Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

ACNE VULGARIS

Pembimbing :

dr. Ayu Nur Ain H., Sp.KK

Disusun Oleh :

Aprila Citra Dara (1713020043)

KEPANITERAAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD DR. SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL

PERIODE 05 NOVEMBER – 08 DESEMBER 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

1
ACNE VULGARIS

Disusun oleh :
1. Roro Puji Waty/105070100111010
2. Rudi Rakhmad H/105070100111099
3. Hashini Vijayakumar /105070108121004
4. Khine Zar Phyu/105070108121013
5. Zaw Myo Aung/105070108121015

Disetujui untuk dibacakan pada :


Hari : Kamis
Tanggal : 30 Oktober 2014

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Sinta Murlistyarini, Sp. KK

2
DAFTAR ISI

Halaman
Judul.....................................................................................................................i
Halaman Pengesahan...........................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................5
1.1 Latar Belakang...................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................10
2.1 Definisi............................................................................................10
2.2 Epidemiologi....................................................................................11
2.3 Etiopatogenesis................................................................................12
2.4 Gejala Klinis....................................................................................18
2.5 Klasifikasi........................................................................................20
2.6 Diagnosis.........................................................................................22
2.7 Diagnosis Banding...........................................................................22
2.8 Penatalakasanaan.............................................................................24
2.9 Prognosis .........................................................................................32
BAB 3 PENUTUP............................................................................................34
3.1 Kesimpulan......................................................................................34
3.2 Saran................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................35

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Acne vulgaris atau istilah awam disebut dengan jerawat adalah penyakit
peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang ditandai dengan adanya lesi
non inflamatif berupa komedo dan/atau lesi inflamatif berupa papul, pustul
dan nodul yang dapat mengalami progresivitas menjadi jaringan parut (Elsaie
dkk, 2010). Menurut Kligman, tidak ada seorangpun yang sama sekali tidak
pernah menderita acne (Sutanto, 2013). Acne vulgaris banyak dijumpai pada usia
remaja sekitar 70% kasus (Dreno dan Poli, 2003). Beberapa studi
menunjukkan prevalensi acne pada remaja dan dewasa yang bervariasi pada
berbagai ras dan negara. Prevalensi acne di Turki sekitar 63,6% populasi remaja
(Uslu et. al., 2008), sedangkan di Hongkong prevalensi sekitar 52,6%
populasi remaja (Yeung et. al., 2002). Di Amerika Serikat, tercatat lebih dari
17 juta penduduk yang menderita acne setiap tahunnya, di mana 75 hingga
95% di antaranya adalah usia remaja (Sutanto, 2013). Pada umumnya insiden
acne terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada laki-laki,
dengan lesi predominan adalah komedo dan papul. Rothman 1997 mengatakan
acne sudah timbul pada anak usia 9 tahun namun puncaknya pada laki-laki
terutama usia 17-18 tahun sedangkan wanita usia 16-17 tahun. Dengan
bertambahnya umur angka kejadiannya berangsur berkurang, meskipun kadang-
kadang, terutama pada wanita, acne vulgaris menetap sampai pada usia 30 tahun
atau bahkan lebih. Selain itu, acne vulgaris umunya lebih banyak terjadi pada
laki-laki dibandingkan dengan wanita pada rentang usia 15-44 tahun yaitu 34%
pada laki-laki dan 27% pada wanita. Pada laki-laki, umumnya acne vulgaris lebih
cepat berkurang, walaupun gejala yang berat justru terjadi (Tjekyan, 2009).
Acne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah
bagi remaja dan dewasa muda. Walaupun bukan merupakan suatu penyakit
yang mengancam nyawa, namun acne dapat menyebabkan masalah psikologi

4
yang berbeda-beda, mulai dari perasaan rendah diri hingga stres. Selain itu
tidak jarang pula dapat terjadi scaryang permanen pada wajah. Etiologi pasti dari
acne vulgaris belum diketahui secara pasti, namun diduga bahwa acne
merupakan penyakit multifaktorial yang manifestasi klinisnya dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti hormon, genetik, kosmetik, makanan, trauma,
lingkungan fisik, stress psikis (Astuti, 2011).
Karena tingginya epidemiologi acne vulgaris serta efek jangka panjangnya
yang mempengaruhi sosioekonomi penderita sehingga membuat penderita merasa
tidak nyaman dan kurang percaya diri, oleh karena itu penulis menyusun
laporan kasus ini dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dokter muda
dalam menghadapi kasus acne vulgaris di masa yang akan datang dan mampu
memberikan penanganan yang tepat.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi acne
vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1
Acne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.2
Acne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,
pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan
bahan kimia lainnya.3
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya acne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk
beratnya acne yang diderita. Acne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya penyakit
( ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.4
Diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding acne vulgaris antara
lain erupsi acneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
Penatalaksanaan acne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan
diet. Pada umumnya prognosis dari acne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya

6
dimulai pada awal onset munculnya acne dan cukup agresif untuk menghindari
sekuele yang bersifat permanen.2,5,6

II. EPIDEMIOLOGI

Acne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh Bloch.
Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya acne vulgaris lebih banyak
pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar 13% pada
anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu tidak ada
evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut studi yang
berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun pada anak
perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5
Acne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat acne. Hal tersebut terjadi dengan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.
Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan resolusi
12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai usia 44
tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai usia
dewasa akhir.7
Acne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi oleh
karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut pada
periode neonatal. Acne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas,
dengan komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda. Jumlah
kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja, setelah
itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut sampai
lebih dari dekade ketiga.2

7
III. ETIOPATOGENESIS

Acne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang


pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic
factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis,
musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia
lainnya.3
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne. Pada acne
terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada
acne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah
Propionibacterium acnes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum
ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting yakni Propionibacterium
acnes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada kulit. Pada keadaan
patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea yang
menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi
substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel
untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas
kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut
bekas acne, kemungkinan besar anaknya akan menderita acne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal.
Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi
sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi sebum
oleh kelenjar sebasea. Pada penderita acne, kelenjar sebasea berespon sangat

8
cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin
disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-reductase yang lebih tinggi pada
kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.3
5. Diet
Pada beberapa pasien, acne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya acne bertambah
hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya
matahari langsung.1
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin
dapat menginduksi acne pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula
menginduksi terjadinya acne.1
Patogenesis acne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor
dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya acne, yakni peningkatan sekresi sebum,
adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis acne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan acne akan
memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena acne
meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama. Salah
satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan dalam
patogenesis acne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh
P.acnes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas
ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.acnes, mendorong terjadinya
inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2

9
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa
dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen
berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan acne
memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang
yang tidak terkena acne. 5α-reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk
mengubah testosteron menjadi DHT poten memiliki aktifitas yang meningkat
pada bagian tubuh yang menjadi predileksi timbulnya acne yaitu pada wajah,
dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti.
Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat
ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara
langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea, menghambat
produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan balik negatif
pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang menekan
pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2

10
P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Acne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul
(pustul) d) Nodul
(Diambil dari kepustakaan 2 )

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi
primer acne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu
infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari
keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan
pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian menyebabkan
konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal
tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang
kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit
dan peningkatan daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor yang diduga menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu
stimulasi androgen, penurunan asam linoleat, dan peningkatan aktifitas
interleukin (IL)-1α.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk
menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan
androgen yang poten yang memegang peranan terhadap timbulnya acne. 17β-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase merupakan enzim yang
berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron (DHEAS) menjadi DHT.

11
Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit follikular
menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan
5α-reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat
menstimulasi proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung
peranan androgen dalam patogenesis acne ialah bahwa pada orang dengan
insensitivitas androgen komplet tidak terkena acne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam
linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan
menurun pada orang-orang yang terkena acne. Kuantitas asam linolic akan
kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic
yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit follikular
dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa asam linoleic
diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan mengalami dilusi seiring
dengan meningkatnya produksi sebum.2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan
pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1
dapat menghambat pembentukan mikrokome.2

3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium acnes juga memiliki
peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.acnes merupakan bakteri
gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea.
Remaja dengan acne memiliki konsentrasi P.acnes yang lebih tinggi
dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak terdapat korelasi antara
jumlah P.acnes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya penyakit
yang diderita.2
Dinding sel P.acnes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna acne yang paling berat
memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium
meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan komplemen, yang pada

12
akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi. P.acnes juga memfalisitasi
inflamasi dengan merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat dengna
memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan faktor kemotaktik.
Disamping itu, P.acnes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan
berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear
yang mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor
2, sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.2
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal
sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada
kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi acne menunjukkan
peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit normal. Biopsi kulit
dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas inflamasi yang jauh
lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang
lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang
mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan
bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel
yang dominan pada 24 jam pertama ruptur komedo adalah limfosit. CD4 +
limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea dimana sel CD8 + ditemukan
pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur komedo,
neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis acne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.acnes merupakan langkah-langkah yang
saling berkaitan dalam pembentukan acne.1,2

IV. GEJALA KLINIS

13
Acne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul.
Komedo merupakan lesi primer dari acne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai
papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang melebar
berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya berupa papul
kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk
dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4
mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh
inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut
dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung membentuk plak yang
terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu serosaginosa atau
pus kekuningan.7,8,9
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan
sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan
warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan
sampai beberapa bulan. Skar dari acne memiliki penampakan yang heterogen.
Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow ice-pick yang
terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah,
skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada
badan, serta skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7
Predileksi acne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan
lengan atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan
sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan
komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang komedo
dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae, lesi
kistik yang besar dapat mendominasi.7
Acne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan
tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika acne muncul
pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya

14
muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam
ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman pun,
sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan remaja,
pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar
pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih
berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia
muda. Perempuan dapat mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi
papulopustular seminggu sebelum mensturasi. Acne juga dapat muncul pada
perempuan usia 20-35 tahun yang belum mendapatkan acne pada saat remaja.
Acne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam
persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.7
V. KLASIFIKASI

Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk


beratnya acne yang diderita. Acne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
tipe (komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit
( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat digambarkan sebagai
inflamasi dan non-inflamasi.4
1. Klasifikasi sederhana
Acne ringan (Mild acne): Komedo merupakan lesi utama. Papul dan
pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang
sedikit (umumnya <10).4
Acne sedang (Moderate acne): Jumlah papul dan pustul yang cukup
banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada.
Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.4
Acne sedang berat (Moderately severe acne): Jumlah papul dan
pustul yang sangat banyak (40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-
100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan
terinflamasi (mencapai 5). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada,
dan punggung.4

15
Acne sangat berat (Very severe acne) : Acne nodulokistik dan acne
konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar
dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang
lebih kecil.4

2. FDA global grade


Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi
dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi
nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi
nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.4

16
Gambar.2 Acne vulgaris grade 1 Gambar.3 Acne vulgaris grade 2

Gambar.4 Acne vulgaris grade 3 Gambar.5 Acne konglobata

VI. DIAGNOSIS

17
Diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4
Berdasarkan anamnesis, acne vulgaris biasanya terjadi pada saat
pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan
mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus
mensturasinya. Acne fulminan merupakan subtipe acne yang jarang dan terjadi
pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia, myalgia,
hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4
Pada pemeriksaan fisis acne non-inflamasi tampak sebagai komedo
terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi
dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi
ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.4
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien
dengan acne. Pada pasien dengan acne dan terdapat bukti hiperandrogenisme,
evaluasi hormonal untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat
(DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi
rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan penanganan pasien dengan acne. Jika
lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak responsif terhadap
penanganan acne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri untuk
mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.4

VII. DIAGNOSIS BANDING


Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, acne vulgaris
didiagnosis dengan adanya beberapa variasi dari lesi acne (komedo, pustul,
papul, dan nodul) yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis
banding acne vulgaris antara lain erupsi acneiformis, rosasea, dan dermatitis
perioral.2,8
1. Erupsi acneiformis
Erupsi acneiformis merupakan acne yang disebabkan oleh induksi
obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida,

18
difenilhidantoin, dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai tempat
tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam.8
2. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui
secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah dan
leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni perubahan
vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten serta erupsi
acneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan hiperplasia sebasea.
Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara eksresi sebum dengan
beratnya gejala rosasea.2,8,10
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul
dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan
predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita
muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar
hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun diduga
penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride, dan
kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung, mult,
dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau papulopustulosa
dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti belum diketahui,
namun terdapat beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab antara
lain faktor hormonal, emosional, sensitif terhadap kosmetik, pasta gigi
berfluoride, agen infektif, dan kortikosteroid topikal.12

VIII. PENATALAKSANAAN

Terapi acne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan
diet.2,5,6
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral

19
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan acne yang
mansih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin
(tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan
klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan acne dengan
menghambat pertumbuhan dari P.Acnes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin,
tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk
acne.Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat dan
harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya cukup
tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi peradangan
50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan
dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari.
Karena absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1
jam sebelum makan dengan air untuk absorbs yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan
100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose,
(minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih
mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di saluran
pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative.
Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi
yang tinggi terhadap P.acnes dan sering dikaitkan dengan kegagalan
terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan
tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat
menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole
(sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan
antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.
2,5,13

b. Isotretionoin oral

20
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif
dan diberikan untuk acne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula
sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari basal
sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat diferensiasi
termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung terhadap P.acnes, ini
menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah P.Acnes
yang mengakibatkan inflamasi. 2,13
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian
(1gram/kgBB/hari atau 50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang
ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan jangka panjang adalah sama,
tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan pengobatan ulang sering
didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn yang berat. 2,6
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan
pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat
diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil
terapi. 2,13
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih
cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule
menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul, dan lesi yang
berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di punggung dan
badan.2,5
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak
mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja
obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron
dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi
produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis
terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,
estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan
spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan
penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya antibiotik,

21
tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama
terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru
dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan
terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada
penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane
merupakan kombinasi antara 50 µg ethinylestradiol dan 2 mg
cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan
kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung
estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan
spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg. 2,5
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan
dengan target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-
65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi
macam pilihan disekitar androgen reseptor blocker dan inhibitors of
androgen synthesis pada ovarium dan glandula adrenal.2
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara
yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit acne vulgaris. Tujuan
diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah acne yang telah ada,
mencegah terbentuknya spot yang baru dan mencegah terbentuknya scar
(bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa bulan atau tahun,
tergantung dari tingkat keparahan acne. Obat-obatan topikal tidak hanya
dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah
disekitarnya.8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk
maintenance terapi.13
b. Tretinoin

22
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh
Stuttgen dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi
peradangan acne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu
menurunkan 32-81% untuk non-inflamnatory lesi dan 17-71% untuk
inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic formulation: cream
0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution (0.05%).
Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin
prenetration.11,13
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang
sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan
inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam
gel, cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang
melibatkan 1000 pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel
mempunya efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%. 13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai
terapi untuk acne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical
adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang
resisten terhadap P.acnes dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini,
klindamisin dan eritromisin ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi
4% dan formulasi baru dengan zinc atau kombinasi produk denganBPOs
atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi acne.
Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai
antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam
mengurangi jumlah P.acnes baik dipermukaan atau dalam saluran
kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi
papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil

23
peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan
penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan klindamisin
1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien
mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi
penggunaan eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena
dapat menyebabkan resistensi. Penggunaan eritromisin kombinasi
dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada acne terbatas karena
mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka
waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak
secara langsung menyebabkan acne. Pada keadaan di mana kelenjar
sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih
mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan.
Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka
bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah
produksi sebum menjadi masalah utama dalam acne. Antibiotik topikal
kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah
produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan
konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek
bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa acne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis
dan industri farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai
salah satu terapi acne yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang
dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal dari 17α-
propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara
komersial. 2,5,13
3. Terapi Fisik

24
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan
dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi acne.
Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah
pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Acne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau
krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan
perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan
dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml
triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat
yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan
penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau
terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran
dari lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat
dengan suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti
inflamasi. Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain
untuk acne tipe nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3
minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular tanpa
insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi acne cysts adalah dengan mengaplikasikan
nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit
berikutnya. Terapi ini bekerja dengan mendinginkan dinding fibrotik
dari acne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada dinding tersebut. 13
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya
diberikan secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin

25
dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet
alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat digunakan
sebagai terapi tambahan pada acne, tetapi sekarang terapi ini tidak
dianjurkan lagi. 2,5,13
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita acne
vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan
berlemak dan hubungannya dengan acne masih diteliti. Hingga saat ini
belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi makanan akan
berdampak pada acne, akan tetapi beberapa pasien akan mengalami
kemunculan acne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 5

IX. PROGNOSIS

Onset dari acne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun dan
kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian acne ini biasanya
diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata pasien akan
mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang masih menderita
acne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2

26
Acne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan acne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana tidak
terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari acne ini cukup menyenangkan, pengobatan
sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya acne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen.2
Pada kebanyakan kasus, acne biasanya sembh secara spontan ketika melewati
usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum diketahui
secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi sebm ataupun
perubahan komposisi lemak.14

27
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Acne vulgaris adalah penyakit radang menahun folikel polisebasea dengan
gejala klinik : komedo, papul, pustul, kista dan nodus. Dengan tempat predliksi di
muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan atas. Acne biasanya
terdapat pada masa remaja dan hampir 100% orang pernah mengalami penyakit ini.
Ada 4 penyebab terjadinya acne yaitu : produksi sebum yang meningkat,
hiperkeratinisasi, peningkatan flora folikel dan peradangan.
Tempat predileksi acne vulgaris adalah dimuka, bahu, dada bagian atas, dan
punggung bagian atas, dapat berupa: erupsi kulit polimorfi, komedo, papul dan
pustul, nodus dan kista yang beradang juga dapat disertai rasa gatal. Diagnosa acne
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
histopatologi dan pemeriksaan lain. Pengobatan acne memerlukan waktu yang cukup
lama serta keteraturan dan kepatuhan berobat. Pengobatan setiap individu berbeda –
beda tergantung pada tipe kulit, jenis acne, serta kebiasaan dan kepeduliaan pasien
dalam merawat kebersihan wajah. Acne vulgaris umumnya dapat sembuh sendiri dan
tidak perlu sampai dirawat inap dirumah sakit.

3.2 SARAN
Acne vulgaris adalah penyakit dari folikel pilosebaseus yang disebabkan
oleh banyak faktor, dimana faktor psikis juga mempengaruhi. Kondisi psikis
dapat mempengaruhi kulit, sebaliknya keadaan gangguan kulit dapat juga
berpengaruh terhadap psikis. Perlu dipertimbangkan penambahan psikoterapi dan
psikofarmaka pada pengobatan acne vulgaris. Bidang pengobatan tubuh-pikiran
(mind-body) menawarkan pengobatan yang lebih daripada hanya memberikan
resep sederhana untuk pengobatan simptomatik. Melalui pengobatan yang holistik
diharapkan pengobatan acne vulgaris dapat dilakukan dengan tepat.

28
29
DAFTAR PUSTAKA

1. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-9.


2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A,
Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.
3. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3 rd ed.
Massachusetts: Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.
4. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
5. Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne Symposium at the
World Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9. 2003
6. Webster, Guy. Overview of the Patogenesis of Acne. In: Webster GF, Rawlings
AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007. p:1-5
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T, Elston DM,
eds. Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10 th ed. Canada : El
Sevier; 2000. p: 231-44.
8. Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of Dermatology
Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and Wilkins; 2007. P:4-
18
9. Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills: Lucent
Books;2005. p:10-20.
10. Schalock PC. Rosaceae and perioral (periorificial) dermatitis. In: Manual of
Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and
Wilkins; 2007. P:175-180
11. Boothroyd, Steve. Topical therapy and formulation priciples. In: Webster GF,
Rawlings AV, eds. Acne and its Therapy. London:Informa Healthcare;2007.
p:253-256
12. Gupta AK, Swan JE. Perioral dermatitis. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T,
Herxheimer H, Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ
Books;2003. p:125-131.
13. Zouboulis, Christos C. Update and Future of Systemic Acne Treatment.
Dermatology, Acne Symposium at the World Congres of Drematology Paris July

30
2002. p:37-42. 2003
14. Garner SE. Acne vulgaris. In: Wiiliams H, Bigbi Mc, Diepgen T, Herxheimer H,
Nalgi L, Rzany B. Evidence-Based Dermatology. London:BMJ Books;2003.
p:87-98.
15. Anonim. Acne Vulgaris. Cited on 02 June 2011. Available from :
http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/basics/classification.html
16. Astuti, Dipta W. 2011. Hubungan antara Menstruasi dengan Angka Kejadian
Akne Vulgaris pada Remaja. Skripsi : Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro, Semarang.
17. Tjekyan, Suryadi. 2009. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Media
Medika Indosiana, Volume 43, Nomor 1, Semarang.
18. Sutanto, Rosita S. 2013. Derajat Penyakit Acne Vulgaris Berhubungan Positif
dengan Kadar MDA. Thesis : Universitas Udayana, Bali.
19. Yeung, et. al. 2002. A community-based epidemiological study of acne vulgaris
in Hong Kong adolescents. PubMed : Acta Derm Venereol. 2002;82(2):104-7.
20. Uslu, et. al. 2008. Acne: prevalence, perceptions and effects on psychological
health among adolescents in Aydin, Turkey. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2008
Apr;22(4):462-9. doi: 10.1111/j.1468-3083.2007.02497.x. Epub 2007 Dec 20.
21. Dreno dan Poli. 2003. Epidemiology of Acne. Dermatology. 2003;206(1):7-10.
22. Elsaie et. al. 2010. Photodynamic therapy in the management of acne: an update.
Journal of Cosmetic Dermatology, Volume 9, Issue 3, p211–217.

31

Anda mungkin juga menyukai