Disusun Oleh :
Kelompok 4
A15.1
Ketika pembuluh darah rusak, ada empat tahap dalam pembentukan bekuan
normal. Pertama, pembuluh darah rusak dan pendarahan dimulai. Pembuluh darah
menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah cedera. Platelet menempel
pada dinding pembuluh darah yang rusak. Hal ini disebut adhesi trombosit. Ini
trombosit melepaskan zat menyebarkan yang mengaktifkan trombosit lain di dekatnya
yang mengumpul di lokasi cedera untuk membentuk sebuah plug trombosit. Ini
disebut agregasi trombosit. Permukaan trombosit ini diaktifkan maka menyediakan
situs untuk pembekuan darah terjadi. Protein pembekuan seperti faktor VIII dan IX
yang beredar dalam darah diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk
gumpalan mesh seperti fibrin (Mark, 2012 dalam Yoshua, 2013).
Gambar 2. Perbandingan Pembekuan Darah Normal dan Tidak Normal
Protein (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII dan faktor von
Willebrand) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade
koagulasi .
Hemofilia Normal
Ketika salah satu protein, misalnya, faktor VIII, tidak ada, kartu domino
berhenti jatuh, dan reaksi berantai rusak. Pembekuan tidak terjadi, atau terjadi jauh
lebih lambat dari biasanya. Trombosit di lokasi cedera tidak menuju ke tempatnya
untuk membentuk bekuan permanen (Mark, 2012 dalam Yoshua, 2013).
1. PERJALANAN PENYAKIT
a. Periode neonatal
Periode neonatal ialah rentang waktu sejak kelahiran sampai 28 hari post
natal. Perdarahan intrakranial (intracranial hemorrhage, ICH) biasanya
merupakan tanda pertama yang dapat ditemukan pada periode ini. Riwayat
hemofilia dalam keluarga merupakan hal penting dalam menentukan teknik
persalinan untuk mengurangi risiko trauma persalinan (Linderman, 2010 dalam
Yoshua, 2013).
b. Periode infant, toddler dan child
Periode infant dimulai setelah neonatal sampai usia 1 tahun, kemudian
beralih ke periode toddler sampai usia 2 tahun, selanjutnya periode child sampai
usia 10 tahun (WHO, 2012 dalam Yoshua, 2013). Pada periode infant dan
toddler, risiko terjadinya perdarahan menjadi lebih tinggi seiring dengan
perkembangan dan pertumbuhan bayi yaitu mulai belajar untuk duduk,
merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari. Hematom dan hemartrosis mulai
ditemukan pada periode ini. Selain itu, pemberian imunisasi juga memerlukan
perhatian khusus karena imunisasi biasanya diberikan secara intramuscular
(Linderman, 2010 dalam Yoshua, 2013).
c. Periode adolescent dan adult
Periode adolescent ialah rentang waktuusia 10-19 tahun, dan selanjutnya
adult sampai usia 64 tahun (WHO, 2012 dalam Yoshua, 2013). Pada periode
adolescent, amigdala yang bertanggung jawab terhadap perilaku instingtual
berkembang pesat sedangkan lobus frontal yang berfungsi dalam reasoning,
yaitu perilaku untuk berpikir dahulu sebelum bertindak belum berkembang
sempurna. Olah raga dan permainan yang memacu adrenalin biasanya menjadi
bagian dari kehidupan anak yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
perdarahan baik internal maupun eksternal. Pada periode adult, fungsi lobus
frontalis dalam hal reasoning sudah berkembang baik. Pasien hemofilia sudah
cukup dewasa untuk menyesuaikan diri sehingga umumnya risiko terjadinya
perdarahan atau komplikasi lainnya dapat dihindari (Linderman, 2010 dalam
Yoshua, 2013).
F. Klasifikasi Hemofilia
Hemofilia terbagi atas tiga jenis, yaitu :
1. Hemofilia A
Disebut juga dengan Hemofilia Klasik karena jenis hemofilia ini adalah yang
paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Terjadi karena
kekurangan faktor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah/ defisiensi faktor VIII dan diturunkan secara seksual
(Kemkes, 2015)..
2. Hemofilia B
Disebut juga dengan Christmas Disease karena di temukan untuk pertama
kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada. Terjadi karena
kekurangan faktor IX protein dalam darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah/ defisieni faktor IX dan diturunkan secara seksual
(Kemkes, 2015).
3. Hemofilia C
Terjadi karena defisiensi faktor XI dan diturunkan secara autosomal (Yoshua
& Angliadi , 2013).
Berdasarkan kadar faktor VIII dan faktor IX di dalam darah, hemofilia A dan B
dapat di golongkan dalam 3 tingkatan yaitu (Kemkes, 2015)
1. Hemofilia Berat (kurang dari 1% dari jumlah normalnya)
Dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang
perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
2. Hemofilia Sedang (1%-5% dari jumlah normalnya)
Perdarahan dapat terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah
raga yang berlebihan.
3. Hemofilia Ringan (5%-30% dari jumlah normalnya)
Mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi,
cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin
akan mengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
G. Komplikasi Hemofilia
Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus hemofilia ialah komplikasi
muskuloskeletal dan terbentuknya reaksi auto-antibodi (inhibitor)/ neutralizing
alloantibody terhadap faktor pembekuan darah itu sendiri, baik terhadap faktor VIII
atau faktor IX (Knobe K & Berntrop E, 2008) dalam (Yoshua & Angliadi , 2013).
1. Komplikasi Muskuloskeletal
a. Artritis hemofilik
Berdasarkan patofisiologinya, artritis hemofilik dapat dibagi menjadi 3
stadium, yaitu (Knobe K & Berntrop E, 2008) dalam (Yoshua & Angliadi ,
2013)
1) Hemartrosis akut
Gejala :
a) Nyeri pada palpasi/ gerak
b) Edema
c) Keterbatasan ROM (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam
(Yoshua & Angliadi , 2013).
2) Sinovitis kronis
Gejala :
a) Nyeri (minimal)
Nyeri tidak ada bila melakukan gerak pasif namun nyeri ada
pada gerak aktif.
b) Gangguan proprioseptif
c) Atrofi otot (+/-) (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam
(Yoshua & Angliadi , 2013).
3) Artritis degenerative
Gejala :
a) Nyeri pada palpasi/gerak
b) Keterbatasan ROM
c) Neuropati
d) Kelemahan otot
e) Kontraktur
f) Deformitas (+/-) (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam
(Yoshua & Angliadi , 2013).
b. Perdarahan otot akut
Gejala :
1) Nyeri pada palpasi/gerak
2) Keterbatasan ROM
3) Muscle imbalance
4) Neuropati (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam (Yoshua &
Angliadi , 2013).
2. Reaksi Inhibitor/ neutralizing alloantibody
Inhibitor adalah suatu poliklonal antibodi imunoglobulin (Ig) G dengan
afinitas tinggi, yang berfungsi menghancurkan substansi yang tidak dikenali.
Pada penderita hemofilia A, B, atau C, inhibitor langsung melawan faktor VIII,
IX, atau XI selama diberikan terapi pengganti (DiMichele DM, 2010) &
(Olenburg J &Tuddenham E, 2005) dalam (Yantie & Ariawati, 2012). Insiden
terbentuknya inhibitor pada hemofilia berkisar 20-40% pada penderita hemofilia
berat, jarang terjadi pada penderita hemofilia ringan dan sedang (Yantie &
Ariawati, 2012).
Inhibitor ditandai dengan semakin seringnya penderita mendapatkan terapi
pengganti, semakin sering mengalami episode perdarahan dan mengalami
komplikasi. Ciri-ciri secara klinis terbentuknya inhibitor adalah timbul
perdarahan pada penderita yang sedang dalam pengobatan profilaksis, penderita
dengan terapi on demand yang kemudian tidak berespon lagi. Inhibitor
menyebabkan terapi hemofilia semakin sulit, sehingga inhibitor bisa dipikirkan
bila timbul perdarahan yang sulit ditangani dengan terapi biasa, terutama pada
penderita hemofilia berat. Perdarahan akut dapat terjadi pada berbagai bentuk.
Pada hemophilia berat, titer inhibitor yang rendah atau tinggi dapat menunjukkan
tanda-tanda perdarahan. Penderita dapat mengalami perdarahan sebanyak 2
sampai 4 kali per bulannya. Kebanyakan perdarahan terjadi secara spontan yang
dapat ditangani di rumah, adapula perdarahan sampai mengancam nyawa atau
meningkatkan situasi kritis seperti saat periode operasi (Peerlinkck K &
Jacquemin MG, 2005) dalam (Yantie & Ariawati, 2012).
H. Pengobatan dan Pencegahan Hemofilia
1. Pencegahan
a. Tidak menikah dengan orang yang mempunyai riwayat penyakit Hemofilia,
mengingat penyakit Hemofilia adalah penyakit genetik
b. Hindari mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang
berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat,
obat antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin.
Hindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan,
berkonsultasi lebih dulu pada dokter.
c. Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh
agak tidak berlebihan.
d. Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan kesehatan
tubuh (Yoshua & Angliadi, 2013).
e. Mengikuti program imunisasi
f. Mengikuti sosialisasi tentang penyakit Hemofilia agar mengetahui tanda dan
gejala penyakit Hemofilia
2. Pengobatan
Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala seperti di atas, disarakan segera
melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya.
Pemberian tranfusi rutin berupa kriopresipitat-AIIF atau Recombinant Factor VIII
untuk penderita Hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemophilia
B. terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun
tranfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa
pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia
dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemophilia meninggal dunia pada
usia dini (Yoshua & Angliadi, 2013).
a. Rest
Penderita harus beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang sifatnya
kontak fisik.
b. Ice
Jika terjadi luka segera perdarahan itu dibekukan dengan mengkompresnya
dengan es.
c. Compression
Luka harus di bebat atau dibalut dengan perban.
d. Elevation
Berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.
RICE hanya untuk pertolongan pertama saja, dalam waktu kurang dari 2 jam
setelah perdarahan, pasien harus segera mendapatkan suntikkan faktor pembekuan
darah atau transfusi komponen darah.
Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat
mengganggu hemostasis. Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada
penderita hemofilia berat dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan
kecacatan sendi. WHO dan WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai
pada usia 1-2 tahun dan dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis diberikan
berdasarkan Protokol Malmö yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu
pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari per minggu atau F IX
20-40 U/kg dua kali per minggu (Yoshua & Angliadi, 2013).
6. Faktor Pendukung
a. Aktivitas Daily Live (ADL)
1) Aktivitas
Tanda : Kelemahan otot
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
2) Sirkulasi
Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda
perdarahan serebral
Gejala : Palpitasi
3) Eliminasi
Gejala : Hematuria, feses hitam
4) Integritas Ego
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.
5) Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
6) Nyeri
Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
7) Keamanan
Tanda : Hematoma pada ekstrimitas
Gejala : Riwayat trauma ringan.
8) Personal hygiene
Tanda : kurangnya kemampuan untuk melakukan aktvitas perawatan
dini
9) Istirahat
Tanda : Tidur terganggu karena adanya nyeri
10) Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai
dengan rasa nyeri dan terjadi bengkak.
11) Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulakan Atropati
hemofilia dengan ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang
terbatas.
12) Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria
yang berlebihan, dan juga perdarahan otak.
13) Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan
b. Faktor psikologi
- Kaji konsep diri pasien body image, peran, identitas pasien, dll
- Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang kondisi dan tindakan
- Kaji dampak kondisi pasien dengan gaya hidup pasien
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Uji Skrinning untuk koagulasi darah
Masa pembekuan memanjang (waktu pembekuan nrmal adalah 5
sampai10 menit)
Jumlah trombosit ( normal )
Uji pembangkitan tromboplastin ( dapat menemukan pembentukan
yangtidak efisien dari tromboplastin akibat kekurangan F VIII )
Masa protrombin (normal)
Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
factor koagulasi intrinsic)
Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan
thrombosit dalam kapiler)
2) Biopsi hati ( kadang-kadang ) digunakan untuk memperoleh jaringan
untuk pemeriksaan patologi dan kultur
3) Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), Serum
Glutamic Oxaloacetic Tansaminase (SGOT), Fosfatase alkali, bilirubin.
(Betz & Sowden, 2002).
4) Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus)
5) Ultrasonograph Dopples / Pletismografi (menandakan aliran darah
lambat melalui pembuluh darah.
Do :
- HB 9 gr/dl
- Sianosis daerah perifer
- adanya hematoma di
ekstremitas bawah
- TD 100/70 mmHg
- Tampak perdarahan dalam
otot dan sendi pasien
- pasien terlihat lemas dan
lemah
- pasien terlihat cemas
3 Jumat, 31 Ds : Kekurangan kegagalan
Maret 2016 - Pasien mengatakan sering volume cairan mekanisme
mengalami memar yang regulasi :
besar dan meluas dan pembekuan
perdarahan dalam otot, darah tidak
sendi, dan jaringan lunak. normal
Do :
- HB 9 gr/dl
- TD 100/70 mmHg
- HR 70x/menit
- Trombositopeni
- FDP (Fibrin Degradation
Product) memanjang
- suhu 38.2 ºC
- CRT 3 detik
- Turgor kulit kering,
mukosa kering
- pasien terlihat lemah dan
lemas
4 Jumat, 31 Ds : Hambatan Nyeri dan
Maret 2016 - Pasien mengatakan tidak mobilitas fisik kerusakan
dapat menjalankan aktivitas sendi
sehari-hari dengan leluasa
- Pasien mengatakan sering
mengalami memar yang
besar dan meluas dan
perdarahan dalam otot,
sendi, dan jaringan lunak.
- Pasien mengatakan sering
merasakan nyeri pada sendi
aktivitas pasien sering di
bantu oleh orang lain
Do :
- Skala nyeri pasien nomor
6
- Aktivitas pasien masih
sering di bantu oleh orang
lain
III. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan aktif
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi :
pembekuan darah tidak normal
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi
V. Evaluasi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
S : Pasien mengatakan nyeri mulai berkurang
O : Pasien tidak lagi menunjukkan wajah nyeri atau kesakitan dan tidak cemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Kemkes. (2015, April 17). Hari Hemofilia Sedunia. pp. 1-3. Diunduh pada tanggal 30
Maret 2017, dari :
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/pdf.php?id=15042000001
Yantie, V. K., & Ariawati. (2012). Inhibitor Pada Hemofilia . Jurnal Ilmiah
Kedokteran , 31-36.
Yoshua, V., & Angliadi , E. (2013). Rehabilitasi Medik Pada Hemofilia . Jurnal
Biomedik, 67-73.
Yoshua, Vincentius dan Engeline Angliadi. Rehabilitasi Medik pada Hemofilia Jurnal
Biomedik (JBM). Volume 5 (2), Juli 2013, hlm. 67-73