Anda di halaman 1dari 27

Problem Basic Learning

Sistem Integumen

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

1. Dewi Apriani Dunggio 8414180


2. Maria Christy Poli 841418068
3. Widyawati Otaya 841418
4. Andry Najoan 841418
5. Mulyacita Ibrahim 841418

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, tauf
ik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. laporan i
ni terwujud berkat partisispasi berbagai pihak. Oleh Karena itu, kami menyampaikan terima kasi
h yang sebesar-besarnya untuk segala pihak yang terkait dalam menyusun laporan kasus ini .

Kami menyadari laporan ini masih jauh dari harapan , yang mana di dalamnya masih
terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan bahasanya, sistem penulisan maupun
isinya. Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga
dalam Laporan berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya. Adapun harapan kami
semoga laporan ini dapat diterima dengan semestinya dan bermanfaat bagi kita semua dan
semoga Allah SWT meridhai kami. Aamiin.

Gorontalo , Desember 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar belakang................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Tujuan............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
2.1 KONSEP MEDIS...........................................................................................5
A. Definisi.....................................................................................................5
B. Etiologi.....................................................................................................6
C. Klasifikasi................................................................................................8
D. Patofisiologi.............................................................................................11
E. Manifestasi Klinis....................................................................................15
F. Komplikasi...............................................................................................16
G. Pemeriksaan penunjang............................................................................17
H. Penatalaksanaan.......................................................................................19
2.2 KONSEP KEPERAWATAN.........................................................................20
A. Pengkajian................................................................................................20
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................43
C. Intervensi Keperawatan............................................................................45
D. Implementasi dan Evaluasi......................................................................61
BAB III PENUTUP.................................................................................................69
3.1 Kesimpulan........................................................................................................69
3.2 Saran..................................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................70

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Prevalensi psoriasis untuk 20 negara menunjukan angka 0.5% sampai 2% per 1000
penduduk Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2003-2011 menunjukkan bahwa
kejadian psoriasis tipe plak adalah sebanyak 56 kasus di Poliklinik Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin RS Dr.Cipto Mangunkusumo (2003-2007), 198 kasus (2003-
2007) dan 210 kasus di RSUP Dr.Kariadi (Cantika, 2012).
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit kategori dermatosis eritroskuamosa, bersifat
kronik dan residif yang sering dikaitkan dengan faktor genetik dan lingkungan. Psoriasis
vulgaris merupakan jenis yang paling lazim ditemukan, yaitu sekitar 90% dari seluruh
penderita psoriasis. Psoriasis vulgaris sering disebut juga psoriasis tipe plak. Penyakit ini
ditemukan baik pada laki-laki maupun perempuan dengan prevalensi yang sama. Penyakit ini
dapat menyerang berbagai usia dengan onset rata-rata 33 tahun. Penyebab penyakit ini,
belum diketahui secara pasti. Interaksi imunologi, genetik dan lingkungan menjadi faktor
pencetus penting pada penyakit ini .
Psoriasis diketahui sebagai suatu penyakit yang mempengaruhi banyak aspek seperti
beban fisik, sosial (internal dan eksternal), dan psikologis (emosional). Kelainan bentuk
tubuh, cacat dan kehilangan produktivitas menjadi tantangan umum penderita psoriasis.
Kesejahteraan sosial penderita juga turut terusik, yang diikuti dengan tingkat depresi yang
tinggi atas pengucilan sosial, diskriminasi dan stigma negatif yang ditimbulkan baik oleh
individu ataupun masyarakat sekitar. Kedua hal tersebut berimbas pada kondisi psikologis
kehidupannya. Dampak psoriasis pada kualitas hidup pasien sudah diuji dalam berbagai
studi, dan derajat keparahan pun sering disandingkan dengan berbagai variabel lainnya. Satu
komponen penting yang melukiskan baik atau buruknya kualitas hidup dilihat dari kualitas
tidurnya (Melikoglu, 2017). Walaupun psoriasis telah diketahui mengganggu tidur, namun
menghubungkan 2 antara kualitas tidur berdasarkan derajat keparahannya masih perlu
dilakukan untuk memperjelas keadaan gangguan tidur.
Pada penelitian sebelumnya di Turki, Melikoglu (2017) menyebutkan terdapat korelasi
antara kualitas tidur dan derajat keparahan psoriasis (p <0.05). Berangkat dari sini, kami
berniat untuk melanjutkan penelitian mengenai hubungan antara derajat keparahan psoriasis

4
vulgaris dan kualitas tidur di Indonesia khususnya di RSUD Dr. Soedirman Kebumen Jawa
Tengah. Derajat keparahan psoriasis dapat dinilai dengan beberapa metode khusus, Psoriasis
Area and Severity Index (PASI) adalah metode yang paling sering digunakan dalam uji
klinis. Psoriasis didiagnosis sebagai ringan jika melibatkan kurang dari tiga persen dari total
BSA dan umumnya melibatkan daerah trunkus dan scalp. Derajat psoriasis dapat dianggap
ringan jika kontrol dapat dicapai dengan menggunakan terapi topikal. Psoriasis didiagnosis
sebagai sedang jika melibatkan antara tiga sampai sepuluh persen dari keseluruhan BSA.
Biasanya lesi dapat muncul di ekstremitas, trunkus dan daerah lipatan-lipatan. Psoriasis dapat
dikategorikan derajat sedang jika memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup dan
kontrol yang tidak memadai dengan menggunakan standar pengobatan topikal. Sedangkan
psoriasis dikategorikan derajat berat jika melibatkan sepuluh persen atau lebih Body Surface
Area (BSA) dan lesi biasanya mempengaruhi wajah, telapak tangan dan telapak kaki
(Metelitsa & Kuzel, 2013). Kualitas tidur dinilai menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep
Quality Index (PSQI) untuk menilai kualitas tidur subjektif berdasarkan lama tidur, durasi
tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsional
siang hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis dari Psoriasis?
2. Bagaimana konsep keperawatan dari Psoriasis?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis dari Psoriasis
2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan dari Psoriasis

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP MEDIS
A. Definisi
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa plak
eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan
terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal. (Gudjonsson dan
Elder, 2012)
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamantoris kronik, tidak menular yang ditandai dengan
papul kemerahan (elevasi padat) dan plak yang dilapisi sisik seperti perak. Sel-sel kulit
psoriatik memiliki waktu maturasi memendek ketika bermigrasi dari membran basalis ke
permukaan atau stratum korneum, akibatnya pada stratum korneum tidak terdapat plak
perak bersisik dan tebal yang merupakan tanda utama psoriasis.
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat kronik residif, khas ditandai
adanya bagian kulit yang menebal, eritematus, dan berbatas tegas. Bagian atasnya
tertutup skuama putih seperti perak, sering terdapat pada daerah tubuh yang sering
terkena trauma kulit, yaitu kepala, bagian ekstensor dari ekstremitas, dan region sakralis.
Luas kelainan kulit sangat bervariasi dari lesi yang lokalisata dan terpisah sampai tersebar
mengenai seluruh kulit. Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat
kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz,
dan Kobner (Smeltzer & Suzanne 2010).
B. Etiologi
Ada 2 faktor penyebab psoriasis:
1. Faktor Predisposisi :
a. Herediter/ genetik
Pada banyak kasus ada pengaruh yang kuat dari faktor genetic, terutama bila
penyakit mulai diderita sejak remaja atau dewasa muda.
b. Imunologi
Efek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis
sel, yakni limposit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit.

6
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis
matang umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama
terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dengan epidermis.
Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8.
Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel
langerhans juga berperan pada imunopatogenesi psoriasis. Terjadinya ploriferasi
epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogan, maupun
endogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over
time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun.
Lebih 90% kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
c. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan tersering dikaitkan dengan psoriasis, menurut
Liendegard yang menerangkan pertama kali pada tahun 1986 kaitannya psoriasis
dengan obesitas. Lingkar pinggang dan body mass index pasien psoriasis lebih
tinggi secara bermakna pada pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol.
Pengertian obesitas sebagai keadaan proinflamasi dengan keterlibatan jaringan
lemak sebagai organ imun dan endokrin yang menjelaskan obesitas sebagai
faktor predisposisi psoriasis. Penurunan berat badan memperbaiki psoriasis,
terbukti pada berkurangnya keparahan psoriasis pada populasi kurang gizi di
penjara kala perang dunia ke dua yang dipublikasi Simon RD pada sebuah jurnal
ilmiah terkemuka di tahun 1949.
d. Penyakit metabolis seperti diabetes militus yang laten
e. Faktor endokrin
Insiden tertinggi pada masa pubertas dan menopause. Psoriasis
cenderung membaik selama kehamilan dan kambuh serta resisten terhadap
pengobatan setelah melahirkan. Kadang-kadang psoriasis pustulosa generalisata
timbul pada waktu hamil dan setelah pengobatan progesteron dosis tinggi
(Dwinidya. 2015).
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma

7
Psoriasis pertama kali timbul pada tempat-tempat yang terkena trauma, garukan,
luka bekas operasi, bekas vaksinasi, dan sebagainya. Kemungkinan hal ini
merupakan mekanisme fenomena Koebner. Khas pada psoriasis timbul setelah 7-14
hari terjadinya trauma.
b. Infeksi
Pada anak-anak terutama infeksi Streptokokus hemolitikus sering menyebabkan
psoriasis gutata. Psoriasis juga timbul setelah infeksi kuman lain dan infeksi virus
tertentu, namun menghilang setelah infeksinya sembuh
c. Iklim
Beberapa kasus cenderung menyembuh pada musim panas, sedangkan
pada musim penghujan akan kambuh.
d. Sinar matahari
Walaupun umumnya sinar matahari bermanfaat bagi penderita psoriasis namun
pada beberapa penderita sinar matahari yang kuat dapat merangsang
timbulnya psoriasis.Pengobatan fotokimia mempunyai efek yang serupa pada
beberapa penderita.
e. Obat-obatan
- Antimalaria seperti mepakrin dan klorokuin kadang-kadang dapat
memperberat psoriasis, bahkan dapat menyebabkan eritrodermia.
- Pengobatan dengan kortikosteroid topikal atau sistemik dosis tinggi
dapat menimbulkan efek “withdrawal”.
- Lithium yang dipakai pada pengobatan penderita mania dan depresi telah
diakui sebagai pencetus psoriasis.
- Beta Blocker.
f. Alkohol dalam jumlah besar diduga dapat memperburuk psoriasis.
g. Hipersensitivitas terhadap nistatin, yodium, salisilat dan progesteron dapat
menimbulkan psoriasis pustulosa generalisata (Dwinidya. 2015).
C. Klasifikasi
1. Psoriasis Vulgaris
Psoriasis vulgaris yang paling sering ditemukan pada kurang lebih 90% pasien. Plakat
eritematosa, berbatas tegas, berskuama dan tersebar simetris merupakan gambaran

8
khas, terdapat di daerah ekstensor ekstermitas (terutama siku dan lutut), skalp,
lumbosakral bawah, bokong dan genital. Daerah lain yang dapat terkena adalah
periumbilikus dan lipatan intergluteal. Luas lesi sangat bervariasi, sedangkan bentuk
dan distribusi setiap plakat hanya sedikit berubah. Skuama dibentuk terus-menerus.
Lesi dapat diawali terbatas di skalp selama bertahun-tahun. Lesi kecil maupun besar
dapat meluas dan berkonfluens membentuk plakat atauplakat lebih besar sehinga
membentuk gambaran khas (psoriasis geografika/girata). Kadang terdapat
penyembuhan sentral parsial sehingga membentuk psoriasis anular, keadaan ini sering
dihubungkan dengan penyembuhan atau prognosis yang baik.4,6,16 kelainan klinis
lain telah dijelaskan tergantung dari morfologi lesi, sebagian besar terdapat
hiperkeratosis. Patogenesisnya tidak begitu diketahui tetap mungkin muncul dari
inhibisi sintesis prostaglandin.16 Pada anak terdapat bentuk papul folikular
berkelompok dan bentuk linear mengikuti garis Blaschko.
2. Psoriasis Gutata
Bentuk ini sering timbul pada anak dan dewasa muda, biasanya timbul
mendadak, seringkali setelah infeksi streptokokus. Lesi papular, bulat, atau oval,
berdiameter 0.5-1cm, di atasnya terdapat skuama putih, tersebar simetris di
badan dan ekstremitas proksimal,kadang di muka, telinga, dan skalp, jarang di
telapak tangan dan kaki. Lesi biasanya bertahan selama 3-4 bulan dan dapat hilang
spontan, tetapi kadang dapat sampai lebih dari setahun. Sebagian besar dapat
kambuh dalam 3-5 tahun. Bentuk ini berhubungan erat dengan HLA-
Cw6.Pasien dengan riwayatpsoriasis plakat dapat timbul lesi gutata dengan atau tanpa
memburuknya lesi plakat.4,15-17 Lesi plakat kecil dapat menyerupai psoriasis gutata,
tetapi biasanya awitannya pada usia lanjut, kronik dan lebih tebal dengan skuama lebih
banyak daripada psoriasis gutata.
3. Psoriasis Inversa
Prosiasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai
dengan namanya (pada kulit kepala, axilla, region genitocruralis, dan leher).
Lesi eritema berbentuk tajam, dan sering terletak daerah kontak.
4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk

9
ini kelainannya eksudatif seperti dermatits akut.
5. Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak
lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.
Lesi seboroik biasanya di wajah, di bawah payudara, kulit kepala, dan axilla.
6. Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama di anggap sebagai
penyakit sendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis
pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohhnya psoriasis
pustulosa palo-plantar (barber). Sedangkan bentuk generalisata contohnya
psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).
Ada 3 jenis psoriasis pustulosa:
a. Psoriasis pustulosa lokalisata
Berupa psoriasis anuler yang bersifat subakut dan dapat dipicu oleh insfeksi atau
pengobatan ultraviolet dan mungkin bisa berkembang menjadi generalisata.
b. Psoriasi pustulosa generalisata/ Von Zumbusch
Merupakan bentuk akut yang berat dan spesifik setelah penghentian mendadak
kortikosteroid oral atau topikal, tetapi mungkin juga akibat infeksi,
terbakar matahari, variasi perubahan iklim, menstruasi, obat – obatan
topikal iritan. Biasanya diawali dengan demam tinggi dan letih yang berlebihan,
kemudian timbul pustule yang mengitari atau didaerah lesi plak lama yang
meradang. Pustul tersebar di daerah lipatan, tapi kemudian bergabung membentuk
kelompok pustule yang menyerang daerah yang luas dibadan bila
mongering krusta lepas meninggalkan lapisan merang terang.
c. Psoriasis pustulosa palmiplantar ( Barbe)
Bersifat kronik dan residif serta biasanya menyerang wanita berusia
pertengahandengan riwayat perokok atau disfungsi tiroid. Penyakit in ditandai
dengan adanya pustule dalam diatas kulit bilateral dan simetris telapak kiri dan
kanan disertai rasa gatal.
7. Psoriasis Eritroderma

10
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau
oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada
kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan
kulitnya lebih meninggi.
Berdasarkan bentuk lesi, dikenal bermacam-macam psoriasis antara lain
1. Psoriasis punctata : Lesi sebesar jarum pentul atau milier.
2. Psoriasis folikularis : lesi dengan skuama tipis terletak pada muara folikel rambut.
3. Psoriasis guttata : lesi sebesar tetesan air.
4. Psoriasis numularis : lesi sebesar uang logam.
5. Psoriasis girata : lesi sebesar daun.
6. Psoriasis anularis : lesi melingka berbentuk seperti cincin karena adanya involusi
dibagian tengahnya.
7. Psoriasis diskoide : lesi merupakan bercak solid yang menetap.
8. Psoriasis ostracea : lesi berupa penebalan kulit yang kasar dan tertutup lembaran-
lembaran skuama mirip kulit tiram.
9. Psoriasis rupioides : lesi berkrusta mirip rupia sifilitika (Smeltzer, Suzanne. 2010).
D. Patofisiologi
Lesi kulit psoriasis melibatkan epidermis dan dermis. 5 Terdapat penebalan
epidermis, disorganisasi stratum korneum akibat hiperproliferasi epidermis dan
peningkatan kecepatan mitosis, disertai peningkatan ekspresi intercellular adhesion
molecule 1 (ICAM 1) serta abnormalitas diferensiasi sel epidermis. Gambaran
histopatologisnya antara lain elongasi rete ridges, parakeratosis, serta infi ltrasi berbagai
sel radang. Sel T CD 3+ dan CD 8+ dapat ditemukan di sekitar kapiler dermis dan
epidermis. Sel dendritik CD 11c+ biasanya ditemukan di dermis bagian atas. 3,5 Invasi
sel CD 8+ ke epidermis berkaitan dengan munculnya lesi kulit. Aktivasi sel T terutama
dipengaruhi oleh sel Langerhans. Sel T serta keratinosit yang teraktivasi akan
melepaskan sitokin dan kemokin, dan menstimulasi infl amasi lebih lanjut. Selain itu,
kedua komponen ini akan memproduksi tumor necrosis factor α (TNF α), yang
mempertahankan proses inflamasi. Oleh karena itu, psoriasis bukan hanya disebabkan
oleh autoimunitas terkait sel limfosit T seperti teori terdahulu, tetapi melibatkan proses

11
yang lebih kompleks termasuk abnormalitas mikrovaskuler dan keratinosit (Dwinidya
2015)

12
PATHWAY

13
E. Manifestasi klinis
Ada 2 tipe utama lesi dari psoriasis yaitu :
1. Tipe inflamatori : manifestasi yang timbul yaitu adanya inflamasi, eruptif, yang kecil.
Lesi bisa berbentuk gutata (seperti tetesan air) atau nummular (seperti koin).
2. Tipe plak yang stabil. Gejala lain yang timbul pada kulit diantaranya gatal (pruritus)
terutama di daerah kepala dan anogenital, akantosis, parakeratosis, dan lesi biasanya
ditutupi oleh plak berwarna keperakan.
Gejala dari psoriasis antara lain:
1. Mengeluh gatal ringan
2. Bercak-bercak eritema yang meninggi, skuama diatasnya.
3. Terdapat fenomena tetesan lilin
4. Menyebabkan kelainan kuku
Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas tegas
dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi.
Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang
menutupi area tubuh yang luas. Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara simetris,
walaupun dapat terjadi secara unilateral. Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna
kemerahan mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat.
Hal ini disebut dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya
trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh dengan
mengggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih
putih seperti tetesan lilin.
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis
psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi,
berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan
skuama berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada
ekstensor ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral,
bokong dan genital.Bentuk lainnya yaitu psoriasis inversa (fleksural), psoriasis
gutata, psoriasis pustular, psoriasis linier, dan psoriasis eritroderma.
Makula eritema berbatas tegas dan diatasnya didapati skuama yang mempunyai sifat-sifat
khas. Warnanya putih seperti perak atau mika, transparan,kering, kasar, dan berlapis-

14
lapis. Apabila skuama ini digores dengan benda tajam akan tampak sebuah garis putih
kabur dan skuama menjadi pecah-pecah mirip gambaran setetes lilin yang digores dengan
benda tajam. Fenomena ini disebut fenomena tetesan lilin. Apabila skuama ini dikupas
lapis demi lapis, pada lapisan yang terbawah tampak kulit berwarna merah dan terlihat
bintik-bintik merah. Tanda seperti ini disebut tanda Auspitz.
Vasodilatasi pembuluh darah subepidermal dan kapiler kulit menyebabkan
pelepasan panas yang berlebihan dan penderita akan mengeluh merasa
kedinginan. Kadang-kadang dapat timbul gejala yang lebih serius, seperti kegagalan
jantung, akibat pengalihan darah di dalam kulit yang meningkat (Dwinidya 2015).
F. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yanh bisa terjadi pada psoriasis diantaranya:
1. Penyebaran psoriasis hingga kuku jari tangan sehingga timbul lekukan atau sumuran
kecil-kecil dan perubahan warna kuku menjadi kuning atau cokelat (sekitar 60%
pasien).
2. Penumpukan debris yang tebal dan menggumpal dibawah kuku sehingga membuat
kuku terlepas dari dasarnya (onikolisis).
3. Infeksi sekunder karena rasa gatal.
Kadang-kadang psoriasis berubah menjadi pustula :
1. Psoriasis pustuler yang terlokalisasi (lokalisata) disertai pembentukan
pustula pada telapak tangan dan kaki yang tetap steril kendati terbuka.
2. Psoriasis pustuler yang menyeluruh (generalisata) yang secara khas terjadi
bersama demam, leukositosis, dan rasa tidak enak badan dengan kumpulan-
kumpulan pustula yang menyatu membentuk kolam nanah/pus pada kulit yang
berwarna merah (juga tetap steril sekalipun lesi ini terbuka) lesi pada bentuk
psoriasis ini umumnya mengenai lidah dan mukosa oral.
3. Psoriasis eritrodermik (bentuk yang paling jarang) yang merupakan bentuk inflamasi
psoriasis dengan ditandai oleh eritema periodik dan eksfolitasi kulit disertai rasa
nyeri serta gatal yang hebat.
4. Gejala arthritis
yang biasanya terjadi pada satu atau lebih sendi jari tangan dan kaki, sendi-sendi
besar atau kadang-kadang sendi sakroiliaka, yang kemudian dapat berlanjut menjadi

15
spondilitis serta rasa kaku di pagi hari (pada sebagian pasien). Pada stadium akut,
sendi yangterserang menjadi bengkak, keras dan sakit. Bila berlangsung lama dapat
menimbulkan kerusakan tulang dan synovial eusion, menyebabkan pemendekan
tulang dan hal ini mengakibatkan pergerakan sendi menjadi sulit, jari memendek dan
kaku dalam posisi fleksi. Secara rotgenologik tampak sendi yang atrofi
dengan permulaan osteoporosis diikuti peningkatan densitas tulang, penyempitan
rongga persendian dan erosi permukaan sendi. (Smeltzer, Suzanne. 2010).
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menyokong diagnosis psoriasis tidak
banyak. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyakit yang menyertai psoriasis perlu
dilaksanakan, seperti pemeriksaan darah rutin, mencari penyakit infeksi, pemeriksaan
gula darah, kolesterol untuk penyakit diabetes mellitus (Dwinidya 2015).
H. Penatalaksanaan
1 Pengobatan sistemik
a Kortikosteroid:
obat ini digunakan pada psoriasis eritodermik dan psoriasis pustulosa
generalisata. Dosis permulaan 40-60 mg prednisolon sehari, jika telah sembuh
dosis di turunkan perlahan.
b Obat sitotoksik (metotreksat) :
Obat ini dapat menghambat mitosis sel epidermis tanpa mengganggu fungsi
sel. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat kerja penghambatan kompetitif
dihidrofolat reduktase, sehingga mengakibatkan pengurangan sistesis DNA.
Dengan menghambat mitosis, obat ini efektif untuk mengobati lesi psoriasis.
Penderita biasanya senang dengan obat ini karena tidak perlu mempergunakan
salep atau krim yang dioleskan.kerugian obat ini adalah psoriasis dapat
mengalami relaps setelah obat dihentikan dan mempunyai banyak efek samping.
Pengobatan dengan metotreksat hanya boleh diberikan pada penderita
psoriasis yang tidak memberikan hasil memuaskan dengan pengobatan topikal
atau dengan PUVA. Walaupun obat ini tidak bersifat kuratif, MTX tetap
merupakan obat yang bermanfaat terhadapa psoriasis dan dapat diberikan secara
oral maupun melalui injeksi.

16
Metotreksat dapat diberikan dengan 3 cara:
1) Dosis setiap hari, 2,5-5 mg/hari selama 14 hari dan selanjutnya dapat
diberikan dengan dosis bertahan (maintenance) 1-2 mg/hari.
2) Dosis tunggal 25 mg dan diikuti dengan 50mg tiap minggu berikutnya.
3) Dosis tunggal 25 mg per injeksi/minggu, disusul dengan 50 mg setiap minggu
berikutnya.
Pengobatan dengan MTX hendaknya diberikan pada penderita dengan
fungsi ginjal yang baik. Penderita anemia dan gangguan fungsi sum-sum tulang
serta penderita penyakit infeksi sebaiknya jangan diobati dengan MTX. Sebelum
dan selama pengobatan, harus diawasi benar-benar kemungkinan
timbulnya efek samping obat dengan memeriksa darah, fungsi hati, dan ginjal.
Untuk mengurangi efekkumulatif MTX, obat ini dapat digabung dengan PUVA.
Misanya, pemberian MTX 15 mg/ minggu dikombinasikan dengan PUVA sampai
lesi menghilang, dan sesudah itu dilanjutkan dengan PUVA saja
sebagai pengobatan pemeliharaan. Dengan cara ini, dosis MTX dapat dikurangi
secara kumulatif dan dosis PUVA dapat dikurangi 50%. Dengan demikian, efek
samping dapat dihindari. Pengobatan gabungan MTX dengan etretinat dapat
mengobati psoriasis pustulosa yang tidak dapat diobati hanya dengan MTX atau
etretinat. Dengan gabungan ini penyembuhanmenjadi cepat dan remisis
berkurang.
c Levodopa: sebenarnya obat ini digunakan untuk penyakit Parkinson. Tetapi juga
dapat menyembuhkan psoriasis dengan dosis 2x250 mg – 3x500 mg.
efek samping obat yaitu mual, muntah, anoreksida, hipotensi, gangguan psikis,
dan pada jantung
d DDD(diaminodifenilsulfon) : digunakan untuk psoriasis pustule tipe barber
dengan dosis 2x100 mg sehari. Efek samping obat yaitu anemia hemolitik,
methemoglobinemia, agranulositosis.
e Etretinat (tegison, tigason) : merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi
psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat lain mengingat efek sampingnya.
Untuk eritroderma psoriatika. Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi
sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.

17
f Siklosporin: meemiliki efek imunosupresif. Dosis 6 mg/kg BB sehari. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik. Jika obat dihentikan maka akan terjadi
kekambuhan.
2 Pengobatan topical
a Steroid topical: Tidak dapat menyembuhkan psoriasis secara tuntas, tetapi dapat
meredakannya. Ada risiko timbulnya brittle psoriasis, akan tetapi jika digunakan
untuk penyakit yang dalam keadaan stabil dan pada kulit kepala serta daerah
fleksor, obat-obatan ini dapat bermanfaat.
b Preparat ter : mempunyai efek anti radang. Ada 3 jenis ter : fosil seperti iktiol;
kayu seperti oleum kadini dan oleum ruski; dan batubara seperti liantral, likuo
karbonisdetergens.
c Kortikosteroid: merupakan golongan kortikosteroid yang poten, seperti dengan
senyawa flour. Jika lesi hanya beberapa dapat pula disuntikan triamsinolon
asetonid intralesi seminggu sekali.
d Ditranol (antralin): sangat efektif digunakan tapi dapat mewarnai kulit dan
pakaian. Konsentrasi 0,2-0,8% dalam bentuk pasta/salap. Penyembuhan selama 3
minggu. Bekerja paling baik dalam bentuk pasta lassar (tepung, zink oksida, asam
salisilat dalam paraffin lunak putih).
e Pengobatan dengan penyinaran: sinar UV dapat menghambat mitosis sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Digunakan sinar UV antifisial: sinar
A yaitu UVA, dapat digunakan secara tersendiri / kombinasi dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan PUVA, / bersama-sama dengan preparat ter
yang terkenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. Pengobatan cara
Goekerman: menggunakan ter yang berasal dari batubara yang ditambahkan
minyak. Ter tersebut bersifat fotosensitif dan dioleskan 2-3 kali sehari, lama
pengobatan 4-6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu, kecuali preparat
ter juga dapat digunakan ditranol.
f Analog vitamin D dan A: Kalsipotriol dan takalsitol merupakan analog vitamin D
dapat bekerja dengan baik, dan dengan cepat memperoleh posisi sebagai bagian
dari penanganan rutin. Analog vitamin A lebih disenangi oleh sebagian ahli, tetapi
kurang efektif. Efek samping vitamin D dapat membakar wajah dan daerah

18
fleksor tetapi kadar kalsium darah dapat terganggu bila analog vitamin D dipakai
dalam jumlah yang besar; vitamin A di anjurkan untuk tidak hamil karna ada efek
teratogenik.
3 Pengobatan non-farmakologi
a Emolien
Emolien sering digunakan selama periode terapi bebas untuk meminimalkan
kekeringan kulit yang dapat menyebabkan kekambuhan dini. Agen ini
melembabkan stratum korneum dan meminimalkan transepidermal kulit yang
kehilangan air (penguapan). Hidrasi menyebabkan stratum korneum membengkak
dan merata pada kontur permukaannya. Emolien efektif sebagai pelembab,
menurunkan kekuatan mengikat dalam lapisan tanduk, meningkatkan deskuamasi,
dan menghilangkan scaling. Emolien juga dapat meningkatkan kelenturan kulit,
memiliki aktivitas antipruritus, dan memiliki vasokonstriktor ringan aktivitas.
b Balneotheraphy
Balneotherapy (dan climatotherapy) adalah pendekatan terapi yang dapat
dilakukan dengan mandi di air yang mengandung garam tertentu, sering
dikombinasikan dengan paparan sinar matahari alami.
Pengobatan berdasarakan jenis penyakit psoriasis yang diderita oleh pasien
1. Psoriasis Plak Kronis
Ditranol memang merupakan pilihan pertama, tetapi terdapat beberapa
pertimbangan meliputi pola hidup klien atau pada efek samping. Analog vit D
atau steroid topikal (dengan atau tanpa ter dan asam salisilat) seringkali
digunakan. Radiasi UV dapat membantu. Apabila lesi meluas atau timbul dampak
psikososial yang serius, maka PUVA, retinoid, atau obat-obatan sitotoksik dapat
dipertimbangkan.
2. Psoriasis Kulit Kepala
Dapat menggunakan Shampo yang mengandung ter, atau ter berbentuk gel dapat
bermanfaat namun topikal yang terbaik ialah Unguentum Cocois Co, yaitu suatu
campuran yang terdiri ter dan asam salisilat.
3. Psoriasis Gutata
Paling mudah diobati menggunakan Radiasi UV bersama dengan emolien dan ter

19
dalam bentuk salep.
4. Psoriasis Fleksural
Campuran ter/kortikosteroid yang ringan mungkin cukup efektif, tetapi
penggunaan steroid topikal dalam jangkan panjang dapat menyebabkan timbulnya
striae. Ditranol, yang sangat rendah dapat bermanfaat, tetapi biasanya kulit
menjadi terbakar, dan mewarnai pakaian dalam. UVB dan PUVA umumnya tidak
bisa mencapai tempat-tempat yang terkena. Analog vitamin D bermanfaat, tetapi
dapat menimbulkan rasa pedih.
5. Brittle Psoriasis
Memerlukan penanganan yang hati-hati. Hindari penggunaan obat-obatan steroid
topikalyang poten, ter yang pekat, dan asam salisilat. Gunakan Emolien atau
steroid dengan konsentrasi yang sangat rendah untuk menstabilkan kulit.
6. Psoriasis Eritrodermik dan Psoriasis pustular akut
Obat yang paling sering digunakan adalah metotreksat dan siklosporin. Jika
kondisi membaik kurangi dosis secara berangsur-angsur (Dwinidya 2015).

20
MODUL 6
“BERCAK KEMERAHAN, BERSISIK KASAR DAN TEBAL”

Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan munculnya
bercak-bercak kemerahan pada kulit sejak 4 bulan yang lalu. Diatas bercak tersebut berisikan
sisik berwarna putih. Keluhan tersebut disertai dengan rasa gatal, biasanya muncul saat
berkeringat atau badan sedang basah. Keluhan ini dirasakan pertama kali muncul. Pasien sudah
pernah berobat ke dokter dan diberi obat salep racikan dan obat minum. Setelah mendapat
pengobatan, keluhan tersebut dirasakan semakin memberat. Pemeriksaan TTV, tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi napas 22 x/menit, suhu badan 37,6oC.
Pada pemeriksaan fisik, pada regio capitis, abdominalis, trunkus posterior, ekstremitas
superior dextra et sinistra, ekstremitas inferior dextra et sinistra didapatkan patch eritema
multiple berdistribusi sebagian diskret dan konfluen dengan permukaan skuama disertai
dengan papula-papula dan ekskoriasi multiple. Dilakukan beberapa tes manipulasi berupa
penggoresan pada lesi dan didapatkan adanya fenomena tetesan lilin, fenomena auspitz, namun
fenomena Kobner belum dapat dinilai dikarenakan harus menunggu beberapa waktu untuk
muncul. Pada pemeriksaan laboratorium tidak terdapat leukositosis.

1. Klasifikasi Istilah Penting


a. Laki-Laki 40 Tahun
b. Bercak-Bercak Kemerahan Pada Kulit Sejak 4 Bulan Yang Lalu.
c. Diatas Bercak Tersebut Berisikan Sisik Berwarna Putih.
d. Rasa Gatal, Biasanya Muncul Saat Berkeringat Atau Badan Sedang Basah.
e. Tekanan Darah 110/80 Mmhg,
f. Frekuensi Nadi 80 X/Menit,
g. Frekuensi Napas 22 X/Menit,
h. Suhu Badan 37,6oc.
i. pemeriksaan fisik, pada regio capitis, abdominalis, trunkus posterior, ekstremitas
superior dextra et sinistra, ekstremitas inferior dextra et sinistra ditemukan Patch
Eritema Multiple Berdistribusi Sebagian Diskret Dan Konfluen Dengan Permukaan
Skuama Disertai Dengan Papula-Papula Dan Ekskoriasi Multiple.

21
j. Dilakukan Beberapa Tes Manipulasi Berupa Penggoresan Pada Lesi Dan Didapatkan
Adanya Fenomena Tetesan Lilin, Fenomena Auspitz, Namun Fenomena Kobner
Belum Dapat Dinilai Dikarenakan Harus Menunggu Beberapa Waktu Untuk Muncul
k. Pemeriksaan Laboratorium Tidak Terdapat Leukositosis.
2. Kata Kunci
a. Pemeriksaan Laboratorium Tidak Terdapat Leukositosis
a. Pemeriksaan fisik, pada regio capitis, abdominalis, trunkus posterior, ekstremitas
superior dextra et sinistra, ekstremitas inferior dextra et sinistra ditemukan Patch
Eritema Multiple Berdistribusi Sebagian Diskret Dan Konfluen Dengan Permukaan
Skuama Disertai Dengan Papula-Papula Dan Ekskoriasi Multiple.
b. Dilakukan Beberapa Tes Manipulasi Berupa Penggoresan Pada Lesi Dan Didapatkan
Adanya Fenomena Tetesan Lilin, Fenomena Auspitz, Namun Fenomena Kobner
Belum Dapat Dinilai Dikarenakan Harus Menunggu Beberapa Waktu Untuk Muncul
3. Mind Map

4. Lembar cheklist
Tanda / gejala penyakit Psoriasis
Bercak-Bercak Kemerahan Pada
Kulit Sejak 4 Bulan Yang Lalu.

Diatas Bercak Tersebut


Berisikan Sisik Berwarna Putih.

Rasa Gatal, Biasanya Muncul


Saat Berkeringat Atau Badan
Sedang Basah.

22
Tekanan Darah 110/80 Mmhg,

Frekuensi Nadi 80 X/Menit


Frekuensi Napas 22 X/Menit
Dilakukan Beberapa Tes
Manipulasi Berupa Penggoresan
Pada Lesi Dan Didapatkan
Adanya Fenomena Tetesan
Lilin, Fenomena Auspitz,
Namun Fenomena Kobner
Belum Dapat Dinilai
Dikarenakan Harus Menunggu
Beberapa Waktu Untuk Muncul

pemeriksaan fisik, pada regio


capitis, abdominalis, trunkus
posterior, ekstremitas superior
dextra et sinistra, ekstremitas
inferior dextra et sinistra
ditemukan Patch Eritema
Multiple Berdistribusi Sebagian
Diskret Dan Konfluen Dengan
Permukaan Skuama Disertai
Dengan Papula-Papula Dan
Ekskoriasi Multiple
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak Terdapat Leukositosis

5. Pertanyaan Penting
1) Apa penyebab munculnya bercak-bercak keerahan pada kulit?

23
2) Apakah Hubungan dengan fenomena tes lilin, fenomena auspitz, dan kobnerdengan
penderita psoriasis?
3) Apakah yang menyebabkan timbulnya Patch Eritema Multiple pada pasien?
6. Jawaban Pertanyaan Penting
7. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya
Pada kasus sebaiknya ditambahkan hasil pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan histopatologi
b. Perubahan profil lipid yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar hdl 15%
lebih tinggi
c. Rasio kolesterol-trigliserid dengan kadar ldl 19% lebih tinggi dari normal.
d. Konsentrasi apolipoprotein-a1 di plasma juga bisanya 11% lebih tinggi
e. Pemeriksaan penanda inflamasi dapat meningkat, seperti kadar protein c-reaktif,
α2-macroglobulin, dan kadar pengendapan eritrosit
8. Informasi Tambahan
9. Klarifikasi Informasi

10. Analisa dan Sintesa


Berdasarkan hasil analisa data kelompok kami, kasus di atas merujuk pada diagnosa
medis Psoriasis vulgaris karena manifestasi klinis atau tanda dan gejala yang di
rasakan pasien merujuk pada Psoriasis vulgaris seperti dilakukan Pemeriksaan fisik,
pada regio capitis, abdominalis, trunkus posterior, ekstremitas superior dextra et sinistra,
ekstremitas inferior dextra et sinistra ditemukan Patch Eritema Multiple Berdistribusi
Sebagian Diskret Dan Konfluen Dengan Permukaan Skuama Disertai Dengan Papula-
Papula Dan Ekskoriasi Multiple dan ketika Dilakukan Beberapa Tes Manipulasi Berupa
Penggoresan Pada Lesi Dan Didapatkan Adanya Fenomena Tetesan Lilin, Fenomena
Auspitz, Namun Fenomena Kobner Belum Dapat Dinilai Dikarenakan Harus Menunggu
Beberapa Waktu Untuk Muncul
11. Laporan Diskusi

24
2.2 KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Tabel PES
Problem Etiologi symptom
Ds :
Do :
-
Ds :
Do :
-

B. Diagnosa Keperawatan

25
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi dan Evaluasi

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit psoriasis merupakan
salah satu penyakit/gangguan sistem integumen dimana kulit mengalami peradangan
kronis (sering kambuh) yang disebabkan oleh Genetik , Imunologik, Stres Psikis,
Infeksi fokal, Faktor Endokrin, Gangguan Metabolik, Obat-obatan, Alkohol dan
merokok.
Penyakit ini terjadi pada setiap usia. Pada psoriasis ditunjukan adanya
penebalanepidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah
dermis bagian atas. Selain itu jumlah sel-sel basal yang bermitosis juga meningkat.
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi,yakni
pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih serta transparan.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Ada dua tipe pengobatan pada penderita psoriasis yaitu pengobatan sistemik
dan pengobatan topikal dimana pengobatan sistemik lebih banyak memberikan efek
samping.
3.2 Saran
Kepada pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini
sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit psoriasis dalam masyarakat maka
kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke
arah yang lebih buruk.

26
DAFTAR PUSTAKA
Aprilliana & Hanna Mutiara. 2017. Psoriasis Vulgaris Pada Laki-Laki 46 Tahun. J
Agromedunila. Volume 4. Nomor 1 | 160
Cantika, A.S., 2012. Hubungan Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris terhada Kualitas
Hidup Penderita, pada Universitas Diponegoro; Semarang.
Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012; hal. 197-242.
Hakim,Dkk.2019. Hubungan Riwayat Orangtua Dan Paparan Sinar Matahari Dengan
Kejadian Psoriasis Vulgaris Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Poliklinik
Kulit Dan Kelamin Rsu Anutapura Palu Tahun 2017. Jurnal Medika
Alkhairaat 1(3): 120-125 E-Issn: 2656-7822, P-Issn: 2657-179x | 120
Melikoglu M., 2017, Sleep Quality and its Association with Disease Severity in
Psoriasis, The Eurasian Jurnal Medicine. Vol 49: 124.
Metelitsa A., Kuzel., 2013, Psoriasis: Mild, moderate, severe What to do? Whom
should you see?, National Psoriasis Foundation
Smeltzer, Suzanne. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa
Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Yuliastuti, Dwinidya. (2015). Psoriasis. vol. 42, hal. 902-906
Yuwita,Dkk.2016. Laporan Kasus: Sindrom Metabolik Pada Pasien Psoriasis Vulgaris
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin – Periodical Of Dermatology And
Venereology Vol. 28 / No. 3

27

Anda mungkin juga menyukai