Dosen pembimbing :
Bambang Edi Warsito, S.Kp., M.Kes.
Disusun oleh :
1. Eko Joko Prasetyo 22020115130110
2. Anastariva Ambar Vianingsih 22020115120056
3. Cici Melati Nur Khanifa 22020115140065
4. Dina Fitria Amalia 22020115120013
5. Hanifah Nur Laily 22020115120002
6. Irmaya Nur Solikah 22020115130080
7. Nisriina Luthfiyah 22020115140061
8. Noviana Rohmah 22020115120026
9. Ragil Titi Hapsari 22020115120015
10. Nimah Vicky Priyani 22020115130078
KELOMPOK 5
A 15 1
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
A. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien
dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil
yang diharapkan. (Gordon, 1994). Intervensi keperawatan adalah semua tindakan
asuhan yang perawat lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi yang
diprakarsai oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif. (McCloskey &
Bulechek, 1994)
Intervensi (perencanaan) adalah kegiatan dalam keperawatan yang meliputi;
meletakkan pusat tujuan pada klien, menetapkan hasil yang ingin dicapai, dan
memilih intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan (Potter dan Perry, 1997).
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga dan orang
terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap
klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi
tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan
siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu
dilibatkan secara maksimal. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting,
diantaranya sebagai alat komunikasi antara sesama perawat dan tim kesehatan
lainnya; meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien; serta
mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai.
Unsur terpenting pada tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas urutan
diagnosis keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan.
1. Tipe intervensi
Terdapat tiga kategori intervensi keperawatan yaitu intervensi yang
diprakarsai oleh perawat, dokter dan intervensi kolaboratif. Kategori pemilihan
didasarkan pada kebutuhan klien. Satu klien mungkin membutuhkan semua dari
ketiga kategori, sementara klien lainnya mungkin hanya membutuhkan intervensi
yang diprakarsai oleh perawat dan dokter.
2. Intervensi Perawat
Intervensi perawat adalah respon perawat terhadap kebutuhan perawatan
kesehatan dan diagnnosa keperawatan klien. Tipe intervensi ini adalah “Suatu
tindakan autonomi berdasarkan rasional ilmiah yang dilakukan untuk kepentingan
klien dalam cara yang diprediksi yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan
dan tujuan klien” (Bulechek & McCloskey, 1994). Intervensi ini tidak membutuhkan
supervisi atau arahan dari orang lain. Sebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang nutrisi yang adekuat atau aktivitas kehidupan sehari – hari
yang berhubungan dengan higiene adalah tindakan keperawatan mandiri.
Intervensi perawat tidak membutuhkan instruksi dokter atau profesi lainnya.
Dokter seringkali dalam instruksi tertulisnya mencakup intervensi keperawatan
mandiri. Namun demikian berdasarkan undang – undang praktik keperawatan di
sebagian besar negara bagian, tindakan keperawatan yang berkaitan dengan aktivitas
kehidupan sehari – hari, penyuluhan kesehatan, promosi kesehatan, dan konseling
berada dalam domain praktik keperawatan.
3. Intervensi Dokter
Intervensi dokter didasarkan pada respon dokter terhadap dioagnosa medis, dan
perawat menyelesaikan instruksi tertulis dokter (Bulechek & McCloskey, 1994).
Memberikan medikasi, mengimplementasikan suatu prosedur invasif, mengganti
balutan dan menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik adalah contoh – contoh
dari intervensi tersebut. Intervensi ini tidak selalu berada dalam praktik legal
keperawatan bagi perawat untuk meresepkan atau menginstruksikan tindakan ini,
tetapi intervensi tersebut berada dalam praktik keperawatan bagi perawat untuk
menyelesaikan instruksi tersebut dan untuk mengkhususkan pendekatan tindakan.
Sebagai contoh, dokter menginstruksikan untuk mengganti balutan 2x sehari,
medikasi intravena setiap 6 jam, dan pemindaian tulang untuk Tn. D. Perawat
memadukan setiap instruksi ini kedalam rencana perawatan Tn. D sehingga instruksi
ini diselesiakan secara aman dan efisien.
Setiap intervensi dokter membutuhkan tanggung jawab keperawatan spesifik dan
pengetahuan keperawatan teknik spesifik. Ketika memberikan obat – obatan, perawat
bertanggung jawab untuk mengetahui kalasifikasi dari obat, kerja fisiologisnya, dosis
normal, efek samping, dan intervensi keperawatan yang berhubungan dengan kerja
obat atau efek sampingnya. Intervensi keperawatan yang berkaitan dengan pemberian
medikasi bergatung pada instruksi tertulis dokter.
4. Intervensi Kolaboratif
Intervensi kolaboratif adalah terapi yang membutuhkan pengetahuan,
keterampilan, dan keahlian dari berbagai profesional perawatan kesehatan. Sebagai
contoh, Tn. J adalah pria yang berusia 78 tahun yang mengalami hemiplegia akibat
stroke dan juga mempunyai riwayat demensia lama. Fungsi kognitifnya terbatas, ia
beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan kerusakan sensasi dan
mobilitas, dan tidak mampu secara mandiri menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari
– hari. Dengan tujuan agar Tn. J mempertahankan tingkat kesehatannya saat ini, ia
membutuhkan intervensi keperawatan spesifik untuk mencegah luka dekubitus;
intervensi terapi fisik untuk mencegah perubahan muskuloskeletal akibat imobilitas;
dan intervensi terapi okupasi untuk makan dan kebutuhan higiene. Perawatan klien ini
membutuhkan koordinasi intervensi kolaboratif dari berbagai profesional perawatan
kesehatan yang semuanya diarahkan pada tujuan jangka panjang untuk
mempertahankan tingkat kesehatan Tn. J saat ini.
Jadi, intervensi perawat, intervensi dokter, dan intervensi kolaboratif
membutuhkan penilaian keperawatan yang kritis dan pembuatan keputusan. Ketika
menghadapi intervensi dokter atau intervensi kolaboratif, perawat tidak secara
otomatis mengimplementasikan terapi, tetapi harus menentukan apakah intervensi
yang diminta sesuai untuk klien.
Menurut Carpenito dan Moyet (2007), ada dua tipe intervensi keperaawatan :
1. Intervensi perawat, yaitu intervensi yang dibuat oleh perawat dan akan
dilaksanakan oleh tim perawat lain.
2. Intervensi medis / intervensi delegasi, yaitu intervensi yang dibuat oleh medis /
perawat senior dan akan dilaksanakan oleh tim perawat lain. Intruksi dokter
bukan merupakan intruksi untuk perawat, melainkan untuk klien yang akan
dibantu oleh perawat jika ada indikasi.
Kedua intervensi tersebut merupakan pengambilan keputusan independen
perawat secara legal. Sebenarnya kalau kita bicara profesi, ini disebutkan sebagai
masalah bersama sehingga bukan disebut instruksi.
Sedangkan menurut Potter dan Perry (1997) ada tiga tipe intervensi keperawatan :
1. Intervensi perawat adalah respons perawat terhadap kebutuhan klien terhadap
perawatan kesehatan dan diagnosis keperawatan. Tindakan memiliki otonomi
yang berdasarkan pada rasional ilmiah. Intervensi ini tidak membutuhkan intruksi
dokter atau profesi.
2. Mencegah timbulnya masalah.
3. Memonitor kejadian.
4. Syarat intervensi
Berikut merupakan syarat dalam pembuatan intervensi :
a) Aman dan sesuai usia, kesehatan, dan kondisi individu.
b) Dapat dicapai dengan sumber yang tersedia.
c) Sesuai dengan nilai, kepercayaan, dan budaya klien.
d) Sesuai dengan terapi lain.
e) Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan atau pengetahuan dari
ilmu pengetahuan yang relevan.
f) Memenuhi standar asuhan baku yang ditentukan oleh hukum negara bagian,
asosiasi profesional (American Nurses Association), dan kebijakan institusi.
a. Isolasi sosial
b. Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual
c. Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
d. Riwayat diabaikan
e. Penurunan kondisi fisiologis
f. Stress jangka panjang
g. Pembatasan aktivitas jangka panjang.
2) Identitas
a. Dapat menyesuaikan perilaku verbal dan non verbal tentang diri sendiri
(III M 120202)
b. Dapat membedakan peran diri dari lingkungan hidup (III M 120204)
c. Dapat menampilkan peran social dengan baik (III M 120207)
d. Dapat mengungkapkan secara jelas peran dari identitas personal (III M
120203)
3) Harga diri
a. Dapat mendeskripsikan diri dengan baik (III M 1205.05)
b. Dapat berkomunikasi dengan baik (III M 1205.07)
c. Dapat mendeskripsikan kebanggaan dalam diri (III M 1205.19)
d. Dapat meningkatkan tingkat kepercayaan diri sendiri (III M 1205.11)
2) Role Enhancement
a. Meminta pasien untuk mengidentifikasikan kesesuaian perilaku yang
dibutuhkan (3R-5370.05)
b. Meminta pasien untuk mengidentifikasikan peran penting dalam hidupnya
(3R-5370.01)
c. Ajari perilaku baru yang dibutuhkan pasien untuk mengisi peran dalam
lingkungannya (3R-5370.19)
d. Meminta pasien untuk mengidentifikasikan peran biasa dalam keluarga
(3R-5370.02)
1) Pengambilan keputusan
Kriteria hasil:
a. Dapat mengidentifikasi informasi yang relevan (II J 090601)
b. Dapat mengidentifikasi alternatif (II J 090602)
c. Dapat mengidentifikasi konsekuensi yang potensial dari alternative(II J
090603)
d. Dapat mengidentifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan untuk
mendukung alternative yang ada (II J 090604)
2) Status kenyamanan: sosiokultural
Kriteria hasil:
a. Tidak adanya kecemasan (V U 201113)
b. Tidak adanya stress (V U 201114)
c. Tidak adanya kehilangan kepercayaan (V U 201116)
d. Tidak adanya keinginan bunuh diri (V U 201118)
3) Self-awarenes
a. Dapat menunjukkan secara konsisten dalam mengenali kemampuan fisik
personal (III M 121503)
b. Dapat menunjukkan secara konsisten dalam mengenali kemampuan
mental (III M 121504)
c. Dapat menunjukkan secara konsisten dalam mengenali kemampuan
emosional (III M 121505)
4) Self-esteem
a. Secara positif dapat menunjukkan terhadap penerimaan keterbatasan diri
(III M 120502)
b. Secara positif dapat menunjukkan komunikasi yang terbuka (III M
120507)
c. Secara positif dapat menunjukkan penerimaan kritik yang membangun
(III M 120514)
Intervensi Keperawatan
1) Identity (1202)
a. Perbedaan diri dengan lingkungan ( III M 120204)
b. Melakukan peran sosial (III M 120207)
c. Perbedaan diri dengan orang lain ( III M 120205)
d. Dapat mengungkapkan kata-kata dengan percaya diri ( III M 120213
e. Dapat mengubah gambaran negatif tentang diri ( III M 120210)
f. Mersa mendapatkan lingkungan yang tepat ( III M 120206)
g. mampu mengungkapkan identitas diri dengan tegas ( III M 120201
h. Mengakui konflik dalam diri sendiri ( III M 120211)
Intervensi Keperawatan
2) Family Therapy(7150)
Definisi : membantu anggota keluarga untuk memindahkan keluarga mereka ke
cara yang lebih produktif hidup
Definisi: fasilitasi aman dan efektif digunakan pf resep dan obat bebas
Kurangnya Interaksi Sosial (Isolasi Sosial) b.d. sistem pendukung yang tidak
adekuat (00053)
1) Keterlibatan Sosial
a. Berinteraksi dengan teman dekat (III PP 150301)
b. Berinteraksi den gan tetangga (III PP 150302)
c. Berinteraksi dengan anggota keluarga (III PP 150303)
d. Berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan (III PP 150306)
e. Berpartisipasi dalam kepengurusan organisasi (III PP 150308)
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC) (5th
ed.). United States of America: Mosby.
Dochterman, J. M., & Bulechek, G. M. (2008). Nursing Outcome Classification (NOC) (5th
ed.). United States of America: Mosby.
NANDA International Inc. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-
2017, Edisi 10 Terjemahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.