Epidural Hematom
Oleh :
Putri Santri
H1AP14041
Pembimbing :
dr. Liza Amelia, Sp.BS
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik Bedah RSUD dr. M. Yunus, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Liza Amelia, Sp.BSsebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta bantuan
dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual
kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identitas
Nama : Tn.B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 26 Desember1989
Alamat : Jalan Cintandui RT 03 Rw 05, Lingkar Barat, Kota
Bengkulu
Pekerjaan : Swasta
No Reg RS : 806XXX
Tanggal masuk RS : 12 September 2019, pukul 24.40
Tanggal Keluar RS : 17 September 2019
Ruang Perawatan : Ruang Seruni
5
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan
2. Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
3. Riwayat hipertensi (-), DM (-)
4. Riwayat kejang (-)
5. Riwayat konsumsi obat-obatan (-)
6. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan (-)
7. Riwayat stroke dan perdarahan otak (-)
6
2.3.2. Status Generalis
Thorax
Inspeksi : Dinding dada simetris (+), retraksi dinding dada (-), deformitas (-),
sela iga melebar (-), spider nevi (-), jejas (-), memar (-), tanda-tanda
fraktur (-)
Palpasi : Stem fremitus sulit dievaluasi, krepitasi (-)
Perkusi : Sulit dievaluasi
Auskultasi : Vesikuler normal (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-), bunyi jantung
I/II reguler (+), S3 gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris (+), rata, jejas (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen sulit dievaluasi, pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi : Perkusi sulit dievaluasi
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ektremitas
Ekstremitas kanan dan kiri : Jejas (-), tanda-tanda fraktur (-), deformitas (-),
kelemahan (-) darah (-)
Akral : Hangat seluruh ekstremitas
CRT : <2 detik
7
2.3.3. Status Gizi
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 170 cm
BMI : 20,7 (normoweight)
8
Dilakukan CT scan kepala potongan aksial dengan slice thickness 0,9 mm dimulai
di daerah basis sampai vertex. Scanning tanpa memakai kontras media. Dibuat
rekonstruksi bone window.
9
Sisterna ambiens dan basalis tampak normal
Daerah sela tursika dan jukstasella serta daerah cerebello pontin angle
masih dalam batas normal
Pada parenkim cerebri lainnya, pons dan cerebellum tidak menunjukkan
lesi patologis
Tampak kalsifikasi fisiologis di daerah glandula pineal, tidak
menunjukkan adanya lesi patologis
Mastoid air cell bilateral yang terscanning tampak normal
Tampak lesi hiperdens yang mengisi sinus maksilaris bilateral, sinus
sphenoidalis kiri, sinus ethmoidalis kanan
Bulbus okuli dan ruang retrobulber bilateral dalam batas normal
Tidak tampak pergeseran struktur garis tengah
Kesimpulan:
Perdarahan epidural yang mengisi konkavitas lobus temporoparietalis kiri
Perdarahan subarachnoid yang mengisi sulci corticalis lobus
temporoparietalis kanan, sisterna ambient dan basalis
Kontusio cerebri haemoragik di daerah cortical lobus temporalis kanan
disertai edema perifokal
Ekstrusi minimal parenkim cerebri paa daerah orbitalis superior kanan
Hematosinus yang megisi sinus maksilaris bilateral, sinus sphenoidalis
kiri, sinus ethmoidalis kanan
Fraktur os temporoparietalis kiri, os temporalis kanan,arcus zygomaticus
kanan, rima orbita superior kanan
10
2.5. Diagnosis
Cidera Kepala Berat ec Epidural Hematom
Intracerebral hemorrhage
Brain compression
2.6. Tatalaksana
1. OP cyto -> keluarga menolak
2. IVFD RL xx gtt/menit
3. Ranitidin 2x1 amp
4. PCT 3x1 jika nyeri
5. Manitol 250 lanjut 4x125 cc in drip.
6. Cefotaxime 2 x 2 gr
7. Transamin 3x500 mg iv
8. Fenitoin 3 x100 mg
9. Pro craniotomy cyto -> pasien menolak dioperasi.
2.7. Prognosis
1. Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad functionam : Bonam
3. Quo ad sanationam : Bonam
2.8. Follow Up
11
spO2: 99% dengan
O2 10 lpm
12
telinga (+) N : 70 x/menit compression Transamin 3x500 mg
P : 22 x/menit Fenitoin 3x100mg
S : 36,5oC
spO2: 99% dengan
O2 10 lpm
Kepala: pupil
isokor, 2mm/2mm
Mata: hematoma
mata kanan
Telinga: darah (+)
Thorax: paru
vesikuler (+/+),
Rhonki (+/+),
wheezing (-/-), bunji
jantung normal
Abdomen: soepel,
bising usus (+),
normal
13
N : 71 x/menit compression
P : 22 x/menit
S : 36,7oC
spO2: 99% dengan
O2 10 lpm
14
N : 84 x/menit compression,
P : 20 x/menit penurunan Informed consent
S : 36,oC kesadaran pro keluarga, pasien
spO2: 99% dengan intubasi, mengalami penurunan
O2 3 lpm menunggu kesadaran, pro ICU dan
persetujuan intubasi
Kepala: pupil isokor, keluarga
2mm/2mm
Mata: hematoma
mata kanan
Telinga: darah (+)
Thorax: paru
vesikuler (+/+),
Rhonki (+/+),
wheezing (-/-), bunji
jantung normal
Abdomen: soepel,
bising usus (+),
normal
15
16 September 2019, 07.00
S O A P
Keluhan sulit KU : TSS Epidural Manitol 1x125 ml
dievaluasi, Kes : E4M5V3 hematoma, IVFD RL xx gtt/menit
pasien tampak Pupil isokor 2 intracerebral Cefotaxime vial 2x2 gr
apatis mm/2mm hemorrhage, Paracetamol 3x1 gr
TD : 130/90 mmHg brain Ranitidin 2x50 mg
N : 88 x/menit compression Tampon AD
P : 20 x/menit Mobilisasi duduk
S : 37oC
spO2: 99% dengan
O2 3 lpm
16
S O A P
Pasien sadar, KU : TSS Epidural Manitol 1x125 ml
komunikasi (+), Kes : E3M6V5 hematoma, IVFD RL xx gtt/menit
pasien bisa Pupil isokor 2 intracerebral Cefotaxime vial 2x1 gr
minum (+), mm/2mm hemorrhage, Paracetamol 3x1 gr
muntah (-), TD : 130/90 mmHg brain Tidak ada tindakan,
demam (-), N : 88 x/menit compression keluarga pasien menolak
kejang (-) P : 20 x/menit operasi
S : 36,5oC
17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.2. Anatomi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala atau SCALP dan
tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak,
neuron tidak akan dapat diperbaiki lagi. Laserasi kulit kepala sering didapatkan
pada pasien dengan cedera kepala. Kulit kepala atau SCALP terdiri dari lima
18
lapisan yaitu kulit, jaringan ikat (dense), aponeurosis (galea aponeurotika), loose
connective tissue dan perikranii.,4
19
meningea anterior, media dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteria-arteria ini , perdarahan arterial
yang diakibatkannya akan tertimbun dalam ruang epidural.4
Dura adalah membran luar yang liat, semitranslusen dan tidak elastis.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena dan membentuk
periosteum tabula interna. Dura melekat erat dengan permukaan bagian dalam
tengkorak. Bila dura robek dan tidak diperbaiki dengan sempurna dan dibuat
kedap udara, akan menimbulkan berbagai masalah. Namun pada beberapa
keadaan dura sengaja dibiarkan terbuka. Situasi-situasi ini mencakup edema otak
(untuk mengurangi tekanan bagi otak yang meonjol), drainase cairan
cerebrospinal, atau setelah tindakan operatif (untuk memeriksa dan
mengosongkan bekuan darah).Dura memiliki banyak suplai darah. Bagian tengah
dan posterior disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria
vertebralis dan karotis interna. Pembuluh darah anterior dan etmoidalis juga
20
merupakan cabang dari arteria carotis interna dan menyuplai fosa anterior. Arteria
meningea posterior yaitu cabang dari arteria oksipitalis , menyuplai darah ke fosa
posterior.4
Di dekat dura terdapat membran fibrosa halus dan elastis yang dikenal
sebagai arakhnoid. Membran initidak melekat pada dura mater. Namun demikian,
ruang antar kedua membran tersebut (ruang subdural) merupakan ruang yang
potensial. Perdarahan antara dura dan arakhnoid dapat menyebar dengan bebas,
dan hanya terbatas oleh sawar falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang
melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh
karena itu mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala. Diantara
arakhnoid dan pia mater(yang terletak langsung dibawah arakhnoid) terdapat
ruang subarakhnoid. Ruangan ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu,
dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pada sinus sagitalis superior
dan transversal, arakhnoid membentuk tonjolan vilus (badan pacchioni) yang
bertindak sebagai lintasan untuk mengosongkan cairan serebrospinal kedalam
sistem vena. 4
3.1.3. Etiologi
Delapan puluh lima persen (85 %) EDH disebabkan oleh putusnya arteri
meningea media diantara tabula interna dan duramater. Perdarahan lain dapat
disebabkan oleh pecahnya vena meningeal media atau sinus dural. Penyebab lain
adalah fraktur tulang yang menyebabkan perdarahan dari diploeica. Predileksi
EDH antara lain di hemisfer sisi lateral (70 %) dan regio frontal, oksipital dan
fossa posterior (5-10%).5
3.1.4. Patofisiologi
21
masuk melalui foramen spinosumdan berjalan antara durameter dan tulang di
permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom
epidural dan desakan oleh hematoma dapat melepaskan durameter lebih lanjut
dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.6,7 Karena perdarahan ini
berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama
hematom makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita
pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita
akan merasakan nyeri kepala yang progresif, diikuti kesadaran yang berangsur
menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah
terjadi kecelakaan disebut lucid interval. Fenomena lucid interval terjadi karena
cedera primer yang ringan pada epidural hematom. Sementara pada subdural
hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak akan mengalami lucid interval karena pasien langsung
tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.6,7 Epidural hematoma
merupakan kasus yang paling emergensi di divisi bedah saraf karena
progresivitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga
langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans- dan
infratentorial. Oleh karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama dan progresif memberat, harus
segera dirawat dan diperiksa dengan teliti.8,9
22
teregangnya serat-serat formasio retikularis di dalam batang otak. Setelah
hematoma yang terjadi telah mencapai sekitar 50 cc barulah gejala neurologis
akibat hematoma bermanifestasi. Gejala neurlogis ini muncul terutama karena
efek penekanan massa terhadap jaringan otak, bukan efek terjadinya iskemia
jaringan otak. 10
Penekanan hematoma menyebabkan pendorongan otak dan
menimbulkan herniasi yang menekan batang otak. Setelah efek regangan pada
serat formasio retikularis di batang otak telah pulih, umumnya pasien akan
segera sadar kembali sampai akhirnya hematoma yang terjadi sudah
cukup besar sehingga menyebabkan terjadinya deficit neurologis, termasuk
penurunan kesadaran. Masa dimana penderita sadar sebelum kemudian
mengalami penurunan kembali ini disebut masa interval lusid.
Walaupun lucid interval kerap dianggap ciri klasik dari hematoma epidural,tetapi
sesungguhnya bukan merupakan hal yang patognomik, dan hanya dijumpaipada
sepertiga kasus. Pada dasarnya lucid interval dapat saja dijumpai pada setiap
cedera kepala yang disertai lesi intrakranial yang memberikan efek massa,
yangmenekan jaringan otak secara progresif.
Hematoma yang terjadi di daerah temporal akan menyebabkan
gejalaneurologis yang cukup progresif. Pasien akan semakin menurun
kesadarannya,seperti hendak tidur terus tetapi tidak dapat dibangunkan.
Hematoma yangsemakin besar akan mendorong jaringan otak ke bawah, ke arah
insisura tentorii,sehingga terjadilah herniasi jaringan otak yang menekan
nervus okulomotoriuspada sisi yang sama. Sebagai dampaknya, akan terjadi
miosis beberapa saat, yangkemudian midriasis, pada mata sisi ipsilateral dengan
hematoma yang tidak lagiberespon terhadap cahaya, dan terjadilah
anisokoria. Defisit neurologis lainnyayang dapat dijumpai dapat berupa
hemiparesis, kejang, muntah, dan padapemeriksaan fisik dapat pula
dijumpai refleks Babinsky kontralateral yang positif.Pada tahap kesadaran
sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemipareseatau serangan epilepsi fokal.
Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapaimaksimal dan reaksi cahaya
23
pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilahtanda sudah terjadi
herniasi tentorial.Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.
Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma,
pupilkontralateral jugamengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil
tidakmenunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.11
24
Gambar 3. Epidural Hematoma
Indikasi pemeriksaan CT scan pada penderita cedera kepala:
a. GCS < 15 atau terdapat penurunan kesadaran > 1 point selama observasi
b. Cedera kepala ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak
c. Adanya tanda klinis fraktur basis kraniid
d. disertai dengan kejang
e. Adanya tanda neurologis fokal
f. Sakit kepala yang menetap
Pada pemeriksaan CT Scan kepala, akan ditemukan gambaran
sebagai berikut:
a. Hiperdens ellips yang bikonveks dengan batas tegas
b. Densitas yang bervariasi menunjukkan adanya perdarahan aktif
c. Hematoma tidak menyebrangi garis sutura kecuali jika terjadi
fraktursutura yang diastatik
d. Dapat memisahkan sinus vena dari cranium; epidural
hematomamerupakan satu-satunya bentuk perdarahan intrakranial
yang dapat memberikan gambaran seperti ini.
e. Adanya efek massa yang bergantung pada ukuran perdarahan
danberhubungan dengan edema.fPerdarahan vena dapat memberikan
gambaran yang lebih bervariasi.
f. Garis fraktur yang berkaitan dapat dilihat.
25
Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI akan menggambarkan massa
hiperintens bikonveks yang menggeserposisi duramater, berada diantara tulang
tengkorak dan duramater. MRI juga dapatmenggambarkan batas fraktur yang
terjadi.MRI merupakan salah satu jenispemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.
26
3.1.7. Penatalaksanaan
Primary survey dan resusitasi, Airway jalan nafas harus dibersihkan
dari benda asing, lendir, ataudarah.Terhentinya pernafasan sementara
dapat terjadi pada cedera otak,dan dapat mengakibatkan gangguan
sekunder.Intubasi endotrakeal diniharus segera dilakukan pada penderita
koma.Breathing pada penderita dilakukan ventilasi dengan oksigen
100%.Tindakanhiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada penderita
cedera otakberat yang menunjukkan perburukan neurologis akut.Hipotensi
biasanya tidak disebabkan oleh cedera otak itu sendiri,kecuali pada stadium
terminal dimana medulla oblongata sudahmengalami gangguan.Perdarahan
intrakranial tidak dapat menimbulkansyok hemoragik.Hipotensi
menunjukkan adanya kehilangan darah yangcukup berat, walaupun tidak
selalu tampak jelas.Pemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera
setelah statuskardiopulmoner penderita stabil. Pemeriksaan ini terdiri
dari GCS dan reflexcahaya pupil. Pada penderita koma, respon motorik dapat
dibangkitkan denganmerangsang/mencubit otot trapezius atau menekan dasar
kuku penderita.Pemeriksaan neurologis serial (GCS, lateralisasi, dan refleks
pupil) harusselalu dilakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis. Tanda awal
dari herniasilobus temporal (unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks
pupil terhadapcahaya. Adanya trauma langsung pada mata sering
merupakan penyebababnormalitas respon pupil dan dapat membuat pemeriksaan
pupil menjadi sulit.Setelah kondisi stabil,maka dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital.
Usahakan agar jalan nafas selalu bebas, bersihkan lendir dan darah yangdapat
menghalangi aliran udara pemafasan.Bila perlu dipasang
pipanaso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama
untukmembuka jalur intravena, gunakan cairan NaCl 0,9% atau dextrose in saline.
2. Mengurangi edema serebri
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
27
a. Cairan intravena
Cairan intravena diberikan secukupnya untuk resusitasi agarpenderita
tetap dalam keadaan normovolemia. Keadaanhipovolemia
pada pasien sangatlah berbahaya. Namun harusdiperhatikan
untuk tidak memberikan cairan yang berlebihan.Jangan berikan
cairan hipotonik. Penggunaan cairan yangmengandung glukosa
dapat menyebabkan hiperglikemia yangberakibat buruk pada otak
yang cedera. Karena itu cairan yangdianjurkan untuk resusitasi
adalah larutan garam fisiologis atauatau ringer laktat. Kadar
natrium serum juga harus dipertahankanuntuk mencegah terjadinya
edema otak. Strategi terbaik adalahmempertahankan volume
intravaskular normal dan hindarihipoosmolalitas, dengan cairan
isotonik. Saline hipertonik bisadigunakan untuk mengatasi
hiponatremia yang bisa menyebabkanedema otak.
b. Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan PCO2darah sehinggamencegah
vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigenyang terjaga
dapat membantu menekan metabolisme anaerob,sehingga dapat
mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapatdiperiksa,
PO2dipertahankan > 100 mmHg dan PCO2diantara 25-30mmHg.Cairan
hiperosmoler umumnya digunakan cairan manitol 20% per infus
untuk"menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang
intravaskularuntuk kemudian dikeluarkan .melalui diuresis. Untuk
memperolehefek yang dikehendaki, manitol harus diberikan dalam dosis
yangcukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan 0,25-1
gram/kgBB dalam 10-30 menit, secara bolus intravena. Cara ini
bergunapada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada
kasusbiasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin
dapatdicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam
ataukeesokan harinya.
c. Kortikosteroid
28
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnyasejak
beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir inicenderung
menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurangbermanfaat pada
kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkanpada asumsi bahwa
obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosisparenteral yang pernah
dicoba juga bervariasi: Dexametason16pernah dicoba dengan dosis
awal 10 mg sampai 100 mg bolus yangkemudian dilanjutkan 4 mg
tiap 6 jam. Selain itu jugaMetilprednisolon pernah digunakan
dengan dosis 6 dd 15 mg danTriamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat
Digunakan untuk ”membius” pasien sehingga metabolismeotak dapat
ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigenjuga akan
menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatiflebih
terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksia,walaupun
suplai oksigen berkurang (efek protektif terhadap otakdari
anoksia dan iskemik ). Cara ini hanya dapat digunakan
denganpengawasan yang ketat.Barbiturat juga dapat dipakai untuk
mengatasi tekananintrakranial yang meninggi. Dosis yang biasa
diterapkan adalahdiawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit
dan kemudiandilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam
serta drip 1mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.
e. Fenitoin
Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis denganfenitoin
sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegahtimbulnya
focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangkapanjang dapat
dilanjutkan dengan karbamazepin.
f. Cara lainPada 24-48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi
sampai1500-2000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan.
Adalaporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala
(danleher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan
intrakranialdan meningkatkan drainase vena.
29
Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien
yangberbaring lama adalah:-kepala dan leher diangkat 30°-sendi lutut
diganjal, membentuk sudut 150°-telapak kaki diganjal, membentuk
sudut 90° dengan tungkaibawah.
3. Obat-obat neurotropik
a. Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6)yang dikatakan
mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaikistruktur serta fungsi
membran sel. Pada fase akut diberikan dalamdosis 800-4000 mg/hari lewat
infus. Tidak dianjurkan pemberianintravena karena sifatnya asam sehingga
mengiritasi vena.
b. Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip GABA, suatuneurotransmitter
penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12gram/ hari intravena.
c. Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin diotak.Lecithin
sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel danneurotransmiter
di dalam otak.Diberikan dalam dosis 100-500mg/hari intravena.
4. Terapi OperatifOperasi
di lakukan bila terdapat:
a. Volume hematoma > 25 ml
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 3 mm
d. Penanganan darurat dengan cara:Dekompresi dengan trepanasi
sederhana (burr hole), dilakukan kraniotomi untuk mengevakuasi
hematoma. Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life
savingdan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut
30
makaoperasinya menjadi operasi emergensi. Biasanya keadaan
emergensi inidisebabkan oleh lesi desak ruang.Indikasi untuk life saving
adalah jika lesi desak ruang bervolume :
a. > 25 cc à desak ruang supra tentorial
b. > 10 cc à desak ruang infratentorial
c. > 5 ccà desak ruang thalamus.
5. Konservatif
3.1.8. Komplikasi
1. Coagulopathy
31
Besarnya angka kejadian koagulopati pada pasien trauma kepala
sudahdiketahui dengan jelas. Investigasi pada anak-anak yang mengalami
traumakepala, menunjukkan hasil bahwa 71% nya memiliki clotting test
yangabnormal dan 32% nya mengalami sindrom disseminated
intravascularcoagulation and fibrinolysis (DICF).
2. Tromboemboli
3.1.9.Prognosis
32
BAB IV
KESMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
3.
4.
5.
7. Valadka Ab, Narayan RK. Injury to the Cranium. In: Feliciani DV, Moore
EE, Mattox KL. Editors. Trauma 3rd ed. Connecticut: Appleton and Lange;
1999. P 267-70, 273-5.
8. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong
W.D. EGC, Jakarta, 2004. p.818-819.
34
35