PENDAHULUAN
Rambut adalah struktur solid yang terdiri atas sel yang mengalami
keratinisasi padat. Berasal dari folikel epidermal yang berbentuk seperti kantong
terjadinya, alopesia dapat terjadi dengan atau tanpa disertai pembentukan jaringan
parut (sikatrikal dan non sikatrikal). Kelompok alopesia non sikatrikal antara lain
proses sistemik, serta alopesia traumatik. Diantara jenis alopesia tersebut yang
Alopesia areata merupakan penyakit auto imun spesifik organ, bersifat kronis,
dimediasi oleh sel T autoreaktif CD8+, yang menyerang folikel rambut dan
kadang-kadang kuku. Alopesia areata diduga sebagai penyakit auto imun yang
disebabkan oleh respon imun yang tidak adekuat pada folikel rambut dan
data bahwa alopesia areata merupakan jenis kebotakan rambut terbanyak pada
1
Gambaran klinis alopesia areata berupa bercak kebotakan berbentuk bulat,
oval atau ophiasis tanpa disertai gejala, walaupun bisa ditemukan rasa gatal yang
ringan, sensasi terbakar, atau rasa nyeri. Alopesia areata dapat menyerang semua
folikel pada area yang berambut, namun 90% dijumpai pada scalp. Daerah lesi
panjangnya sekitar 2 – 4 mm, bagian ujung lebih melebar dan depigmentasi pada
bagian akar, disebut juga dengan istilah point noir, rambut cadaver, atau black
dots. Hal tersebut terjadi oleh karena rambut patah, sebelum atau segera sesudah
ditargetkan kepada sel T, sitokin, dan antigen spesifik dianggap mempunyai efek.
pemakaian steroid topikal adalah krim fusinolon asetonid 0,2%, krim halsinonid
0,1%, krim betametason dipropionat 0,05%, krim steroid ini bekerjad dengan cara
Berikut ini saya laporkan kasus Alopesia Areata pada seorang laki-laki
berusia 40 tahun di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moh. Saleh Kota
Probolinggo.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
No. RM : 230651
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan :-
Suku : Jawa
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
buaya dan shampo sun untuk keramas namun tidak ada perubahan. Tidak
bentol-bentol merah pada tangan maupun kaki. Tidak ada kelainan pada
daerah kemaluan.
3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada sakit serupa dalam keluarga, diabetes mellitus dan hipertensi
tidak ada.
e. Riwayat Atopi
f. Riwayat Alergi
g. Riwayat Pengobatan
keluhannya.
Status Generalis
GCS : 4-5-6
Status Dermatologis
L : Regio Scalp
D : Tersebar
4
R : Tampak bercak kebotakan, berbatas tegas tegas, bulat, halus,
ukuran bervariasi terkecil diameter 1cm, terbesar diameter 5cm, area yang
5
Gambar.1 Foto Klinis Pasien
Alopecia Areata
Tinea Kapitis
Sifilis stadium II
Trikotilomania
6
2.6 Diagnosis
Alopecia Areata
2.7 Terapi
s.imm
- Minoxidil 5% No.I
s. Spray Kepala
2.8 Prognosis
Remisi spontan dapat diharapkan dalam sebagian besar kasus di mana rambut
rontok terbatas pada beberapa patch kecil (mungkin, hingga sekitar 80 persen
7
BAB III
PEMBAHASAN
rambut dan kuku, diperkirakan memengaruhi 4,5 juta orang di Amerika Serikat.
Alopesia areata menyerang baik anak-anak, dewasa, dan semua jenis atau warna
rambut. Walaupun kelainan ini jarang pada anak-anak usia kurang dari 3 tahun,
kebanyakan pasien alopesia areata berusia muda. Lebih dari 66% berusia kurang
dari 30 tahun dan hanya 20% berusia lebih dari 40 tahun. Epidemiologi dari
alopecia areata dapat mengenai semua umur, namun 50% kasus sebelum usia 20
tahun. Lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Pada kasus ini
pasien adalah laki-laki yang berusia 40 tahun, mengalami kebotakan sejak 2 bulan
terakhir tambah lama bertambah banyak, dilihat dari epidemiologi alopecia areata
pasien ini termasuk 20% dari pasien yang mengalami alopecia areata.2,5
berhubungan dengan AA, antara lain genetik, imunologi, infeksi, stres emosional,
autoimun, peranan kuat fator genetik, lebih lanjut dkatakan bahwa faktor
lingkungan juga berpengaruh. Alopesia areata diduga terjadi sebagai akibat dari
kerusakan pada daya tahan tubuh khusus pada folikel rambut. Antigen yang
ini akan mempengaruhi fase anagen sehingga menjadi memendek folikel rambut
8
akan masuk ke fase katagen yang mengakibatkan kerontokan. Autoantibodi ini
dapat menghambat perkembangan rambut pada fase anagen karena infiltrasi sel-
sel limfosit CD4+ dan CD8+, efeknya akan menurunkan jumlah sel T yang akan
pada penderita alopecia totalis dan alopecia universalis. Gen antagonis reseptor
interleukin-1 juga salah satu gen yang ikut mempengaruhi terjadinya alopecia.
Dari semua gen-gen yang telah disebutkan di atas tidak ada satu gen dominan,
penyakit ini merupakan jenis polygenic yang dipengaruhi oleh banyak gen.
Pada pasien ini tidak didapatkan keluarga yang mengalami hal serupa
seperti pasien, namun dari penjelasan pasien temen kerja pasien ada yang
mengalami hal serupa seperti yang pasien alami. Hal ini membuktikan bahwa
dan kemungkinan dari lingkungan pasien juga bisa menyebabkan alopecia areata
pada pasien.
Lesi yang didapatkan pada pasien ini adalah kebotakan yang multipel
berbentuk bulat berbatas tegas, permukaan kulit tampak licin, tidak didapatkan
jaringan parut dan tanda-tanda inflamasi dan didapatkan exclamation point hair.
Lesi awal yang khas adalah bercak yang terbatas, benar-benar botak, dan halus.
Kulit dalam kebotakan tampak normal atau sedikit memerah. Selama penyakit
9
dalam fase aktif, rambut pendek mudah diekstraksi dengan cepat, yang dikenal
sebagai tanda seru (exclamation mark hair), sering terlihat di sekitar pinggiran
yang botak. Rambut tersebut putus sekitar 4 mm dari kulit kepala, dan menyempit
1. Tinea Kapitis
2. Alopesia Androgenik
DHT ini meningkat pada kebotakan kepala karena organ target DHT
matriks. Timbul pada akhir umur 20 atau awal umur 30an. Rambut
10
rontok secara bertahap dimulai dari bagian vertex dan frontal. Garis
3. Sifilis stadium II
4. Trikotilomania
anagen. Akar rambut menyempit, keratinisasi korteks tidak sempurna. Pada pasien
memadai.5
11
Manajemen pasien dengan alopesia areata adalah tugas yang menantang
karena sejumlah faktor risiko telah terlibat dalam etiologinya. Tidak ada obat
definitif yang telah ditetapkan. Pertama, Steroid topikal dan intralesi telah menjadi
andalan terapi, dan telah digunakan sebagai agen lini pertama untuk manajemen
Untuk alopesia areata kurang dari 50% kulit kepala, kortikosteroid intralesi
suntikan 0,1 mL sekitar 1 cm. Hasil awal dari perawatan intralesi sering terlihat
berbagai tingkat kemanjuran dalam alopesia areata. Beberapa terapi topikal telah
pilihan yang sangat baik pada anak-anak karena aplikasi tanpa rasa sakit mereka
alopecia areata karena profil efek sampingnya yang luas. Dosis yang diperlukan
antara 30 dan 150 mg setiap hari. Pengobatan dapat berkisar dari 1 sampai 6
bulan, tetapi program jangka panjang harus dihindari karena efek samping dari
obat-obatan ini terutama pada anak-anak Steroid sistemik tidak disukai dalam
pengobatan alopecia areata kecuali untuk beberapa kasus dengan pengobatan yang
12
singkat.. Profil efek samping dalam hubungannya dengan persyaratan pengobatan
opsi yang lebih terbatas. terapi dengan metilprednisolon (250 mg IV dua kali
sehari selama tiga hari berturut-turut) di patchy alopecia areata juga dilaporkan
berhasil.7
dengan merangsang proliferasi pada dasar kepala dan diferensiasi di atas papilla
bahan ini diduga karena adanya kompetisi antigen akan menghambat reaksi imun
pada antigen folikel rambut.5 Cara penggunaan DPCP, pertama kali dilakukan
sensitasi dengan cairan DPCP 2% yang diaplikasikan pada kepala. Dua minggu
kemudian pada daerah kepala dioleskan DPCP dengan konsentrasi mulai 0,001%.
sedikit demi sedikit. Sampai terjadi reaksi dermatitis ringan berupa rasa gatal dan
pertumbuhan rambut, biasanya dalam waktu 8-12 minggu. Jika respon pengobatan
13
meningkat sampai 78% setelah pemakaian 32 bulan. Pada berbagai penelitian
terapi yang bermakna bervariasi 29-78%, karena perbedaan berat dan durasi
penyakit serta metode pengobatan. Efek samping yang sering ditemukan pada
imunoterapi kontak adalah reaksi dermatitis berat, namun efek ini dapat dicegah
lain adalah relaps selama atau setelah terapi ditemukan, ditemukan 62% penderita
pada folikel rambut. Dipakai solusio 8 metokspsoralen (8MOP) 0,15% pada kulit
kepala 1 jam sebelum disinari PUVA dengan dosis awal 1J/cm2 hingga dinaikan
sampai 7 J/cm2 . Pemakaian PUVA adalah 5 kali seminggu. Setelah 27-32 kali
khususnya dibagian frontal. Pada pasien belum dapat dievaluasi lagi hasil dari
14
pertumbuhan rambut setelah 3-6 minggu, setelah 1 bulan dosis diturunkan
lambung. Pada kasus diatas diberikan methyl prednisolon 8mg 2x sehari dan spray
didasarkan atas ketersedian obat dan sarana terapi di rumah sakit, sehingga
pengobatan dengan terapi yang lain masih ditunda dan belum dilakukan.
rambut rontok terbatas pada beberapa patch kecil (mungkin, hingga sekitar 80
kekambuhan pada tahap tertentu. Prognosis dalam alopesia areata yang luas,
terutama alopesia totalis dan universalis, kurang menguntungkan dan kurang dari
10 persen pasien pada dua kelompok yang terakhir sembuh secara spontan. pola
ophiasis alopesia juga cenderung bandel. Hal lain yang menunjukkan prognosis
buruk ialah termasuk onset pada masa kanak-kanak, kehilangan rambut tubuh,
15
DAFTAR PUSTAKA
6. Eshini Perera, Rodney Sinclair. 2014. Alopecia Areata. Research gate. P.1-11
8. Siti Aminah Tri Susila Estri. 2008. Pemilihan terapi pada Alopesia Areata.
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Mutiara Medika. Vol.8 No.2 Hal. 73-82
9. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. Vol 2. New
York: McGraw-Hill; 2008. p.800-802
10. Jusuf Barakbah, Sunarko M, Dwi M. 2015. Sifilis. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bagian/ SMF Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU Dokter Soetomo
Surabaya. Edisi III Hal. 141
16