Anda di halaman 1dari 30

HEMOFILIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa 2

Dosen Pembimbing: Ns. Niken Safitri Dyan K, S.Kep., Msi. Med

Disusun Oleh :

Astarika Ciputri Kumalasari (22020115130084)


Hesti Kusumastuty (22020115130073)
Eriani Septia (22020115120017)
Novinda Kurnia Fitri (22020115120031)
Deviana Nartatik (22020115130094)
Zumrotul Aulia (22020115130062)
Annisa Rahma Wijayanti (22020115130108)
Tiffani Erlita Sari (22020115130091)

Kelompok 4

A15.1

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
Hemofilia
A. Definisi Hemofilia
Menurut Kosman (2013), Hemofilia adalah gangguan produksi faktor
pembekuan yang diturunkan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya
darah dan philein yang artinya mencintai atau suka. Walaupun sebenarnya maknanya
tidak sesuai, namun kata hemofilia tetap dipakai.Kelainan perdarahan yang
diturunkan pertama kali didokumentasikan di abad kedua oleh Kerajaan Babilonia.
Namun baru pada abad ke 18 dilaporkan adanya kemungkinan basis genetik untuk
kelainan perdarahan ini dan mulai tahun 1950an transfusi fresh frozen plasma (FFP)
digunakan.
Pada tahun 1980an teknik rekombinan DNA untuk memproduksi faktor VIII
(F VIII) dan faktor IX (F IX) mulai diterapkan. Hemofilia merupakan penyakit
genetik yang diturunkan secara x-linked resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang
tua kepada anak-anaknya. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor
pembekuan, dimana pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic
factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor).
Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.Secara klinis
hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan, hemofilia sedang dan hemofilia
berat berdasarkan derajat kekurangan faktor pembekuan yang bersangkutan.
Menurut Sona (2010), Hemofilia adalah suatu kondisi genetik yang
menyebabkan orang untuk terus pendarahan untuk waktu yang lama kecuali diobati.
Orang dengan hemofilia tidak berdarah lebih cepat daripada orang lain, tapi akan
berdarah terus menerus pada tingkat normal sampai mereka diperlakukan. Hal ini
karena darah tidak dapat membeku tanpa terapi apapun. pendarahan internal adalah
perhatian utama pada hemofilia.Perdarahan umum ke dalam sendi seperti lutut,
pergelangan kaki dan siku. Hal ini mungkin disebabkan oleh cidera, tetapi dalam
hemofilia berat dapat dimulai secara spontan.
B. Etiologi Hemofilia
Menurut Budirahardjo (2011), etiologi hemofilia yaitu:
1. Herediter
2. Hemofilia A timbul jika ada defek genyang menyebabkan kurangnya
faktorpembekuan VIII (AHG)
3. Hemofilia B disebabkan kurangnyafaktor pembekuan IX
4. Hemofilia C Desibabkan kurangnyafaktor pembekuan XI
C. Epidemiologi Hemofilia
Angka kejadian hemofilia A berkisar yang paling rendah 1 per 20.000
populasi dan yang tertinggi 1 per 10.000 populasi, hemofilia A jauh lebih banyak
dibandingkan dengan penderita hemofilia B, anka kejadian hemofilia B biasanya
kurang dari seperlima hemofilia A, hemofilia dapat terjadi pada semua suku bangsa
dan semua data laporan dari World Federation oh Hemofilia (WFH) 2002 tercatat
jumlah penderita hemofilia yang terdaftar hanya 150 penderita, namun sejak tahun
2005 setelah terbentuk organisasi Himpunan masyarakat Hemofilia Indonesia
(HMHI) di Jakarta pendataan penderita sudah mulai terorganisir. Berdasarkan data
terakhir dari Yayasan Hemofilia Indonesia/HMHI Pusat jumlah penderita hemofilia
yang sudah teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21
provindi dari 30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi
kemungkinan adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk
Indonesia yang mencapai 217.854.000 popolasi (BPJS Indonesa, 2004), secara
nasional prevelensi hemofilia hanya mencapai ± 4,1/1 juta populasi, angka ii sangat
kecil dibandingkan prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita
hemofilia ±21.000 orang (Aman, 2006).
Provinsi daerah Khusus jakarta merupakan jumlah penderita terbanyak yang
terdata di HMHI yaitu dengan jumlah penderita 257 orang dengan jumlah penduduk
8,7 juta jiwa (BPJS, 2004), prevelensinya 29,5/1 juta populasi , diikuti Sumatera
Utara 154 penderita dengan jumlah penduduk 12,1 juta jiwa (BPJS, 2004),
prevelensinya 12,8/1 juta populasi, Jawa Tengah122 penderita dengan jumlah
penduduk 38,6 juta jiwa (BPJS, 2004), prevelensinya 2,75/1 juta populasi, Jawa
Timur 92 penderita dengan jumlah penduduk 26,4 juta jiwa (BPJS, 2004),
prevelensinya 2,52/1 juta populasi, beberapa provinsi berikut ini mempunya data
hemofilia dibawah 50 orang diantaranya yaitu Sumatera Selatan 42 penderiita dengan
jumlah penduduk tahun 2004 sebanyak 6,6 juta, prevelensinya 6,36/1 juta populasi ,
Banten 33 penderita dengan jumlah penduduk tahun 2004 sebanyak 9,1 juta,
prevelensinya 3, 63/ 1 juta populasi, dan yogyakarta 25 penderita dengan jumlah
penduduk tahun 2004 sebnayak 3,2 juta populasi, prevelensinya 7,8 juta populasi, ada
6 provinsi yaitu Bali, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bangka Belitung,
Lampung, Sulawesi Selatan dengan jumlah penderita yang terdata dibawah 10 orang,
kemudian 5 provinsi yaitu riau, Kalimantan timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, dan Sulawesi Utara dengan jumlah penderita yang terdata hanya dibawah 5
orang serta 2 provinsi yaitu Bengkulu dan Papua jumlah penderita yang terdata
masing-masing hanya 1 orang (Aman, 2006).
D. Tanda dan gejala Hemofilia
Gejala yang paling sering terjadi pada hemofilia ialah perdarahan, baik yang
terjadi di dalam tubuh (internal bleeding) maupun yang terjadi di luar tubuh (external
bleeding). Internal bleeding yang terjadi dapat berupa: hyphema, hematemesis, he-
matoma, perdarahan intrakranial, hematuria, melena, dan hemartrosis. Terdapatnya
external bleeding dapat bermanifestasi sebagai perdarahan masif dari mulut ketika ada
gigi yang tanggal atau pada ekstraksi gigi; perdarahan masif ketika terjadi luka kecil;
dan perdarahan dari hidung tanpa sebab yang jelas (Yoshua dan Angliadi, 2013).
E. Patofisiologi Hemofilia
Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan karakteristik
sexlinked resesif dan autosomal resesif, dimana perdarahan dapat terjadi tanpa
penyebab trauma yang jelas atau berupa perdarahan spontan. Hemofilia dibagi atas
tiga jenis yaitu hemofilia A, B, dan C. Hemofilia A dan B diturunkan secara seksual,
sedangkan hemofilia C secara autosomal. Pada kasus hemofilia A terdapat defisiensi
faktor VIII; kasus hemofilia B dengan defisiensi faktor IX; dan hemofilia C dengan
defisiensi faktor XI (Harper, 2012 dalam Yoshua, 2013).
Dalam jaringan pembuluh darah, darah dibawa ke seluruh tubuh. Ketika ada
jaringan yang terluka, kerusakan pembuluh darah dapat mengakibatkan kebocoran
darah melalui lubang di dinding pembuluh. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan
internal atau eksternal.Trombosit memainkan peran penting dalam menghentikan
perdarahan dengan menggumpal bersama dan membentuk plug. Faktor pembekuan
seperti faktor VIII dan IX diperlukan untuk membentuk gumpalan (Mark, 2012 dalam
Yoshua, 2013).
Gambar 1. Skema Patofisiologi Hemofilia

Ketika pembuluh darah rusak, ada empat tahap dalam pembentukan bekuan
normal. Pertama, pembuluh darah rusak dan pendarahan dimulai. Pembuluh darah
menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah cedera. Platelet menempel
pada dinding pembuluh darah yang rusak. Hal ini disebut adhesi trombosit. Ini
trombosit melepaskan zat menyebarkan yang mengaktifkan trombosit lain di dekatnya
yang mengumpul di lokasi cedera untuk membentuk sebuah plug trombosit. Ini
disebut agregasi trombosit. Permukaan trombosit ini diaktifkan maka menyediakan
situs untuk pembekuan darah terjadi. Protein pembekuan seperti faktor VIII dan IX
yang beredar dalam darah diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk
gumpalan mesh seperti fibrin (Mark, 2012 dalam Yoshua, 2013).
Gambar 2. Perbandingan Pembekuan Darah Normal dan Tidak Normal

Protein (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII dan faktor von
Willebrand) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade
koagulasi .

Hemofilia Normal

Gambar 3. Analogi Kerja Protein Seperti Kartu Domino

Ketika salah satu protein, misalnya, faktor VIII, tidak ada, kartu domino
berhenti jatuh, dan reaksi berantai rusak. Pembekuan tidak terjadi, atau terjadi jauh
lebih lambat dari biasanya. Trombosit di lokasi cedera tidak menuju ke tempatnya
untuk membentuk bekuan permanen (Mark, 2012 dalam Yoshua, 2013).

1. PERJALANAN PENYAKIT
a. Periode neonatal
Periode neonatal ialah rentang waktu sejak kelahiran sampai 28 hari post
natal. Perdarahan intrakranial (intracranial hemorrhage, ICH) biasanya
merupakan tanda pertama yang dapat ditemukan pada periode ini. Riwayat
hemofilia dalam keluarga merupakan hal penting dalam menentukan teknik
persalinan untuk mengurangi risiko trauma persalinan (Linderman, 2010 dalam
Yoshua, 2013).
b. Periode infant, toddler dan child
Periode infant dimulai setelah neonatal sampai usia 1 tahun, kemudian
beralih ke periode toddler sampai usia 2 tahun, selanjutnya periode child sampai
usia 10 tahun (WHO, 2012 dalam Yoshua, 2013). Pada periode infant dan
toddler, risiko terjadinya perdarahan menjadi lebih tinggi seiring dengan
perkembangan dan pertumbuhan bayi yaitu mulai belajar untuk duduk,
merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari. Hematom dan hemartrosis mulai
ditemukan pada periode ini. Selain itu, pemberian imunisasi juga memerlukan
perhatian khusus karena imunisasi biasanya diberikan secara intramuscular
(Linderman, 2010 dalam Yoshua, 2013).
c. Periode adolescent dan adult
Periode adolescent ialah rentang waktuusia 10-19 tahun, dan selanjutnya
adult sampai usia 64 tahun (WHO, 2012 dalam Yoshua, 2013). Pada periode
adolescent, amigdala yang bertanggung jawab terhadap perilaku instingtual
berkembang pesat sedangkan lobus frontal yang berfungsi dalam reasoning,
yaitu perilaku untuk berpikir dahulu sebelum bertindak belum berkembang
sempurna. Olah raga dan permainan yang memacu adrenalin biasanya menjadi
bagian dari kehidupan anak yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
perdarahan baik internal maupun eksternal. Pada periode adult, fungsi lobus
frontalis dalam hal reasoning sudah berkembang baik. Pasien hemofilia sudah
cukup dewasa untuk menyesuaikan diri sehingga umumnya risiko terjadinya
perdarahan atau komplikasi lainnya dapat dihindari (Linderman, 2010 dalam
Yoshua, 2013).

F. Klasifikasi Hemofilia
Hemofilia terbagi atas tiga jenis, yaitu :
1. Hemofilia A
Disebut juga dengan Hemofilia Klasik karena jenis hemofilia ini adalah yang
paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Terjadi karena
kekurangan faktor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah/ defisiensi faktor VIII dan diturunkan secara seksual
(Kemkes, 2015)..
2. Hemofilia B
Disebut juga dengan Christmas Disease karena di temukan untuk pertama
kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada. Terjadi karena
kekurangan faktor IX protein dalam darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah/ defisieni faktor IX dan diturunkan secara seksual
(Kemkes, 2015).
3. Hemofilia C
Terjadi karena defisiensi faktor XI dan diturunkan secara autosomal (Yoshua
& Angliadi , 2013).

Berdasarkan kadar faktor VIII dan faktor IX di dalam darah, hemofilia A dan B
dapat di golongkan dalam 3 tingkatan yaitu (Kemkes, 2015)
1. Hemofilia Berat (kurang dari 1% dari jumlah normalnya)
Dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang
perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
2. Hemofilia Sedang (1%-5% dari jumlah normalnya)
Perdarahan dapat terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah
raga yang berlebihan.
3. Hemofilia Ringan (5%-30% dari jumlah normalnya)
Mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi,
cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin
akan mengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
G. Komplikasi Hemofilia
Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus hemofilia ialah komplikasi
muskuloskeletal dan terbentuknya reaksi auto-antibodi (inhibitor)/ neutralizing
alloantibody terhadap faktor pembekuan darah itu sendiri, baik terhadap faktor VIII
atau faktor IX (Knobe K & Berntrop E, 2008) dalam (Yoshua & Angliadi , 2013).
1. Komplikasi Muskuloskeletal
a. Artritis hemofilik
Berdasarkan patofisiologinya, artritis hemofilik dapat dibagi menjadi 3
stadium, yaitu (Knobe K & Berntrop E, 2008) dalam (Yoshua & Angliadi ,
2013)
1) Hemartrosis akut
Gejala :
a) Nyeri pada palpasi/ gerak
b) Edema
c) Keterbatasan ROM (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam
(Yoshua & Angliadi , 2013).
2) Sinovitis kronis
Gejala :
a) Nyeri (minimal)
Nyeri tidak ada bila melakukan gerak pasif namun nyeri ada
pada gerak aktif.
b) Gangguan proprioseptif
c) Atrofi otot (+/-) (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam
(Yoshua & Angliadi , 2013).
3) Artritis degenerative
Gejala :
a) Nyeri pada palpasi/gerak
b) Keterbatasan ROM
c) Neuropati
d) Kelemahan otot
e) Kontraktur
f) Deformitas (+/-) (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam
(Yoshua & Angliadi , 2013).
b. Perdarahan otot akut
Gejala :
1) Nyeri pada palpasi/gerak
2) Keterbatasan ROM
3) Muscle imbalance
4) Neuropati (Liderman C & Eichenfield E, 2010) dalam (Yoshua &
Angliadi , 2013).
2. Reaksi Inhibitor/ neutralizing alloantibody
Inhibitor adalah suatu poliklonal antibodi imunoglobulin (Ig) G dengan
afinitas tinggi, yang berfungsi menghancurkan substansi yang tidak dikenali.
Pada penderita hemofilia A, B, atau C, inhibitor langsung melawan faktor VIII,
IX, atau XI selama diberikan terapi pengganti (DiMichele DM, 2010) &
(Olenburg J &Tuddenham E, 2005) dalam (Yantie & Ariawati, 2012). Insiden
terbentuknya inhibitor pada hemofilia berkisar 20-40% pada penderita hemofilia
berat, jarang terjadi pada penderita hemofilia ringan dan sedang (Yantie &
Ariawati, 2012).
Inhibitor ditandai dengan semakin seringnya penderita mendapatkan terapi
pengganti, semakin sering mengalami episode perdarahan dan mengalami
komplikasi. Ciri-ciri secara klinis terbentuknya inhibitor adalah timbul
perdarahan pada penderita yang sedang dalam pengobatan profilaksis, penderita
dengan terapi on demand yang kemudian tidak berespon lagi. Inhibitor
menyebabkan terapi hemofilia semakin sulit, sehingga inhibitor bisa dipikirkan
bila timbul perdarahan yang sulit ditangani dengan terapi biasa, terutama pada
penderita hemofilia berat. Perdarahan akut dapat terjadi pada berbagai bentuk.
Pada hemophilia berat, titer inhibitor yang rendah atau tinggi dapat menunjukkan
tanda-tanda perdarahan. Penderita dapat mengalami perdarahan sebanyak 2
sampai 4 kali per bulannya. Kebanyakan perdarahan terjadi secara spontan yang
dapat ditangani di rumah, adapula perdarahan sampai mengancam nyawa atau
meningkatkan situasi kritis seperti saat periode operasi (Peerlinkck K &
Jacquemin MG, 2005) dalam (Yantie & Ariawati, 2012).
H. Pengobatan dan Pencegahan Hemofilia
1. Pencegahan
a. Tidak menikah dengan orang yang mempunyai riwayat penyakit Hemofilia,
mengingat penyakit Hemofilia adalah penyakit genetik
b. Hindari mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang
berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat,
obat antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin.
Hindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan,
berkonsultasi lebih dulu pada dokter.
c. Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh
agak tidak berlebihan.
d. Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan kesehatan
tubuh (Yoshua & Angliadi, 2013).
e. Mengikuti program imunisasi
f. Mengikuti sosialisasi tentang penyakit Hemofilia agar mengetahui tanda dan
gejala penyakit Hemofilia
2. Pengobatan
Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala seperti di atas, disarakan segera
melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya.
Pemberian tranfusi rutin berupa kriopresipitat-AIIF atau Recombinant Factor VIII
untuk penderita Hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemophilia
B. terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun
tranfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa
pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia
dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemophilia meninggal dunia pada
usia dini (Yoshua & Angliadi, 2013).

Bila terjadi perdarahan/luka pada penderita Hemofilia terutama daerah sendi,


maka segera lakukan pengobatan dengan metode RICE (Yoshua & Angliadi,
2013), yaitu:

a. Rest
Penderita harus beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang sifatnya
kontak fisik.
b. Ice
Jika terjadi luka segera perdarahan itu dibekukan dengan mengkompresnya
dengan es.
c. Compression
Luka harus di bebat atau dibalut dengan perban.
d. Elevation
Berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.

RICE hanya untuk pertolongan pertama saja, dalam waktu kurang dari 2 jam
setelah perdarahan, pasien harus segera mendapatkan suntikkan faktor pembekuan
darah atau transfusi komponen darah.

Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0.5 x BB (kg)


x kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX
diberikan tiap 24 jam untuk hemofilia B (Septarini & Windiastuti, 2010).

Kadar F VIII atau IX yang diinginkan tergantung pada lokasi perdarahan


dimana untuk perdarahan sendi, otot, mukosa mulut dan hidung kadar 30-50%
diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah retroperitoneal dan
susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi dianjurkan kadar 60-
100%. Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis tindakan.
Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5 hari, sedangkan
operasi atau laserasi luas diberikan 7-14 hari. Untuk rehabilitasi seperti pada
hemarthrosis dapat diberikan lebih lama lagi (Yoshua & Angliadi, 2013).

Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung


kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan obat
antifibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat.

Aspirin dan obat antiinflamasi non steroid harus dihindari karena dapat
mengganggu hemostasis. Profilaksis F VIII atau IX dapat diberikan secara kepada
penderita hemofilia berat dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan
kecacatan sendi. WHO dan WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai
pada usia 1-2 tahun dan dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis diberikan
berdasarkan Protokol Malmö yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu
pemberian F VIII 20-40 U/kg selang sehari minimal 3 hari per minggu atau F IX
20-40 U/kg dua kali per minggu (Yoshua & Angliadi, 2013).

Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang, desmopressin (1-deamino-8-


arginine vasopressin, DDAVP) suatu anolog vasopressin dapat digunakan untuk
meningkatkan kadar F VIII endogen ke dalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan
untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga
obat ini merangsang pengeluaran vWF dari tempat simpanannya (Weibel-Palade
bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara
intravena, subkutan atau intranasal (Septarini & Windiastuti, 2010).

Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolah raga rutin, memakai


peralatan pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau
kontak fisik. Berat badan harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena
berat badan yang berlebih memperberat arthritis. Kebersihan mulut dan gigi juga
harus diperhatikan. Untuk pemeriksaan gigi dan gusi, dilakukan minimal 6 bulan
sekali, karena kalau giginya bermasalah misalnya harus dicabut, tentunya dapat
menimbulkan perdarahan. Vaksinasi diberikan sebagaimana anak normal terutama
terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan
intramuskular. Pihak sekolah sebaiknya diberitahu bila seorang anak menderita
hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan (Repository USU,
2017).

Selain itu penderita Hemofilia sedapat mungkin menghindari penggunaan


aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan dan jangan sembarangan
mengonsumsi obat-obatan. Untuk pelaksanaan operasi ringan hingga berat bagi
penderita hemophilia harus melalui konsultasi dengan dokter. Mengonsumsi
makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan.
Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di
bagian kaki (terutama pada kasus Hemofilia berat). Olahraga secara teratur untuk
menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang
baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan (Repository USU, 2017).

Penatalaksanaan dari komplikasi penyakit Hemofilia yang biasanya terjadi


(Yoshua & Angliadi, 2013), yaitu:
I. Asuhan Keperawatan pada Hemofilia
I. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Penyakit
Keluhan utama :
a. Perdarahan lama ( pada sirkumsisi )
b. Epitaksis
c. Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan
dan terbentur pada sesuatu.
d. Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan jaringan
lunak dan hemoragi pada sendi
e. Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
f. Perdarahan sistem GI track dan SSP

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya


- klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta apakah klien
mempunyai penyakit menular atau menurun seperti Dermatitis, Hipertensi,
TBC.Perdarahan internal (abdominal, dada, atau nyeri pinggang, darah
dalam urin, usus/muntahan), hematom otot, dan perdarahan dalam rongga
sendi.
- Adanya hematom pada ekstremitas atau bagian tubuh tertentu
- Adanya pembengkakan, keterbatasan gerak dan nyeri sendi.
- Pasien ditanya mengenai adanya keterbatasan aktivitas dan gerakan yang
dialami sebelumnya dan apa alat bantu yang dipakai, seperti bidai, tongkat,
atau kruk.
- Pasien baru saja menjalani proses pembedahan, pendarahan yang terjadi
berasal dari bagian tubuh yang mana.
- Upaya yang biasanya dipakai untuk mencegah episode perdarahan.
- Keterbatasan yang diakibatkan oleh kondisi ini terhadap gaya hidup dan
aktivitas sehari-hari.
- Tanyakan apakah pernah berobat tetapi tidak sembuh atau pernah berobat
tetapi tidak teratur dalam menjalani proses pengobatannya.

3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya


- Tanyakan kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
- Berapa lama klien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakit
yang dialaminya.
- Kapan klien mendapatkan pemeriksaan sehubungan dengan penyakit dan
rasa sakitnya
- Apa jenis obat, dosis obat dan warna obat yang telah diminum klien
- Apa reaksi tubuh setelah dilakukan pengobatan sebelumnya

4. Riwayat Penyakit keluarga


- Keluarga klien ada yang menderita hemofilia pada laki-laki atau carrier
pada wanita.
- Pasien dengan hemofilia harus ditanya mengenai bagaimana mereka dan
keluarganya menghadapi kondisinya.
- Apakah keluarga memiliki riwayat pendarahan

5. Riwayat Sosial Ekonomi


- Riwayat perekonomian keluarga seperti riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan,
tempat pekerjaan dan penghasilan
- Hubungan pasien dengan lingkungan. Pasien merasa dikucilkan atau
dijauhi dengan kondisinya dan lebih menarik diri dari lingkungan.
- Masalah yang berhubungan dengan ekonomi seperti membutuhkan biaya
yang banyak untuk proses penyembuhan.

6. Faktor Pendukung
a. Aktivitas Daily Live (ADL)
1) Aktivitas
Tanda : Kelemahan otot
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
2) Sirkulasi
Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda
perdarahan serebral
Gejala : Palpitasi
3) Eliminasi
Gejala : Hematuria, feses hitam
4) Integritas Ego
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.
5) Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
6) Nyeri
Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
7) Keamanan
Tanda : Hematoma pada ekstrimitas
Gejala : Riwayat trauma ringan.
8) Personal hygiene
Tanda : kurangnya kemampuan untuk melakukan aktvitas perawatan
dini
9) Istirahat
Tanda : Tidur terganggu karena adanya nyeri
10) Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai
dengan rasa nyeri dan terjadi bengkak.
11) Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulakan Atropati
hemofilia dengan ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang
terbatas.
12) Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria
yang berlebihan, dan juga perdarahan otak.
13) Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan
b. Faktor psikologi
- Kaji konsep diri pasien body image, peran, identitas pasien, dll
- Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang kondisi dan tindakan
- Kaji dampak kondisi pasien dengan gaya hidup pasien
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Uji Skrinning untuk koagulasi darah
 Masa pembekuan memanjang (waktu pembekuan nrmal adalah 5
sampai10 menit)
 Jumlah trombosit ( normal )
 Uji pembangkitan tromboplastin ( dapat menemukan pembentukan
yangtidak efisien dari tromboplastin akibat kekurangan F VIII )
 Masa protrombin (normal)
 Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
factor koagulasi intrinsic)
 Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan
thrombosit dalam kapiler)
2) Biopsi hati ( kadang-kadang ) digunakan untuk memperoleh jaringan
untuk pemeriksaan patologi dan kultur
3) Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), Serum
Glutamic Oxaloacetic Tansaminase (SGOT), Fosfatase alkali, bilirubin.
(Betz & Sowden, 2002).
4) Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus)
5) Ultrasonograph Dopples / Pletismografi (menandakan aliran darah
lambat melalui pembuluh darah.

II. Analisa Data


No Tanggal & Data Fokus Problem Etiologi
Jam
1 Jumat, 31 Ds : Nyeri akut Pendarahan
Maret 2016 - Pasien mengatakan sering dalam jaringan
mengalami memar yang sendi
besar dan meluas dan
perdarahan dalam otot,
sendi, dan jaringan lunak.
- Pasien mengatakan sering
merasakan nyeri pada sendi
- Pasien kadangkala pada
saat buang air kecil ada
darah
- Skala nyeri pasien nomor
6
Do :
- Tampak perdarahan dalam
otot dan sendi pasien
- Pasien menunjukkan
wajah kesakitan dan cemas

2 Jumat, 31 Ds : Ketidakefektifan Pendarahan


Maret 2016 - Pasien mengatakan sering perfusi jaringan aktif
mengalami memar yang perifer
besar dan meluas dan
perdarahan dalam otot,
sendi, dan jaringan lunak.

Do :
- HB 9 gr/dl
- Sianosis daerah perifer
- adanya hematoma di
ekstremitas bawah
- TD 100/70 mmHg
- Tampak perdarahan dalam
otot dan sendi pasien
- pasien terlihat lemas dan
lemah
- pasien terlihat cemas
3 Jumat, 31 Ds : Kekurangan kegagalan
Maret 2016 - Pasien mengatakan sering volume cairan mekanisme
mengalami memar yang regulasi :
besar dan meluas dan pembekuan
perdarahan dalam otot, darah tidak
sendi, dan jaringan lunak. normal

Do :
- HB 9 gr/dl
- TD 100/70 mmHg
- HR 70x/menit
- Trombositopeni
- FDP (Fibrin Degradation
Product) memanjang
- suhu 38.2 ºC
- CRT 3 detik
- Turgor kulit kering,
mukosa kering
- pasien terlihat lemah dan
lemas
4 Jumat, 31 Ds : Hambatan Nyeri dan
Maret 2016 - Pasien mengatakan tidak mobilitas fisik kerusakan
dapat menjalankan aktivitas sendi
sehari-hari dengan leluasa
- Pasien mengatakan sering
mengalami memar yang
besar dan meluas dan
perdarahan dalam otot,
sendi, dan jaringan lunak.
- Pasien mengatakan sering
merasakan nyeri pada sendi
aktivitas pasien sering di
bantu oleh orang lain

Do :
- Skala nyeri pasien nomor
6
- Aktivitas pasien masih
sering di bantu oleh orang
lain
III. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan aktif
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi :
pembekuan darah tidak normal
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi

IV. Rencana Asuhan Keperawatan


No Hari, Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Tanggal Keperawatan Kriteria Hasil
1 Jumat, Nyeri akut Setelah Pain Management
31 berhubungan dilakukan 1. Kaji keluhan 1. Perubahan atau
Maret dengan tindakan nyeri, perhatikan karakter atau
2016 pendarahan keperawatan lokasi, durasi, intensitas nyeri
dalam jaringan selama 3x24 frequensi dapat
sendi jam diharapkan karakter dan mengindikasikan
masalah nyeri intensitas(skala terjadi
klien dapat 0-10) komplikasi atau
teratasi dengan perbaikan.
kriteria hasil : 2. Berikan 2. Meningkatkan
Pain Level tindakan relaksasi.
- Rasa nyeri kenyamanan
klien berkurang dasar contoh
- Ekspresi wajah teknik relaksasi,
klien tidak perubahan posisi
meringis dengan sering.
- Klien tidak 3. Berikan 3. Menurunkan
tampak gelisah lingkungan yang reaksi terhadap
D tenang sesuai stimulasi dari
indikasi luar atau
sensivitas pada
suara-suara
bising dan
meningkatkan
istirahat/relaksasi
4. Dorong ekspresi 4. Pernyataan
perasaan tentang memungkinkan
nyeri pengungkapan
emosi dan dapat
meningkatkan
mekanisme
koping
5. Berikan 5. Meningkatkan
kompres hangat vasokontriksi,
pada lokasi penumpukan
nyeri resepsi sensori
yang selanjutnya
akan menurunkan
nyeri di lokasi
yang paling
dirasakan
6. Berikan 6. Mungkin
analgetik, sesuai diperlukan untuk
indikasi. menghilangkan
nyeri yang berat
serta
meningkatkan
kenyamanan dan
istirahat
2 Jumat, Ketidakefektifan Setelah Bleeding
31 perfusi jaringan diberikan Precautions
Maret perifer tindakan 1. Kaji pasien 1. Untuk
2016 berhubungan keperawatan untuk mengetahui
dengan selama 3 x 24 menemukan tingkat
perdarahan aktif jam, diharapkan bukti-bukti keparahan
perfusi jaringan perdarahan atau perdarahan pada
perifer kembali hemoragi klien
efektif dengan 2. Kaji yang 2. Dengan
kriteria hasil : mendasari dan mengetahui
Tissue banyaknya darah penyebab
Perfusion : yang keluar perawat dapat
Peripheral mengkaji dan
- Tidak terjadi menghilangkan
penurunan penyebab.
kesadaran Banyaknya darah
- Pengisian yang dikeluarkan
kapiler baik dapat diberikan
- Perdarahan intervensi yang
dapat teratasi tepat
- Tekanan darah 3. Kaji TTV 3. Untuk
dan denyut nadi menentukan
normal intervensi
selanjutnya
4. Bantu klien 4. Posisi kepala
untuk lebih tinggi kira-
meninggikan kira 30-450 dapat
posisi kepala mempertahankan
lebih tinggi dari masukan O2
pada badan yang adekuat,
agar kebutuhan
tubuh terhadap
O2 dapat
Kolaborasi: terpenuhi
5. Pemberian 5. Memperbaiki/me
tranfusi darah normalkan
jumlah sel darah
merah dan
meningkatkan
kapasitas
pembawa
oksigen sehingga
perfusi jaringan
menjadi adekuat
6. Pemberian O2 6. Pemberian O2
sesuai indikasi sesuai indikasi
dapat memenuhi
kebutuhan O2
klien
3 Jumat, Kekurangan Setelah Bleeding
31 volume cairan dilakukan Reduction
Maret berhubungan tindakan 1. Awasi TTV 1. Perubahan TTV
2016 dengan keperawatan kearah yang
kegagalan selama 2x24 abnormal dapat
mekanisme jam diharapkan menunjukan
regulasi : masalah terjadinya
pembekuan kekurangan peningkatan
darah tidak volume cairan kehilangan
normal klien dapat cairan akibat
teratasi dengan perdarahan/
kriteria hasil : dehidrasi
Blood Loss 2. Awasi intake dan 2. Perlu untuk
Severity output cairan menentukan
1. Menunjukan fungsi ginjal,
perbaikan kebutuhan
keseimbanga penggantian
n cairan cairan dan
dengan membantu
berhentinya mengevaluasi
pendarahan satatus cairan
2. Mukosa 3. Monitor drainase 3. Memberikan
mulut luka dan informasi tentang
lembab banyaknya darah derajat
3. Turgor kulit yang keluar hipovolemi dan
cepat membantu
kembali menentukan
kurang dari 2 intervensi
detik 4. Kolaborasi 4. Mempertahankan
4. Pasien tidak dengan tim keseimbangan
lemas medis dalam cairan akibat
pemberian cairan perdarahan
adekuat
4 Jumat, Hambatan Setelah Positioning
31 Mobilitas fisik dilakukan 1. Kaji kekuatan 1. Menentukan
Maret berhubungan tindakan motorik, perkembangan/
2016 dengan nyeri keperawatan kemampuan munculnya
dan kerusakan selama 3x24 secara fungsional kembali tanda
sendi jam diharapkan yang
masalah menghambat
hambatan tercapainya
mobilitas fisik tujuan pasien
klien dapat 2. Pantau tingkat 2. Tingkat
teratasi dengan inflamasi/rasa aktivitas/latihan
kriteria hasil : sakit pada sendi tergantung dari
Mobility perkembangan/re
a. Klien mampu solusi dari proses
beradaptasi inflamasi.
dengan 3. Pertahankan 3. Istirahat sistemik
terbatasan istirahat tirah dianjurkan
fungsional baring/duduk selama
tubuhnya jika diperlukan. eksaserbasi akut
b. Tonus Jadwal aktivitas dan seluruh fase
otot klien kuat untuk penyakit yang
c. Klien memberikan penting untuk
mampu periode istirahat mencegah
berpindah posisi yang terus kelelahan,
dengan mandiri menerus dan mempertahankan
tidur malam hari kekuatan.
yang tidak
terganggu.
4. Bantu dengan 4. Mempertahankan
rentang gerak /meningkatkan
aktif/pasif, fungsi sendi,
demikian juga kekuatan otot,
latihan resisif dan stamina
dan isometric umum. Latihan
jika yang tidak
memungkinkan adekuat
menimbulkan
kekuatan sendi,
karenanya
aktivitas yang
berlebihan dapat
merusak sendi.
5. Ubah posisi 5. Menghilangkan
dengan sering tekanan pada
dengan jumlah jaringan dan
personel cukup. meningkatkan
Bantu teknik sirkulasi.
pemindahan dan Mempermudah
penggunaan perawatan diri
bantuan dan kemandirian
mobilitas pasien. Teknik
pemindahan
yang tepat dapat
mencegah
robekan abrasi
kulit.
6. Posisikan dengan 6. Meningkatkan
bantal, Gunakan stabilitas
bahan kecil/tipis jaringan
di bawah leher (mengurangi
risiko cedera)
dan
mempertahankan
posisi sendi yang
diperlukan dan
kesejajaran
tubuh,
mengurangi
kontraktur.
7. Dorong pasien 7. Mencegah fleksi
mempertahankan leher
postur tegak dan
duduk tinggi,
berdiri, berjalan.
8. Berikan 8. Memaksimalkan
lingkungan yang fungsi sendi,
aman. mempertahankan
mobilitas.
9. Konsul dengan 9. Menghindari
ahli terapi cedera akibat
fisik/okupasi dan kecelakaan/jatuh.
spesialis Berguna dalam
vokasional. memformulasi
program
latihan/aktivitas
yang berdasarkan
pada kebutuhan
individual dan
dalam
mengidentifikasi
-kan alat bantu
10. Berikan 10. Menurunka
matras n tekanan pada
busa/pengubah jaringan yang
tekanan udah pecah
untuk
mengurangi
risiko imobilitas.
11. Berikan 11. untuk
obat-obatan menekan
sesuai indikasi inflamasi
seperti steroid sistemik akut.

V. Evaluasi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
S : Pasien mengatakan nyeri mulai berkurang
O : Pasien tidak lagi menunjukkan wajah nyeri atau kesakitan dan tidak cemas
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan aktif


S : Pasien mengatakan perdarahannya mulai berkurang
O : Pendarahan klien sudah mulai berkurang dan mulai terdapat pembekuan darah
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi :


pembekuan darah tidak normal
S : Pasien mengatakan lemasnya mulai berkurang
O : Pasien menunjukkan perfusi yang adekuat (mukosa merah muda, turgor kulit
sudah tidak kering)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi
S : Pasien mengatakan sudah dapat melakukan aktivitasnya walaupun belum
sepenuhnya
O : Pasien terlihat mulai dapat melakukan aktivitasnya sendiri dan tidak
bergantung pada bantuan orang lain
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Daftar Pustaka

Aman, Adi Koesoema, 2006. Penyakit Hemofilia di Indonesia: Masalah Diagnostik


dan Pemberian Komponen Darah. Diakses pada 1 April 2017, dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/743/08E00114.pdf;jsessi
onid=75BA30123A8122F13E19A87BADB52BD5?sequence=1

Anonym. 2017. Diaksespada 2 April 2017 dari


:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35611/4/Chapter%2520II.pdf

Budiraharjo, R. (2011). Perawatan Gingivitis Pada Anak Penderita Hemofilia-A.


Diakses pada tanggal 31 Maret 2017.
Dari:http://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/viewFile/2089/1693

Dilla Septarini, Ayidan Windiastuti. 2010. TerapiProfilaksis versus On-Demand


padaPasienHemofiliaBeratdenganHemartrosis Vol. 11, No. 5 Februari 2010.
Jakarta. Diaksespada 2 April 2017 dari :http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-5-
1.pdf

Kemkes. (2015, April 17). Hari Hemofilia Sedunia. pp. 1-3. Diunduh pada tanggal 30
Maret 2017, dari :
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/pdf.php?id=15042000001

Kosman, AS. (2013). Perbandingan Kemampuan Fungsional Anak Penderita


Hemofilia dengan Anak yang Normal. Diakses pada tanggal 30 Maret 2017.
Dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35611/4/Chapter%20II.pdf
Sona, PS et al. (2010). Hemophilia - An Overview. International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research vol 5(1). Diakses pada tanggal
30 Maret 2017. Dari:
http://www.sci.sjp.ac.lk/vle/pluginfile.php/11254/mod_resource/content/0/He
mophilia_/hemiphilia_RM3.pdf

Yantie, V. K., & Ariawati. (2012). Inhibitor Pada Hemofilia . Jurnal Ilmiah
Kedokteran , 31-36.

Yoshua, V., & Angliadi , E. (2013). Rehabilitasi Medik Pada Hemofilia . Jurnal
Biomedik, 67-73.
Yoshua, Vincentius dan Engeline Angliadi. Rehabilitasi Medik pada Hemofilia Jurnal
Biomedik (JBM). Volume 5 (2), Juli 2013, hlm. 67-73

Anda mungkin juga menyukai