Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS KELOLAAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.T DENGAN GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL DI RUANG MARJAN ATAS RSUD DR. SLAMET GARUT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Field Experience


Program Magister Keperawatan Medikal Bedah

DISUSUN :
TUTI SAHARA
220120170028

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.T DENGAN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL DI RUANG MARJAN BAWAH
RSUD DR. SLAMET GARUT

Tinjauan Kasus

1. Pengkajian

Biodata

1) Identitas Klien

Nama : Tn. T

Umur : 30 Tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMU

Pekerjaan : Buruh

Dx. Medis : 2nd infection post OREF e.c Open Fraktur

Femur Sinistra.

No. CM : 01002681

Ruang / kelas : Marjan Atas / III

Tanggal masuk : 12 Nov 2018

Tanggal pengkajian : 13 Now 2018

Alamat : Bayongbong Garut

2) Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. D

Usia : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh

Hubungan dengan klien : Ayah Klien

a. Keluhan Utama :

Klien mengeluh nyeri pada daerah bekas luka operasi

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar 1 setengah tahun yang lalu

yaitu ketika dibonceng temannya terlempar dari motor karena bertabrakan dengan

kendaraan lainnya. Klien jatuh terlempar masuk got dan mengalami luka yang

parah pada pahanya dengan fraktur terbuka pada paha kanan dan kotor terkena

kotoran got. Kejadian itu pada malam hari pukul 01.00 wib, dan klien langsung

dibawa ke RSUD Selamet. Garut. Klien sampai saat ini mengalami 8 kali operasi

berikut pemasangan traksi dengan OREF dan telah sering keluar masuk RS. Dua

hari sebelum masuk RS yang sekarang ini luka Klien di rumah terbuka lagi dan

mengeluarkan darah bercampur nanah yang berbau. Pada Saat dikaji pukul 08.00

wib tanggal 13 Nov 2018 klien mengeluh nyeri pada lukanya dan klien tidak bisa

tidur nyenyak. Nyeri dirasakan panas, nyeri bertambah bila digerakkan, berkurang

bila diistirahatkan. Nyeri terjadi di sekitar fraktur, menyebar ke sekitar paha dan

kadang ke bahu dan muncul pada saat digerakkan. Skala nyeri 4.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mengatakan dia tidak punya riwayat kelainan tulang, Diabetes

Melitus atau penyakit infeksi lainnya. Dan klien mengatakan ini merupakan

kejadian pertama dalam hidupnya.


d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit

keturunan maupun infeksi.

e. Data Aspek Biologis

1) Penampilan umum

Penampilan umum klien cukup bersih, keadaan umum klien sakit

sedang dan tampak letih.

2) Aktivity Daily Living

a) Nutrisi

Klien biasa makan di rumah dengan frekuensi rata-rata 3 kali/hari,

porsi makan habis dengan komposisi: nasi, lauk-pauk dan sayuran, kadang-

kadang ditambah dengan buah-buahan.

Minum sebanyak 4 – 5 gelas perhari, dengan volume gelas kurang-

lebih 200 cc, jenis minuman air putih.

Di rumah sakit klien makan 3 kali/hari, porsi makan habis, dengan

komposisi; nasi, lauk-pauk, sayuran dan tambahan snack dari rumah sakit.

Tidak ada kesulitan dalam menelan.

Minum sebanyak 3 – 4 gelas perhari, dengan volume gelas kurang-

lebih 200 cc, jenis minuman air putih.

b) Eliminasi

Di rumah klien biasa BAB satu kali/hari, dengan konsistensi

lembek, warna kuning. BAK 3-4 kali perhari, warna kuning jernih.

Di rumah sakit klien BAB sekali sehari dengan tidak ada keluhan.

BAK 2-3 kali perhari, dengan warna kuning jernih, tidak ada keluhan waktu

BAK.
c) Istirahat Tidur

Di rumah klien biasa tidur malam 7-8 jam/hari dengan nyenyak,

dan tidur siang kadang-kadang.

Di rumah sakit klien tidur 4-5 jam/hari, kadang terjaga, dan tidak

dapat tidur nyenyak.Tidur siang kadang-kadang.

d) Personal Hygiene

Di rumah klien sebelum sakit biasa mandi 2 kali perhari, gosok gigi

2 kali/hari, keramas 2 kali/minggu dan memotong kuku jika panjang.

Di rumah sakit klien mengatakan mandi 1 kali perhari dengan cara

dilap oleh keluarga, klien mengatakan satu kali gosok gigi, keramas dan

memotong kuku. Kepala dan badan tampak bersih namun gigi tampak

bersih serta kuku bersih.

e) Aktivitas

Di rumah sebelum sakit klien mengatakan biasa melakukan aktivitas

secara mandiri.

Di rumah sakit klien mengatakan takut untuk menggerakkan badan,

klien mengatakan tidak mampu untuk merubah posisi di tempat tidur secara

mandiri, klien tampak meringis dan tegang ketika mencoba untuk merubah

posisi. Aktivitas klien dibantu keluarga dan perawat.

3) Pemeriksaan Fisik

a) Sistem Persyarafan

(1) Kesadaran : Tingkat kesadaran klien Composmentis, dengan nilai GCS

15 (E4, V5, M6)

(2) Status Mental


(a) Bahasa

Klien dapat berbicara dengan baik, dengan menggunakan

bahasa Sunda dan bahasa Indonesia.

(b) Orientasi Orang, Waktu dan Tempat

Klien dapat mengenal perawat dan keluarga, klien juga

mengetahui dimana kien sekarang berada. Begitu juga ketika

ditanya “Sekarang malam hari atau pagi hari”, klien dapat

menjawab dengan benar yaitu pagi hari.

(c) Memori

Memori klien baik, kien dapat menjelaskan kenapa ia

dibawa ke rumah sakit dan klien juga dapat menyebutkan tahun

kelahiran.

(d) Kalkulasi/Perhitungan

Klien memiliki perhitungan baik, klien dapat mensyebutkan

angka selanjutnya 1,2,3,...

(3) Reflek-reflek

Hasil pemeriksaan reflek pada Tn.T dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Nilai
No Reflek yang dikaji Dextra Sinistra

Ektrimitas Atas
1 Reflek Bisep +2 +2
2 Reflek Trisep +2 +2
3 Brachioradialis +2 +2
Ektrimitas Bawah
4 Reflek Patella +1 +2
5 Reflek Achiles +2 +2
6 Reflek Babinski +2 +2

(4) Nervus Cranial


(a) Nervus Olfaktorius (Nervus Cranialis I)

Ketika klien disuruh menutup mata, klien dapat

membedakan bau seperti bau kayu putih.

(b) Nervus Optikus (Nervus Cranialis II)

Bentuk mata simetris, kedua kelopak dapat digerakkan,

klien dapat membaca tulisan ukuran 12 tipe Time New Roman

dengan jarak 30 cm tanpa menggunakan kaca mata.

(c) Nervus Okulomotorus, Trochlearis, Abdusen (Nervus Cranialis III,

IV, VI)

Klien dapat memandang ke depan, klien dapat melihat

benda jauh dan dekat, gerakan bola mata simetris ke delapan arah

yaitu 2 arah vertical, 2 arah horizontal dan 2 arah diagonal. Pupil

isokor, dan saat dirangsang cahaya, pupil klien berkontraksi

dengan baik.

(d) Nervus Trigeminus (Nervus Cranialis V)

Klien dapat merapatkan gigi dan merasakan perpaduan

antar gigi, klien dapat membuka rahang, klien dapat merasakan

sentuhan tangan perawat pada dagunya.

(e) Nervus Fasialis (Nervus Cranialis VII)

Pada saat diaji klien dapat mengerutkan dahinya, klien

dapat meniup dengan bentuk mulut simetris. Test rasa kecap baik

hal ini dibuktikan dengan klien dapat membedakan rasa manis,

asin, pahit.

(f) Nervus Akustikus (Nervus Cranialis VIII)


Klien dapat merespon pertanyaan dengan baik dan dapat

berkomunikasi dengan keluarga, perawat dan tim kesehatan

lainnya.

(g) Nervus Glossofaringeus, Vagus (Nervus Cranialis IX, X)

Pembicaraan klien dapat dimengerti, klien meminta

bantuan dengan menggunakan bahasa verbal. Klien dapat

mengeluarkan dan menarik lidah. Klien mengatakan tidak ada

nyeri saat menelan, pergerakan uvula baik, tidak ada

pembengkakan tonsil.

(h) Otot Nervus Assesorius (Nervus Cranialis XI)

Klien dapat menoleh ke kiri dan ke kanan, klien dapat

mengangkat kedua bahunya.

(i) Nervus Hipoglosus (Nervus Cranialis XII)

Bentuk lidah simetris, warna merah muda, dapat digerakan

ke kiri dan ke kanan

(5) Motorik

Klien tidak dapat beraktifitas secara mandiri, sperti mandi,

makan, ke toilet, bangun dari tempat tidur dan aktivitas sehari-hari

lainnya.

(6) Sensorik

Klien dapat merasakan sentuhan perawat di seluruh bagian

tubuhnya juga pada daerah yang sakit.

b) Sistem pernapasan

(1) Hidung
Bentuk simetris, tidak ada tanda peradangan, tidak ada lesi,

mukosa merah muda dan lembab, tidak ada pernafasan cuping hidung,

tidak terdapat nyeri pada sinus frontralis dan maksilaris.

(2) Trachea

Bentuk simetris, tidak ada nyeri, bunyi nafas tracheal normal

(inspirasi=ekspirasi)

(3) Dada

Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, pergerakan

simetris, tidak ada nyeri tekan atau nyeri lepas, pola pernafasan 18 kali

permenit, bunyi nafas bronchial (inspirasi<ekspirasi) pada daerah

bronchus yaitu sekitar manubrium, bronchovesikuler

(Inspirasi=ekspirasi) pada interkostal 2-3 dada kiri, vesikuler

(Ispirasi>ekspirasi) pada area paru yaitu interkostal 5-6 dada kiri dan

kanan.

c) Sistem Kardiovaskuler

Tidak ada pembesaran Vena Jugularis, konjungtiva berwarna merah

muda, tidak ada sianosis, tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak, irama

reguler, saat palpasi tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas CRT (Cafilari

Refill Time) 2 detik, kuku tidak tampak pucat, bunyi jantung S1 dan S2

murni reguler (Lup-dup), tidak ada bunyi tambahan Gallop atau Murmur.

Tekanan darah; 110/70 mmHg, nadi; 88 kali/menit

d) Sistem Gastrointestinal

(1) Mulut dan Gigi

Bentuk simetris, mukosa cukup lembab, tidak ada

pembengkakan, tidak ada ulkus, tidak ada lesi dan massa, kebersihan
cukup. Gigi tidak lengkap, gigi seri atas hilang 1 karena kecelakaan ini.

dan bersih.

(2) Abdomen

Bentuk datar, tidak ada lesi atau benjolan, bising usus 8 kali

permenit, Tidak ada ascites, tidak ada nyeri tekan atau nyeri lepas, hati

tidak teraba, limfa tidak teraba, bunyi perkusi timpani pada bagian

lambung, dan redup pada bagian hati.

e) Sistem Genitourinaria

Ginjal tidak teraba, nyeri tekan ginjal tidak ada, nyeri tekan pada

kandung kemih tidak ada, frekuensi BAK 3 - 4 kali perhari dengan warna

kuning, nyeri pada waktu BAK tidak ada. Tidak ada distensi abdomen,

blas tidak penuh.

Pada alat genitalia tidak ada keluhan. Skrotum dan penis tidak ada

pembengkakan. Data ini diambil secara subjektif, karena klien menolak

untuk diperiksa.

f) Sistem Muskuloskeletal

(1) Ekstrimitas atas

Tangan kiri tampak terpasang infus RL 20 tetes/menit, tetapi

masih dapat digerakan secara aktif tanpa keluhan apapun.

Tangan kanan pun dapat digerakan aktif tidak ada keluhan.

(2) Ekstrimitas bawah

Ekstrimitas bawah lengkap, bentuk tidak simetris kana dan

kiri. Kaki kiri otot mengecil lutut tidak bias ditekuk ada pembengkaan

pada paha kiri dan terdapat luka:


(3) Kekuatan Otot

Hasil pemeriksaan kekuatan otot pada Tn.T dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Nilai
No Nama Otot
Dextra Sinistra
Ektrimitas Atas
5 5
1 Deltoid
5 5
2 Bisep
5 5
3 Trisep
5 5
4 Pergelangan tangan
5 5
5 Jari Tangan
Ektrimitas Bawah
5 1
6 Paha
5 1
7 Paha Abduksi
5 1
8 Paha Adduksi
5 5
9 Pergelangan Kaki
5 5
10 Jari-jari Kaki

g) Sistem Endokrin

Bentuk wajah simetris, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada,

warna rambut hitam, distribusi, warna merata, tidak mudah dicabut,

tidak rontok, tremor tidak ada.

h) Sistem Integumen

Warna kulit sawo matang, kebersihan cukup, turgor kulit

normal,kuku kotor dan cukup panjang, tekstur lembut, suhu 36,7˚C


f. Data Aspek Psikososial Spiritual

1) Status Emosi

Emosi stabil, kien tampak cukup tenang dan cukup sabar dalam

menghadapi penyakitnya, dan cukup kolaboratif dengan petugas kesehetan.

Namun klien mengatakan agak cemas dengan keadaan penyakitnya, klien

mengatakan pasrah pada keadaannya.

2) Konsep Diri :

a) Body Image

Klien merasa bersyukur memiliki keadaan tubuhnya yang normal,

meskipun kini dia sedang sakit dia pasrah kepada Allah SWT bahwa ini

merupakan cobaan bagi dirinya.

b) Harga Diri

Klien menerima keadaannya sekarang. Meskipun kondisi kaki

kirinya saat ini tidak bisa difungsikan, namun klien tidak merasa rendah

diri.

c) Ideal Diri

Klien berharap ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang ke

kampungnya.

d) Peran

Klien berperan sebagai seorang bujangan dan sebagai buruh di

pabrik di Tangerang dan sekarang ssudah berhensi kerja karena

kondisinya. Klien tidak bisa menjalankan peran sehari-harinya

sebagaimana mestinya.

e) Identitas diri
Klien adalah seorang laki-laki, dan dengan keadaannya saat ini,

identitas dirinya tidak terganggu.

3) Kecemasan

Klien tampak pucat, klien mengatakan cemas mengenai kakinya dan

bertanya: “Pak, kapan saya pulang”. Dan “Apakah tangan saya bisa normal

kembali”

4) Interaksi sosial

Klien banyak meminta bantuan pada perawat dan anggota keluarga

lainnya, klien mau kerjasama dalam pengobatan dan perawatan yang

diberikan, klien sering berinteraksi dengan pasien di sebelahnya, juga klien

banyak dikunjungi oleh tetangganya.

5) Data spiritual

Klien beragama Islam, dan klien selalu menjalankan ibadah wajibnya

dengan cara bertayamum. Klien selalu berdoa untuk kesembuhan penyakitnya.

g. Data Penunjang

1) Hasil Laboratorium

Hasil pemeriksaaan laboratorium Tn.T dapat dilihat pada tabel dibawah

ini:

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tn.T tanggal 11 Nov. 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal


 Hemoglobin 9.9 P = 12-16 g/dl
L = 14-18 g/dl

 Leukosit 13.000 Dws = 5000-10.000 /ul


Bayi= 7000 - 17.000/ul

 Eritrosit 3,2
 Hematokrit 29% P: 35 – 45%
L: 40 –50%

 Trombosit 150.000 150.000-350.000/ul

2) Terafi

Infus RL20 tetes/menit

Cefotaxim 2 X 1 gr

Analgetik 2 X 1 gr

2. Analisa Data

Data Kemungkinan Penyebab dan Dampak Masalah


1 2 3
DS : Fraktur terbuka Gangguan
 Klien mengatakan masih Terputusnya kontinuitas jaringan rasa nyaman :
merasa nyeri pada daerah  nyeri
luka bekas operasi Merangsang Nociceptor sekitar untuk
 Klien mengatakan nyeri mengeluarkan Histamin, Bradikinin,
bertambah jika ditekan dan sirotinin dan Prostaglandin
berkurang jika klien tiduran 
dan beristirahat Nyeri dihantarkan melalui Serabut A-delta
 Klien mengatakan nyeri dan serabut C
seperti ditusuk-tusuk benda 
tajam dan terasa panas Sumsum tulang belakang
 Klien mengatakan nyeri 
tersebut menjalar ke daerah Serabut saraf aferen
pinggang. 
Spinal melalui sinap pada dorsal root dan
DO : sinap pada dorsal horn
 Klien tampak meringis jika 
daerah kandung kemihnya Spinal assenden Spinothalamic tract(STT)
ditekan dan spinoreticular (SRT)
 Terdapat luka berlubang 
mengeluarkan darah Thalamus
bercampur nanah dan 
berbau. Kortek Serebri
 Skala nyeri 5-6 (dari 0-10) 
Nyeri dipersepsikan
DS : Kecelakaan Resiko tinggi

Klien mengatakan sebelum  terjadinya
ke rs tidak ada lubang pada Luka terbuka dan fraktur infeksi
paha kirinya. 
Kontinuitas jaringan terganggu
DO : 

Luka berlubang di paha kiri Resiko infeksi
mengeluarkan darah campur
nanah dan berbau

Hb : 9, 9 gr/dl

Hematokrit: 29 %

Leukosit : 13.000/mm3
1 2 3

Kerusakan
DS : Fraktur dan luka terbuka mobilitas fisik
- 
untuk menggerakkan Nyeri
anggota badan

- Nyeri bertambah bila digerakkan
mampu untuk mengubah 
posisi di tempat tidur Keengganan melakukan pergerakan
secara mandiri 
-
Kerusakan mobilitas
aktivitasnya fisik
dibantu
DO :
-
tegang ketika mencoba
merubah posisi
-
tempat tidur.
-
dan lutut tidak bisa
ditekuk.
DS : Nyeri Gangguan
 Klien mengatakan tidurnya ↓ pemenuhan
tidak nyenyak dan sering Merangsang aktivasinya RAS (Reticulo kebutuhan
terbangun karena merasa Activity System) sebagai pusat jaga di istirahat tidur
nyeri. formatio retikularis

Klien sering terjaga
 Klien mengatakan ↓
semalam hanya tidur Pemenuhan istirahat tidur klien terganggu
selama + 2 jam saja,
sedangkan tidur siangnya
mulai jam 14.00 – 15.30
WIB.

DO :
 Terdapat lingkaran hitam
pada daerah periorbital.
 Tanda-tanda vital :
- TD :
110/70 mmHg
- R : 18
x/menit
- N : 88
x/menit
- S :
36,7oC.
DS : Fraktur dengan 8 kali operasi, belum Gangguan
 Klien dan keluarga sembuh sejak 1,5 tahun yang lalu rasa aman :
mengatakan khawatir ↓ cemas sedang
dengan kondisi klien. Kompleksnya perawatan dan pengobatan
 Klien dan keluarga yang diperlukan
mengatakan tidak tahu ↓
tentang prosedur Kurangnya informasi bagi klien dan
perawatan dan pengobatan keluarga
yang dilakukan terhadap ↓
1 2 3
klien selanjutnya setelah Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga
menjalani operasi 8 kali. tentang prosedur pengobatan dan atau
perawatan
DO : ↓
 Klien dan keluarga tampak Stressor
sering bertanya pada ↓
perawat tentang keadaan Stress psikologik
klien. ↓
Gangguan rasa aman : cemas sedang

3. Diagnosa Keperawatan

a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

b) Resiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit.

c) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kurang pengetahuan

melakukan mobilisasi dan adanya rasa nyeri.

d) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas skunder akibat fraktur.

4. Intervensi Keperawatan

No
Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1 a. Pertahankan imobilisasi bagian a. Menghilangkan nyeri dan
Tujuan:
yang sakit dengan tirah baring, mencegah kesalahan posisi
- Keluhan nyeri tidak gips, pembebat, traksi. tulang/tegangan jaringan yang
ada. b. Tinggikan dan sokong cedera.
ekstremitas yang mengalami b. Untuk meingkatkan aliran darah
- Klien bisa terpenuhi luka/fraktkur. balik vena, menurunkan edema,
kebutuhan istirahat menurunkan nyeri.
c. Kaji tngkat nyeri klien
tidurnya. c. Dengan menkaji tingkat nyeri
d. Lakukan tekhnik distraksi dengan
cara mengajak klien berbincang- klien untuk keefektifan
bincang pengawasan intervensi. Tingkat
e. Berikan alternatif tindakan ansietas dapat mempengaruhi
kenyamanan, contoh pijatan, persepsi/reaksi terhadap nyeri.
pijatan punggung, perubahan d. Dengan melakukan teknik
posisi. distraksi pada klien dengan cara
f. Lakukan dan awasi latihan berbincang-bincang, dapat
mengalihkan perhatian klien
rentang gerak pasif/aktif. tidak hanya tertuju pada nyeri.
g. Dorong klien untuk menggunakan
teknik manajemen stres, contoh e. Meningkatkan sirkulasi umum ;
relaksasi progresif, latihan napas msnurunkan area tekanan lokal
dalam, imajinasi visualisasi. dan kelelahan otot.
Sentuhan terapeutik. f. Mempertahankan
kekuatan/mobilitas otot yang
sakit dan memudahkan resolasi
inflamasi pada jaringan yang
cedera.
g. Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa
kontrol, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping dalam
manajemen nyeri, yang mungkin
menetap untuk periode lebih
lama.

Tujuan : a. Kaji sisi pen/kulit perhatikan a. Dapat mengindikasikan


keluhan peningkatan nyeri/rasa timbulnya inifeksi
Mencapai terbakar atau adanya edema, lokal/nekrosis jatingan, yang
penyembuhan luka eritema, bau tak enak. dapat menimbulkan
sesuai waktu, bebas b. Berikan perawatan luka sesuai osteomielitis.
drainase purulen atau protokol dan latihan mencuci b. Dapat mencegah kontaminasi
eritema tangan. silang dan kemungkinan
c. Kaji tonus otot, reflek tendon infeksi.
dalam dan kemampuan untuk c. Kekuatan otot, spasme tonik
berbicara. otot rahang, dan disfagia
d. Selidiki nyeri tiba- menunjukkan terjadinya
tiba/keterbatasan gerakan dengan tetanus.
edema lokal/eritema ekstremitas d. Dapat mengindikasikan
cedera. terjadinya osteomielitis.
e. Berikan irigasi luka/tulang dan e. Debrideman lokal/pembersihan
berikan sabun basah/hangat sesuai luka menurunkan
indikasi mikroorganisme dan insiden
f. Monitor tanda-tanda vital. infeksi sistemik.
g. Ganti balutan tiap hari dengan f. Adanya peningkatan tanda-
menggunakan alat yang seteril tanda vital merupakan salah
h. Ajarkan teknik perawatan luka satu tanda dan gejala adanya
infeksi
i. Berikan antibiotik sesuai program
pengobtan g. Mengganti balutan untuk
menjaga agar luka tetap bersih
j. Kolaborasi dengan tim
dan dapat mencegah terjadinya
laboratorium terutama kontaminasi.
peningkatan leukosit.
h. Dapat memberikan pengetahuan
k. Berikan intake protein dan vitamin
dan keterampilan dalam
perawatan luka bila klien
pulang
i. Antibiotik merupakan obat
untuk mencegah/mengobati
infeksi dengan cara membunuh
kuman yang masuk.
j. Adanya peningkatan leukosit
merupakan salah satu tanda
adanya infeksi.
k. Protein sangat penting untuk
mengembangkan
keseimbangan nitrogen dan
asam amino untuk
metabolisme : protein dan
vitamin C juga sangat penting
untuk penyembuhan luka
a. Lakukan rentang gerak aktif pada a. Mencegah/menurunkan insiden
anggota gerak sehat sedikitnya 4 komplikasi kulit, menghindari
kali/hari spasme otot, dan gerak aktif
meningkatkan kemandirian
b. Lakukan latihan rentang gerak dalam pergerakkan
pasif pada anggota gerak yang b. Gerak pasif dapat mencegah
sakit dengan hati-hati, dan sangga kontraktur, dan dengan cara
ekstrimitas yang fraktur. disangga, agar tidak terjadi
pergeseran pada tulang yang
c. Ubah posisi setiap 2-4 jam, fraktur
Ajarkan untuk tidur tengkurap
dan dampingi jalan pakai tongkat. c. Melancarkan sirkulasi sehingga
mempercepat penyembuhan
Tujuan : serta mencegah/menurunkan
Meningkatkan/memperta insiden komplikasi kulit dan
3 hankan mobilitas pada d. Tingkatkan latihan gerak secara mencegah tertumpuknya cairan
tingkat paling tinggi perlahan. darah dan nanah pada luka.
yang mungkin - Hari
kedua post op, klien bisa d. Rentang gerak
duduk di tempat tidur dengan secara bertahap dimungkinkan
nyaman tidak menyebabkan
- Hari keterkejutan pada klien
ketiga post op, klien bisa
turun dari tempat tidur dan
jalan-jalan di sekitar dengan
tangan yang fraktur disangga
- Hari
keempat post op dan
seterusnya, klien bisa turun
dari tempat tidur
-
a. Jalin rasa percaya a. Rasa percaya
dapat melahirkan keterbukaan
4 b. Kaji ulang tingkat b. Dapat
kecemasan klien mengetahui derajat kecemasan
klien sehingga memudahkan
intervensi selanjutnya
c. Berikan kesempatan
mengekspresikan perasaannya
c. Beban
Tujuan : kecemasan dapat berkurang
d. Berikan penjelasan
Cemas hilang tentang penyakit yang diderita dengan diekspresikan
d. Dengan
e. Berikan kesempatan mengetahui penyakit,
bertanya kepada klien dimungkinkan klien akan
merasa tenang

e. Dimungkinkan
dapat mengetahui hal yang
tidak diketahui
5. Implementasi Keperawatan

No DX Tgl / Jam Implementasi Respon Paraf

1 13/11/2018 S:
- Mengukur tanda – tanda vital - Klien mengeluh
Pukul: 08.45 wib. nyeri masih ada tapi jika
cairan yang di luka
08.30 wib - Menganjurkan klien untuk berkurang nyeri berkurang
mempertahankan bagian yang sakit dengan - Klien mengatakan
posisi yang aman boleh: turun dari bed skala nyeri masih 3-4
jalan pakai tongkat dan tidur posisi O: TTD
tengkurap . (Jam 10.05 WIB) - Ekspresi wajah
masih meringis ketika Agus C
- Meninggikan dan menyokong ekstrimitas menggerakkan kaki kiri
yang mengalami fraktur. (Jam 09.00) - TTV:
TD : 100 / 70 mmHg
- Mengkaji ulang tingkat nyeri(Jam 09.45) N : 84 X/ menit
R : 18 X / menit
Suhu : 36, 7C
- Melakukan teknik distrsaksi dengan
mengajak klien berbincang-bincang. - Skala nyeri
masih 4
- Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik: Toradol 2 x 30 mg
(Jam 10.00)

2 13/11/2018 - Mengobservasi Tanda-tanda Vital S:


(08.30) Klien masih mengeluh nyeri
Pukul: O:
- Merawat dan mengobservasi luka - Luka masih ada seperti
08.30 wib klien gambar di atas.
dengan teknik a septik (09.00wib) - Luka bersih darah campur
nanah dikeluarkan. Bau (-)
- Berkolaborasi dengan tim - Balutan terpasang rapi TTD
kesehatan lain dalam pemberian anti biotik. bersih.
(Jam 10.00 WIB) - Suhu masih sama, tidak Agus C
menunjukkan perbedaan
signifikan dengan anggota
tubuh lainnya.

- TTV:
TD : 100 / 70 mmHG
N : 84 X/ menit
R : 18 X / menit\
3 13/11/2018 - Mengajarkan rentang gerak aktif S:
pada anggota gerak sehat sedikitnya 4 - Klien mengatakan
Pukul: kali/hari bahwa kalau dibawa jalan
pakai tongkat luka cepet
11.00 wib - Melakukan latihan rentang gerak kering seperti saat di
pasif pada anggota gerak yang sakit dengan rumah.
hati-hati, dan sangga ekstrimitas yang
fraktur. - Klien mengatakan TTD
paham cara latihan
- Menganjurkan ubah posisi setiap 2- aktif/pasif otot badan. Agus C
4 jam, Ajarkan untuk tidur tengkurap dan
dampingi jalan pakai tongkat. O:
- Klien mampu turun
dari bed dengan bantuan
perawat hanya untuk
memakaikan tongkat
- Klien mampu
mengubah posisi badan
sambil duduk tapi belum
bisa ke posisi tengkurap
tanpa bantuan perawat.

4 13/11/2018 - Menjalin rasa percaya S:


- Klien mengatakan
Pukul: - Mengkaji ulang tingkat kecemasan bahwa sudah hampir 1,5
11.30wib klien tahun sakit dan bolak
balik RS
- Memberikan kesempatan - Klien menanyakan TTD
mengekspresikan perasaannya kapan kira2 sembuh dari
sakitnya. Agus C
- Memberikan penjelasan tentang O:
penyakit yang diderita - Klien dengan jelas
dan runtut menceritakan
- Memberikan kesempatan bertanya apa yang terjadi Sakit
kepada klien pada dirinya kepada
perawat dan menjawab
setiap pertanyaan yang
diajukan perawat.

6. Catatan Perkembangan

No Dx Tgl / Jam SOAP PARAF

1 13 /11/2018 S:
- Klien mengatakan masih sakit
Pukul 13.30 wib ketika berusaha menggerakkan kaki
kiri
- Klien masih mengatakan nyeri
seperti panas
- Klien mengatakan skala nyeri
masih 4
O:
- Klien tampak meringis ketika kaki
kirinya digerakkan perawat
- Klien masih tampak berhati-hati TTD
ketika merubah posisi Agus C
A: Nyeri masih ada

P: Lanjutkan intervensi yang


ditetapkan tgl 13/11/18

I:
- Mengkaji ulang derajat nyeri.
- Melakukan kolaborasi dalam
pemberian analgetik.
- Meninggikan dan menyokong
ekstrimitas yang mengalami fraktur
- Melakukan teknik distraksi dengan
cara mengajak klien berbincang-
bincang.
- Melakukan dan mengawasi rentang
gerak aktif/pasif .
- Mengobservasi TTV.
E: Jam 14.00:
- Klien masih tampak nyeri ketika
menggerakkan kaki
- Klien mengatakn nyeri masih ada
skala 3
- Klien masih tampak berhati-hati
ketika merubah posisi
2 13 /11/2018 S: TTD
- K
Pukul 13.30 wib lien mengatakn masih nyeri Agus C
- K
lien mengatakan ada luka pada
Paha mengeluarkan darah dan
nanah
O:
- Suhu tidak menunjukkan perbedaan
signifikan dengan suhu anggota
tubuh lainnya
- Pembengkakan/oedema masih ada
A: Resiko Infeksi masih ada
P: Lanjutkan intervensi seperti yang
ditetapkan
I:
- Merawat dan mengobservasi luka
klien dengan teknik anti septik
- Mengganti balutan dengan alat
yang steril
- Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antibiotik
- Mengobservasi TTV
E: : Jam 14.00
- Klien masih mengatakan nyeri
- Pembengkakan dan oedema masih
ada
Tidak ada perbedaan suhu yang signifikan
antar daerah fraktur dengan anggota tubuh
lainnya
3 13 /11/2018 S:
- Klien mengatakan masih enggan
Pukul 13.30 wib untuk turun jalan pakai tongkat
- Klien mengatakan masih belum
siap untuk mengubah posisi di
tempat tidur tidur tengkurap secara
mandiri.
O:
- Klien tampak meringis dan tegang
ketika mencoba mengubah posisi
- Klien tampak duduk di tempat tidur
- Kekuatan otot paha kiri 1
TTD
A: Kerusakan mobilitas fisik
masih ada. Agus C
P: Lanjutkan intervensi yang ditetapkan
I:
- Melakukan rentang gerak aktif pada
anggota gerak yang sehat
- Melakukan rentang gerak pasif
pada anggota gerak yang sakit dan
sangga ekstrimitas yang fraktur
disangga
- Meningkatkan latihan gerak secara
perlahan, ajarkan klien untuk
berjalan-jalan sekitar rumah sakit
dengan memakai tongkat.

4 13 /11/2018 S:
- Klien mengatakan masih takut
Pukul 13.30 wib untuk menggerakkan tangannya
- Klien mengatakan agak cemas
dengan keadaan penyakitnya
- Klien masih mengatakan takut tidak
sembuh
- Klien masih mengatakan tidak
berani bangun dari tempat tidur
karena takut posisi tangnnya
berubah
- Klien masih bertanya; “Kapan saya
pulang” dan klien masih bertanya; “
Apakah tangan saya bisa normal
kembali”
O:
- Klien masih belum mau
menggerakkan tangan kanannya
- Klien masih tampak letih TTD
- Klien masih tampak pucat
A: Cemas masih ada Agus C
P:
- Lanjutkan intervensi yang telah
ditetapkan tanggal 21 Juli 2004
nomor 2, 3, 4 dan 5
. I:
-
Mengkaji ulang tingkat kecemasan
klien (jam 08.15’)
- Memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengekspresikan
perasaannya (jam 08.16)
- Memberikan penjelasan tentang
penyakit yang di derita (jam 08.18’)
Memberi kesempatan bertanya (jam 08.30’)

E: Jam 14.00
- Klien mengatakan ketakutan untuk
menggerakkan kaki kiri dan klien
akan berusaha menggerakkan kaki
kiiri setiap 2 jam sesuai indikasi
- Klien mengatakan cemas berkurang
- Klien masih tampak pucat
- Klien masih tampak letih
- Klien tampak duduk di tempat tidur
- Masalah teratasi sebagian
R: Kaji dan evaluasi kembali
7. Pembahasan kasus

Mansjoer et al (2000, hal 346) mengemukakan bahwa fraktur adalah

terputusnya kontinuitas jaringan tulang/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa.

Price dan Wilson (1995, hal 1183) mengemukakan; fraktur adalah patah

tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Adapun Burner (2000 hal, 2357) mengemukakan bahwa fraktur adalah

terputusnya kontnuitasa tulang dn ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur, terjadi

jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat diabsropsinya. Meskipun

tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh menyebabkan edema

jaringan lunak, perdarahan otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon , kerusakan

syaraf, dn kerusakan pembuluh darah.

Sedangkan Ignalativicius et al (1995, hal 1449) dalam bukunya Medical

Surgical Nursing mengemukakan; A Fracture is a break or discruption in the

continuity of abone. Fracture can occur anywhere in the body and at any age. All

fractures have the same basic pathophisiologic mechanism and nursing

management, regardles of fracture type or location.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa fraktur adalah

terputusnya continuitas jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma, stress

fisik atau tenaga fisik yang lebih besar dari yang dapat diarbsopsinya, dan biasanya
diseratai dengan luka disekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,

kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh. Dan fraktur bisa menyerang

semua usia.

1. Etiologi Fraktur

Setiawan et al (2000, hal 112) menjelaskan bahwa fraktur dapat terjadi karena

hal berikut:

a. Karena adanya tekanan yang menimpa tulang lebih besar dari daya tahan

tulang

b. Karena tulang yang sakit, dinamakan fraktur Patologik ialah kelemahan

tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis.

2. Anatomi Fisiologi Tulang

Syaipuddin (1997, hal 17) mengklasifikasikan bagian-bagian tulang kedalam

10 bagian, yaitu :

a. Foramen yaitu, suatu lubang tempat lalunya pembuluh darah, saraf, dan

ligamentum, misalnya pada tulang kepala belakang yang disebut foramen

oksipital.

b. Fosa yaitu, suatu lekukan di dalam atau pada permukaan tulang, misalnya pada

skapula yang disebut fosa supraskapula.

c. Prosesus yaitu, suatu tonjolan atau taju misalnya terdapat pada ruas tualang

belakang yang disebut prosesus spinosus.

d. Kondilus yaitu, taju yang bentuknya bundar merupakan benjolan.

e. Tuberkulum yaitu, tonjolan kecil

f. Tuberositas yaitu, tonjolan besar

g. Trokanter : tonjolan besar, pada umumnya tonjolan ini pada tulang femur.
h. Krista pinggir atau tepi tulang misalnya terdapat pada tulang ilium yang disebut

krista iliaka.

i. Spina, yaitu tonjolan tulang yang bentuknya agak runcing terdapat pada tulang

ilium yang disebut krista iliaka.

j. Kaput, yaitu bagian ujung yang bentuknya bundar terdapat misalnya pada

tulang paha yang disebut kaput femoris.

Long (1996, hal 302) membagi fungsi tulang sebagai berikut, yaitu :

a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tulang

b. Melindungi organ-organ tubuh contoh; tengkorak melindungi otak.

c. Untuk pergerakan contoh ; otak melekat kepada tulang untuk berkontraksi

dan bergerak.

d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral contoh ; kalsium.

e. Hematopoiesis yaitu, tempat pembuatan sel darah merah dalam sumsum

tulang

Burner (2000, hal 2264 ) mengklasifikasikan tulang dalam empat kelompok

berdasarkan bentuknya, yaitu :

a. Tulang panjang yaitu, tulang yang terdiri dari satu batang dan dua epifisis.

spongi bone, contohnya femur dan humerus.

b. Tulang pendek, yaitu tulang yang bentuknya tidak teratur dan inti dari

cancellous ( spongy ) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat,

contohnya tarsalia.

c. Tulang pipih, yaitu tulang yang terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan

lapisan luar adalah tulang cancellous, contohnya tulang tengkorak.


d. Tulang yang tidak beraturan, yaitu tulang yang sama seperti dengan tulang

pendek, contohnya vetebra.

3. Klasifikasi fraktur

Lilian Shaltis Burner mengklasifikasikan fraktur kedalam beberapa bagian

sebagai berikut, yaitu:

a. Fraktur in Complit, adalah patah hanya terjadi pada sebagian garis

tengah.

b. Fraktur Complit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan

biasanya mengalami pergeseran (Bergeser dari posoisi normal).

c. Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang patah dan sisi lainnya

bengkok.

d. Fraktur spiral, yaitu fraktur memuntir sepanjang garis tengah tulang

e. Fraktur transversal, yaitu fraktur sepanjang garis tengah tulang.

f. Fraktur obliq yaitu fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

g. Fraktur tertutup (fraktur simpel), yaitu fraktur yang tidak yang tidak

menyebabkan robeknya kulit

h. Fraktur terbuka (fraktur komplikata), yaitu merupakan fraktur dengan

luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.

i. Fraktur depresi, yaitu fraktur demnagn fragmen patahan terdorong ke

dalam ( sering terjadi pada tilang tengkorak dan tulang wajah)

j. Fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang mengalami kompresi

(terjai pada tulang belakan).

k. Fraktur Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen. Atau tendon

pada perlekatannya.

l. Fraktur Epifiseal, yaitu fraktur melalui epifisis


m. Fraktur Impaksi, yaitu fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke

fragmen tulang lainnya.


n. Fraktur Fatologik, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah berpenyakit

(kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor).


Pada kasusTn. T yang dijadikan klien kelolaaan individu, dengan diagnosa medis”

2nd infection post OREF e.c Open Fraktur Femur sinistra.” Pada saat dikaji penulis, klien

mengeluh nyeri pada area luka yang menyebar ke daerah pinggang kiri, nyeri dirasakan panas

dengan berkurang bila tidak beaktivitas bertambah jika melakukan mobilisaasi. Klien

mengalami fraktur femur setelah mengalami KLL 1,5 tahun yang lalu, terlempar ke got,

bagian yang fraktur terendam air got.

Klien setelah mengalami KLL segera dibawa ke RSUD dr. Selamet Garut dan

dilakukan serangkaian penatalaksanaan seperti: debridemen, pemakaian traksi luar,

pemasangan OREF sampai mengalami operasi hingga 8 kali sampai saat ini. Dua hari

sebelum masuk RS, saat masih di rumah, luka bekas operasi robek kembali dengan

megeluarkan darah yang bercampur nanah. Dengan demikian keluarga kembali membawa

klien ke RSUD Selamet untuk menjalani perawatan.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Osteomielitis adalah suatu penyakit infeksi pada tulang yang disebabkan adanya
infeksi bakteri pada jaringan tulang tersebut. Secara sederhana osteomielitis dapat
dibedakan menjadi osteomielitis akut dan osteomielitis kronis.Menurut penelitian yang
dilakukan di Amerika,ditemukan sekitar 25% osteomielitis akut berlanjut menjadi
osteomielitis kronis. Penanganan osteomielitis kronis masih merupakan masalah dalam
bidang orthopedi karena penyakit ini banyak ditemukan di masyarakat,selain itu juga
membutuhkan biaya yang besar,waktu yang lama ,pengalaman yang cukup dari dokter
bedah, dan penanganannya sulit khususnya untuk menangani komplikasi dan resistensi
bakteri.

Penyembuhan osteomielitis kronis cukup sulit, karena sering disertai


kekambuhan dan eksaserbasi. Bahkan ditemukan pernyataan ”sekali osteomielitis tetap
osteomielitis”, hal ini menandakan kepesimisan dari dokter bedah dan pasien sendiri
dalam menangani osteomielitis. Sampai saat ini debridement dan penggunaan antibiotika
intravena maupun oral merupakan terapi yang dianut untuk mengelola osteomielitis
kronis pada umumnya

BAB II

TINJAUAN JURNAL
A. Artikel
NO Judul Management of Osteomielitic Chronic Medical Patient at
Dr.Kariadi Hospital Semarang in 2001-2005

1 Penulis Albertus Adiwenanto W; dr. Bambang Sutejo ,SpB,Sp BOT


Tahun 2005
Jurnal Meducal Faculty of Diponegoro University
Tujuan ingin mengetahui pengelolaan yang dilakukan terhadap pasien
osteomielitis kronis di RSUP Dr.Kariadi Semarang selama periode
2001-2005
Metode metode yang digunakan adalah cross sectional deskriptif dengan
melihat data dari catatan medis pasien osteomielitis kronis dan
mendeskripsikannya pada artikel
Hasil :jumlah pasien sebanyak 33 orang,dengan 26 pasien laki-laki dan 7
pasien perempuan.23 orang meninggalkan rumah sakit dengan
perbaikan,4 orang sembuh,6 orang dengan keadaan lainnya.
Penyebab pada 17 orang adalah trauma,11 orang dengan penyebab
iatrogenik,5 orang dengan sebab lainnya. Tes sensitivitas hanya
ditemukan pada 9 kasus sedang lainnya tidak dicantumkan pada
catatan medis,dari 9 kasus ditemukan 8 kasus paling sensitif terhadap
amikasin dan 1 kasus terhadap ciprofloksasin. 25 kasus dilakukan
debridement dan sekuestrektomi,3 kasus dilakukan amputasi,5 kasus
hanya dilakukan tindakan konservatif.
Kesimpulan pengelolaan osteomielitis kronis di RSUP Dr. Kariadi semarang
berupa debridement dan sekuestrektomi,amputasi,dan tindakan
konservatif tergantung kondisi pasien saat akan dilakukan tindakan
bedah. Antibiotika yang digunakan antara lain;
amikasin,ciprofloksasin,golongan cefalosporin generasi ke 3,
ampicilin dan gentamicin. Penggunaan dari antibiotika tersebut
diatas secara sistemik

2 Judul Chronic recurrent osteomyelitis: A diagnostic and therapeutic


challenge
Penulis J. Rivas Felicea,∗, P. González Herranzb, A. Mejía Casadoc, R.
Pérez Navarroa, R.
Tahun 2016
Jurnal Revista Española de Cirugía Ortopédica y Traumatología (English
Edition)
Tujuan Untuk mengevaluasi gambaran klinis dan tanggapan terhadap
pengobatan dengan obat antiinflamasi non steroid pada pasien
dengan CRO (Chronic recurrent osteomyelitis)
Metode Penilaian retrospektif dilakukan pada 5 anak dengan OCR selama 8
tahun. Mereka telah didiagnosis berdasarkan temuan klinis,
laboratorium, studi histologis cedera, dan tes pencitraan.
Hasil Penyakit multifokal diamati pada 40% kasus, dan tidak aktif dalam
60%. Sebagian besar (80%) adalah laki-laki, dengan usia rata-rata
saat diagnosis 13 tahun (kisaran: 11 - 15 tahun). Tulang yang paling
sering terkena adalah klavikula dan tibia, mewakili 18,2%. Gejala
yang paling umum adalah rasa sakit pada semua pasien, dengan
demam yang hadir dalam 20% kasus. Studi pencitraan seperti CT
dan MRI efektif dalam 100%, dan dalam semua kasus biopsi
melaporkan infiltrasi lymphoplasmacytic. Setelah tindak lanjut rata-
rata 5,9 tahun, ada tanggapan pengobatan yang baik di 100%, dengan
kekambuhan rata-rata pada 5,25 bulan yang diamat
Kesimpulan Hasil dari kebanyakan studi klinis untuk menilai CRO, dan
kesamaan dalam presentasi klinis ini dengan banyak penyakit
menular atau tumor membuat diagnosisnya menjadi tantangan. Di
sisi lain pengobatan dengan NSAID dapat dianggap sebagai pilihan
terapi awal yang baik

3 Judul The management of osteomyelitis in the adult


Penulis N. Maffulli a,b, R. Papalia c, B. Zampogna c, G. Torre c, E. Albo c,
V. Denaro c.
Tahun 2016
Jurnal Surgeon
Tujuan menunjukkan poin-poin kunci penyembuhan osteomilitis
Metode Database online dicari untuk menemukan bukti tentang manajemen
klinis osteomielitis. Uji klinis acak, seri kasus, penelitian kohort
prospektif yang melaporkan diagnosis dan pengobatan osteomielitis
akut dan kronik dipertimbangkan. Studi kadaver, studi laboratorium,
laporan kasus, artikel review dan analisis meta dikeluarkan.
Selanjutnya, penelitian tentang OM terkait implan dikeluarkan. Studi
dalam bahasa Inggris, Spanyol dan Perancis dianggap dalam proses
kesimpulan ini. Kohort dari semua studi termasuk terdiri dari pasien
dewasa
Hasil Titik pertumbuhan utama mengenai OM adalah identifikasi susunan
uji laboratorium yang tepat untuk memungkinkan diagnosis yang
cepat dan memberikan deteksi sensitif dan spesifik dari spesies
bakteri yang terlibat, bersama dengan resistensi obat antibiotik;
teknik pencitraan optimal, sesuai dengan fase infeksi, harus
dilakukan, untuk menghindari biaya medis yang tidak perlu;
identifikasi kompromi yang sesuai antara pemberian obat intravena
dan oral. Diagram alur diusulkan untuk manajemen klinis optimal
dari patologi .
Kesimpulan Kunci utama yaitu dengan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan pemberian antibiotic yang tepat, cara pemberian
sehingga penting untuk untuk mengikuti pathway klinis agar
mendapatkan hasil yang optimal

B. PEMBAHASAN

Terapi osteomielitis akut (Ab/ osteomyelitis Antibiotic) adalah pengobatan


pilihan pertama untuk OM akut, terlepas dari tempat infeksi. Dua penelitian
melaporkan hasil terapi Ab untuk OM akut yang disebabkan oleh pyogenes, P.
aeruginosa, Enterococcus dan organisme Gram negatif lainnya. Studi pertama, 22
pada 351 subjek, termasuk subyek OM vertebra vertikogenik. Fluoraminolon oral dan
rifampisin (72% dari kohort, 252 pasien) atau amminopenicillin oral (28%, 98 pasien)
diberikan selama 6 atau 12 minggu, dengan tingkat keberhasilan 80,6%, dan tidak ada
superioritas dari 12 pasien. perawatan minggu. Studi kedua oleh Gentry et al.23
membandingkan pengobatan oral dan intravena, menggunakan oral ofloxacin selama
3e12 minggu (19 subyek) dan IV cefazolin atau ceftazidime selama 2e8 minggu (14
subyek). Pengobatan oral menghasilkan tingkat keberhasilan sebesar 74%,
dibandingkan dengan tingkat 86% untuk pengobatan IV. Secara keseluruhan, terapi
antibiotik efektif dalam mengobati OM akut. Namun demikian, banyak kasus
Methicillin Resistant Staph aureus (MRSA) telah dilaporkan.6,24,25 Oleh karena itu,
kepekaan agen infektif harus selalu diuji sebelum memulai pengobatan. Ini akan
menghindari penundaan dalam pemberian terapi yang efektif, 26 yang merupakan
faktor utama yang menghasilkan kekambuhan atau persistensi infeksi.
Terapi kombinasi osteomielitis kronis. Sebagian besar penelitian termasuk
yang dianggap sebagai pengobatan gabungan. Dalam beberapa studi, pengobatan lini
kedua diberikan setelah kegagalan pengobatan sebelumnya, sementara, di beberapa
orang lain, obat dan perawatan bedah secara rutin terkait. Dua ratus enam puluh
pasien dengan osteomyelitis vertebral dievaluasi dalam studi banding oleh Gupta et
al.6 Dari ini, 132 subyek menjalani pemberian terapi IV dengan b-laktat, vankomisin
atau kombinasi anti-biotik; 128 pasien diobati dengan terapi antibiotik dan
debridemen atau fusi bedah. Pembedahan (debridemen, fusi anterior, dan fusi anterior
dengan implan) menyebabkan kegagalan pada 15, 9 dan 1 kasus. Durasi rata-rata
terapi antibiotik IV adalah 42 hari, 71 pasien mengalami kegagalan pengobatan, dan
80 pasien menerima terapi antibiotik oral lebih lanjut untuk durasi rata-rata 41 hari.
Sebelas pasien meninggal karena penyebab dan sepsis terkait infeksi; 45 pasien
mengalami kekambuhan infeksi. Durasi gejala dan keberadaan S. aureus terkait
dengan kegagalan pengobatan (HR 1,004 dan 1,74 masing-masing). Euba et al.26
Menilai hasilnya pada 50 subjek dengan terapi Ab setelah operasi. Terapi
ab terdiri dari 6 minggu IV cloxacillin ditambah 2 minggu oral cloxacillin (22 subjek),
dibandingkan dengan 8 minggu rifampisin oral dan cotrimazole (28 subjek). Tingkat
keberhasilan yang berhasil ditemukan untuk kelompok pengobatan (90,5% vs 88,9%),
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang terjadi antara IV dan terapi oral.
Greenberg et al.28 membandingkan tiga kelompok dengan tiga terapi yang berbeda:
levofloxacin (15 kasus), lome-floxacin (7 kasus) atau ciprofloxacin (5 kasus) setelah
debridemen bedah lesi. Tingkat keberhasilan berikut ditemukan: levofloxacin 60%,
lomefloxacin 71%, ciprofloxacin 40%.
Debridemen jaringan yang terinfeksi adalah intervensi bedah yang paling
umum, dan ditujukan untuk menghilangkan jaringan nekrotik (sekuestrum), yang
merupakan sub-strata patologis dari infeksi kronis. Selanjutnya, rekonstruksi segmen
tulang yang hilang atau stabilisasi fragmen tulang yang bersebelahan harus
dilakukan.27 Hanya satu dari studi yang termasuk evaluasi operasi saja. Penelitian
ini29 mengevaluasi operasi setelah terapi antibiotik yang gagal sebelumnya (tidak
dijelaskan dalam penelitian).

Penyebab osteomielitis kronis oleh karena iatrogenik mempunyai prosentase


cukup besar,oleh karena itu edukasi sangatlah penting terhadap pasien yang
mengalami tindakan yang mempunyai resiko untuk menjadi osteomielitis seperti
pemasangan plate pada tulang.
Osteomielitis berulang kronis (CRO) adalah entitas klinis yang langka yang
ditandai oleh adanya inflamasi aseptik fokus dalam satu (osteomyelitis kronis
berulang kronis) atau beberapa tulang (multifokal osteomyeliis berulang kronis) yang
terutama mempengaruhi metafisis tulang panjang dan dianggap bentuk paling parah
dari peradangan tulang non-bakteri pada masa bayi dan remaja.

C. KESIMPULAN
Pengelolaan osteomielitis kronis berupa terapi antibiotik, debridement dan
sekuestrektomi, amputasi,dan tindakan konservatif tergantung kondisi pasien saat
akan dilakukan tindakan bedah.
REFERENSI

Anderson S., Lorraine McC. W. Alih Bahasa Peter Anugerah. Fisiologi Proses-Proses
Penyakit. Egc. Jakarta. 2002. P : 230 – 240.
Aru, Sudoyo  sitasi Huda A. dan Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction Jogja.
Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta: EGC.

Marice Sihombing*, Woro Riyadina* Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Anemia Pada Pekerja Dikawasan industri Pulo Gadung Jakarta.2009
NANDA. (2007). Nursing Diagnosis : Prinsip dan klasifikasi 2007-2008.
Philadelphia USA.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses


Penyakit, Edisi 6, Volume 1.Jakarta: EGC.
Smeltzer, Bare, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Bruner & Suddart, Edisi 8,
Jakarta, EGC, 2011

Felice, J. R., Herranz, P. G., Casado, A. M., Navarro, R. P., & Díaz, R. H. (2017).
Chronic recurrent osteomyelitis: A diagnostic and therapeutic challenge. Revista
Española de Cirugía Ortopédica y Traumatología (English Edition), 61(1), 35–
42. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.recote.2016.11.003
Maffulli, N., Papalia, R., Zampogna, B., Torre, G., Albo, E., & Denaro, V. (2016).
The management of osteomyelitis in the adult. Surgeon, 14(6), 345–360.
https://doi.org/10.1016/j.surge.2015.12.005
W, A. A. (2005). Dr . Kariadi Hospital Semarang in 2001-2005 Periods Pengelolaan
Pasien Osteomielitis Kronis di RSUP Dr . Kariadi Semarang Periode 2001-2005,
1–14.

Anda mungkin juga menyukai