Disusun Oleh:
Azwita Yasmin (201910410311001)
Sofiyana Adawiya (201910410311003)
Vania Athaya Budianti (201910410311004)
Qory Nata Betysa (201910410311006)
Dhanty Widaad Pinasti (201910410311008)
Ririz Widya Winastiti (201910410311009)
Dalilah Almiranda Riyadi (201910410311012)
Anggarda Pramudya Anantatir (201910410311019)
A. Latar Belakang
Hemofilia telah ditemukan sejak lama. Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi
Yahudi, 2 abad setelah masehi menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus dikhitan
jika dua kakak laki-lakinya mengalami kematian akibat dikhitan. Selain itu, seorang dokter
asal Arab, Albucasis, yang hidup pada abad ke-12 menulis tentang sebuah keluarga yang
setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi perdarahan akibat luka kecil.
Pada tahun 1803, Dr. John Conrad Otto, seorang dokter asal Philadelphia menulis
sebuah laporan mengenai perdarahan yang terjadi pada suatu keluarga tertentu saja. Ia
menyimpulkan bahwa kondisi tersebut diturunkan hanya pada pria.
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di
Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia
(haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann
Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928.
Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia. Hingga
mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian
pada tahun 1937, dua orang dokter dari Havard, Patek dan Taylor, menemukan pemecahan
masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang diambil dari
plasma dalam darah.
Biologi molekuler adalah bidang ilmu yang mempelajari organisme pada tingkat
molekul. Paradigma yang dianut dalam biologi molekuler adalah bahwa setiap organisme
terdiri dari sel, dan sel terdiri dari sejumlah besar molekul, sehingga baik struktur maupun
fungsinya yang ditunjukkan oleh suatu organisme, termasuk fungsi-fungsi yang menunjukkan
bahwa organisme ditentukan oleh molekul-molekul tersebut. Oleh karena itu, dewasa ini para
dokter dituntut untuk dapat mendalami suatu penyakit sampai pada tingkat molekuler.
Dengan menganut biologi molekuler, kita dapat mengetahui penyakit yang pada dasarnya
terjadi karena adanya perubahan dalam molekul-molekul yang terdapat dalam tubuh kita.
Begitu pula dalam kasus hemophilia.
Walaupun Hemofilia telah dikenal lama di ilmu dunia kedokteran, namun baru pada
tahun 1965, diagnosis melalui laboratorium baru diperkenalkan oleh Kho Lien Kheng.
Diagnosis laboratorium yang diperkenalkannya menggunakan Thromboplastin Generation
Test (TGT), selain pemeriksaan waktu perdarahan dan masa waktu pembekuan darah. Pada
saat itu pemberian darah lengkap segar merupakan satu-satunya cara pengobatan yang
tersedia di rumah sakit.
B. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui
kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan seni
yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya
mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat
(carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah
dengan wanita carrier hemofilia.
JENIS-JENIS HEMOFILIA
Klasifikasi hemophilia dibedakan atas 3 macam :
a. Hemofilia A
Ditandai karena penderita tidak memiliki zat anti hemofili globulin (factor VIII).Kira-kira 80
% dari kasus hemophilia adalah tipe ini.Seseorang mampu membentuk antihemofilia globulin
(AHG) dalam serum darahnya karena ia memiliki gen dominan H sedang alelnya resesif tidak
dapat membentuk zat tersebut.Oleh karena gennya terangkai X maka perempuan normal
dapat mempunyai genotif H_.Perempuan hemophilia mempunyai genotif hh,sedangkan laki-
laki hemophilia h
c. Hemofilia C
Penyakit hemophilia C tidak disebabkan oleh gen resesif kromosom X melainkan oleh gen
resesif yang jarang dijumpai dan terdapatnya pada auotosom.Tidak ada 1% dari kasus
hemophilia adalah tipe ini.Penderita tidak mampu membentuk zat plasma,tromboplastin
anteseden (PTA).
B. Etiologi (Penyebab Penyakit Hemofilia)
Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII
(Hemofilia A) atau faktor IX (Hemofilia B).
D. Pemeriksaan Fisik
1. Pengkajian sistem neurologik
a. Pemeriksaan kepala
b. Reaksi pupil
c. Tingkat kesadaran
d. Reflek tendo
e. Fungsi sensoris
2. Hematologi
a. Tampilan umum
b. Kulit : (warna pucat, petekie, memar, perdarahan membran mukosa atau dari luka suntikan
atau pungsi vena)
c. Abdomen (pembesaran hati, limpa)
3. Kaji anak terhadap perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan nyeri
4. Kaji tempat terkait untuk menilai luasnya tempat perdarahan dan meluasnya kerusakan
sensoris, saraf dan motoris.
5. Kaji kemampuan anak untuk melakukan aktivitas perawatan diri (misal : menyikat gigi)
6. Kaji tingkat perkembangan anak
7. Kaji Kesiapan anak dan keluarga untuk pemulangan dan kemampuan menatalaksanakan
program pengobatan di rumah
8. Kaji tanda-tanda vital (TD, N, S, Rr).
E. KOMPLIKASI PENYAKIT HEMOFILIA
Bila gangguan pembekuan darah ini tidak segera diobati, kemungkinan besar akan
terjadi komplikasi. Beberapa komplikasi yang harus Anda waspadai di antaranya:
1. Perdarahan dalam
Perdarahan yang terus terjadi bisa menyebar pada sistem pencernaan sehingga darah akan
muncul pada muntahan dan feses. Darah akan terlihat seperti ampas kopi atau berwarna
merah gelap.
3. Hematuria
Selain pencernaan, darah bisa terbentuk di uretra sehingga menyebabkan darah dalam urine.
Inilah yang disebut dengan hematuria. Kondisi ini akan menyebabkan rasa sakit pada bagian
bawah perut karena urine (air kencing) yang keluar dari kandung kemih terhalang oleh darah.
Perdarahan ini tidak berbahaya jika segera ditangani dengan tepat.
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi ketika perdarahan di otot memberi tekanan pada arteri dan
saraf di dalam otot. Tekanan yang sangat tinggi pada arteri dan saraf di dalam otot dapat
menghalangi aliran darah ke jaringan yang terkena.
Lambat laun, kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan pada otot dan menimbulkan rasa nyeri
parah. Jika tidak segera diobati, kondisi tersebut dapat membuat kehilangan fungsi organ dan
bahkan kematian.
5. Perdarahan intrakranial
6. Kerusakan sendi
Perdarahan dalam yang terus menekan saraf dan sendi akan menyebabkan peradangan pada
sendi. Lambat laun, sendi akan mengalami kerusakan.
7. Anemia
Perdarahan yang terus terjadi menyebabkan jumlah sel darah merah turun jauh dari kadar
normal. Jika kondisi ini terjadi, tubuh akan mengalami kelelahan, badan terasa lemas, dan
sakit kepala. Untungnya anemia bisa diatasi dengan menerima transfusi darah.
F. PENCEGAHAN
Penatalaksanaan bagi penderita hemophilia meliputi berbagai macam hal-hal yang
harus dihindari misalnya: aspirin,obat anti radang nonsteroid,obat pengencer darah,
asetaminophen. Pemberian tranfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF(anti hemofili factor)
untuk hemophilia A dan plasma beku segar. Untuk penderita hemophilia B, selain itu yang
harus diperhatikan adalah menjaga bobot tubuh tetap sehat, mencegah olahraga seperti sepak
bola ,bela diri, tinju, gulat, balap motor dan basket.
Terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi
harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik,
hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan
penderita hemofilia meninggal dunia pada usia kanak-kanak atau balita.
Hindari Gerakan Penuh Benturan. Meski sebaiknya tidak mengalami luka berdarah, bukan
berarti anak hemofilia harus berdiam diri. Banyak hal bisa mereka lakukan. Yang penting,
mereka juga menjaga diri, antara lain dengan kiat-kiat berikut:
Pengobatan
Pada dasarnya, pengobatan hemofilia ialah mengganti atau menambah faktor
antihemofilia yang kurang. Namun, langkah pertama yang harus diambil apabila mengalami
perdarahan akut adalah melakukan tindakan RICE (Rest, Ice, Compression, Evaluation) pada
lokasi perdarahan untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan. Tindakan tersebut harus
dikerjakan, terutama apabila penderita jauh dari pusat pengobatan, sebelum pengobatan
definitif dapat diberikan.
Karena penderita hemofilia mengalami defisiensi (kekurangan) faktor pembekuan
darah, maka pengobatannya berupa pemberian tambahan faktor pembekuan darah atau terapi
pengganti. Penderita hemofilia A memerlukan tambahan faktor VIII, sedangkan penderita
hemofilia B memerlukan tambahan faktor IX.
Saat ini, pemberian faktor VIII dan faktor IX untuk penderita hemofilia semakin
praktis. Faktor VIII atau faktor IX telah dikemas dalam bentuk konsentrat sehingga mudah
untuk disuntikkan dan menunjang home therapy (terapi mandiri). Perdarahan akan berhenti
bila pemberian faktor VIII atau faktor IX mencapai kadar yang dibutuhkan.
Replacement Therapy
Terapi pada hemofilia disebut dengan Replacement Therapy. Replacement Therapy adalah
terapi dengan cara menyuntikkan infus protein faktor pembekuan darah dalam bentuk tranfusi
plasma kepada penderita. Infus protein tersebut berasal dari donor atau pun rekayasa
genetika. Cara ini dapat dilakukan berulang kali apabila mengalami pendarahan yang cukup
serius. Transfusi plasma tersebut berupa Cryoprecipitate. Cryoprecipitate adalah plasma
darah yanhg mengandung faktor VIII atau IX pembekuan darah. Sehingga sangat cocok
untuk terapi Hemofilia A dan Hemofilia B. Terapi ini dapat dilakukan sebagai pencegahan
terjadinya pendarahan dan preventifatau saat telah terlanjur terjadi pendarahan. Akan tetapi
terapi ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi.
Terapi Gen
Di Inggris dan Amerika pernah diadakan suatu studi yaitu menyuntikkan suatu virus ke
dalam tubuh. Virus tersebut memiliki warna biru dan memiliki kemampuan untuk membuat
protein dalam darah. Peneliti mengambil suatu virus yang mengandung suatu materi gen yang
dapat memicu pembentukan faktor IX pambekuan darah. Pada kasus tersebu empat dari
empat penderita Hemofilia B dapat menghentikan terapi hemofilia yang sebelumnya pernah
mereka jalani. Penelitian ini dipublikasikan oleh New England Journal of Medicine.
Terapi Desmopressin (DDAVP)
Terapi Antifibrinolytic medicine
Cara ini biasanya dilakukan saat pendarahan itu terjadi untuk membekukan darah. Seperti
halnya dokter gigi yang menangani pendarahan di mulut.
Meskipun terdapat beberapa jenis terapi hemofilia, pastinya terapi tersebut memiliki dampak
negatif dalam tubuh kita. Seperti halnya Replacement Therapy.Terapi tersebut dapat
menimbulkan efek samping berupa komplikasi, yaitu
- Protein faktor pembeku darah dianggap oleh tubuh kita sebagai antigen atau benda asing,
sehingga antibodi kita akan menyerang faktor tersbut. Sehingga akan terasa sia- sia memberi
protein yang tidak dapat diterima oleh kita.
Hal ini mungkin terjadi apabila faktor pembekuan darah yang resipien (dalam hal ini
penderita hemofilia) terima berasal dari pendonor yang mengidap penyakit tertentu, seperti
penyakit hepatitis atau HIV. Oleh karena itu, perlu diadakan pemeriksaan darah sebelum
didonorkan.
Selain itu, Terapi gen juga memiliki efek samping. Pada suatu kasus studi yang dilakukan
oleh para ahli dari University College London Cancer Institute dan St Jude Children's
Research Hospital in Memphis, terdapat satu pasien yang mengalami peningkatan enzim lima
kali lebih besar dari kadar normal. Hal tersebut dikhawatirkan dapat memicu penyakit baru,
yaitu radang hati.
Serti kita ketahui setiap orang pasti memiliki alergi. Entah alergi karena angin, debu, suhu
dingin, atau bahkan alergi pada protein tertentu. Apabila seseorang tidak cocok terhadap
suatu protein faktor pembeku darah, maka protein tersebut dapat menjadi racun bagi tubuh
sehingga menimbulkan alergi seperti gatal --gatal atau batuk.
Apakah berbagai terapi tersebut dapat menyembuhkan penyakit hemofilia? Menurut penulis
jawabannya adalah berbagai terapi tersebut tidak dapat menyembuhkan penyakit hemoflia
secar total. Mengapa? Karena hemofilia merupakan penyakit bawaan sejak kita lahir. Yang
terjadi karena kelaianan pada Kromosom X. Sehingga peluang kita sangat kecil untuk
mengubah kelainan gen pada Kromosom X yang tidak normal tersebut.
Sedangkan terapi berfungsi sebagai pemicu pembentukan atau bahkan hanya menambah
jumlah protein faktor pembekuan darah. Sehingga saat terjadi pendarahan darah dapat segera
membeku. Akan tetapi jika kita berhenti melakukan terapi tersebut maka jumlah protein
faktor pembekuan darah akan kembali seperti semula. Sehingga saat terluka darah akan sukar
membeku lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Hemofilia merupakan penyakit yang bersifat herediter. Pada penyakit ini
terjadi gangguan pada gen yang mengekspresikan faktor pembekuan darah, sehingga jika
terjadi luka,luka tersebut sukar menutup.
Klasifikasi hemofilia dibedakan atas 3 macam :
· Hemofilia A
· Hemofilia B atau penyakit “Christmas”
· Hemofilia C
B. Saran
Dengan riwayat keluarga ada yang menderita penyakit hemophilia,probabilitas anak
tersebut menderita hemophilia banding anak tersebut normal adalah 50% : 50%. Disarankan
bagi anak tersebut terlebih dahulu menjalankan pemeriksaan kadar faktornya untuk
mengetahui jenis dan tingkat hemophilia.
Jika setelah melalui tes anak tersebut dinyatakan penderita hemophilia maka anak
tersebut dapat disunat dengan konsekuensi harus menjalani prosedur khusus.Namun jika
ternyata anak tersebut normal maka sircumsisi dapat dengan prosedur sepertibiasanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecily. L Betz, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Alih bahasa Jan Tambayong, EGC,
Jakarta
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1,
Infomedika, Jakarta
3. Sodeman, 1995, Patofisiologi Sodeman : Mekanisme Penyakit, Editor, Joko Suyono,
Hipocrates, Jakarta
4. Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta
5. http://kompas.co.id/read/xml/2008/12/29/09050239/bila.berdarah.sulit.berhenti