Anda di halaman 1dari 28

Referat

HEMOFILIA

Oleh:
Reynaldy Adtrys Solafide Walukow

Masa KKM
20 Juni – 28 Agustus 2022

Supervisor pembimbing:

dr. Muhammad Rahimi Bahar, Sp.A

Residen Pembimbing

dr. Ivan Halim

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2022
Referat

HEMOFILIA

Telah dikoreksi, disetujui, dan dibacakan pada tanggal Agustus 2022

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Muhammad Rahimi Bahar, Sp.A

Residen Pembimbing

dr. Ivan Halim


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 2

A. Definisi.................................................................................................. 2

B. Klasifikasi............................................................................................. 2

C. Epidemiologi......................................................................................... 3

D. Patofisiologi.......................................................................................... 3

E. Manifestasi Klinis................................................................................. 5

F. Diagnosis Hemofilia............................................................................. 6

G. Tatalaksana........................................................................................... 7

H. Komplikasi............................................................................................ 10

I. Prognosis…………………………………………………………….. 11

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN

Hemofilia adalah gangguan koagulasi monogenik X-linked yang dihasilkan dari

defisiensi faktor koagulasi dalam kaskade koagulasi intrinsik.1 Definisi Hemofilia

berdasarkan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI adalah penyakit perdarahan

akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (hereciter) secara sex-linked

recessive pada kromosom X (Xh).2 Menurut WFH Guidelines for the Management of

Hemophilia, Hemofilia didefenisikan sebagai kelainan perdarahan kongenital X-linked

langka yang ditandai dengan defisiensi faktor koagulasi VIII (FVIII) yang disebut

hemofilia A, atau faktor IX (FIX) yang disebut hemofilia B. Defisiensi faktor tersebut

merupakan hasil dari varian patogen dalam darah yaitu gen faktor pembekuan F8 dan F9.

Hemofilia A jauh lebih umum daripada hemofilia B.C

Hemofilia A diperkirakan mencapai 80%-85% dari semua kasus hemofilia;

hemofilia B diperkirakan mencapai 15% -20% dari semua kasus. Hemofilia biasanya

hanya menyerang laki-laki yang mewarisi kromosom X ibu yang terkena. Wanita dengan

hemofilia (FVIII atau FIX <40 IU/dL) jarang terjadi. Seorang wanita dengan satu

kromosom X yang terkena disebut pembawa hemofilia. Perkiraan prevalensi saat lahir

adalah 24,6 kasus per 100.000 laki-laki untuk semua tingkat keparahan hemofilia A (9,5

kasus untuk hemofilia A berat) dan 5,0 kasus per 100.000 laki-laki untuk semua tingkat

keparahan hemofilia B (1,5 kasus untuk hemofilia B berat). 3 Riwayat gejala hemofilia

yaitu perdarahan "spontan" (perdarahan tanpa alasan yang jelas/diketahui), terutama pada

sendi, otot, dan jaringan lunak; perdarahan berlebihan setelah trauma atau pembedahan.4
Diagnosis hemofilia didasarkan pada tiga prinsip berikut: memahami gambaran

klinis hemofilia dan ketepatan diagnosis klinis; menggunakan tes skrining seperti waktu

protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) atau tes fungsi

trombosit untuk mengidentifikasi penyebab potensial perdarahan (dengan mengingat

bahwa hasil tes skrining normal tidak mengecualikan kemungkinan relevan secara klinis

gangguan perdarahan yang hadir); dan mengkonfirmasikan diagnosis dengan uji faktor

dan investigasi spesifik lainnya yang sesuai.5

Total populasi hemofilia yang sebanyak 80-85%, hemofilia A adalah kelainan

perdarahan kongenital terkait-X melibatkan defisiensi faktor koagulasi VIII (FVIII).

Individu dengan tingkat ringan (kadar FVIII 5–40 IU/dL atau 5 hingga <40% dari

normal) atau sedang (1-5 IU/dL, 1–5% dari normal) kebanyakan mengalami perdarahan

dengan trauma atau pembedahan, sedangkan mereka dengan hemofilia berat (<1 IU/dL,

<1% normal) lebih mungkin mengalami perdarahan spontan tanpa tantangan hemostatik

yang dapat diidentifikasi, sebagian besar umumnya di sendi (perkiraan frekuensi 70-

80%). Pendarahan berulang ke dalam sendi dapat menyebabkan ireversibel artropati

hemofilik yang menyebabkan nyeri kronis serta dapat mengakibatkan kecacatan

berikutnya. Oleh karena itu, pencegahan perdarahan menjadi hal yang penting dalam

perawatan hemofilia, profilaksis intravena (IV) terapi penggantian dengan rekombinan

atau turunan plasma dengan produk FVIII adalah pendekatan andalan saat ini untuk

mengelola hemofilia A.6


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hemofilia adalah sekelompok kelainan perdarahan yang relatif jarang yang

diturunkan melalui orang tua (ibu carrier), selalu dalam bentuk X-linked. Defisiensi

herediter ini membuat ketidakmampuan menghasilkan trombin yang cukup dalam jalur

intrinsik kaskade koagulasi, yang mengakibatkan perdarahan. Hemofilia dibagi lagi

menjadi hemofilia A, yang merupakan defisiensi faktor pembekuan VIII, dan hemofilia

B, atau Christmas disease, yang merupakan defisiensi faktor pembekuan IX.7

B. Klasifikasi

Klasifikasi hemofilia yang paling umum didasarkan pada tingkat prokoagulan

yang bersirkulasi. Pada hemofilia berat, terdapat kurang dari 1% faktor pembekuan

sirkulasi normal (<0,01 IU ml-1). Hemofilia sedang didiagnosis ketika ada 1-5% faktor

pembekuan sirkulasi normal (0,01 hingga 0,05 IU ml -1). Untuk hemofilia ringan, faktor

pembekuan yang bersirkulasi lebih besar dari 5%, tetapi kurang dari 40% dari normal

(>0,05 hingga <0,40 IU ml-1).7

Berdasarkan etiologinya, hemophilia diklasifikasikan menjadi hemofilia A

(defisiensi faktor VIII), hemofilia B (defisiensi faktor IX), dan hemophilia C (defisiensi

faktor XI, jarang). Hemofilia A lebih sering terjadi, terjadi pada 1:5000 kelahiran laki-

laki, sedangkan hemofilia B terjadi pada 1:30.000 kelahiran laki-laki. Hemofilia

ditemukan di semua kelompok etnis; tidak ada predileksi geografis atau ras. Meskipun

mudah memar dan perdarahan mukosa yang berlebihan mungkin merupakan tanda
pertama hemofilia, perdarahan jaringan lunak yang parah dan hemarthrosis adalah gejala

perdarahan klasik. Karena ada 3 subtipe (yang berbeda dalam tingkat keparahan dan

keturunan), gejala klinis bervariasi dari perdarahan mukosa ringan hingga hemarthrosis.8

C. Epidemiologi

Hemofilia terjadi di seluruh dunia dan terjadi pada semua kelompok ras dan sosial

ekonomi. Insiden hemophilia A dan hemophilia B adalah sekitar 15-20 per 100.000 laki-

laki yang lahir di seluruh dunia. Hemofilia A juga dikenal sebagai 'hemofilia klasik' dan

terjadi 1 dari 10.000 kelahiran laki-laki. Hemofilia B juga dikenal sebagai 'Christmas

disease' terjadi pada sekitar 1 dari 25.000 kelahiran laki-laki. Menurut Laporan survey

global tahunan 2014, oleh World Federation of Haemophilia (WFH) dengan 106 negara

yang berpartisipasi, jumlah total hemofilia adalah 178.500 di mana 143.523 adalah

hemofilia A dan 24.038 adalah hemophilia B. Jumlah pasien hemofilia A dan hemofilia B

dengan inhibitor yang diidentifikasi secara klinis adalah 5.013 & 363. Sedangkan,

hemofilia C jauh lebih jarang, yaitu 1 per 100.000 kelahiran hidup anak laki-laki. Namun,

angka-angka ini lebih rendah daripada yang sebenarnya. Karena menurut perkiraan WFH,

dengan prevalensi hemofilia A dan hemofilia B 135 per juta anak laki-laki (penduduk

dunia 6 miliar), akan ada 399.000 hemofilia di seluruh dunia. Jadi sebagian besar pasien

tetap tidak terdiagnosis dan memang benar bahwa kebanyakan dari mereka tinggal di

negara berkembang.7,9

D. Patofisiologi

Hemofilia A dan hemofilia B ditransmisikan dengan cara X-linked resesif. Gen

untuk hemophilia A dan hemophilia B masing-masing terletak di ujung lengan panjang

kromosom X di pita Xq28 & Xq27. Jadi ada kemungkinan 50% bahwa anak laki-laki dari
perempuan carrier akan mewarisi kelainan tersebut. Laki-laki dengan hemofilia tidak

akan mewarisi penyakit ini kepada putranya tetapi semua putrinya akan menjadi carrier.

Hemofilia A dapat dihasilkan dari banyak kesalahan genetik seperti berbagai macam

mutasi titik, penghapusan gen, kelainan kodon stop, mutasi frame shift dan mutasi

inversi.10

Proses pembentukan bekuan darah melibatkan aktivasi dua jalur, jalur ekstrinsik

atau faktor jaringan (TF) dan jalur intrinsik atau kontak. Kedua jalur tersebut terdiri dari

serangkaian peristiwa aktivasi enzim kaskade yang mengarah pada pembentukan dan

stabilisasi bekuan darah dengan ikatan silang monomer fibrin dan aktivasi trombosit.

Jalur ekstrinsik dipicu oleh gangguan pada endotel dan paparan faktor jaringan (TF) di

subendotel. Faktor jaringan kemudian mengikat faktor VIIa yang teraktivasi membentuk

kompleks, yang masing-masing mengaktivasi faktor IX dan X menjadi IXa dan Xa. Jalur

intrinsik menjadi aktif ketika faktor XII, prekallikrein, dan kininogen dengan berat

molekul tinggi dalam darah terpapar pada permukaan buatan. Faktor XII mengalami

perubahan konformasi yang menghasilkan generasi kecil faktor XIIa, yang mengaktifkan

PK menjadi kalikrein dengan aktivasi timbal balik faktor XII menjadi XIIa. Generasi

yang dihasilkan dari faktor XIIa mengaktifkan faktor XI menjadi faktor XIa, yang

mengubah faktor IX menjadi faktor IXa. Kedua jalur bertemu pada produksi faktor Xa.

Faktor Xa mengubah protrombin (faktor II) menjadi trombin (faktor IIa).11,12

Perdarahan terjadi pada hemofilia karena kegagalan hemostasis sekunder.

Hemostasis primer adalah pembentukan sumbat trombosit yang terjadi secara normal

tetapi stabilisasi fibrin terganggu karena jumlah fibrin yang dihasilkan tidak mencukupi.
Faktor VIII dan IX diketahui sebagai pusat proses pembekuan darah dan untuk

pembentukan trombin yang memadai.13

E. Manifestasi Klinis

Hemofilia A dan hemofilia B sulit dibedakan dari sudut pandang klinis.

Penggantian konsentrasi hemostatik dari faktor defisiensi adalah pengobatan utama untuk

episode perdarahan, sesuai dengan jenis dan tingkat keparahan perdarahan dan sampai

gejala hilang sepenuhnya. Pasien dengan hemophilia berat biasanya terdiagnosa langsung

setelah lahir. Gejala dari kondisi ini dapat berupa cephalhematoma yang sangat besar atau

perdarahan hebat setelah dilakukan tindakan pembedahan minor. Pasien dengan gejala

yang lebih ringan biasanya terdiagnosa lebih lama. Gejala yang dapat timbul berupa nyeri

yang diikuti oleh pembengkakan pada sendi, seperti sendi lutut, pinggul, maupun

pergelangan kaki. Bengkak dan nyeri disebabkan oleh hemarthrosis, yaitu perdarahan

pada celah sendi. Hemarthrosis menyebabkan inflamasi pada synovial sehingga

menyebabkan terkikisnya kartilago sendi, fibrosis, ankilosis sendi, dan atrofi otot.

Perdarahan dapat muncul di sendi mana saja yang mengalami trauma.14

Hubungan kadar faktor pembekuan dengan derajat menifestasi klinis hemophilia.14

Derajat F.VIII dan F.IX (%) Jenis perdarahan


Berat <1 Hemarthrosis dan perdarahan jaringan dalam
Perdarahan yang banyak akibat trauma
Sedang 1-5 ringan-sedang, kadang terjadi perdarahan
spontan
Perdarahan massif akibat trauma berat,
Ringan >5 - <40
perdarahan spontan biasanya jarang

Adapun beberapa lokasi tersering terjadinya perdarahan pada hemofilia, yaitu:14


Hemarthrosis
Hematuria hematoma intramuscular
Perdarahan membran mukosa:
 Mulut
 Gigi
 Hidung (epistaksis)
Perdarahan risiko tinggi:
 System saraf pusat
 Intracranial ekstrakranial

F. Diagnosis Hemofilia

Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan

yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau

spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan

perdarahan, terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu, juga mendukung ke arah

hemofilia. Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia

A dan B. Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa thromboplastin parsial

teraktifkan(APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin

abnormal. Masa perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal. Diagnosis

pasti hemofilia ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX

untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda

gen hemofili pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat

digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan

dengan hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.

Wanita pembawa sifat hemofilia A dapat diketahui dengan memeriksa kadar F VIII yang
bisa di bawah normal, analisis mutasi gen hemofilia atau rasio F VIII dengan antigen

faktor von Willebrand (FVIII/vWF:Ag ratio) yang kurang dari 1. Sebaliknya, wanita

pembawa sifat hemofilia B dapat diketahui melalui aktivitas F IX yang dapat

menurun atau pemeriksaan genetik. 15

Beberapa penyakit mempunyai kemiripan dengan hemofilia. Dengan

demikian, hemofilia adalah dapat didiagnosis banding dengan penyakit von

Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain seperti FV, FVII, FX, FXI, atau

fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann trombastenia.16

G. Tatalaksana

Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara

komprehensif, yang meliputi pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk

hemofilia A dan F IX untuk hemofilia B. Tindakan lainnya berupa perawatan dan

rehabilitasi terutama bila ada perdarahan sendi, edukasi dan dukungan

psikososial bagi penderita dan keluarganya. Bila terjadi perdarahan akut, terutama

daerah sendi, maka tindakan RICE (rest, ice, compression, elevation) harus segera

dilakukan. Sendi yang mengalami perdarahan diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres

dengan es atau handuk basah yang dingin, kemudian dilakukan penekanan atau

pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor

pengganti dalam 2 jam setelah perdarahan. 17 Untuk hemofilia A diberikan konsentrat

F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12

jam, sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B. Kadar F VIII atau IX

yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan dimana untuk perdarahan sendi,

otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50% diperlukan. Perdarahan saluran cerna,
saluran kemih, daerah retroperitoneal dan susunan saraf pusat maupun trauma dan

tindakan operasi dianjurkan kadar 60-100%. Lama pemberian tergantung pada beratnya

perdarahan atau jenis tindakan.

Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi

atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk rehabilitasi, seperti pada hemarthrosis, dapat

diberikan lebih lama lagi. Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A,

dimana satu kantung kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian

juga dengan obat antifibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat

atau asam traneksamat. Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid harus dihindari

karena dapat mengganggu hemostasis. Protokol dan terapi profilaksis hemophilia seperti

pada Tabel 1.

Tabel 1. Protokol dan Terapi Profilaksi17


Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan kepada penderita hemofilia berat

dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi. WHO dan WFH

merekomendasikan profilaksis primer dimulai pada usia 1- 2 tahun dan dilanjutkan

seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan Protokol Malmö yang pertama kali

dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3

hari per minggu atau F IX 20-40 U/kg dua kali per minggu. Dosis untuk pemberian faktor

VIII dan IX dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk penderita hemofilia ringan dan

sedang, desmopressin (1-deamino-8- arginine vasopressin, DDAVP) suatu anolog

vasopressin, dapat digunakan untuk meningkatkan kadar F VIII endogen ke dalam

sirkulasi, namun tidak dianjurkan untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat

ini masih belum jelas, diduga obat ini merangsang pengeluaran vWF dari tempat

simpanannya (Weibel-Palade bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP

dapat diberikan secara intravena, subkutan atau intranasal. Penderita hemofilia dianjurkan

untuk berolah raga rutin, memakai peralatan pelindung yang sesuai untuk olahraga,

menghindari olahraga berat atau kontak fisik. Berat badan harus dijaga terutama bila

ada kelainan sendi karena berat badan yang berlebih memperberat arthritis. Kebersihan

mulut dan gigi juga harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak

normal, terutama terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur

subkutan, bukan intramuskular.17

Tabel 2. Dosis Pemberian Faktor VIII dan


IX.
Tatalaksana perdarahan akut

Tata laksana perdarahan akut terutama bertujuan untuk mengembalikan

hemostasis normal sehingga tidak terjadi koagulopati. Pada perdarahan akut, derajat

perdarahan dan lokasi harus segera dinilai. Selanjutnya, pasien diberikan terapi pengganti

faktor pembekuan dengan high-dose clotting factor concentrate (CFC) berupa faktor VIII

atau IX. Dosis konsentrat faktor VIII adalah 50 IU/kg. Dosis faktor IX adalah 100-120

IU/kg. Beberapa pasien bisa membutuhkan tindakan operatif segera, misalnya jika terjadi

perdarahan intrakranial, gangguan jalan napas akibat perdarahan tenggorokan atau

hematoma leher, perdarahan masif abdomen atau toraks, serta perdarahan otot masif.18

Tatalaksana nyeri

Manajemen nyeri pada pasien hemofilia diberikan berdasarkan etiologi. Pada

nyeri yang disebabkan oleh perdarahan otot atau sendi, dapat dilakukan terapi Rest,

Immobilization Compression, and Elevation (RICE). Analgesik pilihan untuk pasien

hemofilia adalah paracetamol. Bila nyeri tidak membaik, dapat diberikan obat

penghambat COX-2, seperti celecoxib dan meloxicam. Paracetamol juga dapat

dikombinasikan dengan opioid dosis kecil, seperti codeine dan tramadol.18,19

Pengobatan pasien hemofilia harus dilakukan secara komprehensif, selain

mengganti faktor pembekuan yang kurang, perawatan serta rehabilitasi penting

dilakukan, diperlukan juga edukasi bagi pasien dan keluarganya. Bila terjadi perdarahan

akut pada hemofilia maka yang harus dilakukan pertama ialah tindakan imobilisasi,

kompres es. Penekanan atau pembebatan serta meninggikan daerah yang mengalami

perdarahan juga perlu dilakukan. Dalam 2 jam setelah perdarahan, pasien hemofilia
sudah harus mendapat faktor pembekuan yang diperlukan. Untuk hemofilia A diberikan

konsentrat F. VIII dengan dosis (unit): unit/dL (%) kenaikan kadar yang diinginkan X BB

(kg) X 0,5, dapat juga dengan dosis empiris yaitu untuk F. VIII 20-25 U/kg setiap 12 jam.

Untuk hemofilia B diberikan konsentrat F. IX dengan dosis (unit): unit/dL (%) kenaikan

kadar yang diinginkan X BB (kg), dapat juga diberikan dosis empiris 40-50 U/kg setiap

24 jam. Keduanya diawali dengan dosis muatan (loading dose) dua kali dosis rumatan.

Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap respon terapi. Bila konsentrat F.VIII tidak

tersedia dapat diberikan kriopresipitat, sedangkan bila konsentrat F. IX tidak tersedia

dapat diberikan FFP.20

Rehabilitasi pada Hemofilia

Tim rehabilitasi yang antara lain terdiri dari dokter spesialis kedokteran fisik dan

rehabilitasi, fisioterapis, dan terapis okupasi, harus menjadi bagian dari tim penanganan

hemofilia. Tujuan rehabilitasi adalah mengurangi nyeri akut, meminimalisasi risiko

perdarahan berulang, pemulihan dan perbaikan kondisi fungsional, dan pencegahan

komplikasi muskuloskeletal sekunder dan disabilitas.

Tata laksana rehabilitasi pada hendaya akut

Panduan tata laksana hemartrosis merekomendasikan rehabilitasi dini untuk

mengontrol gejala, mencegah rekurensi perdarahan dan kerusakan sendi dan memulihkan

fungsi penuh dan aktivitas. PRICE (Protection, Rest, Ice, Compression, Elevation, and

Rehabilitation) menjadi rekomendasi, walaupun bukti mengenai jenis dan waktu

intervensi yang tepat masih terbatas. Tujuan proteksi dan rest setelah kejadian perdarahan

akut adalah mencegah perdarahan jaringan sendi yang sudah rentan. Proteksi sendi
dilakukan dengan menghindari weight bearing dan restriksi aktivitas hingga tanda radang

membaik. Sendi yang terkena dapat diberikan sling, splint, dan compressive bandage.

Periode non-weight bearing untuk perdarahan sendi ekstremitas bawah dan imobilisasi

untuk perdarahan sendi ekstremitas atas direkomendasikan ketika perdarahan menetap

selama lebih dari 24 jam. World Federation of Haemophilia (WFH) guidelines

merekomendasikan imobilisasi hingga nyeri mereda. Terapi dengan es atau cryotherapy

dapat dilakukan dengan kompres es batu yang dihancurkan, gel packs, atau cryocuffs, 15-

20 menit setiap empat hingga enam jam, dengan monitor derajat nyeri dan

ketidaknyamanan. Kompresi dilakukan sesuai bentuk sendi dan tungkai, dengan

penekanan bertahap dan nyaman bagi pasien. Ekstremitas yang terkena dielevasi saat

duduk atau terlentang. Setelah terjadi hemartrosis akut, sinovium mengalami peradangan

menjadi sinovitis akut. Selama fase ini, sendi membutuhkan proteksi dengan bidai yang

dapat dibuka atau balutan kompresif. Bidai dipasang pada fleksi 15°. Setelah 2 minggu,

gerakan sendi dibebaskan 20° per minggu. Pasien harus mengubah posisi sendi yang

terkena dari posisi nyaman menuju posisi fungsional sesegera mungkin setelah nyeri dan

bengkak mulai mereda. Latihan kontraksi otot secara isometrik tanpa gerakan sendi

diperlukan untuk mencegah atrofi otot. Latihan lingkup gerak sendi pasif secara perlahan

akan mengurangi kontraksi sendi.

Pada fase subakut program latihan dapat ditingkatkan untuk penguatan otot ke

latihan isotonik dan latihan lingkup gerak sendi aktif. Setelah kekuatan otot meningkat,

latihan dapat dilanjutkan dengan latihan penguatan isokinetik. Latihan kontraksi otot

secara aktif harus dilakukan untuk mencegah atrofi otot dan keterbatasan gerakan sendi.
Latihan aktif dan proprioseptif harus dilanjutkan hingga lingkup gerak pada sendi yang

terkena menjadi fungsional dan tanda sinovitis akut hilang.

Rehabilitasi harus dilakukan setiap hari, sesuai toleransi pasien, bersifat

individual, dan meliputi empat program latihan utama yaitu fleksibilitas, penguatan,

proprioseptif, serta aerobik. Latihan lingkup gerak sendi dilakukan secara aktif. Latihan

penguatan dilakukan secara isotonik. Latihan fleksibilitas dan proprioseptif diberikan

secara bertahap. Pada sinovitis kronik, latihan penguatan otot kuadriseps dilakukan

dengan intensif. Latihan di air atau hidroterapi dilaporkan menurunkan derajat nyeri lebih

besar secara bermakna dibandingkan kelompok latihan di darat dan kelompok kontrol.

Hidroterapi dan latihan di darat sama efektifnya dalam meningkatkan fleksibilitas sendi.

Pada fase kronik, dapat diberikan terapi modalitas (terapi panas superfisial dan

dalam). Terapi laser tiga kali seminggu dilaporkan efektif dalam menurunkan nyeri,

meningkatkan kapasitas fungsional, dan memperbaiki performa berjalan pada anak

dengan artropati hemofilik. Sendi target dapat diproteksi dengan brace atau splint selama

melakukan aktivitas fisik. Terapi tambahan seperti compressive bandage dan penggunaan

alat bantu jalan dapat diberikan. Pasien dianjurkan untuk menggunakan alas kaki khusus

yang memiliki bantalan yang baik, arch support dan ruang yang cukup untuk jari kaki

sehingga mengurangi risiko perdarahan. Casting serial dapat membantu memperbaiki

deformitas. Alat bantu jalan membantu menurunkan tekanan pada sendi penumpu beban.

Latihan fungsional dan adaptasi lingkungan memungkinkan partisipasi di masyarakat dan

menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari. Jika tata laksana konservatif tidak berhasil

mengurangi nyeri dan memperbaiki fungsi, intervensi bedah dapat dipertimbangkan.


Sebuah telaah sistematis melaporkan bahwa rehabilitasi dengan hidroterapi dan latihan

penguatan secara bermakna meningkatkan status kesehatan sendi, lingkup gerak sendi,

dan nyeri dibandingkan pasien tanpa intervensi. Tidak ada efek samping seperti

perdarahan yang dilaporkan akibat latihan. Latihan fungsional seperti berjalan dengan

jentera dan latihan dengan partial weight-bearing dilaporkan lebih efektif daripada latihan

statis untuk meningkatkan kekuatan otot. Beberapa studi menggunakan faktor profilaksis

sebelum latihan dan beberapa studi lainnya hanya menggunakan subjek dengan hemofilia

moderat. Keamanan latihan terapetik belum dibuktikan pada hemofilia berat.

Tata laksana rehabilitasi pada hemofilia terkait perkembangan anak

Usia Bayi ( 0-1 tahun )

Selama 12 bulan pertama kehidupan, banyak anak dengan hemofilia mengalami

memar akibat handling sehari-hari. Memar harus dimonitor saat mandi atau mengganti

popok, dan dapat ditata laksana dengan kompres es dan akan hilang dengan sendirinya

setelah beberapa minggu. Jika memar semakin lebar dalam beberapa jam, anak harus

dibawa ke ahli hematologi dan membutuhkan penanganan lebih lanjut. Sekitar usia 6

bulan, mobilitas anak meningkat karena dapat berguling, duduk atau merangkak.

Perdarahan dapat dicegah dengan menggunakan pelindung lutut dan siku serta beberapa

lapis popok. Sekitar usia 9 bulan atau lebih, anak mulai berdiri sendiri dan belajar

berjalan, sehingga terdapat tekanan pada persendian. Perdarahan dapat terjadi pada sendi

atau otot dan tidak tampak seperti memar. Perdarahan seperti ini membutuhkan

profilaksis faktor pembekuan. Bayi belum dapat mengungkapkan nyeri melalui verbal,
sehingga orang tua dapat mencurigai nyeri jika bayi tampak rewel, menggigit bibir,

menangis dengan frekuensi tinggi, tidak banyak bergerak, menarik anggota tubuh dari

sentuhan orang, sulit tidur, menggosok atau menyentuh bagian tubuh yang nyeri.

Menjaga anak tetap aman adalah hal yang harus diperhatikan oleh orang tua. Kejadian

jatuh dapat dicegah dengan menggunakan pagar pengaman di tangga, tidak menggunakan

walker, menggunakan jaring pengaman saat anak duduk di kursi bayi/stroller/kereta

belanja, dan tidak meninggalkan bayi sendirian di meja, kursi atau ranjang tinggi.

Kondisi di dalam rumah sebaiknya dijaga agar lantai bersih dari benda-benda kecil, outlet

listrik tertutup pelindung, tirai atau kabel atau barang berbahaya jauh dari jangkauan

anak, dan tersedia kotak P3K.

Usia prasekolah ( 1-5 tahun )

Masa balita adalah masa perubahan perkembangan yang cepat. Orang tua harus

menjaga anak tetap aman di masa anak menjadi sangat aktif bergerak mengeksplorasi

lingkungan. Anak yang mengalami nyeri dapat bereaksi dengan memberitahukan orang

tua, menangis keras, menjadi kurang aktif dan malas bermain, sulit tidur, sulit makan,

menolak untuk disentuh, dan melindungi bagian tubuh yang nyeri. Anak yang mulai

mengerti dapat ditanyakan mengenai derajat nyeri menggunakan skala nyeri visual Wong

Baker Face pain rating scale. Berikan metode rice, ice, compression, dan elevation jika

terjadi cedera. Ajak anak untuk beristirahat dengan membaca, menonton, atau bermain

sambil duduk. Cedera dapat dicegah dengan menggunakan pelindung kepala, lutut, tumit,

dan siku saat bermain sepeda atau bergerak aktif. Pasang pagar pelindung di depan

tangga. Jangan biarkan anak sendiri di kolam renang atau bak mandi. Gunakan tempat
duduk khusus anak saat di kendaraan. Trampolin dihindari karena berisiko besar terhadap

cedera leher dan fraktur. Anak mulai diajarkan untuk disiplin, yaitu dengan mengontrol

emosi dan perilaku.

Usia sekolah ( 6-12 tahun )

Anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah tanpa pengawasan orang

tua, sehingga harus diajarkan untuk mengidentifikasi dan tata laksana awal perdarahan.

Anak mulai dilibatkan secara aktif dalam perawatan hemofilia dengan mengajarkannya

bertanggung jawab dalam menjaga dan menggunakan peralatan medis di rumah,

membangun hubungan dengan tenaga medis, dan mengisi logbook perawatan. Semua

dilakukan di bawah supervisi orang tua. Anak dianjurkan untuk merawat otot dan

sendinya dengan melakukan latihan rutin, menggunakan pelindung saat latihan,

menggunakan sepatu yang tepat, mengetahui adanya pembengkakan sendi, dan merespon

terhadap perdarahan dengan metode RICE. Anak yang mengalami nyeri dapat bereaksi

dengan memberitahukan orang tua, menjadi kurang aktif, sulit tidur atau tidur lebih

banyak, makan lebih sedikit, berjalan pincang atau tidak menggunakan bagian tubuh

yang nyeri, melindungi bagian tubuh yang nyeri, atau menutupi adanya nyeri dari orang

tua. Anak ditanyakan mengenai derajat nyeri dari skala 0 hingga 10. Anak didorong

untuk mengungkapkan keluhan yang dirasakan. Berikan sikap positif saat anak mau

mengungkapkan nyeri dan berpartisipasi dalam perawatan dirinya. Berikan metode rice,

ice, compression, dan elevation jika terjadi cedera. Keamanan dijaga dengan

menggunakan helm dan lapisan pelindung saat anak berolahraga seperti bersepeda,

bersepatu roda atau mengendarai skuter. Saat di dalam kendaraan, selalu gunakan sabuk

pengaman, dan sebaiknya tidak duduk di bangku depan kendaraan.


Usia remaja ( 12-18 tahun )

Anak di usia remaja harus mengetahui segala informasi perihal hemofilia yang

mereka alami, dari jenis hemofilia, derajat keparahan, jenis faktor pembekuan yang

digunakan, dosis profilaksis, adanya sendi target, dan adanya inhibitor. Anak dengan

hemofilia dapat hidup tetap aktif, termasuk melakukan olahraga. Partisipasi anak dalam

olahraga harus selalu didiskusikan dengan tenaga medis dan penyakit anak harus

diinformasikan kepada pelatih. Jenis olahraga yang dapat dilakukan oleh anak dapat

dilihat pada pembahasan pada subbab aktivitas fisik. Anak remaja dapat menutupi rasa

nyerinya dari keluarga. Tandatanda anak yang mengalami nyeri antara lain menjadi

kurang aktif, tidur lebih banyak, makan lebih sedikit, berjalan pincang atau tidak

menggunakan bagian tubuh yang nyeri, melindungi bagian tubuh yang nyeri, atau sulit

tidur. Anak dapat berpartisipasi aktif dalam menangani nyeri atau perdarahan dengan

melakukan RICE, menggunakan obat nyeri, dan menghubungi ahli hematologi jika

kondisi tidak membaik. Keamanan dijaga dengan menggunakan helm dan lapisan

pelindung saat anak berolahraga, menggunakan sabuk pengaman saat di dalam kendaraan

termasuk saat anak mulai belajar menyetir mobil.

H. Komplikasi

Sebelum penggunaan terapi pengganti diketahui, pasien dengan hemofilia

berat A dan B, memiliki kesempatan hidup yang pendek dan kualitas hidup yang rendah

berkaitan dengan terjadinya artropati hemofilia. Beberapa komplikasi yang sering terjadi

antara lain:21

Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian pertama kali

dilaporkan tahun 1980 yang berkaitan dengan hemofilia dan HIV. Rata-rata serokonversi
lebih dari 75% untuk penyakit yang berat, 46% untuk yang moderat, dan 25% untuk

penyakit yang ringan. Pada kasus hemofilia berat, serkonversi yang diobservasi rata-rata

46%. Di Amerika Amerika Serikat kematian akibat hemofilia meningkat dari 0,4

kematian per 1 juta penduduk dari tahun 1979-1981 menjadi 1,2 kematian per 1 juta

penduduk pada tahundari tahun 1979-1981 menjadi 1,2 kematian per 1 juta penduduk

pada tahun1987-1989. Penyebab kematian terutama disebabkan perdarahan intracranial

dan perdarahan lainnya dari AIDS serta serosis hepatis.

-Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Jika ini terjadi

maka angka kematian akan meningkat menjadi 1,2 kali lebih banyak dibandingkan

kematian hemofilia murni.

-Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan

kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan jaringan

lunak akibat obstruksi saluran napas atau kerusakan organ dalam.

-Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun akan terhambat

pertumbuhan skil dan kemampuan kognitifnya demikian pula halnya dalam emosi dan

masalah perilaku.

Kadar faktor XI tidak berkaitan dengan tendensi perdarahan pada hemofilia C,

khususnya pada orang-orang dengan defisiensi parsial. Manifestasi perdarahan baru

muncul kalau terdapat defisiensi aktifitas faktor XIC kurang dari 20 U/dL. Sebagian

besar penderita mengalami perdarahan spontan setelah pembedahan. Demikian juga

dengan bertambahnya fibrinolisis setelah aktifitas pencabutan gigi atau tonsilektomi atau

atau operasi traktus genitalis. Komplikasi lain yang sering timbul adalah perdarahan yang

berat dalam bentuk menoragia.21


I. Prognosis

Sampai sekarang, masih belum jelas mengapa perdarahan sendi atau hemarthrosis

sering terjadi pada penderita hemofilia. Namun diduga bahwa perdarahan ini

disebabkan oleh rendahnya ekspresi tissue faktor di jaringan sinovial, sehingga

perdarahan mudah terjadi. Darah dan deposit besi dalam sendi mengiritasi sinovium dan

merangsang reaksi inflamasi dalam sendi. Sinovitis kronis ini menyebabkan

pertumbuhan jaringan sinovium yang penuh dengan pembuluh darah yang rapuh dan

rawan terhadap perdarahan berikutnya, sehingga menciptakan suatu siklus setan. Sendi

yang mengalami perdarahan berulang ini disebut sebagai sendi target. Hasil

akhirnya adalah suatu arthropati hemofilik dimana sendi menjadi kaku, terjadi deformitas

permanen, misalignment, perbedaan panjang anggota gerak serta hipotrofi otot yang

berdekatan. Cacat sendi ini merupakan salah satu morbiditas penderita hemofilia yang

utama. Perdarahan intrakranial merupakan penyebab kematian utama penderita

hemofilia.23

Studi di Inggris menunjukkan bahwa 34% kematian penderita hemofilia

disebabkan oleh perdarahan ini, terutama di usia balita dimana 11 dari 13 kematian

karena perdarahan intrakranial. Seumur hidupnya, risiko perdarahan intrakranial

pada seorang penderita hemofilia sebesar 2-8% dengan tingkat kematian 30%.

Perdarahan otot terutama terjadi di otot paha, betis, dinding perut bagian

posterior dan bokong. Tekanan akibat perdarahan otot ini dapat mengakibatkan

neuropati seperti neuropati nervus femoralis akibat perdarahan ileospoas. Nekrosis

iskhemik dan kontraktur merupakan efek perdarahan otot lainnya.12 Penularan

penyakit seperti hepatitis C dan HIV melalui transfusi produk darah dan faktor
pengganti merupakan masalah besar terutama pada tahun 1980 an. Upaya penapisan

yang lebih baik saat ini telah sangat mengurangi risiko penularan tersebut, meskipun

penularan Parvovirus B19 dan penyakit Creutzfeld Jacob masih sulit dihindari.

Kemajuan teknologi telah memungkinkan diproduksi faktor pengganti yang bebas dari

risiko penularan penyakit tersebut dengan teknik rekombinan DNA.

Pembentukan antibodi atau inhibitor F VIII dapat timbul pada sekitar 20% penderita

hemofilia A. Adanya inhibitor ini perlu dicurigai bila seorang penderita tidak

menunjukkan penyembuhan yang diharapkan meski telah diberi faktor pengganti

dengan dosis yang cukup. Dalam hal ini, dosis F VIII harus dinaikkan atau

diberikan F VIIa untuk memotong jalur koagulasi.17,22

BAB III

PENUTUP

Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah herediter yang diturunkan

secara x-linked recessive dengan frekuensi sekitar satu kasus dari 10.000 kelahiran.

Hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX

(hemofilia B). Hemofilia A merupakan bentuk terbanyak dijumpai, sekitar 80%-85%.

Anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan

anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki

kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemophilia dengan ayah yang juga

menderita hemofilia.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A

dan F IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal.

Pemeriksaan petanda gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan

diagnosis hemofilia dan dapat digunakan untuk diagnosis antenatal. Diagnosis

banding hemofilia adalah penyakit von Willebrand, defisiensi faktor koagulasi lain

seperti FV, FVII, FX, FXI, atau fibrinogen, atau kelainan trombosit seperti Glanzmann

trombastenia. Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara

komprehensif meliputi pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F

IX untuk hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada sendi, edukasi

dan dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perrin GQ, Herzog RW, Markusic DM. Update on clinical gene therapy for hemophilia.

Blood. 2019;133(5). doi:10.1182/blood-2018-07-820720

2. Probowati W. ACQUIRED HEMOPHILIA A IN DIABETIC WOMAN, Case Report.

Berk Ilm Kedokt Duta Wacana. 2018;3(2). doi:10.21460/bikdw.v3i2.108

3. Iorio A, Stonebraker JS, Chambost H, et al. Establishing the Prevalence and Prevalence

at Birth of Hemophilia in Males. Ann Intern Med. Published online 2019.

doi:10.7326/m19-1208
4. Clausen N, Petrini P, Claeyssens-Donadel S, et al. Similar bleeding phenotype in young

children with haemophilia A or B: A cohort study. Haemophilia. 2014;20(6).

doi:10.1111/hae.12470

5. Al-Samkari H, Croteau SE. Shifting landscape of hemophilia therapy: Implications for

current clinical laboratory coagulation assays. Am J Hematol. 2018;93(8).

doi:10.1002/ajh.25153

6. Paik J, Deeks ED. Damoctocog Alfa Pegol: A Review in Haemophilia A. Drugs.

2019;79(10). doi:10.1007/s40265-019-01152-7

7. Schrader, John & White, Michael & Silberstein, Peter & Shiozawa, Yusuke. (2015).

Hemophilia. 10.1016/B978-0-12-801238-3.05056-X.

8. Zimmerman B, Leonard A. Valentino. Hemophilia in Review. Pediatrics in Review 2013;

34; 289 3.

9. Anonimous. Pediatric Hemophilia. Boston Children’s Hospital, 2019.

(Diakses, 25 April 2020). Tersedia pada:

http://www.childrenshospital.org/conditions-and treatments/conditions/p/pediatric-

hemophilia.

10. Anonimous. Hemophilia in children. The Johns Hopkins University, 2019.

(Diakses 25 April 2020). Tersedia pada:

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/hemophilia- in-

children.

11. Guerrera M, Greenberg J. Pediatric Hemophilia. Children’s National, 2019. (Diakses

20 April 2020). Tersedia pada: https://childrensnational.org/choose-

childrens/conditions-and-treatments/blood-marrow/hemophilia.
12. Bertamino M, Riccardi F, Banov L, Svahn J, Claudio MA. Hemophilia Care

in the Pediatric Age. J Clin Med. 2017;6: 54-60.

13. Shaha MM, Ullah SMJ, Mondol DK, Bakar MA, Bhuiya JH, Hemophilia: An Update. J

Bangladesh Coll Phys Surg 2017; 25:29-37.

14. Manony BO, Black C. Expanding hemophilia care in developing countries. Semin Throm

Hemost 2005;31:561-68 9.

15. Karim MA, Jamal CY. A Review on Hemophilia in Children. BangladeshJ Child Health

2013; VOL 37 (1) : 27-40.

16. Mehta P, Reddivari AKR. Hemophilia. [Updated 2020 Jun 10]. In: StatPearls. Treasure

Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551607/

17. Mannucci PM and Tuddenham EG (2001) The hemophilias-from royal genes to gene

therapy. New England Journal of Medicine 344: 1773

18. Lanzkowsky P. Hemostatic disorders. In: manual of Pediatric Hematology and Oncology,

5th edition, Elsevier, 2011. 378-418

19. Mehta P, Reddivari AKR. Hemophilia. [Updated 2020 Jun 10]. In: StatPearls. Treasure

Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551607/

20. Drelich DA. Hemophilia A. Medscape, 2020. Available from :

https://emedicine.medscape.com/article/779322-treatment#d14

21. Srivastava, Alok. Etc.Guidelines for the Management of Hemophilia. 2Guidelines

for the Management of Hemophilia. 2ndndEdition. World Federation of Hemofhilia


(WFH). Blackwell publishing. 2012.Edition. World Federation of Hemofhilia (WFH).

Blackwell publishing. 2012.55

22. Gregory C, Griffin M. Hemophilia The Nemours Foundation, 2015. (Diakses 25

April 2020). Tersedia pada: https://kidshealth.org/en/parents/hemophilia.

Anda mungkin juga menyukai