Anda di halaman 1dari 24

Referat

HEMOFILIA
Referat Ini Di Buat Untuk Melengkapi Persyaratan Mengikuti Kepanitraan
Klinik Senior Di Bagian Kesehatan Anak RSU. Haji Medan

Disusun Oleh:
Bilqis Nabilah (20360133)

Pembimbing:
dr. Syarifah Mahlisa Soraya, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIS ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD HAJI MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga Paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan judul
“Hemofilia”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dara cara penulisannya, penggunaan tata bahasa, dan dalam
penyajiannya sehingga penulis menerima saran dan kritik konstruktif dari semua pihak.
Namun terlepas dari semua kekurangan yang ada, semoga dapat bermanfaat bagi
pembacanya. Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. Syarifah
Mahlisa Soraya , Sp.A yang telah membimbing dan mengarahkan dalam
menyelesaikan paper ini.
Akhirnya semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Aamiin

Medan, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................1
1.2. Tujuan ...............................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Hemofilia .............................................................................................3
2.2. Epidemiologi Hemofilia ....................................................................................3
2.3. Etiologi Hemofilia .............................................................................................4
2.3.1 Cara Hemofilia Diturunkan ......................................................................5
2.4. Klasifikasi Hemofilia ........................................................................................7
2.5. Patofisiologi Hemofilia ....................................................................................8
2.6. Diagnosis Hemofilia..........................................................................................9
2.7. Manifestasi Klinis ..........................................................................................10
2.8. Pemeriksaan Penunjang Hemofilia .................................................................13
2.9. Penatalaskanaan Hemofilia .............................................................................14
2.10. Pencegahan Hemofilia .................................................................................17

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan .....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemofilia merupakan penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat
herediter akibat kekurangan faktor koagulasi VIII (anti-hemophilic factor) atau IX
(Christmas factor). Penyakit hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive yaitu
terkait dengan kromosom X dimana gen untuk faktor VII dan IX berada di ujung
lengan panjang (q) kromosom X. Oleh karena itu, perempuan sebagai pembawa
sifat (carrier) sedangkan laki-laki biasanya menjadi penderita.(1)
Pada saat ini terdapat dua bentuk hemofilia yaitu, hemofilia A, karena
kekurangan faktor VIII, dan hemofilia B, karena kekurangan faktor IX. Prevalensi
hemofilia di dunia terjadi sebanyak 400.000 penderita. Angka tersebut diperkirakan
terjadi dari tiap 1 dari 10.000 kelahiran dan terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran bayi
laki-laki. Hemofilia biasanya mengenai laki-laki dan diturunkan melalui sisi
maternal. Hemofilia A merupakan bentuk yang paling banyak dijumpai, yaitu
sebanyak 80-85% dengan angka kejadian sekitar 30-100/10 juta dari populasi dunia
sedangkan hemofilia B sebanyak 10-15%.(1) Di Indonesia dengan jumlah penduduk
kurang lebih 220 juta jiwa, jumlah penderita hemofilia di Indonesia mencapai 20
ribu orang, tetapi hingga Desember 2007 terdapat sekitar 1130 pasien hemofilia di
Indonesia. Angka kejadian hemofilia di negara berkembang memiliki rasio 1 :
10.000.(2)
Meskipun angka kejadian hemofilia tidak terlalu banyak, tetapi hemofilia
tetap harus diwaspadai karena pasien dengan hemofila memiliki risiko tinggi
mengalami perdarahan akibat berkurangnya faktor pembekuan didalam tubuh.
Perdarahan pada hemofilia dapat dimulai dari perdarahan yang sulit berhenti akibat
adanya trauma berat hingga dapat terjadinya perdarahan spontan yang terjadi pada
hemofilia dengan derajat berat. Tingginya risiko perdarahan yang terjadi pada
pasien hemofilia menyebabkan pasien harus segera mendapatkan penanganan dan
pengobatan yang cepat dan tepat sehingga perlu untuk mendiagnosis hemofilia
sedini mungkin.

1
2

1.2 Tujuan
Penulisan karya ini ditujukan untuk mempelajari kasus Hemofilia yang
berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali, mengobati kasus
Hemofilia sehingga dapat mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam
merawat pasien yang menderita Hemofilia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hemofilia

Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang


pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak Tahun 1911. Pada waktu itu
penyakit hemofilia sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah
bawaan pada laki-laki yang diturunkan oleh ibunya.(3) Penyakit atau gangguan
pembekuan darah ini bersifat herediter terkait kromosom X akibat kekurangan
faktor pembekuan VIII atau IX. Pada saat ini dikenal 2 bentuk hemophilia, yaitu
hemophilia kurangnya faktor VIII (anti-hemophilic factor) dan hemophilia B
karena kurangnya faktor IX (Christmas factor). (1)

2.2 Epidemiologi Hemofilia

Prevalensi hemofilia di dunia terjadi sebanyak 400.000 penderita. Angka


tersebut diperkirakan terjadi dari tiap 1 dari 10.000 kelahiran dan terjadi pada 1 dari
5000 kelahiran bayi laki-laki. Hemofilia biasanya mengenai laki-laki dan
diturunkan melalui sisi maternal. Hemofilia A merupakan bentuk yang paling
banyak dijumpai, yaitu sebanyak 80-85% dengan angka kejadian sekitar 30-100/10
juta dari populasi dunia sedangkan hemofilia B sebanyak 10-15%.(1) Di Indonesia
dengan jumlah penduduk kurang lebih 220 juta jiwa, jumlah penderita hemofilia di
Indonesia mencapai 20 ribu orang, tetapi hingga Desember 2007 terdapat sekitar
1130 pasien hemofilia di Indonesia. Angka kejadian hemofilia di negara
berkembang memiliki rasio 1 : 10.000.(2)
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia
(WFH) pada tahun 2016, terdapat 184,723 penderita hemofilia di seluruh dunia,
di antaranya dijumpai 149,764 penderita hemofilia A dan 29,712 penderita
hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 62,4% dari seluruh penderita dengan
kelainan perdarahan.(4) Di Indonesia, berdasarkan survei tersebut di atas, terdapat
1,465 orang penderita hemofilia A, 194 orang penderita hemofilia B dan 295
orang penderita hemofilia yang belum ditentukan jenisnya. (4)

3
2.3 Etiologi Hemofilia

Hemofilia terjadi karena adanya mutasi atau penggantian pada satu gen
yang bertanggungjawab mengahasilkan protein faktor pembekuan yang
diperlukan untuk membentuk bekuan darah. Gen tersebut terletak pada kromosom
X. Laki-laki mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y (XY) sedangkan
wanita mempunyai dua kromosom X (XX). Laki-laki mendapatkan kromosom X
dari ibu dan mendapatkan kromosom Y dari ayah pasien. Sedangkan perempuan
mendapatkan kromosom X satu dari ayah dan satu dari ibu.(5)

Kromosom X mempunyai banyak jenis gen yang tidak dimiliki kromosom


Y. Laki-laki memiliki satu kromosom X sedangkan perempuan memiliki dua
kromosom X sehingga jika terdapat masalah pada satu-satunya kromosom X
(pada laki-laki) khusunya pada gen yang mengatur faktor VIII dan IX maka dapat
terjadi hemofilia. (5)

Hemofilia A dan B keduanya merupakan kelainan X-linked recessive.


Kedua gen yang mengatur faktor VIII dan IX berada pada kromosom X. Gen
faktor VIII terletak dekat ujung lengan panjang kromosom X (regio Xq28). Gen
ini sangat besar dan terdiri dari 26 ekson, sehingga resiko untuk terjadinya
hemofilia A lebih banyak. Protein faktor VII disintesis di hati dan sel endotel.
Gangguan pada gen tersebut dapat berupa delesi, insersi, dan inversi kromosom
sehingga kadar faktor VIII didalam plasma rendah.(6) . Faktor IX disandi oleh gen
yang terletak dengan gen untuk faktor VIII hampir di ujung lengan kromosom X
di Xq26. Sintesisnya, seperti sintesis protrombin, faktor VII, faktor X, dan protein
C, bergantung pada vitamin K. (6)

Pada perempuan, gangguan pada satu kromosom X tersebut tidak


menghasilkan penyakit hemofilia kecuali jika kedua kromosom X mempunyai
masalah. Namun pada wanita dengan gangguan pada satu kromosom jumlah dari
faktor pembekuan mungkin menurun dan mempunyai risiko perdarahan
berlebihan jika terkena trauma.(5)

Perempuan yang mengalami gangguan pada satu kromosom disebut


“carrier” hemofilia. Wanita yang mengalami “carrier” hemofilia dapat

4
menurunkan kromosom X yang bermasalah tersebut kepada anak-anaknya.
Namun wanita yang “carrier” bisa saja memiliki anak yang tidak mengalami
hemofilia karena masih mempunyai presentasi memiliki anak yang normal.(5)

Gambar 2.1

Gambar Kromosom X(5)

2.3.1 Cara Hemofilia Diturunkan

Hemofilia merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, sehingga


dalam melakukan diagnosa secara tidak langsung terhadap penderita hemofilia
maupun carrier dapat menggunakan bagan silsilah keluarga (pedigree).

Berikut ini terdapat beberapa contoh bagaimana gen hemofilia dapat


diturunkan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa hampir sepertiga pasien tidak
memiliki riwayat hemofilia dalam keluarga dan terjadi karena mutasi baru.(6)

1. Pada contoh ini, didapatkan ibu carrier gen hemofilia dan ayah tidak
memiliki hemofilia.
o Terdapat kemungkinan sebesar 50% tiap anak laki-laki mengalami
hemofilia
o Terdapat kemungkinan sebesar 50% tiap anak perempuan membawa
gen carrier hemofilia. (7)

5
Gambar 2.2
Gambar Penurunan hemofilia dari ibu carrier gen hemofilia dan ayah
tidak memiliki hemofilia(7)

2. Pada contoh berikutnya, ayah menderita hemofilia dan ibu tidak


membawa gen carrier hemofilia.
o Semua anak perempuan dapat menjadi carrier hemophilia
o Tidak ada anak laki-laki yang mengalami hemofilia. (7)

Gambar 2.3

Gambar Penurunan hemofilia dari ibu tanpa hemofilia dan ayah dengan
hemofilia(7)

3. Pada contoh berikut, ayah tidak mengalami hemofilia dan ibu bukan
merupakan carrier gen hemofilia.
o Tidak ada anak (laki-laki maupun perempuan) yang
memiliki/membawa gen hemofilia. (7)

6
Gambar 2.4
Gambar Penurunan hemofilia dari ibu tidak memiliki hemofilia dan
ayah tidak memiliki hemofilia(7)

2.4 Klasifikasi Hemofilia

Hemofilia diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahannya. Klasifikasi


derajat hemofilia bergantung jumlah jenis faktor pembekuan VIII atau faktor IX
dalam plasma. Pada keadaan normal kadar kedua faktor tersebut diantara 50 - 150
U/dl atau 50 – 150 %. Seseorang dengan hemofilia akan memiliki tingkat keparahan
yang sama dalam hidupnya, begitu pula dalam anggota keluarga yang sama akan
memiliki derajat keparahan hemofilia yang sama.(8) Hemofilia berat dikatakan jika
kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%, sedangkan bila kadarnya diantara 1 – 5
% dikatakan hemofilia sedang dan jika kadarnya 5 – 30 % maka dikatakan
hemofilia ringan.(1)
Pasien dengan hemofilia berat dapat mengalami perdarahan spontan atau
perdarahan akibat trauma ringan. Pada hemofilia sedang biasanya perdarahan
terjadi jika terkena trauma yang lebih berat sedangkan pada hemofilia ringan
perdarahan terjadi saat seperti cabut gigi atau sirkumsisi.(1)
Aktivitas Faktor koagulsai (Persentase
dari normal)
<1 Penyakit parah
Perdarahan spontan yang sering di
sendi, otot, organ dalam sejak usia dini

7
Deformitas sendi dan lumpuh jika tidak
dicegah atau diobat dengan memadai
1-5 Penyakit sedang
Perdarahan setelah trauma minor
Kadang perdarahan spontan
>5 Penyakit ringan
Perdarahan hanya setelah trauma
signifikan, operasi

Tabel 2.1
Korelasi aktivitas factor koagulasi dan keparahan penyakit pada hemophilia
A dan B (6)

2.5 Patofisiologi Hemofilia

Hemofilia diturunkan secara sex linked, yaitu X-linked recessive. Gen untuk
faktor VIII dan IX terletak pada ujung lengan panjang (q) kromosom X. Oleh karena
itu, perempuan sebagai pembawa sifat (carrier) sedangkan laki-laki biasanya
menjadi penderita. Perempuan pembawa sifat hemofilia yang menikah dengan laki-
laki normal dapat menurunkan satu atau lebih anak lelaki penderita hemofilia atau
satu atau lebih anak perempuan pembawa sifat. Sedangkan laki-laki penderita
hemofilia yang menikah dengan perempuan normal akan menurunkan anak lelaki
yang normal atau anak perempuan pembawa sifat.(1)
Ketika endotelium vaskular mengalami cedera, proses hemostatik akan
memulai kaskade koagulasi untuk mengembalikan integritas vaskular dan
mencegah perdarahan lebih lanjut. Aktivasi trombosit yang terjadi di tempat
rupturnya vaskular akan merangsang faktor pembekuan dan pembentukan fibrin
yang menghasilkan sumbat platelet-fibrin untuk menghambat perdarahan lebih
lanjut.(9)
Faktor VIII adalah protein yang diproduksi oleh hepar, faktor tersebut
merupakan faktor major yang berfungsi pada jalur intrinsic pada cascase
pembekuan darah. Faktor tersebut juga berfungsi esenisal untuk mengaktivasi
faktor X yang berfungsi mengubah prothrombin menjadi thrombin dan

8
pembentukan fibrin untuk menghambat perdarahan lebih lanjut. Faktor VIII terikat
dengan faktor von Willebrand untuk melindunginya dari degradasi proteolitik.(9)
Perdarahan pada hemofilia disebabkan oleh stabilisasi fibrin yang cacat akibat
pembentukan fibrin yang tidak adekuat yang menyebabkan kegagalan hemostasis
sekunder. Kurangnya trombin dalam kaskade koagulasi menghasilkan kelangkaan
fibrin. Tanpa koagulasi yang adekuat dan formasi pembekuan darah yang tidak
adekuat maka hemostasis tidak dapat tercapai dengan baik.(10)
Seperti halnya faktor VIII, faktor IX juga disintesis oleh hepar dan
produksinya bergantung pada vitamin K. Faktor IX berpartisipasi dalam fase
intermediate jalur koagulasi darah. Dalam kompleks dengan faktor VIIIa pada
permukaan membran, faktor IXa kemudian mengaktifkan faktor X, dan kemudian
dapat mengbah prothrombin menjadi thrombin.(11)

Gambar 2.5
Gambar kaskade koagulasi (6)
2.6 Diagnosis Hemofilia

Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran


klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan
atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah
pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri dari hitung trombosit, uji
pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time/masa protrombin plasma),

9
APTT (activated partial thromboplastin time/masa tromboplastin parsial
teraktivasi), dan TT (thrombin time/masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan
dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemeriksaan hemostasis lain dalam batas
normal.(12)

2.7 Manifestasi Klinis


Secara klinis tanda dan gejala hemofilia A dan B sulit dibedakan kecuali
dengan pemeriksaan laboratorium khusus. Perdarahan yang umum dijumpai pada
hemofilia adalah hematoma yang dapat berupa kebiruan pada kulit, pada berbagai
bagian tubuh dan perdarahan pada sendi (hemarthrosis) atau perdarahan yang sukar
berhenti.(1)
Untuk memudahkan diagnosis terdapat beberapa kriteria hemofilia, yaitu :
 Kecenderungan terjadi perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan,
atau timbulnya kebiruan atau hematoma setelah trauma ringan atau terjadinya
hemarthrosis
 Riwayat keluarga
 Masa pembekuan memanjang
 Masa prothrombin normal, masa tromboplastin parsial memanjang
 Masa pembekuan tromboplastin (thromboplastin generation test) abnormal(1)
Tanda yang sering terjadi pada hemofilia:
 Perdarahan di dalam sendi. Hal ini menyebabkan bengkak dan nyeri/rasa kaku
pada sendi. Biasanya terjadi pada lutut, siku, dan pergelangan kaki
 Perdarahan pada kulit (tampak sebagai ekimosis) atau perdarahan otot dan
jaringan ikat yang menyebabkan terkumpulnya darah (hematoma)
 Perdarahan pada mulut dan gusi, perdarahan yang sulit diberhentikan setelah gigi
tanggal/lepas
 Perdarahan setelah sirkumsisi
 Perdarahan setelah injeksi obat atau vaksinasi
 Perdarahan pada kepala bayi setelah terjadi persalinan yang sulit
 Darah pada urin atau feses
 Sering mengalami epistaksis yang sulit berhenti(5)

10
Manifestasi klinis perdarahan yang terjadi pada hemofilia tergantung pada
konsentrasi faktor VIII atau faktor IX didalam plasma. Pasien dengan hemofilia
berat biasanya mengalami perdarahan spontan. Perdarahan spontan dapat terjadi
di sendi, otot, sistem saraf pusat, kepala dan leher, dan sistem pencernaan. Pasien
dengan hemofilia berat juga dapat mengalami perdarahan masif setelah trauma
minor, operasi, atau setelah pemberian vaksin intramuskular. Pada hemofilia
ringan ataupun sedang seringkali tidak terdiagosa hingga remaja atau dewasa
karena tidak ada tanda yang jelas kecuali mungkin dapat mengalami perdarahan
masif setelah prosedur gigi, kecelakaan atau operasi seperti sikumsisi.(13)

Perdarahan Sendi (Hemartrosis)


Sendi yang sering mengalami perdarahan ialah sendi ankle, siku ataupun
lutut. Hemartrosis merupakan tanda tersering adanya perdarahan interna pada
penderita hemofilia. Perdarahan tersebut dapat terjadi tanpa didahului trauma.
Tidak jelas diketahui mengapa predileksi perdarahan pada hemofilia terjadi di
sendi, namun diperkirakan bahwa rendahnya kadar tissue factor (TF) didalam
jaringan sinovial.(14)
Pada awalnya perdarahan menyebabkan reaksi inflamasi terhadap sendi
dan rasa kaku pada sendi dan tanpa menyebabkan nyeri atau perdarahan yang
jelas. Kemudian sendi membengkak, teraba panas, dan nyeri saat difleksikan.
Inflamasi yang terjadi pada sendi dapat menyebabkan sinovitis proliferatif kronis
dan peningkatan vaskular di jaringan sinovium sehingga memiliki kecenderungan
untuk terjadinya perdarahan lebih lanjut. (6)
Pada pasien balita, hemartrosis dapat ditandai dengan keadaan iritabel dan
tidak menggerakan sendinya. Gejala hemartrosis yang muncul pada anak dan
remaja dapat berupa perasaan tingling pada sendi yang mengalami perdarahan.
Pasien dengan hemofilia sedang biasanya tidak merasakan adanya perdarahan di
sendi, mungkin hanya mengeluhkan rasa terkilir. Hemartrosis yang berulang jika
tidak ditangani secara adekuat dapat menyebabkan deformitas dan disabilitas
sendi yang progresif.(10, 14)

11
Perdarahan pada Otot
Perdarahan pada otot dapat terjadi pada bagian otot manapun. Biasanya
perdarahan ini terjadi akibat trauma langsung atau peregangan mendadak pada
otot. Perdarahan otot secara dapat dikenali dengan pemeriksaan radiologi maupun
gejala klinis berupa nyeri dengan atau tanpa bengkak dan gangguan fungsi.
Perdarahan otot dapat terjadi pada otot superfisial seperti otot biceps brachii,
triceps, gastrocnemius, quadriceps, dan gluteus. Tekanan lokal dapat
menyebabkan neuropati akibat jepitan, seperti neuropati nervus femoralis akibat
perdarahan pada iliopsoas, akan menyebabkan gejala trias berupa, nyeri di
pangkal paha, nyeri saat fleksi pinggul dan kehilangan sensori kulit ditempat
distribusi saraf femoralis. Apabila terjadi perdarahan di betis, lengan bawah atau
otot peroneus dapat menyebabkan nekrosis iskemik hingga kontraktur.(6,14)
Langkah yang harus dilakukan secepatnya adalah meningkatkan kadar
factor yang kurang. Idealnya lakukan terapi saat pasien mengalami gejala pertama
berupa rasa tidak nyaman pada bagian tertentu setelah terjadi trauma. Istirahatkan
dan tinggikan bagian yang mengalami trauma. Lakukan splint pada otot dan
fiksasi pada posisi nyaman dimana nyeri yang dirasakan minimal. Serta lakukan
kompres es selama 15-20 menit tiap 4-6 jam untuk mengurangi nyeri. Infus faktor
ulang mungkin diperlukan selama 2-3 hari atau lebih pada pasien yang sampai
mengalami sindrom kompartemen. Jika hal ini terjadi maka pasien juga perlu di
rehabilitasi.(6)

Perdarahan pada Otak


Perdarahan interna pada otak merupakan komplikasi serius pada
hemofilia. Hal tersebut dapat terjadi setelah trauma sederahana ataupun trauma
yang lebih serius. Tanda dan gejala perdarahan pada otak:
 Sakit kepala yang berjalan lama dan sangat nyeri atau nyeri dan kaku pada leher
 Muntah berulang
 Rasa mengantuk yang berlebihan
 Lemas pada anggota gerak yang terjadi mendadak
 Diplopia
 Kejang(6)

12
Tabel 2.2
Manifestasi perdarahan dan perbedaan keparahan hemophilia A dan B (13)

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pada umumnya hasil pemeriksaan darah rutin maupun hemostasis sederhana


pada hemofilia A dan B sama. Pemeriksaan darah rutin biasanya normal sedangkan
masa pembekuan, masa tromboplastin parsial teraktifkan memanjang dan masa
pembentukan tromboplastin abnormal. Sedangkan masa perdarahan dan masa
prothrombin umumnya normal. Pada hemofilia ringan, kadar APTT dapat sedikit
memanjang atau berada di batas atas, terutama jika kadar faktor VIII 20% atau lebih
dari normal. Diagnosis pasti ialah dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk
hemofilia A dan kadar faktor IX untuk hemofilia B.(1)

13
Kadar faktor VIII diukur menggunakan pemeriksaan immunologi assays,
untuk mendeteksi abnormalitas faktor VIII. Jika kadar antigen faktor VIII normal
namun aktivitas pembekuan menurun, maka pasien memiliki disfungsi molekul
faktor VIII.

Diagnosis molekuler berupa pemeriksaan petanda gen hemofilia pada


kromosom X dapat lebih memastikan diagnosis. Pemeriksaan ini juga dapat
dilakukan untuk mendiagnosis saat antenatal.(1)

Tabel 2.3

Temuan klinis dan laboratorium pada hemophilia A, hemophilia B, dan Von


Willebrand Disease (6)

2.8 Penatalaksanaan Hemofilia


Pengobatan penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif.
Selain penggantian faktor pembekuan, edukasi bagi penderita dan keluarga juga
diperlukan. Langkah pertama apabila terjadi perdarahan akut adalah melakukan
tindakan immobilisasi, kompres es, penekanan atau pembebatan dan meninggikan
daerah perdarahan. Langkah tersebut harus segera dilakukan terutama bila pusat

14
pengobatan jauh. Selanjutnya dalam waktu 2 jam setelah perdarahan pasien harus
mendapatkan faktor pembekuan yang diperlukan.(1)

Gambar 2.7
Poster pertolongan pertama RICE (16)
A. Jenis Terapi Lainnya
a. Desmopressin
Desmopressin atau 1-deamino-8-D-arginine vasopresin (DDAVP)
merupakan hormon artifisial yang ditujukan untuk terapi hemofilia A
derajat ringan. Obat ini tidak digunakan untuk terapi hemofilia B atau
hemofilia A derajat berat. Walaupun mekanisme kerja dari terapi
hemofilia tidak diketehui dengan jelas, namun pemberian desmopressin
didapatkan dapat meningkatkan kadar plasma faktor VIII dan faktor von

15
Willebrand dengan cara meningkatkan simpanan faktor pada endotel
vaskular. Desmopressin bekerja pada reseptor V2 di endotel vaskular dan
menstimulasi eksositosis badan Weibel-palade yang mengandung VWF
dan di beberapa jaringan FVIII. Desmopressin meningkatkan faktor VIII
sebanyak 3-5 kali dari faktor VIII dalam keadaan basal. Faktor von
Willebrand dapat mengikat faktor VIII dan menyebabkan faktor VIII
bertahan lebih lama di pembuluh darah.(10,15)
Dosis desmopressin sebesar 0,3 mcg/kg subkutan atau intravena
dalam 30 NS selama 30 menit. Desmopressin juga dapat diberikan dengan
sediaan nasal spray dengan dosis 150 mcg/1 spray/lubang hidung untuk
berat badan 50 kg. DDAVP diberikan secara injeksi atau dengan nasal
spray. Desmopressin intravena mencapai kadar puncak dalam waktu 30-
60 menit dan 90-120 menit jika diberikan secara subkutan atau intranasal.
Kontraindikasi penggunaan desmopresin adalah riwayat kejang dan gagal
jantung kongestif. Efek samping dari desmopressin adalah sakit kepala
dan flushing. Efek samping yang lebih serius dapat terjadi berupa retensi
cairan, hiponatremi dan kejang. Pemberian obat ini biasanya diberikan
sebelum prosedur gigi dan sebelum melakukan jenis olahraga. Hal tersebut
bertujuan untuk mencegah dan mengurahi perdarahan.(10,15)
b. Antifibrinolitik
Terdapat 2 jenis antifibrinolitik yang digunakan sebagai terapi
hemofilia, yaitu asam trankesamat dana asam amino kaproat. Obat ini
menstabilkan bekuan fibrin dengan cara menginhibisi plasminogen.
Antifibrinolitik tidak mencegah terjadi perdarahan namun efektif sebagai
terapi tambahan khususnya pada pasien dengan perdarahan mukosa
seperti epistaksis atau pasien yang akan melakukan prosedur dentis.
Terapi antifibrinolitik (asam traneksamat dan asam epsilon
aminokaproat) dapat digunakan sebagai terapi pengganti.(18) Pada
hemofilia derajat ringan, penggunaan terapi pengganti tidak terlalu berarti.
Terkadang DDAVP diberikan untuk meningkatkan kadar faktor VIII.
Sedangkan pada hemofilia derajat sedang perlu diberikan terapi pengganti
saat terjadi perdarahan atau untuk mencegah terjadinya perdarahan saat

16
mengikuti aktivitas tertentu. DDVAP dapat diberikan sebelum melakukan
prosedur medis kecil atau melakukan aktivitas yang meningkatkan risiko
perdarahan. Pada hemofilia berat, pasein sering mendapatkan terapi
pengganti untuk mencegah perdarahan yang dapat merusak sendi, otot dan
lain-lain. Pemberian terapi tersebut diberikan 2-3 kali/minggu secara
mandiri.(18) Dosis asam kaproat pada dewasa 5 gram dan dilanjutkan 1
gram tiap 8 jam sampai perdarahan berhenti. Dosis pada anak sebesar 50-
100 mg/kg (maksimum 5 g) tiap 6-8 jam. Asam traneksamat lebih efektif
daripada asam kaproat dalam menginhibisi reseptor yang mengikat
activator plasminogen.
Antifibrinolitik tidak boleh diberikan pada pasien dengan
perdarahan ginjal karena dapat meningkatkan risiko nefropati obstruktif.
Dosis asam traneksamat 3-4 gram/hari dibagi 2 dosis selama 5-10 hari.
Pada anak-anak dosis asam traneksamat 15-25 mg/kg, 3 kali sehari.
Secara garis besar terapi hemofilia harus dilakukan secara
komphrensif. Terapi yang dilakukan berupa nonfarmakologi dan
farmakologi. Terapi nonfarmakologi merupakan terapi suportif berupa
melakukan tidakan RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) yang sangat
penting dilakukan saat terjadi perdarahan otot atau sendi. Selain hal
tersebut dapat dilakukan splints, casts, atau penggunaan tongkat untuk
mengistirahatkan otot atau sendi yang terganggu. Kompres air dilakukan
selama 20 menit tiap 4-6 jam. Setelah nyeri dan bengkak hilang maka
dapat dilakukan fisioterapi untuk memelihara fungsi sendi dan otot.(17)

2.10 Pencegahan Hemofilia


Profilaksis diberikan pada pasien dengan hemofilia berat untuk mencegah
terjadinya perdarahan, menurunkan insidensi hemartrosis dan destruksi sendi agar
fungsi muskuloskeletal normal.(13) WHO dan the World Federation of Hemophilia
merekomendasikan pemberian profilaksis primer bagi penderita hemofilia dimulai
pada usia 1-2 tahun dan dilanjutkan hingga usia 20 tahun. Regimen profilaksis
primer pada hemofilia A ialah infus FVIII 20-40 IU/kgBB 3x/minggu, sedangkan
pada hemofilia B infus FIX 20-40 IU/kgBB 2x/minggu.(15)

17
Tabel 2.4

Tindakan preventif yang disarankan adalah “Do the 5” menurut National


Hemophilia Foundation’s National Prevention Program.

Do the 5, berupa:

1. Kontrol rutin

2. Lakukan vaksinasi hepatitis A dan B

3. Terapi perdarahan secepat dan sebaik mungkin

4. Olahraga dan pertahankan berat badan ideal untuk memelihara kesehatan sendi

5. Lakukan kultur darah rutin untuk deteksi dini infeksi via transfuse(5)

Selain hal tersebut terdapat dua jenis profilaksis lainnya sebagai tindakan
preventif, yaitu profilaksis primer dan sekunder. Profilaksis primer didapatkan
menyebabkan kehidupan anak dengan hemofilia berat lebih baik, kejadian
perdarahan akut lebih jarang, dan komplikasi orthopedic lebih sedikit. Jika
profilaksis primer dilakukan pada awal usia dan dilakukan secara kontinu maka
profilaksis primer dapat mencegah arthropati pada hemofili.(5)

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hemofilia adalah penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat herediter


akibat kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B) akibat
mutasi gen pada kromosom X. Gangguan pada gen tersebut dapat berupa delesi, insersi,
dan inversi kromosom sehingga kadar faktor VIII atau IX didalam plasma rendah. Hal ini
menyebabkan pada laki-laki gangguan kromosom X menghasilkan penyakin hemofilia
(X-linked recessive).
Prevalensi hemofilia di dunia terjadi sebanyak 400.000 penderita. Di Indonesia,
terdapat 1,465 orang penderita hemofilia A, 194 orang penderita hemofilia B. . Hemofilia
A merupakan bentuk yang paling banyak dijumpai, yaitu sebanyak 80-85% dengan angka
kejadian sekitar 30- 100/10 juta dari populasi dunia sedangkan hemofilia B sebanyak 10-
15%.
Hemofilia mempunyai 3 derajat klasifikasi, yaitu derajat ringan, sedang, dan
berat. Tatalaksana utama dari penyakit hemofilia adalah memberikan atau transfusi faktor
pembekuan sesuai jenis hemofilia pada pasien. Diagnosis hemofilia dapat ditegakkan
dengan anamnesis berupa kecenderungan terjadi perdarahan yang sukar berhenti dan
perdarahan di beberapa bagian tubuh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
berupa pemanjangan activated partial thromboplastin time (APTT). Diagnosis pasti ialah
dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk hemofilia A dan kadar faktor IX untuk
hemofilia B serta diagnosis molekuler berupa pemeriksaan petanda gen hemofilia pada
kromosom X.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Gatot D, Moeslichan S. Hemofilia. Dalam: Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar

Hematologi dan Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012. 174

2. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia. Mengenal Hemofilia,


Hari Hemofilia Sedunia [internet]. Pusdatin. 2015. Available from
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/view/15042000001/hari-
hemofiliasedunia.html

3. Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam : Soeparman dkk.


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. 452-9.

4. World Federation of Hemophilia. 2017. Report on the Annual Global Survey 2016.
Canada: 28-35.

5. Center for Disease Control and Prevention. Basic about hemophilia [internet].
CDC.2018. Available from https://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/facts.html

6. Hoffbrand AV, Moss PA. Kapita Selekta Hematologi ed 6. Jakarta: EGC; 2013. 3227.7.
Center for Disease Control and Prevention. How Hemophilia is Inherited [internet].
CDC.2018. Available from https://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-
pattern.html

8. Haemophilia foundation Australia. Booklet of Haemophilia. Australia: 2013; 4.

9. Salen P, Babiker HM. Hemophilia A. StatPearls Publishing LLC. NCBI: 2018

10. Daniel Dinneen. Hemophilia A: Pathophysiology and Treatment Strategies. 2014.


Otterbein University, Westerville, Ohio.

11. Hoffman R, Benz EJ, Shattil SJ et al. Hematology: Basic Principlas and Practice, 4th
ed. Phildelphia: Elsevier; 2005. 115.

12. Setiabudy R. Diagnosis Hemofilia secara laboratorik. Bagian Patologi Klinik FKUI-
RSCM Jakarta. Dalam Simposium Diagnosis dan Penatalaksanaan Hemofilia.
FKUI Jakarta; 2002.

13. Arceci RJ, Hann IM, Smith OP. Pediatric Hematology, ed 3. Massachusetts, USA:
Blackwell Publishing; 2006. 586.32

20
14. Hoffbrand AV, Higgs DR, Keeling DM, Mehta AB. Postgraduate Haematology, ed
7. UK: Wiley Blackwell; 2016. 716.

15. Christine AL, Berntorp EE, Hoots WK. Textbook of Hemophilia. Australia:
Blackwell Publishing; 2005. 251-4.

16. Indonesian Hemophilia Society. Poster Pertolongan Pertama (RICE). Diakses dari

http://hemofilia.or.id/tentang-hemofilia/perawatan-hemofilia/

17. World Federation of Hemophilia. Guideline for The Management of Hemophilia, 2nd

Edition. Blackwell Publishing Ltd., 2012

18. Hemophilia. National Heart and Lung, and Blood Institute. Diakses dari
https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/hemophilia

21

Anda mungkin juga menyukai