Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

HEMOFILIA

Dosen Pembimbing :

Ns. Darwin Karim,Skep., MSc., PhD

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Keperawatan Program B 2020

Anita Astuti 2011166006 Rahmat Hidayat 2011166601


Dien Fadillah 2011166204 Ratih Oktaviani 2011166603

Fenni Indrayati 2011166201 Sandra Moreyna 2011166014


Fenny Arzi 2011166001 Sekar Dyka Pratiwi 2011165373
Intan Ayuza 2011165993 Sonia Putri Sihaloho 2011166737
Nora Situmeang 2011166010 Winda Gaolis 2011165996

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ............................................................................................................. i

Daftar Isi......................................................................................................................... ii

Daftar Gambar ................................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ..................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................ 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Hemofilia .............................................................................................. 4


2.2 Etiologi Hemofilia ............................................................................................... 7
2.3 Manifestasi Klinis Hemofilia ............................................................................... 7
2.4 Patofisiologi Hemofilia ....................................................................................... 9
2.5 Pathway Hemofilia .............................................................................................. 11
2.6 Komplikasi Hemofilia ......................................................................................... 11
2.7 Penanganan Hemofilia......................................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Hemofilia ...................................................................... 13
2.9 Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul .................................................... 14

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 22


3.2 Saran .................................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pathway Hemofilia ....................................................................................... 11

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive
pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter
tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat
lingkungan endogen maupun eksogen.
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-
linked recessive yaitu :
a. Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi atau disfungsi
faktor pembekuan VIII (F VIIIc).
b. Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi atau disfungsi F
IX (faktor Christmas)
Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat
kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada
kromosom 4q32q35.
Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekita abad
kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah baru
hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan
Inggris mengenai penyakit ini oleh Otta (1803). Sejak itu hemofilia dikenal
dengan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked
recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mandel diperkenalkan.
Selanjutnya legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari
penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis, yaitu
berupa kelainan yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot
serta sendi yang berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20
hemofilia masih didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan
pembekuan darah. Pada tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil
mengidentifikasi defisiensi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan Hemofilia
2

B. pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya di


plasma, yitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat
dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dan penyakit van
Willebrand. Memasuki abad 21, pendekatan diagnostik dengan teknologi
yang maju serta pemberian faktor koagulasi yang diperlukan mampu
membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang lainnya tanpa
hambatan.
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian
hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000
orang. Belum ada angka mengenai kekerapan di Indonesia saat ini. Kasus
hemofilia A lebih sering dijumpai disbanding kasus hemofilia B, yaitu
berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi
dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan
mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga (Ilmu
Penyakit Dalam, 2010). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World
Federation of Hemofilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257.182
penderita kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai
125.049 penderita hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B. Penderita
hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan perdarahan.
Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan perdarahan yang kedua
terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%.
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami konsep
dasar tentang penyakit hemofilia ini agar dapat menjadi acuan kita dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemofilia dan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hemofilia agar tetap dapat
melakukan aktivitasnya seperti biasa.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa definisi dari hemofilia?
b. Apa etiologi dari hemofilia?
c. Apa manifestasi klinis dari hemofilia?
d. Bagaimana patofisiologi hemofilia?
3

e. Apa komplikasi dari hemofilia?


f. Apa saja pemeriksaan diagnostic hemofilia?
g. Bagaimana penatalaksanaan dari hemofilia?
h. Masalah keperawatan apa saja yang mungkin muncul pada pasien
hemofilia?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi tahu
kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui apa
itu hemofilia dan apa saja asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia.
b. Tujuan Khusus
Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis bertujuan
untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah sistem imun & hematologi
yang telah diberikan oleh dosen pembimbing serta mahasiswa dapat
mampu :
1) Mengetahui definisi hemofilia
2) Mengetahui klasifikasi hemofilia
3) Mengetahui etiologi hemofilia
4) Mengetahui patofisiologi hemofilia
5) Mengetahui manifestasi klinis hemofilia
6) Mengetahui pemeriksaan penunjang hemofilia
7) Mengetahui penatalaksanaan hemofilia
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hemofilia

Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang di sebabkan adanyan


kekurangan faktor pembekuan darah. Hemofilia A timbul jika ada kelainan
pada gen yang menyebabkan kurangnta faktor pembekuan VIII (FVII).
Sedangkan hemofila B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (FIX).
Hemofilia A dan B tidak dapat dibedakan karena menpunyai tampilan klinis
yang mirip dan pola pewarisan gen yang serupa. Hemofilia merupakan
gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai,
bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia dapat
diartikan sebagai gangguan produksi faktor pembekuan darah yang
bersifat herediter. Hemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami
pembekuan darah yang abnormal (diathesis hemoragis) yang bersifat
herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi (antihemophilic globulin)
dan faktor IX dalam plasma (Dorland, 2011).

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor


pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive
pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter
tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi spontan akibat
lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010).

Dapat disimpulkan bahwa Hemofilia adalah adanya kelainan atau


gangguan pada pembekuan darah dimana hal ini bersifat herediter.
5

Klasifikasi

Menurut Hadayani (2008) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu


sebagai berikut.

a. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling


umum yang ditemukan, terutama pada pria.
b. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama
ditemukan pada pria.
c. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada perlekatan
trombosit dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan wanita.

Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC)


dapat karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur
abnormal.
b. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX .
F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan
mengaktifkan F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic sehingga
menyebabkan berkurangnya pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah
gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive.
Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak disertai riwayat keluarga, mutasi
timbul secara spontan (I Made Bakta, 2006).

Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk:


hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi
faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan dekat
telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi pada lokus yang berbeda,
dan ditandai oleh pendarahan intramuskular dan subkutis; perdarahan mulut,
gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta hemartrosis.
6

a. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait –


X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga
hemofilia klasik
b. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X
yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga
chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi
faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah pubertas.
c. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan
faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi
Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar
ringan, menoragia, perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan
masa rekalsifikasi dan tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut
juga plasma tromboplastin antecedent deficiency. PTA deficiency, dan
Rosenthal syndrome. (Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E.
2002).

Derajat penyakit pada hemofilia :

a. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat


dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-
kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
b. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang
lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat.
Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat,
seperti olahraga yang berlebihan.
c. Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi,
cabut gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009).

\
7

2.2. Etiologi Hemofilia


Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan factor
pembekuan VIII untuk hemophilia tipe A dan factor IX untuk hemophilia
tipe B. Selain penyebab utama tersebut, secara umum penyebab hemophilia
antara lain sebagai berikut :
a. Faktor Keturunan atau Genetik
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang berarti bahwa ketika orang
tua memiliki pembawa hemophilia, maka anak akan berisiko
tinggi mengidap hemophilia.
b. Kurangnya Zat Pembeku Darah
Penyebab kedua dari hemophilia ini adalah kurangnya zat pembeku
darah. Apabila seorang anak mengalami hemophilia tetapi tidak
memiliki garis keturunan kelainan hemophilia, maka kemungkinan
hemophilia disebabkan oleh kurangnya zat pembeku darah. Zat pembeku
darah adalah jenis zat besi yang dapat didapatkan dari : a. Makanan yang
mengandung zat besi, seperti kacang-kacangan, biji-bijian b. Buah yang
mengandung vitamin B seperti alpukat c. Makanan yang mengandung
vitamin B seperti tempe, tahu, susu, kedelai d. Makanan lain seperti
cabai merah dan hijau
c. Kurangnya protein yang berperan dalam proses pembekuan darah
Protein juga penting untuk proses pembekuan darah yaitu bertugas untuk
mempercepat dan melancarkan proses pembekuan darah. Protein
tersebut dilambangkan dengan angka romawi I sampai XIII. Ke 13
faktor ini merupakan factor penting dalam berjalannya proses
pembekuan darah. Kekurangan salah satu factor ini dapat menyebabkan
hemophilia dan sulit terjadinya proses pembekuan darah.

2.3. Manifestasi Klinis Hemofilia

Manifestasi klinis secara umum yang sering terjadi adalah hematom


pada jaringan lunak, hemartosis dan kontraktur sendi, hematuria,
dan perdarahan serebral dengan terjadinya perdarahan dapat menyebabkan
takikardi, takipnea, dan hipotensi. Hemofilia terjadi karena diakibatkan
8

faktor VIII tidak melewati plasenta, maka kecenderungan perdarahan dapat


terjadi dalam periode neonatal.

Adapun manifestasi klinis yang terjadi dalam pengelompokkan masa


neonatal yaitu :

a. Masa Bayi (untuk diagnosis)


1) Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
2) Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat
berumur 3-4 bulan)
3) Hematoma besar setelah infeksi
4) Perdarahan dari mukosa oral e. Perdarahan Jaringan Lunak
b. Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
1) Gejala awal yang terjadi adalah nyeri
2) Setelah nyeri terjadi akan menjadi bengkak, hangat dan
penurunan Mobilitas
c. Sekuela Jangka Panjang Perdarahan berkepanjangan dalam otot
menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan


perdarahan terjadi setelah mengalami trauma berat atau operasi.
Hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma
ringan. Sedangkan untuk hemofila berat perdarahan spontan sering terjadi
dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Perdarahan ini
dapat mulai terjadi sejak janin atau proses persalinan. Umumnya penderita
hemofilia berat mulai terjadi pada usia dibawah satu tahun. Perdarahan dapat
terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah.
Perdarahan yang terjadi di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran
cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

(Dorland. 2011)
9

2.4. Patofisiologi Hemofilia

Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena


anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX
(hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan
oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam FIX adalah protein
plasma yang merupakan komponen yang yang diperlukan untuk pembekuan
darah; faktor-faktor tersebut diperlukanuntuk pembentukan bekuan fibrin
pada tempat cidera vascular (CecilyLynn Betz, 2009)

Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombositdan


pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh
darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah,
stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh
regulasi anti koagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses
fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.

Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi


pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial.
Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasidan diikuti adesi trombosit.
Setelah proses ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain
trombosit dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan
menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut.
Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuandarah
dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan
distabilkan oleh faktor XIII.

Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan
jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin.Meskipun memiliki
beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakaiuntuk menerangkan uji
koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.
10

Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IXmaka


pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Olehkarena itu
penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit
berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup sepertidalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masih dapat terjadi. Bekuan
darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.

Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8dan F9.
Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regioXq28,
sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebihdari 2500 jenis
mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8merupakan mutasi
yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang
berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga
anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang menderita kelainan ini.
Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai
adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.

Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan


walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di AmerikaSerikat menemukan
bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita
(Muscari, Mary E. 2005).
11

2.5. Pathway Hemofilia

Gambar 1 pathway hemofilia

2.6. Komplikasi Hemofilia


Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virusimunodefisiensi
manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial,kekakuan sendi, hematuria
spontan dan perdarahan gastrointestinal,serta resiko tinggi terkena AIDS
akibat transfusi darah.Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
hemofilia (CecilyLynn Betz, 2009) :
a. Arthritis
b. Sindrom kompartemen
12

c. Atrofi otot
d. Kontraktur otot
e. Paralisis
f. Perdarahan intracranial
g. Kerusakan saraf
h. Hipertensi
i. Kerusakan ginjal
j. Splenomegali
k. Hepatitis
l. Sirosis
m. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
n. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
o. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
p. Anemia hemolitik
q. Thrombosis
r. Nyeri kronis

1.7. Penanganan/Pengobatan Hemofilia


a. Terapi Suportif
1) Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
2) Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
3) Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
4) Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis
akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
5) Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat,
hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
6) Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik
fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic
13

atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,


penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta
edukasi.

b. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak
factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk
mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada
factor yang kurang.

c. Terapi lainnya
1) Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A
ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
2) Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang
mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien
Hemofilia (Aru et al, 2010)
3) Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
4) Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
5) Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
6) Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan
otak dan sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)

1.8. Pemerikasaan Diagnostik Hemofilia


a. Uji skrining untuk koagulasi darah
1) Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3
darah)
2) Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
3) Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
faktor koagulasi intrinsik)
14

4) Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan


diagnosis)
5) Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
b. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur
c. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT],
serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali,
bilirubin). (Betz & Sowden, 2002).

1.9. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul Dari Kasus Tersebut


Berdasarkan Teori

Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
1) Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan wanita sebagai
carier.
2) Keluhan Utama
a) Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
b) Epitaksis
c) Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai
berjalan dan terbentur pada sesuatu.
d) Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan
jaringan lunak dan hemoragi pada sendi
e) Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
f) Perdarahan sistem GI track dan SSP
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan
utama
4) Riwayat Penyakit Dahulu
15

Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya


serta apakah klien mempunyai penyakit menular atau menurun.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau
carrier pada wanita.
6) Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan
sempurna
7) ADL (Activity Daily Life)
a) Pola Nutrisi : anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan
sempurna
b) Pola Eliminasi : hematuria, feses hitam
c) Pola personal hygiene : kurangnya kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan dini.
d) Pola aktivitas : kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam
beraktivitas
e) Pola istirahat : tidur terganggu karena nyeri
8) Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan umum: kelemahan
b) Berat Badan: menurun
c) Wajah : wajah mengekspresikan nyeri
d) Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
e) Hidung : epitaksis
f) Thorak/ dada : adanya tarikan intercostanalis dan bagaimana
suara paru
g) Suara jantung pekak
h) Adanya kardiomegali
i) Abdomen adanya hepatomegaly
j) Anus dan genetalia
k) Eliminasi urin menurun
l) Eliminasi alvi feses hitam
16

m) Ekstremitas: hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas


bawah

b. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan terus
menerus
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai
darah ditandai dengan dyspnea
3) Nyeri berhubungan dengan inflamasi
4) Gangguan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi
5) Kegagalan tumbuh kembang berhubungan dengan terganggunya
proses metabolism
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan oksigen
7) Resiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur,
potensial degenerasi sendi

c. Intervensi Keperawatan
1) DX 1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
terus menerus
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
klien tidak mengalami dehidrasi atau syok
Kriteria hasil:
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan,
berat jenis urine normal
b) Intake dan output seimbang, mukosa bibir basah, turgor kulit
normal, dan TTV normal.
Intervensi:
a) Monitoring tannda-tanda vital
Rasional:
i. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi peningkatan kehilangan
cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardi
17

b) Instruksikan dan pantau anak berkaitan dengan perawatan gigi


yaitu menggunakan sikat gigi berbulu anak
c) Sikat gigi berbulu keras dapat menyebabkan perdarahan mukosa
mulut.
d) Kolaborasi pemberian produk plasma sesuai indikasi
e) Pemberian plasma untuk mempertahankan homeostatis

2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai


darah ditandai dengan dyspnea
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam
diharapkan fungsi pernafasan adekuat
Kriteria hasil:
Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal
Intervensi:
a) Kaji frekuensi dan irama napas, suara paru dan waktu timbulnya
sesak.
Rasional: Frekuensi yang makin cepat, menunjukkan semakin
tingginya volume darah irama pernapasan yang dangkal, sesak
yang timbul saat aktifitas paru
b) Susun jadwal bermain dan istirahat bersama orang tua
c) Mengurangi tingkat O2 yang diambil oleh paru untuk mengurangi
aktifitasnya sehingga resiko iritasi paru menurun.
d) Beri posisi semifowler pada saat anak berbaring
e) Mengurangi tekanan yang dilakukan oleh otot diafragma terhadap
paru sehingga paru dapat mengembang secara baik
f) Kolaborasi pemantauan Analisa Gas Darah (AGD)
g) Hasil AGD yang terlalu bisa mengidentifikasikan turunnya asupan
oksigen ke jaringan
18

3) Nyeri berhubungan dengan inflamasi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam
diharapkan nyeri akan berkurang
Kriteria hasil:
a) Nyeri pada klien berkurang
b) Klien tidak kesakitan lagi

Intervensi:

a) Berikan tehnik distraksi (bernyanyi, menonton televisi) dan


relaksasi (ganti alat temun : seprai)
Rasional: Agar membantu mengurangi rasa sakit., Motivasi
klien untuk bergerak perlahan
b) Dengan bergerak perlahan diharapkan dapat mencegah stress
pada sendi yang terkena.
c) Berikan analgetik sesuai prosedur /instruksi dokter
d) Dengan memberi analgetik dapat mengurangi rasa nyeri.

4) Gangguan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan peran orang tua.
Kriteria hasil:
a) Orang tua dapat mengekspresikan perasaannya
b) Orang tua yakin memiliki peranan penting dalam keberhasilan
pengobatan

Intervensi:

a) Motivasi orang tua ntuk mengekspresikan perasaannya sehubungan


dengan anaknya
Rasional: Mengurangi beban yang dirasakan oleh orang tua,
Diskusikan dengan orang tua tentang rencana pengobatan
19

b) Memberikan informasi kepada orang tua terkait terapi yang akan


didapatkan
c) Berikan informasi yang jelas dan akurat
d) Informasi yang jelas dan akurat membantu orang tua mengetahui
hal-hal yang berhubungan dengan penyakit anaknya

5) Kegagalan tumbuh kembang berhubungan dengan terganggunya


proses metabolism
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria hasil:
a) Pertumbuhan anak sesuai kurva BB dan TB, perkembangan anak
sesuai dengan tahapannya

Intervensi:

a) Monitor tinggi dan berat badan setiap hari dengan timbangan


yang sama dan waktu yang sama dan didokumentasikan dalam
bentuk grafik
Rasional: Mengetahui perubahan berat badan, Bantu memenuhi
nutrisi px (mis: membantu menyuapi makanan)
b) Agar nutrisi pasien tercukupi
c) Ijinkan anak untuk sering beristirahat dan hindarkan gangguan
pada saat tidur
d) Tidur dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan
e) Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama
terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
f) Dukungan dan nasehat yag positif akan memperkuat mekanisme
koping anak
20

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan oksigen


Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam
diharapkan aktifitas klien terpenuhi
Kriteria hasil:
a) Anak menentukan dan melakukan aktifitas yang sesuai dengan
kemampuan
b) Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat

Intervensi:

a) Kaji toleransi klien terhadap aktifitas dengan menggunakan


parameter : nadi 20 kali per menit, TD, Dypsnea, berkeringat,
pusing
Rasional: Respon fisiologis klien terhadap stress aktifitas dan
indicator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung, Anjurkan
klien untuk melakukan permainan dan aktivitas yang ringan
b) Melatih klien agar dapat beradaptasi dan mentoleransi terhadap
aktifitasnya
c) Bantu klien untuk memilih aktifitas sesuai usia, kondisi dan
kemampuan
d) Melatih klien agar dapat toleranan terhadap aktifitas
e) Berikan periode istirahat setelah melakukan aktifitas
f) Mencegah kelelahan berkepanjangan
g) Kolaborasi dengan ahli terapis u/ pemberian terapi aktifitas
h) Terapi aktifitas akan membantu melatih otot-otot anak

7) Resiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur,


potensial degenerasi sendi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam
diharapkkan terjadi penurunan resiko kerusakan mobilitas fisik
Kriteria hasil:
21

a) Tanda vital tetap normal


b) Peningkatan rentang gerak sendi
c) Tidak ada tanda inflamasi

Intervensi:

a) Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada


anggota gerak yang sehat
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri pada anak, Lakukan
latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak yang sakit
b) Melatih persendian dan menurunkan resiko perlukaan
c) Kolaborasi / konsultasi dengan ahli terapi fisik / okupasi,
spesialisasi, rehabilitas
d) Sangat membantu dalam membuat program latihan / aktivitas
individu
22

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikatfaktor resesif
yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuanesensial yang
diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (WiwikHandayani, 2008).
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan
darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linkedrecessive pada
kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi
sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayatkeluarga dengan gangguan
pembekuan darah, sehingga diduga terjadimutasi spontan akibat lingkungan
endogen maupun eksogen (Aru et al,2010).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang
paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan
intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau
faktor IX (FIX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemophilia
B.(Hoffbrand, Pettit, 1993).
Dua jenis utama hemofilia yang secara klinis identik adalah :
a. Hemofilia klasik atau hemofilia A, yang ditemukan adanya defisiensi
atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII.
b. Penyakit Christmas, atau hemofilia B, yang ditemukan adanya defisiensi
atau tidaknya aktivitas faktor IX. Hemofilia diklasifikasikan sebagai :
1) Berat, dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1 %.
2) Sedang, dengan kadar aktivitas diantara 1% dan 5 %.
3) Ringan, jika 5% atau lebih.
Perdarahan spontan dapat terjadi jika kadar aktivitas faktor kurang dari
1%. Akan tetapi, pada kadar 5% atau lebih, perdarahan umumnya terjadi
berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan. Pasien dengan
hemofilia harus dikaji dengan teliti akan adanyaperdarahan internal
(abdominal, dada, atau nyeri pinggang, darah dalam urin, usus, atau
23

muntahan), hematom otot, dan perdarahan dalam rongga sendi. Tanda vital
dan hasil pengukuran tekanan hemodinamika harus dipantau untuk melihat
adanya tanda hipovolemia.Semua ekstremitas dan tubuh diperiksa dengan
teliti kalau ada tanda hematom. Semua sendi dikaji akan adanya
pembengkakan, keterbatasan gerak dan nyeri. Pengukuran kebebasan gerak
sendi dilakukan dengan perlahan dan teliti untuk menghindari kerusakan
lebih lanjut.Apabila terjadi nyeri harus segera dihentikan. Pasien ditanya
mengenai adanya keterbatasan aktivitas dan gerakan yang dialami
sebelumnya dan setiap alat bantu yang dipakai seperti bidai, tongkat, atau
kruk

3.2 Saran
a. Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan dan
pembelajaran tentang Keperawatan Medikal Bedah.
b. Bagi institusi
Kelompok berharap Makalah ini dapat memberikan informasi lebih
lanjut sebagai bahan referensi dan penunjang proses pembelajaran untuk
pengetahuan mengenai Keperawatan Medikal Bedah.
DAFTAR PUSTAKA

Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Dorland. 2011. Kamus Saku Kedokteran, Edisi 28. Jakarta : EGC
Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta : EGC
Suddart & Brunner, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai