status wirausaha tanpa
dibantu buruh, 22,64 wirausaha dengan dibantu buruh tidak tetap, 2,33% wirausaha
dengan dibantu buruh tetap, 22,25% merupakan buruh/karyawan/pegawai, 5,68%
pekerja bebas (bertani atau berkebun) dan 26,15% merupakan pekerja keluarga (tanpa
menerima upah/gaji). Dengan kata lain, jumlah penduduk Provinsi Bengkulu yang tidak
memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap memang masih mendominasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Erlina, dkk (2010) Pada Pasien Rawat Jalan Di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Hb Saanin Padang Sumatera Barat didapatkan bahwa pada kelompok
skizofrenia, jumlah tidak bekerja 64 (85,3%) lebih banyak dari bekerja 11 (14,6%). Dalam
penelitian tersebut juga didapatkan bahwa kelompok skizofrenia dengan status ekonomi rendah
sebanyak 65 orang (86,7%) dan status ekonomi tinggi sebanyak 10 orang (13,3%). Hasil
penelitian Wijayanti dan Puspitosari (2014) juga didapatkan bahwa kelompok skizofrenia
dengan status tidak bekerja sebanyak 18 orang (72%) lebih banyak dari pada yang
bekerja, yaitu sebanyak 7 orang (28%). Dalam penelitian Wahyudi dan Fibriana (2016)
didapatkan hasil sampel yang memiliki status sosio-ekonomi rendah sebanyak 39 orang
(62,9%), sedangkan sampel yang memiliki status sosio-ekonomi tinggi lebih sedikit yaitu 23
orang (37,1%). Semiun (2006) menyebutkan tidak bekerja dapat menimbulkan stress,
depresi, dan melemahnya kondisi kejiwaan sebab orang yang tidak bekerja
mengakibatkan rasa ketidakberdayaan dan tidak optimis terhadap masa depan. Selain
status pekerjaan, sosio-ekonomi rendah berpengaruh terhadap terjadinya skizofrenia
sesuai dengan teori Hawari (2012), kondisi sosio-ekonomi yang tidak tercukupi dapat
membuat seseorang tertekan sehingga apabila ketahanan mental seseorang tidak dapat
menahannya akan menjadi resiko untuk timbul penyakit skizofrenia.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, faktor sosio ekonomi dan status
pekerjaan diduga dapat berkontribusi terhadap kejadian skizofrenia. maka dari itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Jenis Pekerjaan dan Tingkat
Pendapatan terhadap Angka Kejadian Skizofrenia di Provinsi Bengkulu” dikarenakan belum ada
penelitian lebih lanjut tentang jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan seperti apa yang paling
berpengaruh terhadap angka kejadian skizofrenia di Provinsi Bengkulu.
1.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka disusunlah sebuah
rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu “bagaimana hubungan
jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan terhadap angka kejadian skizofrenia di Provinsi
Bengkulu?”