Anda di halaman 1dari 103

MANAJEMEN PENGELOLAAN PASIEN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Keperawatan


Pembimbing Akademik : Ns. Devi Nurmalia, S.Kep., M.Kep
: Sarah Ulliya, S.Kep.M.Kes

Oleh :

Annisa Rahma Wijayanti


22020119220123

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXXV


DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
ALGORITMA PENGELOLAAN PASIEN

Kepala Ruang menerima pemberitahuan akan masuk pasien baru baik melalui telepon maupun melalui
data komputer

Kepala Ruang memberitahu Perawat Primer bahwa akan ada pasien baru masuk

Perawat Primer menyiapkan :


1. lembar pasien masuk rumah sakit
2. buku status dan lembar format pengkajian pasien
3. nursing kit
4. informed consent
5. Lembar tata tertib pasien dan pengunjung
6. Lembar tingkat kepuasan pasien
7. Tempat tidur pasien

Kepala Ruang, Perawat Primer dan Perawat Asosiate menyambut kedatangan pasien baru

Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarga

Perawat Primer dan Perawat Asosiate mengantarkan pasien baru ke kamar inap dan
memindahkan ke bed rawat inap serta memenuhi kebutuhan urgensi pasien

Perawat Primer melakukan serah terima dengan perawat yang telah menghantarkan pasien. Serah
terima untuk ke unit rawat inap meliputi :
a. Identitas pasien minimal nama lengkap dan rekam medik pasien.
b. Diagnosis kerja/diagnosis masuk yang dibuat oleh dokter UGD/DPJP
c. Kondisi terakhir (tanda vital dan kesadaran)
d. Rencana / instruksi penanganan yang diberikan oleh DPJP pasien termasuk rencana diit.
e. Tindakan dan/atau obat yang telah diberikan di unit-unit ambulatory maupun di UGD.
f. Obat-obat apa yang ada / di bawa oleh pasien maupun obat yang telah diambil dari farmasi
g. Riwayat alergi pasien.

Perawat primer melakukan perawat memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang
orientasi ruangan, perawatan (termasuk perawat yang bertanggung jawab dan sentralisasi obat),
medis (dokter yang bertanggung jawab), tata tertib ruangan, hak dan kewajiban pasien
Perawat Primer dan Perawat Asosiate melakukan Anamnesa pada pasien meliputi pemeriksaan
fisik, riwayat kesehatan, kebutuhan biologi,sosio, psikologis, spiritual, ekonomi dll

Perawat memperkenalkan pasien dengan pasien satu ruangan

Menanyakan adakah pertanyaan dari pasien dan keluarga. Apabila pasien atau keluarga sudah
jelas, maka diminta untuk menandatangani informed consent sentralisasi obat

Perawat menyerahkan kepada pasien lembar kuesioner tingkat kepuasan pasien

Perawat kembali ke nurse station. Perawat menyimpulkan masalah keperawatan menegakkan


diagnosa awal, asuhan keperawatan sesuai prioritas masalah

Perawat melakukan perencanaan asuhan keperawatan pada pasien

Perawat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan menerapkan tindakan keperawatan
sesuai prosedur dan mengutamakan keselamatan pasien dan menyusun discharge planning

Dokter menginformasikan kepada pasien bahwa pasien boleh pulang

Perawat melengkapi resume medik, surat pulang, surat kontrol dan resep obat yang dibawa
pulang oleh pasien

Perawat melakukan discharge planning pada pasien

Perawat melakukan pengecekan ulang mengenai tindakan pelayanan yang telah dilakukan dan
menginformasikan kepada petugas administrasi

Pihak administrasi menginformasikan pembayaran dan keluarga pasien mengurus pembayaran

Perawat memberikan surat pulang, Surat control, obat pulang dan edukasi kepada pasien dan
keluarga

Perawat menghantar pasien sampe ke tempat penjemputan


MANAJEMEN PENGELOLAAN PASIEN

A. Penerimaan Pasien Baru dan Serah Terima Pasien Di Ruangan


1. Definisi Penerimaan Pasien Baru
Penerimaan pasien baru merupakan suatu cara dalam menerima
kedatangan pasien baru pada suatu ruangan. Pada saat penerimaan pasien
baru disampaikan hal mengenai orientasi ruangan, perawatan, medis, dan
tata tertib ruangan (Nursalam,2012 dalam Sari,2017) . Prosedur penerimaan
pasien adalah pelayanan pertama yang diberikan oleh rumah sakit dan
merupakan pengalaman yang selalu diingat oleh pasien (past experience)
yang akan menjadi salah satu penentu persepsi pasien terhadap pelayanan
di rumah sakit tersebut (Supranto,2006 dalam Sari,2017). Oleh karena itu,
kontak pertama antara perawat dan pasien menjadi catatan yang sangat
penting bagi pasien dalam memberikan penilaian kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan.
2. Tujuan Penerimaan Pasien Baru
Ada beberapa tujuan dalam penerimaan pasien baru, antara lain sebagai
berikut (Nursalam,2012 dalam Sari,2017) :
a. Menerima dan menyambut kedatangan pasien dengan hangat dan
terapeutik
b. Meningkatkan komunikasi antara perawat dan klien
c. Mengetahui kondisi dan keadaan klien secara umum
d. Menurunkan tingkat kecemasan pasien saat masuk rumah sakit
3. Prosedur Umum Penerimaan Pasien Baru
Prosedur umum yang terdapat dalam proses penerimaan pasien baru, antara
lain sebagai berikut (Potter,2005 dalam Sari,2017) :
a. Menempatkan pasien pada tempat penerimaan yang tepat
b. Mengkaji masalah kesehatan dan kebutuhan pasien
c. Menentukan sumber keuangan pasien untuk membiayai pelayanan yang
diberikan
d. Menjelaskan hak-hak pasien
e. Mengorientasikan kebijakan dan prosedur tempat pelayanan
f. Melakukan pemeriksaan dan skrining awal (spesifik untuk setiap
tempat pelayanan)
g. Mengembangkan rencana perawatan sesuai kebutuhan individu
h. Membuat rencana pulang
4. Tahapan Penerimaan Pasien Baru
Berikut ini tahapan dalam penerimaan pasien baru (Nursalam,2012 dalam
Sari,2017) :
a. Tahap penerimaan pasien baru
1) Menyiapkan kelengkapan administrasi
2) Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan
3) Menyiapkan formatpenerimaan pasien baru
4) Menyiapkan format pengkajian
5) Menyiapkan informed consent sentralisasi obat
6) Menyiapkan nursing kit
7) Menyiapkan lembar tata tertib pasien dan pengunjung ruangan
b. Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru
1) Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan/perawat
primer/ perawat yang diberi delegasi
2) Perawat memperkenalkan diri kepada klien dan keluarganya
3) Perawat menunjukkan kamar/tempat tidur klien dan mengantar ke
tempat yang telah ditetapkan
4) Perawat bersama karyawan memindahkan pasien ke tempat tidur
(apabila pasien datang dengan branchard/kursi roda) dan berikan
posisi yang nyaman
5) Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien dengan sesuai
format
6) Perkenalkan pasien baru dengan pasien baru yang sekamar
7) Setelah pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan perawat
memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang orientasi
ruangan, perawatan (termasuk perawat yang bertanggung jawabdan
sentralisasi obat), medis (dokter yang bertanggung jawab) dan tata
tertib ruangan
8) Perawat menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang
telah disampaikan
9) Apabila pasien atau keluarga sudah jelas, maka diminta untuk
menandatangani informed consent sentralisasi obat
10) Perawat menyerahkan kepada pasien lembar kuesioner tingkat
kepuasan pasien
5. Peran Perawat Dalam Penerimaan Pasien Baru
Peran perawat dalam penerimaan pasien baru adalah sebagai berikut
(Nursalam,2012 dalam Sari,2017) :
1. Kepala ruang
Peran kepala ruang yaitu menerima pasien baru.
2. Perawat primer(PP)
Peran perawat primer antara lain sebagai berikut:
1) Menyampaikan lembar penerimaan pasien baru
2) Menandatangani lembar penerimaan pasien baru
3) Melakukan pengkajian pada pasien baru
4) Mengorientasikan klien pada ruangan
5) Memberi penjelasan tentang perawat dan dokter yang bertanggung
jawab
6) Mendokumentasikan penerimaan pasien baru
3. Perawat pelaksana
Peran perawat pelaksana adalah membantu PP dalam pelaksanaan
penerimaan pasien baru.
6. Alur Penerimaan Pasien Baru

7. SOP Penerimaan Pasien Baru Di Ruangan

Status Dokumen Induk Salinan No.Distribusi


SOP
PENERIMAAN PASIEN BARU IRNA
No Dokumen No Revisi Halaman

........ …. 1/3
RSGMP
UNIVERSITAS
JENDERAL
SOEDIRMAN
PURWOKERTO
SOP Tanggal Terbit Disetujui oleh,
INSTALASI RAWAT
INAP
……… drg. Arwita Mulyawati.,M.Hkes
(IRNA)
NIP. 19531205 198203 2 001
Pengertian Menerima pasien baru di ruang instalasi rawat inap yang berasal
dari IGD maupun poli umum untuk dirawat sesuai kondisi pasien.
Pasien segera memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan
Tujuan Sebagai acuan untuk penerimaan pasien baru di rawat inap
Kebijakan Dilakukan oleh petugas yang terampil
Prosedur Pelaksanaan
1. Perawat irna menerima pasien dari IGD/ Poliklinik dan
memperkenalkan diri.
2. Pasien dan keluarganya diterima dengan ramah.
3. Serah terima pasien dan rekam medis dari IGD atau Poli
4. Melakukan orientasi ruangan dan pengkajian.
5. Melengkapi RM dan mengisi buku register pasien baru.
6. Melapor kedokter jaga bangsal
7. Bila pasien dapat berdiri, atau timbang berat badan sebelum
penderita dibaringkan.
8. Selanjutnya lakukan pengkajian data melalui anamnese dan
pemeriksaan fisik.
9. Laporkan pasien pada penanggung jawab ruangan.
10. Pasien dan keluarga diberi penjelasan tentang tata tertib yang
berlaku di Rumah Sakit serta orientasi keadaan
ruangan/fasilitas yang ada.
11. Mencatat data dari hasil pengkajian pada catatan medik dan
catatan perawatan pasien.
12. Memasang gelang identitas pasien ditangan pasien (SOP:
Pemasangan gelang identitas pasien).
13. Mengambil obat ke farmasi
14. Permintaan gizi
Unit terkait Ruang Rawat Inap, IGD, Poliklinik,
8. Format Penerimaan Pasien Baru

UNIVERSITAS AIRLANGGA No. RM :


RUMAH SAKIT No. Reg :
Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115, Telp/Fax. 031-5916291 Email: website: Nama :

Jenis Kelamin :
Umur:

LEMBAR PENERIMAAN PASIEN BARU

Nama/Umur : Diagnosa Medis :


No. RM : Tgl MRS/Jam :

Berilah tanda “ “ jika sudah dilakukan. Orientasi/penjelasan tentang 3P:

P1: PERKENALAN (ORIENTASI RUANGAN, SARANA LAIN DAN


ORANG)

1. Perkenalan diri

2. Perkenalan perawat yang bertanggung jawab :


a. Kepala Ruangan
b. Perawat Primer
c. Perawat Associate

3. Perkenalkan dokter yang bertanggung jawab dan tenaga non


keperawatan (administrasi, ahli gizi, dll)

4. Perkenalkan klien baru dengan klien lain yang sekamar (bila ada)

5. Perkenalan ruangan/lingkungan
a. Kamar mandi d. Ruang Ners
b. Ruang Tunggu Keluarga e. Depo Farmasi
c. Nurse Station f. Musholla

P2: PERATURAN RUMAH SAKIT


Penjelasan tentang aturan Rumah sakit / Peraturan
a. Fasilitas
b. Jam berkunjung
c. Penunggu klien
1) Penunggu adalah keluarga terdekat klien
2) Masing-masing klien hanya boleh ditunggu 1 penunggu
d. Waktu makan
e. Tata cara pembayaran jasa rumah sakit
f. Penjelasan akan sistem sentralisasi obat
g. Anjuran untuk tidak membawa barang berharga
h. Penjelasan tentang kebersihan tangan dan 6 langkah cuci tangan

P3: PENYAKIT / DIAGNOSIS


Penjelasan tentang penyakit pasien
1. Pengertian
2. Penyebab
3. Tanda dan gejala
4. Pemerikasaan
5. Pengobatan
6. Prognosis
6. Menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang telah disampaikan

Surabaya, …….......………

Pasien/Keluarga, Ners,

( ............................. ) (.............................)

9. SOP Serah Terima Pasien Baru

SOP
SERAH TERIMA PASIEN ANTAR RUANGAN

No Dokumen No Revisi No Halaman


Jl. Brigjen Katamso 00000 00 1
no.8
Semarang
Standar Prosedur Tanggal terbit DITETAPKAN OLEH
Operasional
DIREKTUR BUNDA MATERNITY
HOSPITAL
7 Desember 2013

Dr. HARTANTO, MMed.Sc


Pengertian Adalah penatalaksanaan serah terima pasien dari IGD ke rawat inap
Tujuan 1. Sebagai acuan dalam penatalaksanaan serah terima
pasien d a r i I G D k e r u a n g r a w a t i n a p
2. Supaya pelayanan keperawatan dan pelayanan medik
pasien tidak terputus dan tetap berkesinambungan
Kebijakan  Serah terima dilakukan pada setiap pemindahan pasien dari
IGD ke ruang rawat inap
 Serah terima harus dilakukan secara sistematis.
 Serah terima dilakukan oleh Dokter dan petugas IGD dengan
Bidan yang bertugas di ruang rawat inap.
 Serah terima dari Unit Gawat Darurat harus disertai dengan
form dan pemakaian identitas pasien.
Prosedur 1. Pasien yang akan dipindahkan, dirapikan dan disiapkan
alat-alat bantunya.
2. Pasien yang akan dipindah harus memakai gelang identitas
pasien dan menandatangani surat persetujuan tindakan medis.
3. Informasikan ke ruang rawat inap untuk bersiap-siap
menerima pasien melalui telepon.
4. Antar pasien ke unit tujuan minimal dengan 1 orang Perawat
dengan menggunakan kursi roda,stretcher atau tempat tidur
pasien,disesuaikan dengan kondisi pasien.
5. Serah terima dilakukan oleh petugas IGD yang memindahkan
kepada bidan penanggung jawab rawat inap.
6. Informasi serah terima untuk ke unit rawat inap biasa meliputi
sedikitnya :
a. Identitas pasien minimal nama lengkap dan rekam medik
pasien.
b. Diagnosis kerja/diagnosis masuk yang dibuat oleh dokter
UGD/DPJP
c. Kondisi terakhir (tanda vital dan kesadaran)
d. Rencana / instruksi penanganan yang diberikan oleh
DPJP pasien termasuk rencana diit.
e. Tindakan dan/atau obat yang telah diberikan di unit-unit
ambulatory maupun di UGD.
f. Obat-obat apa yang ada / di bawa oleh pasien maupun
obat yang telah diambil dari farmasi untuk pasien.
g. Riwayat alergi pasien.
7. Petugas yang menerima pasien mencatat semua
informasi yang diberikan
8. Petugas yang menerima pasien melakukan readback
informasi yang dicatat tersebut dan mengkonfirmasikannya
9. Pastikan bahwa serah terima tidak ada yang terlewat, bila
ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan.
10. Dokumentasikan kegiatan yang meliputi sedikitnya
tanggal kegiatan, siapa yang mengantar pasien dan siapa yang
menerima pasien.
11. Rapikan kembali alat-alat yang sudah tidak digunakan oleh
pasien.
Unit terkait 1. IGD
2. Ruang rawat inap

B. Orientasi Pasien Baru


1. Definisi Orientasi Pasien Baru
Orientasi pasien baru merupakan pengenalan dan adaptasi terhadap
situasi atau lingkungan. Pengenalan atau orientasi perlu diprogramkan
karena adanya sejumlah aspek khas yang muncul pada saat seseorang
memasuki lingkungan yang baru, antara lain berupa kecemasan apakah ia
diterima dalam lingkungan yang baru dan harapan yang tidak realistis
karena tidak memiliki gambaran atau informasi yang jelas dan lengkap
tentang lingkungan yang baru, oleh karena itu diperlukan proses sosialisasi
supaya pasien dapat segera menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah
sakit.(Willis, 2009 dalam Sari,2017)
2. Manfaat Orientasi Pasien Baru
Manfaat adanya orientasi pasien baru yaitu sebagai berikut :
a. Membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
b. Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang peraturan
rumah sakit serta semua fasilitas yang tersedia beserta cara
penggunaannya
c. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga terkait kondisi
klien
d. Menurunkan tingkat dan sifat kecemasan
e. Menurunkan stress
f. Menurunkan gelaja depresi
g. Meningkatkan koping
h. Meningkatkan kepuasan pasien.
3. Aspek-Aspek Orientasi Pasien Baru
Beberapa hal yang perlu diorientasikan kepada pasien baru, antara lain
sebagai berikut :
a. Denah gedung dan ruangan
Perawat menjelaskan beberapa hal terkait denah gedung dan ruangan
meliputi pintu keluar dan pintu darurat, pintu depan, ruang jaga
perawat, ruang tindakan, kamar tidur, kamar mandi, tempat tidur,
tempat pakaian di ruangan, tempat pengunjung, dapur, depo farmasi,
tempat ibadah, kantin, taman, tempat berjemur, tempat parkir dan
tempat merokok.
b. Ruangan dan fasilitas
Pemberian informasi tentang ruangan dan fasilitas yaitu perawat
menjelaskan tentang ruangan tempat pasien menjalani perawatan serta
semua fasilitas yang ada di ruangan tersebut. Hal-hal yang harus
dijelaskan tentang ruangan antara lain nama ruangan, nomor kamar, dan
nomor tempat tidur. Sedangkan pemberian informasi tentang fasilitas
ruangan yaitu menunjukkan kepada pasien dan keluarga tentang
fasilitas yang ada di ruanganserta mempraktikkan cara penggunaan
fasilitas tersebut. Beberapa fasilitas yang biasanya ada dirumah sakit
antara lain tempat tidur, bel, tempat menyimpanan barang pribadi,
kamar mandi, telefon atau internet, dan lain-lainsesuai dengan fasilitas
yang ada di ruangan.
c. Rutinitas bangsal
Rutinitas bangsal yang dijelaskan kepada pasien atau keluarga antara
lain waktu makan, waktu personal hygiene,waktu penggantian linen,
waktu pembersihan ruangan, waktu laundry, dan lain-lain
menyesuaikan program yang ada ruang perawatan
d. Kebijakan rumah sakit
Pemberian informasi mengenai kebijakan rumah sakit yang diberikan
kepada pasien atau keluarga yaitu penggunaan gelang identitas,larangan
merokok, waktu kunjungan pasien, larangan pengunjung anak-anak,
waktu pergantian shift, tata cara pembayaran jasa rumah sakit, sistem
sentralisasi obat, barang-barang yang wajib dibawadan barang-barang
yang dilarang untuk dibawa selama menjalani perawatan di rumah
sakit.
e. Pengenalan tenaga kesehatan dan stafPengenalan tenaga kesehatan
yang akan memberikan perawatan dan staf yang akan membantu
memenuhi kebutuhan pasien selama di rumah sakit sangat perlu
dilakukan. Tenaga kesehatan dan staf yang dikenalkan antara lain
dokter yang merawatdan waktu visite, tim perawat yang beranggung
jawab atas pasien, ahli gizi, psychologist,therapists, manager ruang
perawatan, petugas administrasi, petugas kebersihan, dan lain-lain.
f. Hak dan kewajiban pasien
Hak dan tanggung-jawab pasien ketika dirawat di rumah sakit, yaitu
sebagai berikut :
1) Hak pasien
Hak pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit, antara lain
sebagai berikut :
a) Hak untuk dihormati, diperlakukan dengan martabat, dan
dihargai hak privasinya
b) Hak kerahasiaan yaitu tidak ada informasi tentang pasien yang
akan diberikan kepada siapa pun di luar tim perawatan tanpa
persetujuan pasien
c) Hak untuk mendapatkan penjelasan dan melakukan persetujuan
yaitu pasien dapat menerima segala informasi secara jujur,
terbuka, memadai, dan sesuai yang direkomendasikan untuknya.
Selain itu, pasien juga berhak untuk mengajukan pertanyaan,
menerima jawaban, dan meminta advokat jika diperlukan.
d) Hak untuk menerima pengobatan yang aman dan berkualitas
yaitu pasien memiliki hak untuk mendapatkan pengobatan yang
berkualitas tinggi dari para profesional yang terlatih dan
berkualitas
e) Hak untuk menolak pengobatan yaitu pasien berhak untuk
menolak pengobatan apapun yang ditawarkan kepadanya
dengan menandatangi surat persetujuan dan berhak untuk
mencari alternatif pengobatan yang lain.
f) Hak untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman yaitu pasien
berhak untuk mendapatkan tempat yang nyaman, tenang, santai
untuk beribadah, berdoa, atau bermeditasi. Pasien juga dapat
meminta tempat yang diinginkannya dengan berbicara langsung
dengan perawat atau melalui permintaan secara tertulis.
g) Hak untuk mendapatkan keamanan yaitu pasien berhak
menerima pelayanan di lingkungan yang aman dan mendukung
perawatannya
2) Kewajiban pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Normor 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit
dan Kewajiban Pasien, antara lain sebagai berikut :
a. Mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit.
b. Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggungjawab
c. Menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga
kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit.
d. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya
e. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya
f. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan di rumah sakit dan disetujui oleh Pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
g. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dan/atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan
oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit
atau masalah kesehatannya
h. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
4. SOP Orientasi Pasien Baru

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ORIENTASI PASIEN BARU

RS WAVA HUSADA

Orientasi terhadap pasien baru merupakan pemberian informasi kepada


pasien baru berkaitan dengan proses keperawatan yang akan dilakukan
PENGERTIAN
oleh rumah sakit serta sarana prasarana yang dapat digunakan oleh pasien
dan keluarga
Sebagai pedoman dan orientasi pasien baru masuk ruangan rawat inap
untuk mencegah disorientasi lingkungan dan untuk memperlancar serta
TUJUAN
meningkatkan peran serta pasien / keluarga dalam menunjang
keberhasilan program perawatan / pengobatan
Program orientasi yang diberikan kepada seluruh pasien baru dan
SASARAN
keluarga yang masuk di ruangan perawatan
1. Tersedianya denah ruangan
KEBIJAKAN 2. Tata tertib yang diberlakukan
3. Manual prosedur peralatan / fasilitas yang ada di ruang perawatan
PROSEDUR PELAKSANAAN :

1. Beri salam kepada pasien dan keluarga


2. Perkenalkan diri dengan menyebut nama dan profesi atau unit kerja
3. Lakukan identifikasi pasien
4. Lakukan pengkajian tentang kemampuan baca tulis
5. Lakukan pengkajian tentang bahasa yang digunakan klien
6. Jelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
7. Tanyakan keluarga pasien yang akan sering menunggu pasien apabila
bukan atau jawaban bergantian maka sampaikan bahwa penjelasan ini
nanti disampaikan juga pada keluarga yang lain
8. Pastikan kesediaan klien untuk menerima penjelasan n”bapak/Ibu
apakah sudah siap saya jelaskan/” jika tidak nmaka lakukan kontrak
waktu kepada klien “kapan bapak/ibu bersedia?”, jika sudah bersedia
dan siap, lanjutkan ke poin selanjutnya
9. Jelaskan peraturan penunggu dan kunjungan pasien
10.Jelaskan keamanan dan peraturan umum rumah sakit Wava Husada
11.Jelaskan pelayanan dokter
12.Jelaskan pelayanan keperawatan
13.Jelaskan pelayanan gizi
14.Jelaskan hak dan kewajiban pasien
15.Jelaskan sarana dan prasarana rumah sakit
16.Jelaskan pencegahan penyebaran infeksi
17.Evaluasi tindakan
Keterangan Tindakan Orientasi pasien baru dilakukan maksimal 2 x 24 jam.

C. Asesmen Awal Pasien


Asesmen awal masing-masing pasien rawat inap meliputi pemeriksaan fisik,
riwayat kesehatan, pengkajian pasien dari aspek biologis, psikologis, sosial,
ekonomi, kultural dan spiritual pasien. Asesmen awal keperawatan pasien
rawat inap didokumentasikan dalam form asesmen awal keperawatan secara
lengkap dan dilakukan maksimal 24 jam sejak pasien masuk diruang rawat
inap. Asesmen pasien terdiri dari 3 proses utama dengan metode IAR yaitu :
1. Mengumpulkan data informasi tentang hal-hal sesuai d sampai n, tersebut
dibawah. Pada SOAP adalah S-ubyektif dan O-Obyektif
2. Analisis data dan informasi, yaitu melakukan analisis terhadap informasi
yang menghasilkan diagnosis, masalah, dan kondisi, untuk
mengidentifikasi kebutuhan pasien. Pada SOAP adalah A-Asesmen.
3. Membuat rencana, yaitu menyusun sosusi untuk mengatasi / memperbaiki
kelainan kesehatan sesuai butir Pelaksanaan adalah untuk memenuhi
kebutuhan pasien yang telah terintegrasi, Pada SOAP adalah Plan.
Isi minimal asesmen awal antara lain :
a) Status fisik
b) Psiko-sosio-spiritual
c) Ekonomi
d) Riwayat kesehatan pasien
e) Riwayat alergi
f) Asesmen nyeri
g) Risiko jatuh
h) Asesmen fungsional
i) Risiko nutrisional
j) Kebutuhan edukasi
k) Rencana pemulangan pasien (Discharge Planing)

SOP Asesmen Awal Pasien

RSUD Dr. R. SOEDJONO


SELONG ASESMEN AWAL KEPERAWATAN PASIEN
RAWAT INAP
No. Dokumen No. Revisi: Halaman

00 18/5

Tanggal terbit Ditetapkan,


Direktur RSUD Dr. R. Soedjono Selong

SPO
Dr. H. Karsito, SpPD
NIP.19700203 200212 1 006
PENGERTIAN Tata cara dalam melakukan asesmen awal keperawatan dari seorang
pasien rawat inap dengan kepentingan untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien dan untuk memulai asuhan keperawatan pasien di
rawat inap yang dilakukan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap
lebih cepat sesuai kondisi pasien.
TUJUAN Memberikan acuan dalam melakukan asesmen awal keperawatan
pada pasien di rawat inap agar didapatkan data yang cukup untuk
memulai asuhan keperawatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan
pasien.
KEBIJAKAN Setiap dokter dan perawat harus melaksanakan asesmen semua jenis
dan tempat pelayanan terhadap semua pasien-pasiennya berdasarkan
kewenangan masing-masing sesuai kerangka waktu yang benar
(Sesuai Keputusan Direktur RSUD Dr. R. Soedjono Selong Nomor
_______tentang Kebijakan Asesmen Pasien).
PROSEDUR 1. Perawat mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim.
2. Pasien baru telah diantarkan ke ruang perawatannya.
3. Perawat mempelajari rekam medis pasien baru tersebut secara
lengkap terutama tentang asesmen awal yang telah dilakukan staf
klinis di bagian rawat jalan dan dokter ruangan yang dilakukan
dalam 24 jam pertama sejak rawat inap lebih cepat sesuai kondisi
pasien.
4. Perawat mendatangi pasien di ruang perawatannya, pasien dapat
didampingi keluarga jika diperlukan kecuali jika pasien tidak
mengizinkan adanya keluarga saat dilakukan asesmen. Dalam
keadaan ini asesmen terhadap keluarga dilakukan terpisah.
5. Perawat melakukan kontak awal secukupnya untuk memahami
masalah keperawatan pasien dan melakukan identifikasi dengan
benar.
6. Perawat melakukan asesmen awal dengan mengevaluasi masalah
keperawatan pasien sesuai prosedur anamnesa meliputi riwayat
penyakit saat ini (RPS), riwayat penyakit dahulu (riwayat
kesehatan/RPD) dan riwayat penyakit keluarga (RPK) termasuk
kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLs (activity
daily living) dengan memperhatikan keterangan yang telah
diberikan di UGD/poliklinik dan dokter ruangan.
7. Perawat melakukan asesmen psikologis dan spiritual jika
diindikasikan oleh hasil temuan dalam anamnesa atau jika pasien
membutuhkan/menginginkannya untuk menetapkan status
emosional pasien (contoh: pasien depresi, ketakutan atau agresif
dan potensial menyakiti diri sendiri atau orang lain) dengan
memperhatikan keterangan yang telah diberikan di
UGD/poliklinik dan dokter ruangan.
8. Perawat melakukan asesmen sosial jika diindikasikan oleh hasil
temuan dalam anamnesa atau jika pasien
membutuhkan/menginginkannya. Pengumpulan informasi social
pasien tidak dimaksudkan untuk mengelompokkan pasien namun
karena konteks sosial, budaya, keluarga, dan ekonomi pasien
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap penyakit dan pengobatan. Dalam hal ini anggota
keluarga dapat sangat menolong untuk memahami keinginan dan
preferensi pasien dengan memperhatikan keterangan yang telah
diberikan di UGD/poliklinik dan dokter ruangan.
9. Perawat melakukan asesmen faktor ekonomi jika diindikasikan
oleh hasil temuan dalam anamnesa atau jika pasien
membutuhkan/menginginkannya. Asesmen faktor ekonomis
dinilai sebagai bagian dari asesmen sosial jika pasien membiayai
dirinya sendiri dan dinilai secara terpisah (melibatkan
penanggung jawab biaya), bila pasien tidak bertanggung jawab
atau hanya bertanggung jawab terhadap sebagian dari biaya
perawatan dengan memperhatikan keterangan yang telah
diberikan di UGD/poliklinik dan dokter ruangan.
10. Perawat melakukan asessmen kebutuhan pendidikan dan
hambatan komunikasi pada pasien. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh data tentang kemampuan klien dalam menerima
informasi dan kebutuhan terhadap informasi.
11. Perawat melakukan evaluasi hasil asessmen lebih lanjut
melalui pemeriksaan fisik sesuai prosedur pemeriksaan fisik dan
membandingkannya dengan hasil pemeriksaan staf klinis di
UGD/poliklinik dan dokter ruangan.
12. Perawat menyimpulkan masalah keperawatan pasien dan
menegakkan diagnose awal keperawatan serta
membandingkannya dengan diagnose staf klinis di
UGD/poliklinik dan dokter ruangan.
13. Perawat menyusun rencana asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa keperawatan awal sesuai dengan prioritas masalah.
14. Perawat melakukan pendokumentasian asesmen awal pada
catatan pengkajian awal keperawatan di rekam medis.
15. Perawat melakukan dokumentasi diagnose dan rencana
asuhan keperawatan yang telah dibuat pada catatan rencana
asuhan keperawatan di rekam medis pasien.
16. Data dan informasi pasien yang diperoleh dintegrasikan
dalam pemberian pelayanan.
17. Perawat membaca Alhamdullilahhirobbil’aalamiin.

Bagan Alur :
MULAI

Perawat mempelajari rekam medis pasien


baru

Perawat datang keruangan pasien dengan


didampingi keluaraga dan melakukan kontak
awal secukupnya

Perawat melakukan asesmen awal dengan


melakukan pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan,
riwayat kesehatan keluarga, kebutuhan sosial,
ekonomi, psikologi dan spritual.

Perawat melakukan asesmen kebutuhan dan


informasi yang harus didapat oleh pasien

Perawat menyimpulkan masalah keperawatan,


menegakkan diagnosa awal, asuhan keperawatan,
sesuai dengan prioritas masalah

Perawat mendokumentasikan semua asesmen


awal serta mengintegrasikan pemberian
pelayanan

SELESAI

UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Inap


2. Seluruh SMF
3. Komite Medik
4. Komite Keperawatan

D. Asesmen Khusus (Pasien Beresiko Tinggi)


1. Asesmen Anak ( Usia 0 – 18 Tahun )
Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak
dapat mengungkapkan secara verbal:

a. Anamnesis sangat diperlukan terutama autoanamnesis dari


pihak ibu atau keluarga dekat, terutama mengenai riwayat
tumbuh kembang dan imunisasi anak
b. Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang
dilindungi
c. Tahapan asesmen berupa :
1) Keadaan Umum :
 Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan
sekitar
 Tonus otot : normal, menigkat, menurun / flaksid
 Respon kepada orang tua/pengasuh : gelisah, menyenangkan
2) Kepala :
 Tanda trauma
 Ubun – ubun besar (jika masih terbuka) : cekung atau menonjol
3) Wajah :
 Pupil : ukuran, kesimetrisan, reflek cahaya
 Hidrasi : air mata, kelembapan mukosa mulut
4) Leher : kaku kuduk
5) Dada :
 Inspeksi : stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha nafas
 Palpasi : simetris kiri dan kanan
 Perkusi : sonor / redup / hipersonor
 Auskultasi :
Paru : Suara nafas
meningkat/menurun, ronki,
wheezing

Jantung : regular, kecepatan, irama,


jantung, murmur
6) Abdomen :
 Inspeksi : cembung, datar, cekung
 Palpasi : turgor kulit, perabaan hepar dan lien, nyeri
 Perkusi : timpani, redup
 Auskultasi : bising usus meningkat / normal / menurun
7) Ekstremitas / anggota gerak :
 Nadi brachialis
 Tanda trauma
 Tonus otot dan pergerakan
 Suhu, warna kulit dan capillary refill
 Nyeri
8) Pemeriksaan neurologis :
Glasgow Coma Scale Anak
Mata ( E ) Nilai
Buka mata spontan 4
Perlu rangsang suara 3
Perlu rangsang nyeri 2
Tidak ada respon 1

Verbal ( V ) Nilai
Babbling 5
Irritable, menangis 4
Menangis dengan rangsang nyeri 3
Mengerang dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada respon 1

Motorik ( M ) Nilai
Pergerakan spontan 6
Menarik dengan sentuhan 5
Menarik dengan rangsang nyeri 4
Postur fleksi 3
Postur ekstensi 2
Tidak ada respon 1

2. ASESMEN GERIATRI ( USIA DIATAS 65 TAHUN )


Pasien geriatri memiliki beberapa ciri khas yaitu :
multipatologi, tampilan gejala dan tanda penyakit tidak khas, daya
cadangan faali menurun, biasanya disertai gangguan status
fungsional dan terkadang disertai dengan gangguan nutrisi.
Pengkajian pasien geriatri dilakukan pada usia ≥ 60 tahun . Tahapan
asesmen berupa :
a. Keadaan umum dan tanda vital :
 Tingkat kesadaran
 Kontak mata
b. Kepala :
 Tanda-tanda trauma
 Tonus dan kekuatan otot wajah : paralisis atau kelemahan
c. Mata :
 Ketajaman penglihatan : menggunakan snellen chart dan
funduscopi, periksa ada/tidaknya kelainan refraksi, katarak,
glaucoma dan kelainan mata lainnya
d. Telinga :
 Periksa ketajaman pendengaran (apakah pasien dapat
mendengar suara dengan baik saat berkomunikasi)
 Pemeruksaan otoskop diperlukan untuk melihat ada/tidaknya
kelainan pada liang telinga (serumen prop, membrane timpani
perforasi)
e. Gigi, mulut dan tenggorokan : (gigi palsu dilepaskan saat pemeriksaan)
 Gigi geligi : ada tidaknya karang gigi, gigi berlubang atau sisa akar
gigi
 Mukosa gusi : mudah berdarah/tidak. Adakah tanda-tanda lesi
pre cancer (leukoplakia)
 Dinding faring, tonsil : hiperemis, hipertrofi
f. Leher :
 Pembesaran tiroid
g. Dada :
 Inspeksi : stridor, retraksi sela iga
 Palpasi : simetris kiri dan kanan
 Perkusi : sonor/redup/hipersonor
 Auskultasi :
Paru : suara nafas meningkat/menurun, ronki, wheezing
Jantung : regular, kecepatan, irama jantung, murmur, gallop
h. Abdomen :
 Inspeksi : cembung, datar, cekungd
 Palpasi : turgor kulit, perabaan hepar dan lien, nyeri
 Perkusi : timpani, redup
 Auskultasi : bising usus meningkat/normal/menurun
i. Ekstremitas / anggota gerak :
 Nadi brachialis
 Tanda trauma
 Tonus otot dan pergerakan : ada tidaknya kelemahan atau kelumpuhan
 Suhu, warna kulit dan capillary refill
 Nyeri
j. Pemeriksaan neurologis :
 Pemeriksaan neurologis umum : kaku kuduk, reflex, kekuatan motoris
sensoris
 Fungsi kognitif :

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS


QUESTIONNAIRE

No Pertanyaan Benar Salah


1. Tanggal berapa sekarang (hari/tanggal/tahun)
2. Hari apa sekarang
3. Apa nama tempat ini
4. Berapa nomor telepon anda
5. Dimana alamat anda (tanyakan bila
6. tidak memiliki telephon)
7. Berapa umur anda
8. Kapan anda lahir
9. Siapa Presiden Indonesia sekarang
10. Siapa Presiden sebelumnya
11. Siapa nama kecil ibu anda
12. Kurangi 3 dari angka 20, kemudian kurangi 3

lagi untuk hasil angka pertama


KETERANGAN :
Kesalahan 0 – 2 : Fungsi
Intelektual Utuh
Kesalahan 3 – 4 : Kerusakan
Intelektual Ringan Kesalahan 5 – 7 :
Kerusakan Intelektual Sedang Kesalahan
7 – 10 : Kerusakan
Intelektual Berat

3. ASESMEN PASIEN PENYAKIT TERMINAL


Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama yang tidak dapat
diobati, bersifat progresif dan pengobatannya hanya bersifat
paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas
hidup).
a. Kriteria penyakit terminal :
1) Penyakit tidak dapat disembuhkan
2) Mengarah pada kematian
3) Diagnosa medis sudah jelas
4) Tidak ada obat untuk menyembuhkan
5) Prognosa jelek
6) Bersifat progresif
b. Asesmen pada pasien penyakit terminal :
1) Asesmen fisik
Meliputi pemeriksaan secara menyeluruh dan sistematis sesuai
standar disiplin klinis yang difokuskan pada skrining nyeri.
2) Asesmen psikologi
Dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang terlatih. Pada
prinsip asesmen in dibutuhkan untuk mencegah terjadinya :
 Ketergantungan tinggi
 Kehilangan kontrol
 Kehilangan produktifitas
 Hambatan dalam berkomunikasi
3) Asesmen sosial
 Menarik diri
 Isolasi sosial
4) Asesmen spiritual
Asesmen biasanya dilakukan oleh pemuka agama sesuai
dengan agama yang dianut pasien. Pada prinsipnya asesmen
ini bertujuan memberikan kenyamanan secara spiritual
kepada pasien, memberikan harapan kesembuhan pada
pasien

4. ASESMEN NYERI KRONIS DAN INTENS


a. SKRINING PASIEN YANG BERISIKO NYERI
Dilakukan pada seluruh pasien baik pasien rawat jalan, pasien rawat
inap maupun pasien emergency, baik pada kunjungan pertama
maupun hari berikutnya. Kegiatan yang dilakukan setiap hari
terhadap individu yang berisiko mengalami nyeri bersamaan dengan
pelaksanaan asuhan medis maupun asuhan keperawatan, dengan
menanyakan kepada individu tersebut maupun keluarga terdekatnya
(pada individu usia anak atau usia lanjut) dan/ atau melakukan
inspeksi visual terhadap tingkah laku yang berhubungan dengan
respon terhadap nyeri. Beberapa hal yang dapat dijadikan alat untuk
pertanda adanya nyeri atau rasa tidak nyaman atas kondisi sakitnya:
1. Individu/ pasien menyatakan saat ini masih merasakan nyeri
2. Adanya perubahan kondisi/ penyakit individu/ pasien
3. Pasien didiagnosa penyakit kronis yang berisiko
mengalami nyeri (chronic painful disease)
4. Pasien mempunyai riwayat keluhan nyeri kronis
5. Pasien mendapatkan pengobatan yang dapat
menimbulkan efek samping berupa nyeri dalam 72 jam
6. Individu yang menunjukkan tingkah laku yang
berhubungan dengan kondisi distress (distress-related
behaviour)
7. Keluarga memberitahukan bahwa individu mengalami nyeri

b. ASESMEN PASIEN DENGAN NYERI


1. Pengkajian
Dilakukan bilamana hasil skrining menunjukkan
adanya nyeri. Pengkajian nyeri meliputi
sedikitnya :
a. Lokasi nyeri
b. Penjalaran nyeri
c. karakter nyeri
d. intensitas nyeri
e. Onset dan durasi nyeri
f. Gejala penyerta yang menyertai nyeri
g. Faktor – faktor yang memperberat maupun memperingan
nyeri

2. Visual Analogue Scale

a. Indikasi: Digunakan pada pasien dewasa dan anak


berusia > 9 tahun yang dapat menggunakan angka
untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
b. Instruksi:Pasien akan ditanya mengenai intensitas
nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan
angka antara 0 – 10.

c. Skor Nyeri :

0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,


menyeringai, dapat menunjukkan lokasinyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masihrespon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi
nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.

3. Skala Nyeri Wong-Baker Faces Pain Rating Scale.

a. Indikasi :
- Pada pasien (dewasa dan anak >9 tahun) yang
tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya
dengan angka.
- Pada anak- anak < 9 tahun.
b. Instruksi :
- Pasien diminta untuk menunjuk/ memilih gambar
mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan.
Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
- Keterangan:

0-1 : sangat bahagia karena tidak merasa nyeri


sama sekali
2-3 : sedikit nyeri
4-5 : cukup nyeri
6-7 : lumayan nyeri
8-9 : sangat nyeri
10 : amat sangat nyeri (tak tertahankan)

c. PENGKAJIAN ULANG NYERI


1. Perawat melakukan penilaian ulang nyeri pada keadaan sebagai
berikut :
a. Pasien yang berpotensi mengalami nyeri (pasien pasca
operasi, pasien Onkologi, pasien dengan nyeri kronik)
sedikitnya setiap 2 jam pada 24 jam pertama, kemudian
setiap 4 jam pada 24 jam berikutnya.
b. Dalam waktu 15-30 menit setelah intervensi
penanganan nyeri dengan obat intravena, 60-120 menit
setelah intervensi melalui jalur oral atau intramuskular.
c. Dapat lebih sering apabila rasa nyeri tidak teratasi
d. Bila nyeri telah teratasi, kembali dilakukan pengkajiansetiap
shift perawat
e. Untuk rawat jalan, penilaian ulang dilakukan apabila
diperlukan sesuai dengan proses kunjungan pasien
(misalnya apabila terjadi perubahan terapi atau
dilakukan tindakan rawat jalan)
2. Pada penilaian ulang nyeri dikaji :
a. Ada/ tidaknya nyeri
b. Intensitas nyeri
c. Lokasi nyeri, bila berubah
d. Kualitas nyeri, bila berubah
e. Onset nyeri, lama nyeri, variasi, dan pola nyeri, bila berubah
f. Efek samping obat nyeri yang diberikan
g. Pemeriksaan fisik berkaitan dengan lokasi nyeri
3. Hal-hal yang perlu segera dilaporkan ke Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah sebagai
berikut :
a. Nyeri yang tidak terkontrol, tidak dapat diatasi
b. Intervensi nyeri yang tidak mencapai tujuan
penanganan nyeri dalam jangka waktu yang sesuai
dengan intervensi
c. Nyeri baru atau nyeri yang memberat
d. Efek samping pengobatan nyeri, termasuk namun tidak
terbatas pada: depresi napas, sesak napas, perubahan
status mental, mioklonus, mual dan muntah yang tidak
teratasi, retensi
e. Sensorik/motorik

5. ASESMEN WANITA HAMIL DAN MELAHIRKAN


Dilakukan asesmen meliputi:
a. Riwayat kehamilan sebelumnya, meliputi :
1) Kehamilan pertama dan seterusnya sampai kehamilan
sekarang ; ditulis Gravida 1, 2, 3 dst

2) Siapa yang menolong persalinan pertama dan seterusnya;


misal dokter spesialis, dokter umum, bidan, dukun
beranak dll
3) Jenis persalinan ; apakah persalinan normal / pervaginam
atau melalui operasi sectio caesaria
4) Penyulit kehamilan / persalinan ; dituliskan bila ada
kelainan selama hamil atau pada saat persalinan
5) Kondisi anak ; diberikan keterangan kondisi anak waktu
lahir, hidup, cacat atau meninggal
b. Riwayat kontrasepsi : apa selama sebelum hamil memakai
kontrasepsi, ditulis pula jenis kontrasepsi dan dipakai sejak
berapa lama.
c. Riwayat haid: kapan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT).
Siklus berapa lama. Lamanya saat haid, banyaknya darah
haid diukur dari berapa kali mengganti pembalut per hari, ada
tidaknya nyeri waktu haid.
Pemeriksaan Fisik :
 Keadaan Umum : dilihat kondisi keseluruhan baik, tampak
sakit sedang atau sakit berat
 Kesadaran : compos mentis atau menurun, bila menurun
deskripsikan dalam GCS
 Tekanan darah : dituliskan Systole dan Diastolic nya dalam
mmHg
 Berat badan : ditulis dalam kg BB
 Nadi : dihitung berdasarkan denyut nadi arteri radialis berapa kali per
menit
 Pernafasan : dihitung pernafasan berapa kali per menit
 Suhu : dilakukan pencatatan suhu axilla atau pun di telinga dalam
derajat Celsius
 Mata: periksa apa konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau
tidak
 Leher: apakah normal, ada pembesaran kelenjar getah bening atau
tidak
 Paru: suara pernafasan vesikuler atau ada kelainan, ronchi
ada / tidak, wheezing ada / tidak
 Jantung: pada auskultasi bagaimana bunyi jantung I dan II,
ada irama gallop atau tidak
 Abdomen : bagaimana turgor kulit, adakah nyeri tekan
atau tidak, peristaltic usus normal, menurun atau
meningkat
 Ekstremitas: apa ada edema tungkai atau tidak
 Varices: apakah ada varices atau tidak

PEMERIKSAAN OBSTETRI
Tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan obstetri tergantung
umur kehamilannya. Pemeriksaan luar meliputi :
 Inspeksi : apakah perut tampak membuncit.
 Palpasi : sesuai Leopold I – IV.
 Kontraksi : apakah ada atau tidak.
 Auskultasi : periksa denyut jantung janin dengan
Laenec atau CTG.
 Pemeriksaan dalam : tidak semua dilakukan pemeriksaan ini.
 Vaginal Toucher: bagaimana keadaan portio, apakah sudah
ada pembukaan atau belum, bila sudah ada berapa
pembukaannya, apakah ketuban teraba atau tidak.
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
 Inspeksi: bagaimana keadaan vulva apakah ada perdarahan
atau ada cairan yang keluar, juga adakah oedem atau tidak.
Periksa juga uretra
 Inspekulo: bagaimana keadaan vagina, normal atau ada
kelainan, bagaimana portio apa ada kelainan atau normal
 Vagina Toucher : uterus apakah teraba, posisi antefleksi
atau posisi lainnya. Ada nyeri pada adnexa atau tidak,
menonjol atau normal. Adakah nyeri pada daerah cavum
douglassi atau tidak

6. ASESMEN PASIEN TERMINASI KEHAMILAN


Indikasi terminasi kehamilan dapat dibagi menjadi :
a. Alasan kesehatan
b. Alasan mental
c. Alasan cacat bawaan si janin
d. Alasan seksual

Persiapan terminasi kehamilan


Terminasi kehamilan harus dilakukan dalam rangka kerja
hokum dan terbatas oleh hokum yang relevan bervariasi antara
pemerintah Australia dan Selandia Baru. Para praktisi harus
mengenal kondisi daerahnya.
Tidak semua wanita yang memutuskan untuk melakukan
terminasi kehamilan akan melakukannya dan proses
pengambilan keputusan ini harus didukung oleh praktisi
kesehatan yang terkait, dengan spesifikasi informasi yang akurat
dan dukungan serta konseling kritis. Berdasar kondisi klinis
setiap perempuan, kebutuhan dan preferensi, preparasi untuk
terminasi kehamilan meliputi :
a. Konfirmasi kehamilan dan penilaian gestasi berdasarkan
sejarah klinis dan pengujian, tes kehamilan dan atau
pengujian ultrasound.
b. Untuk menghindari prosedur yang tidak perlu jika seorang
perempuan tidak hamil atau keguguran sudah terjadi.

c. Untuk memeriksa kehamilan ektopik.


d. Untuk meyakinkan pemilihan prosedur yang tepat.
Ultrasound mungkin diperlukan untuk menilai gestasi
secara lebih tepat jika ditawarkan aborsi medis.
e. Sejarah umum dan pengujian untuk menilai resiko medis.
f. Golongan darah dan status rhesus. Untuk mengidentifikasi
rhesus negative pada perempuan, pemberian Anti-D,
mencegah imunisasi rhesus dan tindak lanjutnya pada saat
kehamilan
g. Antibiotik profilaksis atau tes untuk infeksi genital
h. Rencana kontrasepsi berkelanjutan setelah terminasi

7. ASESMEN PASIEN KORBAN KEKERASAN DAN TERLANTAR


Definisi :
 Korban kekerasan meliputi kejadian cedera fisik yang terjadi
karena kesengajaan (intentional physical injury) dan juga
trauma psikologis sebagai akibat kekerasan antar pribadi,
perkosaan, penganiayaan, serangan pada kriminalitas dan
kejadian yang terkait lainnya
 Penelantaran anak (child neglect) adalah setiap penelantaraan
oleh orang dewasa sebagai orang tua atau wali
Pemeriksaan dan tatalaksana :
a. Anamnesa / riwayat yang umum didapatkan pada kasus
penganiayaan
 Keterlambatan dalam mencari pertolongan
 Adanya perilaku anak yang merangsang terjadinya kemarahan
pengasuh
 Sikap pengasuh / orang tua / wali yang tidak wajar
 Adanya pola bertambah berat dan lebih sering terjadi
cidera apabila tidak dilakukan intervensi
 Stress atau krisis dalam keluarga / pengasuh
b. Asesmen medis dugaan kekerasan fisik :
 Adanya abrasi, botak, gigitan, memar, luka bakar, trauma
gigi, fraktus, laserasi, bekas ikatan dan lain-lain
 Cedera dapat dalam berbagai fase penyembuhan
 Pemeriksaan radiologis untuk trauma survey atas indikasi
 Skrining gangguan perkembangan mengikuti alur
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
 Skrining gangguan perilaku yang dilakukan oleh psikiater atau
psikolog
c. Asesmen medik korban seksual :
 Pemeriksaan fisik menurut standar pemeriksaan kasus
pemerkosaan
 Pengobatan trauma fisik dan psikologik
 Pengobatan dan atau pencegahan penyakit hubungan seksual dan
kelamin

8. ASESMEN PASIEN INFEKSIUS / PENYAKIT MENULAR


Definisi :
Penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur yang
menyerang tubuh manusia dan dapat menular kepada orang lain
Pembagian infeksi menular :
b. Penularan melalui kontak
Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit
dengan kulit dan berpindahnya organisme pada pasien atau
antar dua pasien. Misal pada pasien herpes zooster,
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA),
rabies
c. Penularan melalui percikan (droplet)
Transmisi droplet dapat melalui kontak dengan konjungtiva,
membrane mukosa hidung atau mulut individu yang rentan
oleh percikan partikel besar yang mengandung
mikroorganisme. Misal pada infeksi parotitis, rubella,
pertusis
d. Penularan melalui udara (airbone)
Penularan melalui penyebaran partikel kecil ke udara secara
langsung atau melalui partikel debu yang mengandung
mikroorganisme infeksius. Misal pada infeksi tuberculosis,
campak, varicella
Asesmen umum :
Meliputi pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis dari
kepala sampai ekstremitas sesuai standar pemeriksaan yang ada
Asesmen khusus :
Ditujukan lebih kearah diagnostik, terapi dan perlindungan
terhadap penularan infeksi baik terhadap diri pasien maupun ke
orang lain. Penempatan pasien pada kamar isolasi diperlukan
bagi pasien dengan infeksi menular.

9. ASESMEN PASIEN STATUS IMUNITAS RENDAH


Definisi :
Kondisi abnormal dimana kemampuan seseorang untuk
melawan infeksi menurun Keadaan – keadaan yang
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh:
a. Human Immunodeficiency Virus (HIV), kanker seperti
leukemia, limfoma atau multiple lipoma, Steven-Johnson
syndrome, anemia aplastic.
b. Penyakit kronis, seperti gagal ginjal stadium akhir, diabetes, sirosis
hepatitis
c. Pasien yang mendapatkan pengobatan seperti kemoterapi, radiasi
d. Penyakit autoimun seperti Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE), Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) dan lain
– lain.

Urutan asesmen :
a. Anamnesa
 Keluhan utama.
 Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat penyakit dahulu dan pengobatan sebelumnya,
riwayat penyakit yang dialami pasien sebelumnya sepertid
diabetes, Human Immunodeficiency Virus (HIV), kanker
dan lain-lain.
c. Riwayat pemakaian obat – obatan immunocompremise.
d. Riwayat sosioekonomi : Human Immunodeficiency Virus
(HIV) (riwayat seksual, penggunaan obat terlarang).
Pada prinsipnya asesmen pada pasien immunocompremise
mengkhususkan pada kelainan–kelainan yang umumnya
didapatkan pada pasien :
a. Tanda – tanda penyakit kronis : clubbing finger, acites,
oedema, pembesaran organ limpa / spleen, pembesaran
kelenjar getah bening (limphadenopathy), tanda
penggunaan obat steroid yang lama (moon face diikuti
kenaikan berat badan).
b. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, perlu diingat
adakah tanda– tanda operasi : luka bekas operasi
transplantasi hati, ginjal atau bekas luka operasi jantung.
c. Status nutrisi ; adakah tanda – tanda penurunan berat badan
yang signifikan, adakah gangguan penyakit gastrointestinal
yang berat.
d. Evaluasi lebih lanjut pencetus / yang memberatkan terjadinya
infeksi pada pasien
: kateter urin, NGT dan lain-lain.
e. Infeksi – infeksi nosokomial yang umumnya terjadi :
candidiasis oral, infeksi paru dengan perburukan yang cepat
(pneumonia dan tuberculosis) dan sepsis.
Pasien dengan penurunan imunitas ditempatkan di ruang isolasi
dengan tekanan positif dan petugas kesehatan harus
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

10. ASESMEN GIZI


Status nutrisi dengan menggunakan kriteria Malnutrition
Screening Tool (MST), yang bertujuan untuk mengidentifikasi
dan menata laksana pasien dewasa yang mempunyai resiko
kurang gizi. Untuk pasien anak > 5 tahun menggunakan
perhitungan IMT dan < 5 tahun dengan grafik Z-Score (WHO,
2005).
a. Assessment Gizi Pasien Dewasa
Ketujuh langkah MST adalah sebagai berikut Pengukuran
alternative:
1) Jika kehilangan berat badan 1 kg sampai 5 kg, maka diberi skor
1
2) Jika kehilangan berat badan 6 kg sampai dengan 10 kg, maka
diberi skor 2
3) Jika kehilangan berat badan 11 kg sampai dengan 5 kg, maka
diberi skor 3
4) Jika kehilangan berat badan lebuh dari 15 kg, maka diberi skor 4
5) Jika ragu-ragu dalam mengidentifikasi kehilangan berat
badan, maka diberi skor 2
6) Adanya penurunan nafsu makan diberi skor 1
7) Jika jumlah skor lebih atau sama dengan 2, maka
disimpulkan pasien mengalami resiko gizi kurang.
8) Gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakn
strategi keperawatan berikut ini
a) Resiko rendah
Perawatan rutin : ulangi skrining pada pasien di rumah
sakit (tiap minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan),
masyarakat umum dengan usia >75 tahun (tiap tahun)

b) Resiko sedang Observasi :


 Catat asupan makanan selama 3 hari
 Jika asupan adekuat, ulangi skrining : pasien di
rumah sakit (tiap minggu), pasien rawat jalan
(tiap bulan), masyarakat umum (tiap 2-3
bulan)
 Jika asupan tidak adekuat, rencanakan strategi
untuk perbaikan dan peningkatan asupan
nutrisi, pantau dan kaji ulang program
pemberian nutrisi secara teratur.
c) Resiko tinggi Tatalaksana :
 Rujuk ke ahli gizi
 Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
 Pantau dan kaji ulang program pemberian
nutrisi : pasien di rumah sakit (tiap minggu),
pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat
umum (tiap bulan)
d) Untuk semua kategori
 Atasi penyakit yang mendasari dan berikan
saran dalam pemilihan jenis makanan
 Catat kategori malnutrisi
 Catat kebutuhan akan diit khusus dan ikuti
kebijakan setempat.
b. Assesmen Gizi Pasien Anak
Asesmen nutrisi pada anak dilakukan dengan
menggunakan tabel WHO 2005 untuk mengidentifikasi dan
menatalaksana pasien anak yang mengalami risiko nutrisi
baik gizi buruk, gizi kurang maupun obesitas.
Langkah dalam melakukan penilaian status gizi anak
adalah melihat kategori status gizi anak berdasarkan tabel
sbb :
JENIS INDEKS KATEGORI AMBANG
BATAS
PENGUKURAN STATUS GIZI
(Z-Score)
Anak Usia 0 – 60 Berat Badan Gizi Buruk < -3 SD
bulan menurut Umur Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2
SD
(BB/U) Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Sangat Kurus < -3 SD
Anak Usia 5 – 18 Indek Massa Kurus -3 SD sampai dengan < -2
SD
tahun Tubuh Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
menurut Umur Gemuk > 1 SD sampai dengan 2
SD
(IMT/U) Obesitas >2 SD
1) Asesmen gizi pasien anak >
5 tahun Menggunakan
IMT dengan rumus : BB /
TB (m)2 Klasifikasi :
 Sangat Kurus : <-3 SD
 Kurus : -3 SD sampai dengan <-2 SD
 Normal : -2 SD sampai dengan 1 SD
 Gemuk : >1 SD sampai dengan 2 SD
 Obesitas : >2 SD
2) Asesmen gizi pasien anak < 5 tahun
Dengan melihat grafik Z-Score WHO 2005 : BB/TB, BB/U,
TB/U
Usia 0-2 tahun laki-laki warna biru dan
perempuan warna merah muda Usia 2-5 tahun
laki-laki warna biru dan perempuan warna merah
muda Kriteria :
 Obesitas : > 3 SD
 Gizi Lebih : 2 SD – 3 SD
 Gizi Baik : -2 SD – 2 SD
 Gizi Kurang : -2 SD - -3 SD
 Gizi Buruk : -3 SD

11. RESIKO JATUH


a) Pasien dewasa
 Faktor predisposisi untuk risiko jatuh :
Faktor Instrinsik (berhubungan Ekstrinsik (berhubungan dengan
dengan kondisi pasien) lingkungan)
Dapat  Riwayat jatuh sebelumnya  Lantai basah/silau, ruang
diperkirakan  Inkontinesia berantakan, pencahayaan
 Gangguan kognitif/psikologis kurang, kabel longgar/lepas
 Gangguan  Alas kaki tidak pas
keseimbangan/mobilisasi  Dudukan toilet yang rendah
 Usia >65 tahun  Kursi atau tempat tidur beroda
 Osteoporosis  Rawat inap berkpanjangan
 Status kesehatan yang buruk  Peralatan yang tidak aman
 Peralatan rusak
 Tempat tidur ditinggalkan dalam
posisi tinggi
Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu terhadap
diperkirakan  Aritmia jantung obat- obatan
 Stroke atau serangan Iskemik
sementara (Transient Ischaemic
Attack- TIA)
 Pingsan
 Serangan jantung (Dropp Attack)

 Etiologi jatuh :
a) Ketidaksengajaan : 31%
b) Gangguan gaya berjalan/keseimbangan : 17%
c) Vertigo : 13 %
d) Serangan jantung : 10%
e) Gangguan kognitif : 4%
f) Hipotensi postural : 3%
g) Gangguan visus : 3 %
h) Tidak diketahui : 18%

ASESMEN RISIKO JATUH BERDASARKAN

FALL MORE SCALE SCORE


Faktor Risiko Skala Skor
Riwayat jatuh Tidak 0
Ya 25
Diagnosa sekunder Tidak 0
Ya 15
Menggunakan alat – alat bantu Tidak ada/bedrest/dibantu perawat 0
Kruk / tongkat 15
Kursi / perabot 30
Menggunakan infus/ heparin/ Ya 0
pengencer darah/ obat risiko jatuh Tidak 20
Gaya berjalan Normal/ bedrest/ kursi roda 0
Lemah 10
Terganggu 20
Status mental Menyadari kemampuan 0
Lupa akan keterbasan/ pelupa 15
Penggunaan medikamentosa Sedatif 10
Post anestesi umum/ regional 20
Skor total
Keterangan :
Skor 0 – 24 : tidak berisiko
Skor 25 – 50 : risiko jatuh rendah
Skor ≥ 55 : risiko jatuh tinggi

Pencegahan Risiko Jatuh


RESIKO RESIKO SEDANG RESIKO
RENDAH TINGGI
SKOR 6-13
SKOR 0-5 SKOR ≥14
Pastikan bel mudah Lakukan semua pedoman Lakukan semua pedoman
dijangkau
pencegahan untuk resiko pencegahan untuk
rendah resiko rendah dan sedang
Roda tempat tidur pada Pasangkan gelang Kunjungi dan monitor
posisi terkunci khusus(warna kuning) kamar pasien setiap 1jam
sebagai tanda resiko jatuh
Posisikan tempat Tempatkan tanda resiko Tempatkan pasien di
tidur jatuh pada daftar nama kamar yang paling dekat
padaposisi terendah pasien(warna kuning) dengan nurse station (jika
memungkinkan)
Pagar tempat tidur Beri tanda resiko pasien
dinaikkan
jatuh pada pintu k
a
pasien m
a
r
 Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat ketegori risiko jatuh
dua kali sehari, saat transfer ke unit lain dan saat terdapat
perubahan kondisi pasien
 Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke resiko rendah
diperlukan skor < 25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut
 Pencegahan resiko jatuh :
i. Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori)
o Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
o Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi
pegangan tempat tidur terpasang dengan baik
o Ruangan rapi
o Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon
genggam, tombol panggilan, air minum, kacamata)
o Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
o Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
o Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar
(pastikan dan berfungsi)
o Pantauan efek obat-obatan
o Sediakan dukungan emosional dan psikologis
o Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga
ii. Kategori risiko tinggi : lakukan tindakan pencegahan umum
dan hal-hal berikut ini :
o Beri tulisan di depan kamar pasien “ Pencegahan Jatuh”
o Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakai di
pergelangan tangan pasien.
o Sandal anti-licin
o Tawarkan bantuan ke kamar mandi/penggunaan pispot
o Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
o Nilai kebutuhan akan :
 Fisioterapi dan terapi okupasi
 Alarm tempat tidur
 Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawatan (nurse station)
b. Pasien anak
Asesmen risiko jatuh pada anak dilakukan pada anak umur > 1
bulan sampai dengan 18 tahun. Asesmen pada anak – anak
menggunakan skala “humpty dumpty”.
Parameter Kriteria Nilai skor
Usia <3tahun 4
3-7 tahun 3
7-13 tahun 2
≥ 13 tahun 1
Jenis kelamin Laki – laki 2
Perempuan 1
Diagnosa Diagnosa neurologi 4
Perubahan oksigenasi (diagnose 3
respiratorik,
dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkop, 2
pusing,dsb)
Gangguan prilaku/ psikiatri
Diagnose lainnya 1
Gangguan kognitif Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3
Lupa akan keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap dirinya sendiri 1
Faktor lingkungan Riwayat jatuh / bayi diletakkan di 4
tempat tidur
dewasa
Pasien menggunakan alat bantu / bayi 3
diletakkan
dalam tempat tidur/ perabot rumah
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area di luar rumah sakit 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3
1. Pembedahan Dalam 48 jam 2
/sedasi/anestesi >48 jam atau tidak menjalani 1
pembedahan, sedasi/
anesthesi
2. Penggunaan Penggunaan multiple : 2
sedatif, obat
medika mentosa hypnosis,barbiturat, antidepresan,
fenotiazin,
pencahar, diuritik,narkotika,
Penggunaan salah satu
di atas
Penggunaan medikasi lainnya/ tidak 1
ada medikasi
Jumlah skor

Kategori risiko jatuh :


Risiko rendah : skor 7-11
Risiko tinggi : skor >12

Tata laksana keselamatan pasien jatuh pada anak


dengan kriteria rendah dan tinggi

No Kriteria Rendah (nilai 7-11) Kriteria tinggi(nilai >12)


1 Orientasi ruangan Identifikasi pasien dengan stiker humpty
dumpty ditempat tidur dan
papan nama pasien

2 Posisikan tempat tidur rendah Edukasi pasien / orang tua tentang


rem terkunci pencegahan risiko jatuh

3 Jeruji samping naikan 2- 4x, Cek kondisi pasien setiap jam


tentukan jarak yang cukup
terutama kemungkinan pasien
terperangkap,
gunakan prosedur keselamatan
tambahan
4 Gunakan alas kaki anti licin Dampingi pergerakan pasien
untuk memindahkan
pasien,
5 Kaji dan bantu kebutuhan pasien Letakkan pasien pada tempat tidur
dengan benar

6 Tempatkan tombol panggil yang Evaluasi tindakan t


mudah dijangkau, e
edukasi orangtua cara l
penggunaannya a
h
7 Pencahayaan cukup, lampu Pengamanan protektif terhadap
dihidupkan celah

8 Dokumentasikan cara Pastikan pintu tetap terbuka


pencegahan jatuh dan sampai ada penanganan spesifik/
rencana perawatan isolasi

SOP Asesmen Pasien Khusus Populasi Beresiko


ASESMEN AWAL UNTUK POPULASI
KHUSUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN PERTAMA POLRI
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SESPIMMA AP/ /VII/2017/RSBS 00 1 dari 5

Ditetapkan,
KARUMKIT BHAYANGKARA
SESPIMMA POLRI
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
(SPO) Tanggal terbit
Juli 2017
dr. RINI AFRIANTI, MKK
PEMBINA NIP.
1973041720022122003

Populasi tertentu adalah kelompok yang


PENGERTIAN mendapatkan asesmen khusus secara individual di
masing-masing bagian/unit.
Mengidentifikasi kelompok pasien khusus dan
TUJUAN populasi pasien khusus serta dapat memodifikasi
proses asesmen untuk memenuhi kebutuhan khusus
pasien.
Surat Keputusan Karumkit Bhayangkara Sespimma
KEBIJAKAN Polri Nomor : Kep / / VII / 2017 tentang
Kebijakan Asesmen Pasien.
1. Setiap pasien anak-anak (usia 1 bulan s/d 18
PROSEDUR tahun) yang memerlukan kebutuhan khusus pada
rawat jalan dilakukan asesmen oleh dokter
spesialis jiwa dan dokter umum.
2. Pasien lanjut usia (> 60 tahun) yang lemah
yang memerlukan perhatian khusus, baik rawat
jalan maupun rawat map asesmen dilakukan
menggunakan asesmen pasien dewasa dengan
memperhatikan kebutuhan pasien
3. Pasien dengan sakit terminal yang
memerlukan perhatian khusus, baik rawat jalan
maupun rawat map asesmen dilakukan oleh unit
terkait/multidisiplin.
4. Pasien-pasien yang mengalami kesakitan
dengan nyeri berat (skala > 6) di lakukan
asesmen oleh bagian anestesi, baik di rawat jalan
maupun rawat inap.
5. Pasien dengan kelainan emosional dan
gangguan jiwa yang memerlukan perhatian
khusus, asesmen dilakukan oleh Spesialis
Psikiatri dan Perawat dengan kompetensi Jiwa.
6. Pasien dengan ketergantungan obat yang
memerlukan perhatian khusus, asesmen
dilakukan oleh Spesialis Psikiatri
7. Pasien yang terlantar atau disakiti (KDRT,
child abuse) yang memerlukan perhatian khusus,
asesmen dilakukan oleh tim Psikiatri
8. Asesmen awal yang didapatkan,
menghasilkan diagnosis awal
9. Apabila teridentifikasi kebutuhan tambahan
asesmen khusus, pasien dirujuk didalam atau
keluar Rumah Sakit
1. Instalasi Rawat Inap
UNIT TERKAIT
2. Instalasi Rawaf Jalan
3. Komite medik
4. Komite Keperawatan

E. Tingkat Ketergantungan Pasien


1. Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasien
Menurut Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi
klasifikasi klien berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan
menggunakan standar sebagai berikut :
a. Kategori I : self care / perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2
jam/hari.
1)kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
2)makanan dan minum dilakukan sendiri
3)ambulasi dengan pengawasan
4)observasi tanda-tanda vital setiap pergantian shift
5)pengobatan minimal dengan status psikologi stabil
6)perawatan luka sederhana.
b. Kategori II : Intermediate care /perawatan partial, memerlukan waktu 3-4
jam/hari
1) kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
2)observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
3)ambulasi dibantu
4)pengobatan dengan injeksi
5)klien dengan kateter urin, pemasukan dan pengeluaran dicatat
6)klien dengan infus, dan klien dengan pleura pungsi.
c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/hari
1)semua kebutuhan klien dibantu
2)perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan
3)observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
4)makan dan minum melalui selang lambung
5)pengobatan intravena “perdrip”
6)dilakukan suction
7)gelisah / disorientasi
8)perawatan luka kompleks.
Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa
setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga
membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan
kesejahteraan. Teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan diri).
Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien berdasarkan teori Dorothea Orem
yaitu:
1). Minimal Care :
a). Mampu naik turun tempat tidur
b). Mampuambulasi dan berjalan sendiri
c). Mampu makan dan minum sendiri
d).Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan
e).Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
f).Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan
g). Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan
h).Status psikologi stabil
g). Pasien dirawat untuk prosedur diagnostic
h).Operasi ringan
2). Partial Care
a). Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik turun tempat tidur
b). Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan
c). Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
d). Membutuhkan bantuan untuk makan atau disuap
e).Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
f).Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
g).Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar
mandi
h).Pasca operasi minor (24 jam)
i).Melewati fase akut dari pasca operasi mayor
j).Fase awal dari penyembuhan
k).Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
l).Gangguan emosional ringan
3). Total Care
a). Membutuhkan duaorang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur
b). Membutuhkan latihan pasif
c). Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena/NGT
d). Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
e). Membutuhkanbantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
f). Dimandikan perawat
g). Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter
h). Keadaan pasien tidak stabil
i). Perawatan kolostomi
j). Menggunakan WSD
k). Menggunakan alat traksi
l). Irigasi kandung kemih secara terus menerus
m). Menggunakan alat bantu respirator
n). Pasien tidak sadar
Menurut Douglas tentang jumlah tenaga perawat dirumah sakit didapatkan
jumlah perawat yang dibutuhkan pada pagi,sore dan malam tergantung pada
tingkat ketergantungan pasien. Jumlah tenaga keperawatan berdasarkan
klasifikasi ketergantungan pasien adalah :

Waktu Kebutuhan Perawat


Klasifikasi Pagi Siang Sore
Minimal 0,17 0,14 0,07
Intermediate 0,27 0,15 0,10
Maksimal 0,36 0,30 0,20

Format Pengkajian Tingkat Ketergantungan Pasien


Supportive- Ya Tidak Partlycompensatory Ya Tidak Whollycompensatory Ya Tidak
Educative Nursing System Nursing System
1. pasien 1. pasien 1. pasien
mandiri/hampir memerlukan membutuhkan
tidak bantuan perawat bantuan perawat
memerlukan (sebagian) : sepenuhnya dan
bantuan / membutuhkan
mampu untuk : bantuan perawat
yang lebih lama
 Naik dan  Membutuhkan  Membutuhkan
turun dari bantuan satu bantuan 2 orang
tempat tidur orang perawat perawat untuk
untuk naik dan mobilisasi dari
turun dari tempat tempat tidur ke
tidur kursi roda
 Ambulasi dan  Membutuhkan  Membutuhkan
berjalan bantuan untuk latihan pasif
sendiri ambulasi dan
berjalan
 Makan dan  Membutuhkan  Kebutuhan nutrisi
minum bantuan untuk dan cairan
menyiapkan dipenuhi melalui
makanan terapi intravena
(infus) atau NGT
 Mandi sendiri  Membutuhkan  Membutuhkan
ataupun bantuan untuk bantuan untuk
dengan sedikit makan (disuap) kebersihan mulut
bantuan
 Membutuhkan  Membutuhkan
bantuan untuk bantuan penuh
kebersihan mulut untuk berpakaian
dan berdandan
 Membutuhkan  Dimandikan
bantuan untuk perawat
berpakaian dan
berdandan
 Membutuhkan
bantuan BAB dan
BAK (ditempat
tidur maupun di
kamar mandi)
2. status 2. fase awal dari 2. pasien tidak sadar
psikologis stabil penyembuhan
3. pasien 3. membutuhkan 3. keadaan pasien
dirawat untuk observasi TTV tidak stabil
prosedur setiap 4 jam
diagnostik
4. gangguan 4. membutuhkan
emosional ringan observasi TTV setiap
kurang dari 1 jam
5. Pasien dengan
kolostomi
6. pasien dengan alat
bantu pernafasan
(ventilator)
7. pasien dengan
WSD
8. Pasien mengalami
gangguan emosional
berat (bingung atau
disorientasi)

F. Lama Hari Perawatan Pasien


1. Definisi Lama Hari
Perawatan Pasien
LOS (Length of Stay=Lama Hari Rawat) adalah menunjukkan berapa hari
lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu periode perawatan. Satuan
untuk lama rawat adalah hari, sedangkan cara menghitung lama rawat
adalah dengan menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari rumah
sakit, baik hidup ataupun meninggal) dengan tanggal masuk rumah sakit.
Umumnya data tersebut tercantum dalam formulir ringkasan masuk dan
keluar di Rekam Medik. Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau
aspek asuhan dan pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur.
Bila seseorang dirawat dirumah sakit, maka yang diharapkan tentunya ada
perubahan akan derajat kesehatannya (Indradi,2007). Kasus yang akut dan
kronis akan memerlukan lama hari rawat yang berbeda, dimana kasus yang
kronis akan memerlukan lama hari rawat lebih lama dari pada kasus-kasus
yang bersifat akut. Demikian juga penyakit yang tunggal pada satu penderita
akan mempunyai lama hari rawat lebih pendek dari pada penyakit ganda
pada satu penderita (Barbara J.,2008 ; Krzysztof, 2011).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lama rawat seseorang. Baik
dari internal maupun eksternal. Internal yang dimaksud yaitu faktor-faktor
yang berasal atau ada dalam rumah sakit. Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor yang ada atau berasal dari luar rumah sakit, dengan kata lain faktor
yang berhubungan dengan pasien. Faktor-faktor internal yang berpengaruh
antara lain adalah :
a. Jenis dan Derajat Penyakit
Penyakit yang akut dan kronis akan memerlukan lama hari rawat yang
berbeda, dimana kasus yang kronis akan memerlukan lama hari rawat
lebih lama daripada penyakit yang bersifat akut.
b. Tenaga Medis yang menangani
Perbedaan keterampilan dan memutuskan melakukan suatu tindakan
antar dokter yang berbeda akan mempengaruhi lama hari rawat pasien.
Selain itu, jumlah tenaga dokter maupun perawat juga berperan penting
dalam menangani pasien.
c. Tindakan yang dilakukan
Tindakan dokter termasuk pemeriksaan penunjang rumah sakit
berpengaruh terhadap lama hari rawat. Pasien yang memerlukan tindakan
operasi akan memerlukan persiapan dan pemulihan lebih lama dibanding
pasien dengan prosedur standar.
d. Administrasi Rumah Sakit
Dari sisi administrasi rumah sakit, prosedur penerimaan dan pemulangan
pasien dapat menjadi hambatan yang menyebabkan lambatnya
kepulangan pasien dari rumah sakit. Sebagai contoh, pasien yang masuk
rumah sakit hari Sabtu dan Minggu akan memperpanjang lama hari
rawatnya karena pemeriksaan dokter dan pemeriksaan penunjang lain
mungkin akan diundur sampai hari kerja. Pasien masuk rumah sakit saat
pergantian jaga atau di luar jam kerja rumah sakit, dan berbagai alasan
administrasi lainnya.
Sedangkan beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap lama
hari rawat adalah sebagai berikut :
a. Umur Pasien
Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya
risiko, dan sifat resistensi tertentu. Dengan bertambahnya usia maka
kemampuan sistem kekebalan tubuh seseorang untuk menghancurkan
organisme asing juga berkurang. Peningkatan umur berhubungan dengan
pengurangan progresif terhadap kemungkinan pulang lebih awal dari
rumah sakit baik pada hari ke 14 maupun hari ke 28.
b. Pekerjaan Pasien
Walaupun pekerjaan tidak secara langsung mempengaruhi lama hari
rawat, tapi mempengaruhi cara pasien dalam membayar biaya perawatan.
Pekerjaan akan menentukan pendapatan dan ada atau tidaknya jaminan
kesehatan untuk menanggung biaya perawatan.

c. Penanggung jawab biaya


Adanya kecenderungan pasien yang biaya perawatannya ditanggung oleh
perusahaan atau pihak asuransi mempunyai lama rawat yang lebih lama
daripada pasien yang menanggung sendiri biayanya. Hal ini dapat
disebabkan karena proses penyelesaian administrasi yang memakan
waktu dan kondisi sosial ekonomi pasien. Kondisi sosioekonomi yang
rendah dapat mengakibatkan seorang pasien mempercepat lama rawatnya
untuk menghindari mengeluarkan banyak biaya atau justru memperlama
karena tidak memiliki biaya untuk memenuhi administrasi selama
perawatan.
d. Alasan Pulang
Pasien akan pulang atau keluar dari rumah sakit apabila telah mendapat
persetujuan dari dokter yang merawatnya. Tetapi ada beberapa penderita
yang walaupun dinyatakan sembuh dan boleh pulang harus tertunda
pulangnya. Hal tersebutkarena masih menunggu pengurusan pembayaran
oleh pihak penanggung biaya (perusahaan/ asuransi kesehatan) atau surat
keterangan tidak mampu, jamkesmas dari pihak yang berwenang bagi
yang kurang mampu. Sehingga lama hari rawat menjadi memanjang.
Sedangkan ada pula pasien-pasien yang pulang atas permintaan sendiri/
keluarga (pulang paksa), sehingga lama rawat memendek
e. Komorbiditas (Penyakit Penyerta)
Komorbiditas yaitu terdapatnya 2 atau lebih diagnosis penyakit pada
individu yang sama. Komorbiditas yang tinggi pada pasien UGD yang
masukkembali dalam 72 jam memiliki tingkat penerimaan yang lebih
tinggi, prognosis yang lebih buruk, lebih lama tinggal di rumah sakit, dan
kematian di rumah sakit yang tinggi.
f. Tingkat Kerapuhan Pasien
Tingkat kerapuhan pasien terutama pasien lanjut usia dapat menjadi salah
satu petanda awal memanjangnya lama rawat. Padapenelitian
sebelumnya, peningkatan skor kerapuhan pada Edmonton Frail Scale
yang diberikan saat sebelum penerimaan operasi elektif non-kardiak
dihubungkan dengan komplikasi post-operasi, peningkatan lama tinggal
di rumah sakit dan ketidakmampuan untuk dipulangkan ke rumah,
terlepas dari umur. Selain itu juga meningkatkan risiko mortalitas dan
memanjangnya perawatan setelah operasi jantung.

G. Kebutuhan Logistik
1. Definisi logistik
Logistik adalah salah satu subsistem di rumah sakit yang memiliki tugas
untuk menyediakan barang dan bahan dalam jumlah, kualitas, dan pada
waktu yang tepat sesuai kebutuhan dengan harga yang efisien untuk
kegiatan operasional rumah sakit (Djojodibroto, 1997: h.79). Menurut
Subagya MS (1994), logistik merupakan ilmu pengetahuan dan seni serta
proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan, serta penghapusan
material/alat-alat.
2. Tujuan Logistik
Secara umum, logistik memiliki tiga tujuan (Aditama, 2003: h.121), yaitu:
a. Tujuan operasional, ialah agar barang
tersedia dengan jumlah yang tepat dan mutu yang memadai.
b. Tujuan keuangan, ialah agar tujuan
operasional dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya.
c. Tujuan pengamanan, ialah agar persediaan
tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak,
pencurian, dan nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin
dalam sistem akuntansi.
3. Fungsi Logistik
Logistik di rumah sakit memiliki fungsi-fungsi. Fungsi logistik membentuk
sebuah siklus yang terdiri dari:
a. Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan
Perencanaan adalah proses menetapkan sasaran, pedoman, dan dasar
ukuran untuk penyelenggaraan pengelolaan barang logistik dalam jangka
waktu tertentu. Kegiatan perencanaan ini mempengaruhi kelancaran
pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada pasien. Perencanaan
logistik dibagi menjadi tiga tipe (Bowersox, 2002: h.79), yaitu:
1) Perencanaan strategis
Perencanaan strategis adalah suatu proses untuk mengalokasikan
sumber daya logistik selama jangka waktu yang panjang,
konsisten, dan menunjang bagi seluruh kebijaksanaan dan tujuan
organisasi. Perencanaan strategis merupakan perencanaan jangka
panjang. Jangka waktu perencanaan strategis yaitu 5 sampai 10
tahun.
2) Perencanaan operasional
Perencanaan operasional adalah suatu proses untuk
mengembangkan kebijaksanaan dan rencana logistik untuk
menangani tindakan manajemen yang rutin atau reguler dalam
suatu organisasi yang berjalan. Jangka waktu perencanaan
operasional hingga satu tahun. Tujuan perencanaan operasional
yaitu: modifikasi sistem, pelaksanaan, dan anggaran.
3) Perencanaan taktis
Perencanaan taktis adalah suatu proses penyesuaian jangka
pendek dari sumber daya logistik untuk hal-hal yang tidak
terduga. Jangka waktu pada perencanaan taktis pendek karena
hanya berorientasi pada kejadian. Subagya (1994) menyatakan
bahwa penentuan kebutuhan merupakan perincian (detailering)
dari fungsi perencanaan, sehingga semua faktor yang
mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan
kebutuhan, yaitu faktor yuridis, yaitu peraturan,
ketentuan/prosedur, dan batasan terhadap keamanan, desain,
penyediaan barang, pengadaan, dsb; persyaratan proyek, yaitu
tujuan, kondisi lokasi, dan perhubungan (transportasi); faktor
sosio ekonomi; faktor tekno ekonomi; perkembangan swadaya
dan swasembada; inventarisasi dan pemeliharaan; perkembangan
biaya; perkembangan industri dan suplai; perkembangan politis;
dan pertimbangan khusus penggunaan alat-alat besar (Subagya,
1994: h.16).

b. Fungsi penganggaran
Penganggaran merupakan kegiatan untuk merumuskan rincian
penentuan kebutuhan. Ada hal yang perlu diperhatikan dalam
penganggaran, yaitu penyesuaian rencana pembelian dengan dana
yang tersedia dan mengenali adanya kendala dan keterbatasan agar
tercipta reliable budgeting.
c. Fungsi pengadaan
Pengadaan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan barang
berdasarkan perencanaan, penentuan kebutuhan, dan penganggaran
yang telah dibuat sebelumnya. Sasaran dalam pengadaan yaitu
pemenuhan kebutuhan dengan kualitas terbaik dan harga yang
minimal, serta pengiriman barang dapat dilakukan dengan cepat
dan tepat. Ada berbagai cara-cara dalam pengadaan barang
diantaranya dengan pembelian, pembuatan, penyewaan,
penghibahan, dan perbaikan.
d. Fungsi penyimpanan
Penyimpanan dilakukan agar persediaan dalam keadaan stabil,
mudah dicari, mudah diawasi, dan terjaga keamanannya.
Penyimpanan barang logistik dapat dilakukan dengan metode FIFO
(First In First Out), Fast and slow moving, sistem abjad, kelompok
barang, dll.
e. Fungsi pemeliharaan
Pemeliharaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin
agar sarana/barang logistik selalu dalam kondisi daya guna yang
baik dan untuk mempertahankan kondisi ekonomis dari barang
tersebut.
f. Fungsi pendistribusian
Pendistribusian ialah kegiatan pengurusan, penyelenggaraan, dan
pengaturan pemindahan barang logistik dari tempat penyimpanan
(gudang) ke tempat pemakai (user) sehingga menjamin kelancaran
pelayanan yang bermutu. Sistem pendistribusian barang logistik
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Sentralisasi
Sistem pendistribusian langsung dari gudang penyimpanan ke
tempat user (pemakai). Sistem ini biasanya dipakai oleh instansi
yang memiliki organisasi kecil, barang logistik tidak banyak, dan
lokasi gudang tidak jauh dengan tempat pemakaian.
2) Desentralisasi
Sistem pendistribusian yang dilakukan tidak secara langsung.
Sistem ini biasanya dipakai oleh instansi dengan skala besar,
jumlah barang banyak, lokasi gudang jauh, jumlah pengguna
(user) barang banyak, dan jenis barang logistik bervariasi. 7.
Fungsi penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan
pembebasan barang dari pertanggung jawaban secara fisik.
Aditama (2003) menyatakan bahwa penghapusan adalah usaha
untuk menghapus kekayaan (aset) karena kerusakan yang tidak
dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis
maupun teknis, kelebihan, hilang, susut, dan karena hal-hal lain
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (h.127).
Kegiatan ini dilakukan jika resiko dan biaya lebih besar daripada
manfaat yang didapat oleh rumah sakit. Proses penghapusan ada
tiga tahap yaitu tahap identifikasi (identification), tahap
penyaringan (screening), tahap penyelesaian (clearing).
g. Fungsi pengendalian
Pengendalian merupakan fungsi inti dari pengelolaan logistik yang
meliputi usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan
pengelolaan logistik (Aditama, 2003: h.127). Pengendalian ialah
tindakan untuk memastikan pelaksanaan logistik sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan dengan menggunakan umpan balik
(feedback) sehingga tujuan rumah sakit dapat tercapai. Fungsi ini
meliputi kegiatan pengendalian persediaan (inventory control).
Inventory control bertujuan menciptakan keseimbangan antara
persediaan dan permintaan (Aditama, 2003: h.128). Sistem
pengendalian yang dapat digunakan oleh rumah sakit seperti Sistem
VEN dan Sistem ABC. Sistem-sistem tersebut digunakan untuk
mengelompokkan barang logistik berdasarkan nilai
penggunaannya.

H. Sistem Pembiayaan Rumah Sakit


Menurut UU 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terdapat dua jenis
Rumah Sakit (RS), yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah
sakit publik merupakan RS non for profit/nirlaba (milik pemerintah,
pemerintah daerah, badan hukum nirlaba) dengan sistem manajemen
menggunakan BLU atau BLUD. Sedangkan RS privat merupakan rumah sakit
for profit, milik PT atau persero. Menurut Sistem Kesehatan Nasional tahun
2004, penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan mengacu pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan
keluarga miskin.
2) Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan
perorangan yang terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna
melalui jaminan pemeliharaan kesehatan baik berdasarkan prinsip
solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela, yang dilaksanakan secara
bertahap.
5) Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan
dana perimbangan (maching grant) bagi daerah yang kurang mampu.
Ditetapkannya PP No 23 tahun 2005 tentang PPK-BLU ini
dilatarbelakangi oleh tingkat kebutuhan dana yang makin tinggi, sementara
sumber dana yang tersedia tetap terbatas, beban pembiayaan pemerintahan
yang bergantung pada pinjaman semakin dituntut pengurangannya demi
keadilan antargenerasi. Paket reformasi di bidang keuangan negara sedang
dalam pergeseran dari penganggaran tradisional ke penganggaran berbasis
kinerja, sehingga penggunaan dana pemerintah pindah dari membiayai
masukan (inputs) atau proses ke pembayaran terhadap hasil (outputs). Maksud
dari orientasi pada outputs adalah mewiraswastakan pemerintah (enterprising
the government), paradigma yang memberi arah yang tepat bagi keuangan
sektor publik.
Instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan
kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang
fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Ini
disebut Badan Layanan Umum (BLU). Upaya pengagenan (agencification)
aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi
diselenggarakan oleh instansi yang dikelola ala bisnis (business like) sehingga
pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.
Fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran termasuk
pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/
jasa.
Dalam BLU diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga
profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada
pegawai sesuai dengan kontribusinya. Keuangan dikendalikan secara ketat
dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam
pertanggungjawabannya. Rumah sakit wajib menghitung harga pokok dari
layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri
teknis pembina. Dalam pertanggung-jawabannya, RS harus mampu
menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya
dengan layanan yang telah direalisasikan.
Tarif adalah harga jual yang memperhitungkan Unit Cost, Jasa Pelayanan
(Medis, Paramedis dan Non Medis), Rencana Pengembangan dan Margin.
Untuk menentukan pola tarif masing-masing produk di Rumah Sakit, sangat
tergantung dengan jenis usaha masing-masing instalasi. Ada 3 macam jenis
usaha, yaitu :
1. Usaha jasa
Produk layanan yang ada di Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan
(Poliklinik), IRD, ICU, OK, Penunjang Medis dan lain-lain
2. Usaha perdagangan
Produk penjualan yang ada di Apotek
3. Usaha pengolahan/industri
Produk olahan yang ada Instalasi Gizi, jika instalasi tersebut sudah
menjadi Revenue / Profit Centre.
Unsur tarif Rumah Sakit Pemerintah / non profit, terdapat dua bagian yaitu
tarif yang dibebankan pemerintah dan yang dibebankan masyarakat. Biaya
pemerintah seperti misalnya biaya gaji karyawan dan biaya investasi. Biaya
yang dibebankan masyarakat untuk biaya operasionalnya. Tarif berdasarkan
Perda no 7 tahun 2007 dibedakan menjadi 2 jenis:
1. Mandiri (umum)
Pasien mandiri/umum membayar fee for service secara out of pocket.
2. Ada penjamin (asuransi). Pasien berdasar penjaminnya:
a. Asuransi Pegawai Negri (PT ASKES).
1) Peserta ditanggung oleh PT ASKES
2) PT ASKES membayar kepada Rumah sakit sesuai dengan tarif
kesepakatan antara PT ASKES dengan Rumah sakit
3) Sistem pembayaran:
- Paket rawat jalan
- Paket rawat inap
- Pelayanan luar paket
b. Asuransi swasta. Tarifnya merupakan fee for service.
1) Asuransi penanggung bekerja sama dengan rumah sakit
2) Penanggung menentukan kelas dimana peserta berhak dirawat
3) Tarif sesuai dengan kesepakatan antara penanggung dengan rumah
sakit, sesuai dengan tarif yang berlaku
4) Apabila peserta menghendaki naik kelas, selisih biaya ditanggung
oleh peserta
c. Jamkesmas dan Jamkesda, diperuntukkan bagi warga miskin. Tarifnya
berdasarkan sistem paket (INA-CBG).
1) Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat)
a) Peserta ditanggung oleh Departemen Kesehatan
b) Depkes membayar Rumah sakit dengan sistem paket
2) Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah)
a) Jamkesda adalah program bantuan sosial untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin yang tidak masuk dalam
program JAMKESMAS.
b) Dana diambil dari APBD II
c) Peserta adalah masyarakat miskin yang tidak termasuk dalam
SK Bupati, namun benar-benar miskin yang dinyatakan oleh
Kepala Desa/Lurah dan ditandatangani camat.
I. Sumber Daya Manusia dalam Perawatan Pasien
Pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat diwarnai dengan pelayanan
keperawatan oleh tenaga perawat yang dominan dalam jumlah serta bentuk
pelayanan yang 24 jam, 7 hari dalam seminggu secara terus menerus tanpa
henti. Undang-undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 32(3)
menyatakan bahwa upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan melalui keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Peningkatan mutu layanan keperawatan harus diikuti dengan peningkatan
sumber daya manusianya melalui pengembangan tenaga keperawatan.
 Aspek Kualitas dalam Pengembangan Tenaga Keperawatan
Aspek kualitas dalam pengembangan tenaga keperawatan ditandai dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional sebagai titik sentral
pelayanan keperawatan yang didalamnya tercakup unsur praktek
keperawatan profesional, pengelolaan pelayanan keperawatan secara
profesional dan pengembangan pengetahuan secara terus menerus baik
melalui in service maupun pendidikan formal akademik. Disamping itu
terus dikembangkan ilmu keperawataan klinik melalui penelitian
keperawatan yang berorientasi pada klien (ICN. 1996). Hal ini erat
kaitannya dengan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan,
sebagai manajer, sebagai pendidik dan peneliti, kerena itu pengembangan
tenaga keperawatan di rumah sakit harus didasarkan pada keempat peran
utama perawatan.
 Aspek Kualitas dalam pengorganisasian dan pengelolaan
Pelayanan keperawatan yang bermutu perlu ditunjang dengan sistem
pengorganisasian dan pengelolaan yang mantap mulai dari tingkat
pengelolaan di ruangan sampai pada tingkat pengelolaan seluruh
pelayanan keperawatan di rumah sakit. Pengelolaan pada tingkat ruangan
sedapat mungkitn dikelola oleh sekurang kurangnya lulusan DIII
Keperawatan yang sudah berpengalaman dan telah mendapat sertifikat
mengikuti pelatihan manajemen keperawatan untuk tingkat ruangan,
sedangkan pada pengelolaan tingkat menengah sekurang-kurangnya
dikelola oleh lulusan S1 Keperawatan yang ahli dalam manajemen
keperawatan dan pada tingkat manajer sedapat mungkin dikelola oleh
seorang perawat spesialis lulusan S2 Keperawatan yang ahli dalam
manajemen keperawatan.
Berikut masing-masing tugas kepala ruang, perawat primer dan perawat
asosiate (Marqouis dan Houston, 2000) :
 Peran kepala Ruang :
Tugas Pokok : mengawasi dan mengendalikan kegiatan
pelayanan keperawatan di ruang rawat yang berada
di wilayah tanggungjawabnya
Uraian tugas :
1. Melaksanakan fungsi
perencanaan, meliputi :
a. merencanakan jumlah dan kategori tenaga perawatan serta tenaga
lain sesuai kebutuhan
b. merencanakan jumlah jens peralatan perawatan yang diperlukan
sesuai kebutuhan
c. merencanakan dan menentukan jenis kegiatan / asuhan
keperawatan yang akan diselenggarakan sesuai kebutuhan pasien
2. Melaksanakan fungsi
penggerakan dan pelaksanaan, meliputi :
a. Mengatur dan
mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan ruang rawat
b. Menyusun dan
mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai
kebutuhan dan ketentuan atau peraturan yang berlaku
c. Melaksanakan
program orientasi kepada tenaga perawatan baru aau tenaga lain
yang akan bekerja diruang rawat
d. Memberikan
pengarahan dan motivasi kepada tenaga perawatan untuk
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai ketentuan/standar
e. Mengkoordinasikan
seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja sama dengan
berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan diruang rawat
f. Mengadakan pertemuan berkala dengan pelaksana perawatan dan
tenaga lain yang berada diwilayah tanggungjawabnya
3. melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penilaian
meliputi :
a. mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang
telah ditentukan
b. melaksanakan penilaian terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dibidang perawatan
c. mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan peralatan
perawatan serta obat-obatan secara efektif dan efisien
d. mengawasi pelaksanaan system pencatatan dan pelaporan
kegiatan asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di
ruang rawat
Peran Perawat Primer antara lain:
a. menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
b. membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan
d. bertanggungjawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan
pasien mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit
e. mengikuti timbang terima
Peran Perawat asosiate antara lain:
a. memberikan perawatan secara langsung berdasarkan proses
keperawatan dengan sentuhan kasih saying
b. melaksanakan program medik dengan penuh tanggungjawab
c. memperhatikan keseimbangan kebutuhan fisik, mental dan spiritual
pasien
d. melatih pasien memanajemen dirinya sendiri
e. mengikuti timbang terima

J. Edukasi Pada Pasien dan Keluarga dalam SNARS


1. Manajemen Komunikasi Dan Edukasi (MKE 8) dilakukan agar edukasi
pasien dan keluarga dapat efektif maka staf harus melakukan asesmen
kemampuan, kemauan belajar, dan kebutuhan edukasi yang dicatat di dalam
rekam medis
 Maksud dan Tujuan MKE 8
Edukasi berfokus pada pengetahuan dan keterampilan spesifik yang
dibutuhkan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan, serta
berpartisipasi dalam asuhan dan asuhan berkelanjutan di rumah. Hal
tersebut di atas berbeda dengan alur informasi pada umumnya antara staf
dan pasien yang bersifat informatif, tetapi bukan bersifat edukasi seperti
lazimnya. Pengetahuan dan keterampilan yang menjadi kekuatan dan
kekurangan diidentifikasi serta digunakan untuk membuat rencana
edukasi. Terdapat banyak variabel yang menentukan apakah pasien dan
keluarga mau dan mampu untuk belajar. Dengan demikian, untuk
merencanakan edukasi dilakukan asesmen:
a. keyakinan serta nilai-nilai pasien dan keluarga;
b. kemampuan membaca, tingkat pendidikan, dan bahasa yang digunakan;
c. hambatan emosional dan motivasi;
d. keterbatasan fisik dan kognitif;
e. kesediaan pasien untuk menerima informasi.
Untuk memahami kebutuhan edukasi setiap pasien dan
keluarganya,dibutuhkan proses asesmen untuk identifikasi jenis operasi,
prosedur invasif lainnya, rencana tindakan, kebutuhan perawatannya, dan
kesinambungan asuhan setelah keluar dari rumah sakit. Asesmen ini
memungkinkan profesional pemberi asuhan (PPA) merencanakan dan
melaksanakan edukasi yang dibutuhkan.
 Elemen Penilaian MKE 8
a. Dilakukan asesmen kemampuan dan kemauan belajar pasien serta
keluarga yang meliputi a) sampai dengan e) maksud dan tujuan yang
dicatat di rekam medis. (D,O)
b. Dilakukan asesmen kebutuhan edukasi untuk pasien dan dicatat di
rekam medis. (D,O).
c. Hasil asesmen digunakan untuk membuat perencanaan kebutuhan
edukasi. (D,O)
2. Peran perawat
Perawat sebagai pendidik menjalankan perannya dalam memberikan
pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga
pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan (Susanto, 2012). Perawat sebagai pendidik bertugas
untuk memberikan pengajaran baik dalam lingkungan klinik, komunitas,
sekolah, maupun pusat kesehatan masyarakat (Brunner&Suddarth, 2003).
Perawat sebagai pendidik berperan untuk mendidik dan mengajarkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan lain
sesuai dengan tanggungjawabnya. Perawat sebagai pendidik berupaya untuk
memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada klien dengan
evaluasi yang dapat meningkatkan pembelajaran (Wong, 2009). Perawat
sebagai pendidik harus mempunyai kemampuan untuk mengkaji kekuatan
dan akibat yang ditimbulkan dari pemberian informasi dan perilaku yang
diinginkan oleh individu (Nursalam, 2008).
Kemampuan yang harus dimiliki perawat sebagai edukator menurut Asmadi
(2008), perawat sebagai pendidik harus memiliki kemampuan sebagai syarat
utama antara lain:
a. Ilmu pengetahuan yang luas. Pendidikan kesehatan merupakan upaya
yang dilakukan oleh seorang pendidik secara sadar untuk membujuk
orang lain agar dapat berperilaku dan mempunyai pengetahuan dan
pemahaman yang sesuai. Ketika pendidik melaksanakan tugasnya, maka
terjadi transfer ilmu pengetahuan yang mendukung agar perannya
sebagai edukator dapat terlaksana dengan baik dan benar;
b. komunikasi. Keberhasilan proses pendidikan pada pasien dan keluarga
dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam berkomunikasi.
Kemampuan berkomunikasi ini merupakan aspek yang penting dalam
asuhan keperawatan. Perawat berinteraksi dengan pasien selama 24 jam
dan akan selalu berkomunikasi dengan pasien. Interaksi yang terjadi
antara perawat dengan pasien merupakan bagian dari komunikasi.
Perawat dapat memberikan penjelasan kepada pasien, memberi motivasi,
menghibur pasien, dan menjalankan tugas lainnya dengan komunikasi.
Komunikasi perawat yang baik secara verbal dan non verbal akan
meningkatkan pula citra profesionalisme yang baik pada perawat;
c. pemahaman psikologis. Perawat harus mampu memahami psikologis
seseorang agar dapat membujuk orang lain untuk berperilaku sesuai yang
diharapkan. Perawat harus meningkatkan kepeduliannya dan kepekaan
hatinya. Ketika perawat dapat memahami hati dan perasaan pasien maka
informasi yang diberikan oleh perawat akan dapat langsung diterima oleh
pasien sehingga tujuan pendidikan kesehatan dapat tercapai;
d. menjadi model/contoh. Upaya yang dapat dilakukan perawat untuk
meningkatkan profesionalisme perawat dilakukan melalui pembuktian
secara langsung yaitu perawat dapat memberikan contoh atau model
dalam pengajaran.
Menurut standar perawat profesional dari College of Nurses in Ontario
(CNO) tahun 2009, perawat sebagai pendidik di lingkungan klinik harus
mampu:
a. memberikan
penjelasan kepada pasien
b. mendukung
kemampuan pasien
c. memfasilitasi
pengajaran
d. memberikan
model/contoh.
Peran perawat dalam memberikan pendidikan atau pengajaran bagi pasien.
Pasien dan keluarganya seringkali bertanya kepada perawat tentang hal-hal
yang berkaitan dengan kondisi pasien. Pasien mungkin akan menanyakan
tentang tindakan keperawatan yang dilakukan kepadanya dan menanyakan
rasa nyeri yang timbul. Perawat sebaiknya berusaha untuk mengantisipasi
kebutuhan pasien dan keluarganya tentang informasi yang diperlukan terkait
peningkatan kesehatan pasien. Peningkatan kesehatan pasien dapat dicapai
dengan pengajaran yang efektif kepada pasien. Pengajaran yang efektif yaitu
perawat dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memberikan
pengajaran dan menentukan apa yang perlu pasien ketahui (Potter&Perry,
2005). Menurut standar Joint Comission International (JCI) tahun 2012,
standar pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga meliputi:
g. pendidikan pada pasien agar pasien dan keluarga ikut berparitisipasi
dalam pengambilan keputusan
h. perawat bertugas melakukan asesmen dan pendokumentasian terhadap
kebutuhan pendidikan pasien
i. pemberian pemenuhan kebutuhan kesehatan berkelanjutan kepada pasien
berupa pendidikan dan pelatihan
j. pemberian pendidikan kepada pasien dan keluarga terkait dengan
pelayanan pasien seperti penggunaan obat yang aman, penggunaan
peralatan medis yang aman, potensi interaksi antara obat dengan
makanan, pedoman nutrisi, manajemen nyeri dan teknik-teknik
rehabilitasi
k. metode pendidikan mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan pasien dan
keluarga, dan memperkenankan interaksi yang memadai antara pasien,
keluarga dan staf agar terjadi pembelajaran
l. tenaga kesehatan profesional yang memberi pelayanan pasien
berkolaborasi dalam memberikan pendidikan.

K. PPI dalam Pengelolaan Pasien


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal
dari komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan
rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan
istilah infeksi nosokomial. Karena tidak dapat ditentukan secara pastiasal
infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection)
diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare-associated infections” (HAIs)
dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, serta tidak terbatas infeksi pada pasien
saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat
melakukan tindakan perawatan pasien (Akib et al, 2008).
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan (Permenkes, 2007). Tujuan dari Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi adalah untuk membantu mengurangi penyebaran infeksi yang terkait
dengan pelayanan kesehatan, dengan penilaian, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi oleh National Infection Control Policies. Pelaksanaan pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan bertujuan untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan
kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan
transmisi. Bagi pasien yang memerlukan isolasi, maka akan diterapkan
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk
diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dirumah sakit
danfasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis, diduga
terinfeksi atau kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi silang
sebelum pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium
dan setelah pasien didiagnosis. Kesebelas kewaspadaan standar tersebut yang
harus di terapkan di semua fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai berikut :
1. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak
kotor. Kuku petugas harus selalu bersih danterpotong pendek, tanpa kuku
palsu, tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa /
antimikroba dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat :
a) Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband,
walaupun telah memakai sarung tangan.
b)Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya
yang bersih, walaupun pada pasien yang sama. Indikasi kebersihan tangan:
-Sebelum kontak pasien
-Sebelum tindakan aseptik
-Setelah kontak darah dan cairan tubuh
-Setelah kontak pasien
-Setelah kontak dengan lingkungan sekitar m
2. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius. APD terdiri dari sarung tangan, masker / Respirator Partikulat,
pelindung mata (goggle), perisai / pelindung wajah, kap penutup kepala,
gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot). Tujuan
Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari resiko
pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan
selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
a. Jenis-Jenis APD
1) Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu :
- Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan
invasif atau pembedahan
- Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi
petugas pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan
pemeriksaan atau pekerjaan rutin
- Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan,
menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan
permukaan yang terkontaminasi.
2) Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa
mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan
lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan
lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker
yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut serta melakukan
Fit Test (penekanan di bagian hidung). Terdapat tiga jenis masker,
yaitu:
- Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan
melalui droplet
- Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne.
- Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.
3) Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas
darikemungkinan paparan atau percikan darah atau cairan tubuh,
sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas
pada tindakan steril. Jenis-jenis gaun pelindung:
- Gaun pelindung tidak kedap air
- Gaun pelindung kedap air
- Gaun steril
- Gaun non steril
4) Goggle dan perisai wajah
Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi wajah
dan mata. Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah untuk
melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi
dan eksresi.
5) Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki petugas
dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah
dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan,
sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal. Jenis sepatu
pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup seluruh
permukaan kaki.
6) Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap
alat-alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga
sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan
darah atau cairan tubuh dari pasien.
3. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi
infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan
yang akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan
dan perkakas lainnya) sewaktu merawat pasien. Kategori Spaulding adalah
sebagai berikut:
a)Kritikal. Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau
sistem darah sehingga merupakan risiko infeksi tingkat
tertinggi.Kegagalan manajemen sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi
yang serius danfatal.
b)Semikritikal. Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah
kritikal yang berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang
lecet.Pengelola perlu mengetahui dan memiliki keterampilan dalam
penanganan peralatan invasif, pemrosesan alat, Desinfeksi Tingkat Tinggi
(DTT), pemakaian sarung tangan bagi petugas yang menyentuh mukosa
atau kulit tidak utuh.
c)Non-kritikal. Pengelolaan peralatan / bahan dan praktik yang
berhubungan dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah.
Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan danperalatan
non-kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat yang
terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk setiap kali
memegang tempat sampah atau memindahkan sampah).
4. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain
berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan
lingkungan, serta desain dankonstruksi bangunan, dilakukan untuk
mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan
pengunjung.
a) Kualitas Udara.
- Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk
kebersihan udara, kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan
sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien dengan
infeksi yang ditransmisikan melalui air borne.
- Diperlukan pembatasan jumlah personil di ruangan dan ventilasi
yang memadai. Tidak direkomendasikan melakukan kultur
permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada outbreak atau
renovasi / pembangunan gedung baru.
b) Kualitas air
- Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik
menyangkut bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk
debitnya sesuai ketentuan peraturan perundangan mengenai syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air minum dan mengenai persyaratan
kualitas air minum.
- Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan dangedung perlu
memperhatikan sistem jaringan dan sistem Stop Kran dan Valve.
c)Permukaan lingkungan.
- Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah, bebas
serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang pengganggu
(kucing, anjing dan tikus) dan harus dibersihkan secara terus menerus.
- Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang perawatan dan
menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang
perawatan
5. Pengelolaan Limbah
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana
pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun
sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit.
Untuk menghindari risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan limbah di
fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu
melakukan minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi
bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang
limbah (recycle). Tujuan Pengelolaan Limbah untuk melindungi pasien,
petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan dari penyebaran infeksi dan cidera.
6. Penatalaksanaan Linen
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,
termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan
harus dilakukan dengan hati-hati mencakup penggunaan perlengkapan
APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman
kewaspadaan standar dengan prinsip-prinsip dan fasilitas pelayanan
kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen.
7. Perlindungan kesehatan Petugas
Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik
tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Fasyankes harus
mempunyai kebijakan untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau
benda tajam bekas pakai pasien, yang berisikan antara lain siapa yang
harus dihubungi saat terjadi kecelakaan dan pemeriksaan serta konsultasi
yang dibutuhkan oleh petugas yang bersangkutan. Petugas harus selalu
waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah terjadinya trauma
saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah
prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
9. Kebersihan Pernapasan / Etika Batuk Dan Bersin
Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis
transmisi airborne dan droplet. Fasilitas pelayanan kesehatan harus
menyediakan sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air mengalir, tisu,
sabun cair, tempat sampah infeksius dan masker bedah. Petugas,pasien dan
pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas, harus melaksanakan dan
mematuhi langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menutup hidung danmulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas
b)Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci
tangan..
10. Praktik Menyuntik Yang Aman
Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan,
berlaku juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya
kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Jangan lupa
membuang spuit danjarum suntik bekas pakai ke tempatnya dengan
benar.
11. Praktik Lumbal Pungsi Yang Aman
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan
steril saat akan melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi
spinal/epidural/pasang kateter vena sentral.Penggunaan masker bedah
pada petugas dibutuhkan agar tidak terjadi droplet flora orofaring yang

dapat menimbulkan meningitis bakterial.

Peran perawat PPI (Infection Prevention and Control Nurse / IPCN)


(Adhiwijaya, 2017) :
a. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang
terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya
b. Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi
c. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada komite PPI
d. Bersama komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI
e. Monitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi
dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya
f. Memonitor kesehatan lingkungan
g. Bersama komite PPI menganjurkan prosedur isolasi dan member konsultasi
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus
yang terjadi dirumah sakit
h. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
i. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip
PPI
j. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS
k. Sebagai koordinator antara departemen atau unit dalam mendeteksi
mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit

L. Sasaran Keselamatan Pasien


1. Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem yang diterapkan untuk
mencegah terjadinya cedera akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan melalui suatu sistem assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan faktor risiko, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dan tindak lanjut dari insident serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes RI, 2006). Keselamatan pasien
merupakan suatu sistem untuk mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (TKPRS RSUP Sanglah Denpasar, 2011).
Taylor, et al. (1993) mengungkapkan bahwa keperawatan merupakan
profesi yang berfokus kepada pelayanan dan bertujuan membantu pasien
mencapai kesehatannya secara optimal. Oleh karena itu pada saat
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat harus mampu
memastikan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan
mengedepankan keselamatan. Perawat harus memiliki kesadaran akan
adanya potensi bahaya yang terdapat di lingkungan pasien melalui
pengidentifikasian bahaya yang mungkin terjadi selama berinteraksi dengan
pasien selama 24 jam penuh, karena keselamatan pasien dan pencegahan
terjadinya cedera merupakan salah satu tanggung jawab perawat selama
pemberian asuhan keperawatan berlangsung.

2. Tujuan Sistem Keselamatan Pasien


Tujuan penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit antara lain:
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD)
d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD
Dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien ini, setiap rumah sakit
wajib melaksanakan sistem keselamatan pasien melalui upaya- upaya
sebagai berikut:

a. Akselerasi program infeksion control prevention (ICP)

b. Penerapan standar keselamatan pasien dan pelaksanaan 7 langkah


menuju keselamatan pasien rumah sakit. Dan di evaluasi melalui
akreditasi rumah sakit

c. Peningkatan keselamatan penggunaan darah (blood safety).

d. Dievaluasi melalui akreditasi rumah sakit.

e. Peningkatan keselamatan pasien di kamar operasi cegah terjadinya


wrong person, wrong site, wrong prosedure (Draft SPM RS:100% tidak
terjadi kesalahan orang, tempat, dan prosedur di kamar operasi)

f. Peningkatan keselamatan pasien dari kesalahan obat.

g. Pelaksanaan pelaporan insiden di rumah sakit dan ke komite


keselamatan rumah sakit.

3. Indikator Keselamatan Pasien


Mulai tahun 2007, WHO Collaborating Center For Patient Safety berupaya
menetapkan Sembilan Solusi keselamatan pasien untuk mempermudah
pendeteksian terjadinya masalah pada keselamatan pasien di Rumah Sakit,
yaitu : (1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-
alike medication names). (2) Pastikan Identifikasi pasien, (3) Komunikasi
secara benar saat serah terima pasien, (4) Pastikan tindakan yang benar
pada sisi tubuh yang benar, (5) Kendalikan cairan elektrolit pekat, (6)
Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan, (7) Hindari
salah cateter dan salah sambung gelamng, (8) Gunakan alat injeksi sekali
pakai, dan (9) Tingkatkan kebersihan tangan unuk pencegahan infeksi
nosokomial (WHO, 2007 dalam Tim KP-RS RSUP Sanglah Denpasar,
2011).
4. Sasaran Keselamatan Pasien
Terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang menjadi prioritas gerakan
keselamatan pasien sebagai berikut :
a. Sasaran I : Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki /
meningkatkan ketelitian dalam mengidentifikasi pasien. Kesalahan
dalam mengidentifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam
keadaan yang terbius/tersedasi, disorientasi, tidak sadar, bertukar
tempat tidur / kamar / lokasi di rumah sakit, adanya kelainan
sensori, atau akibat situasi yang lain. Adapun maksud dari sasaran
ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan dalam setiap
kegiatan pelayanan ke pasien. Pertama untuk identifikasi pasien
sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan
dan kedua untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut. Kebijakan atau prosedur yang dilakukan secara
kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi
khususnya pada proses pengidentifikasian pasien ketika pemberian
obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis atau pemberian pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan atau
prosedur tersebut memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien seperti nama pasien, nomor rekam
medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan
lain-lain. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan atau prosedur agar dapat memastikan semua
kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi dengan tepat dan cepat.
Adapun elemen penilaian untuk sasaran ini adalah sebagai berikut :
1) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang
identitas sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau
nomor rekam medik)
2) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang
ditentukan dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda
untuk perempuan, merah untuk pasien yang mengalami alergi dan
kuning untuk pasien dengan risiko jatuh (risiko jatuh telah diskoring
dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang sudah ada)
3) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah,
atau produk darah.
4) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
5) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan
dan tindakan/prosedur.
b. Sasaran II: Meningkatkan Komunikasi yang Efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
komunikasi yang efektif antar para pemberi layanan. Komunikasi yang
dilakukan secara efektif, akurat , tepat waktu, lengkap, jelas, dan yang
mudah dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan dapat
meningkatkan keselamatan pasien. Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur untuk perintah lisan
dan telepon termasuk mencatat perintah yang lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima perintah, kemudian penerima perintah
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan dan
melakukan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan atau prosedur pengidentifikasian
juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan
kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar
operasi dan situasi gawat darurat. Selemen penilaian pada sasaran II
ini terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:
1) Melakukan kegiatan „READ BACK‟ pada saat menerima
permintaan secara lisan atau menerima intruksi lewat telepon dan
pasang stiker ‟SIGN HERE‟ sebagai pengingat dokter harus tanda
tangan.
2) Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR saat
melaporkan keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien
antara shift (hand off) dan melaksanakan serah terima pasien antar
ruangan dengan menggunakan singkatan yang telah ditentukan oleh
manajemen.
c. Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat yang Membutuhkan Perhatian
Rumah sakit perlu mengembangkan suatu pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen rumah sakit harus berperan secara kritis untuk
memastikan keselamatan pasien agar terhindar dari risiko kesalahan
pemberian obat. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (highalert
medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan
atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu
diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit tersebut.
Kebijakan atau prosedur juga dapat mengidentifikasi area mana saja
yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar
operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan
bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi
akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-
hati. Elemen yang merupakan standar penilaian sasaran III adalah
sebagai berikut :
1) Melakukan sosialisasi dan mewaspadai obat Look Like dan Sound
Alike (LASA) atau Nama Obat Rupa Mirip (NORUM)
2) Menerapkan kegiatan DOUBLE CHECK dan COUNTER SIGN
setiap distribusi obat dan pemberian obat pada masing-masing
instansi pelayanan.
3) Menerapkan agar Obat yang tergolong HIGH ALERT berada di
tempat yang aman dan diperlakukan dengan perlakuan khusus
4) Menjalankan Prinsip delapan Benar dalam pelaksanaan
pendelegasian Obat (Benar Instruksi Medikasi, Pasien, Obat, Masa
Berlaku Obat, Dosis, Waktu, Cara, dan Dokumentasi).
d. Sasaran IV: Mengurangi Risiko Salah Lokasi, Salah Pasien dan
Tindakan Operasi
Rumah sakit dapat mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan pemberian pelayanan dilakukan dengan tepat lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat- pasien. Salah lokasi, salah pasien, salah prosedur,
pada operasi adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan kemungkinan
terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini merupakan akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurangnya melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, pemeriksaan pasien yang
tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis yang kurang tepat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota
tim bedah atau operasi, permasalahan yang berhubungan dengan
tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan
pemakaian singkatan adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kesalahan. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur yang efektif di
dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Digunakan juga keadaan yang berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety
(2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan
atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus
digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh
operator yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien
terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai
saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua
kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari
kaki, lesi) atau multipel level (bagian tulang belakang). Proses
verifikasi praoperatif ditujukan untuk memverifikasi lokasi, prosedur,
dan pasien yang benar; memastikan bahwa semua dokumen, foto
(imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia dan diberi label
dengan baik serta dipampang dan melakukan verifikasi ketersediaan
peralatan khusus dan/atau implant - implant yang dibutuhkan.
Tahapan “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan dengan baik dan tepat. Time
out dilakukan di tempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat
sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan
secara ringkas, misalnya menggunakan checklist dan sebagainya.
Elemen yang menjadi penilaian pada sasaran IV ini adalah memberi
tanda spidol skin marker pada sisi operasi (Surgical Site Marking) yang
tepat dengan cara yang jelas dimengerti dan melibatkan pasien dalam
hal ini (Informed Consent)
e. Sasaran V: Mengurangi Risiko Infeksi
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan yang diberikan.
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar
dalam tatanan pelayanan kesehatan dan peningkatan biaya untuk
mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
merupakan hal yang menjadi perhatian besar bagi pasien maupun
para profesional pelayanan kesehatan. Rumah sakit mempunyai
proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur
yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah
sakit. Elemen yang menjadi penilaian sasaran V adalah sebagai
berikut :
1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman Five
Moment Hand Hygiene dan digunakan dalam tatanan kesehatan
untuk pelayanan ke pasien.
2) Menggunakan Hand rub di ruang perawatan dan melakukan
pelatihan cuci tangan efektif.
3) Memberikan tanggal dengan menggunakan spidol atau tinta yang
jelas setiap melakukan prosedur invasif (infuse, dower cateter, CVC,
WSD, dan lain-lain)
f. Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko pasien dari cedera karena jatuh. Jumlah kasus jatuh cukup
bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam
konteks masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan
fasilitasnya rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai
jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah pasien
yang bermkemungkinan mengkonsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
pasien. Elemen yang menjadi penilaian sasaran VI adalah sebagai
berikut.
1) Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di
rumah sakit.
2) Melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko
jatuh.
3) Memberikan tanda bila pasien berisiko jatuh dengan gelang warna
kuning dan kode jatuh yang telah ditetapkan oleh manajemen

5. SOP dalam SKP

SASARAN
KESELAM
ATAN
PASIEN
SOP No. Dokumen :
No. Revisi :
Tanggal :
Terbit
Halaman : 1 dari 1
UPTD drg. Wisma Yuniar
Puskesmas NIP.197706042010012003
Kec.
Sananwetan
1. Pengertian Proses kegiatan identifikasi dengan memasang gelang
identifikasi pasien rawat inap dan Poned pada pergelangan
tangan kiri yang tercantum nama, tempat tanggal lahir, dan
nomor rekam medis.
2. Tujuan Memastikan identifikasi pasien dengan benar selama pasien
dirawat di Puskesmas Sananwetan.
3. Kebijakan SK Kepala Puskesmas No : ……………. Tentang ………………
4. Referensi a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien.
5. Alat dan a. Gelang identifikasi pasien (biru, merah muda, merah,
Bahan b. kuning, dan ungu).
c. Berkas rekam medis
Alat tulis
6. Prosedur/ a. Persiapan
Langkah- 1. Periksa kerapihan seragam.
langkah 2. Periksa kelengkapan atribut.

b. Pelaksanaan:
1. Setiap gelang identifikasi pasien sesuai jenis kelamin.
2. Isi label gelang dengan identitas pasien (nama, tempat tangg
lahir, dan nomor rekam medis) sesuai berkas rekam medis pasien.
3. Ucapkan salam.
“Selamat pagi/siang/malam, Bapak atau Ibu”.
4. Sebut nama dan departemen atau unit kerja anda.
“Saya.... (nama, dari unit kerja (sebutkan))”.
5. Jelaskan maksud dan tujuan pemasangan gelang identifika
kepada pasien.
“Bapak/Ibu, sesuai peraturam keselamatan pasien, saya aka
memasang gelang identifikasi ini pada pergelangan tanga
Bapak/Ibu. Tujuannya adalah untuk memastikan identitas Bapak/Ib
dengan benar dalam mendapatkan pelayanan dan pengobata
selama di puskesmas ini. Setelah Bapak/Ibu berada di ruanga
rawat inap atau Poned, staf kami akan selalu melakukan konfirma
identitas dengan meminta Bapak/Ibu menyebutkan nama da
tanggal lahir Bapak/Ibu pada gelang identifikasi. Prosedu
konfirmasi tersebut akan selalu dilaksanakan pada saat pemberia
obat, pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium, da
bila akan dilakukan tindakan kedokteran”.
6. Lakukan verifikasi untuk mengetahui bahwa pasien da
keluarganya paham atas informasi tersebut.
7. Pemasangan gelang identifikasi pada pergelangan tangan pasie
(sesuai kondisi pasien).
8. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa gelang identifika
ini harus selalu dipakai hingga pasien diperbolehkan pulang.
“Bapak/Ibu, mohon agar gelang identitas ini jangan dilepas selam
masih dalam perawatan di puskesmas ini”.
9. Ucapkan terimakasih dan sampaikan “terimakasih atas pengertia
dan kerjasamanya”.

6. Format dalam SKP

FORM MONITORING SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Nama unit :....................................................
Tanggal monitoring :....................................................
1. IDENTIFIKASI PASIEN

NO SASARAN KESELAMATAN PASIEN YA TIDAK


1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien,
seperti nama pasien dan tanggal lahir pasien. Jika
pasien tidak tahu tanggal lahirnya, maka digunakan
nama dan alamat meliputi dusun, desa dan kecamatan.
Untuk kunjungan berikutnya disarankan untuk
membawa Kartu Keluarga.
2. Pasien diidentifikasi sebelum  melakukan pemberian
obat
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan
specimen lain untuk keperluan pemeriksaan
4. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan
atau prosedur lainnya

2. KOMUNIKASI EFEKTIF

No SBAR Ya Tidak
A Situation (kondisi terkini yang dialami pasien)
1. Perawat menyebutkan nama dan umur pasien
2. Perawat menyebutkan tanggal pasien masuk ruangan dan
tanggal perawatannya
3. Perawat menyebutkan diagnosa medis pasien/ masalah yang
dialami pasien
5. Perawat menyebutkan asuhan keperawatan yang belum dan
sudah teratasi
B Background (Info penting terkini pasien)
6. Perawat menjelaskan intervensi/ tindakan dari setiap
masalah keperawatan pasien
7. Perawat menyebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan
pasien
8. Perawat menyebutkan pemasanagan alat invasif ( infus,
kateter) dan pemberian obat dan cairan infus
9. Perawat menjelasakan dan mengidentifikasi pengetahuan
pasien terhadap diagnosa/ penyakit yang dialami pasien
C Assesement (Hasil pengkajian dari kondisi pasien
terkini)
10. Perawat menjelaskan hasil pengkajian pasien terkini
11. Perawat menjelaskan kondisi klinis lain yang mendukung
seperti laboratorium
D Recommendation ( Rekomendasi)
12. Perawat menjelaskan intervensi/ tindakan yang sudah belum
teratasi serta tindakan yang harus dihentikan, dilanjutkan
atau di modifikasi

NO Komunikasi Verbal Ya Tidak


1. Intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan
telepon ditulis oleh penerima instruksi/ laporan
2. Intruksi/ laporan hasil tes secara verbal dan
telepon dibacakan kembali oleh penerima
instruksi/ laporan
3. Instruksi/ laporan yang dibacakan tersebut,
dikonfirmasikan oleh individu pemberi instruksi/
laporan
4. Untuk istilah yang sulit atau obat – obatan
kategori LASA (Look Alike Sound Alike)
diminta penerima pesan mengeja kata tersebut
perhurup 
5. Melakukan pembubuhan stempel pada tempat
konsul
6. Konfirmasi hasil konsulan dilakukan < 24 jam

3. MENINGKATKAN KESELAMATAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI

N Komponen Observasi Ya Tidak


O
1. Penyimpanan obat terbatas di lokasi khusus
dengan akses terbatas dan diberi penandaan yang
jelas berupa stiker berwarna merah bertuliskan
“High Alert”
2. Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat
dengan kategori LASA.
3. Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan
tinggi di meja dekat pasien tanpa pengawasan
4. Penerapan 7 benar dalam pemberian obat ( benar
pasien , obat, dosis, cara/ rute, waktu, expired
date, pendokumentasian)

4. PENGURANGAN RESIKO INFEKSI

N Momentum cuci tangan Ya Tidak


O
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sesudah kontak dengan pasien
3. Sebelum tindakan asepsis
4. Sesudah terkena cairan tubuh pasien
5. Sesudah kontak dengan lingkungan sekitar
pasien

N Alat pelindung diri Ya Tidak


O
1. Memakai hand schoen saat resiko terkena duh
tubuh
2. Memakai masker saat kewaspadaan standar atau
batuk/ pilek
3. Memakai sepatu boot saat resiko terkena duh
tubuh

5. PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH

N Komponen observasi Ya Tidak


O
1. Semua pasien baru dinilai risiko jatuhnya
2. Penilaian diulang jika diindikasikan oleh
perubahan kondisi pasien atau pengobatan
3. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindak lanjuti
sesuai derajat risiko jatuh pasien

M. Discharge Planning
1. Definisi Discharge Planning
Perencanaan pulang atau discharge planning adalah proses
mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu tingkat asuhan ke tingkat
lain di dalam atau di luar institusi layanan kesehatan saat ini (Kozier et al,
2010 dalam Darnanik, 2018). Biasanya perencanaan pulang mengacu pada
pemulangan pasien ke rumah dari rumah sakit dan perencanaan pulang juga
terjadi antar-tatanan perawatan.

2. Tujuan Discharge Planning


Menurut Jipp and Siras (1986) yang dikutip Nursalam (2015) dalam
perencanaan pulang bertujuan:
a. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial
b. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
c. Meningkatkan perawatan berkelanjutan pada pasien
d. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain
e. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan
serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
pasien
3. Manfaat Discharge Planning
Menurut Spath (2003) yang dikutip Nursalam (2015) dalam Modul
Manajemen Bangsal (2012) perencanaan pulang mempunyai manfaat:
a. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada
pasien yang dimulai dari rumah sakit
b. Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk
menjamin kontinuitas perawatan pasien
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan
perawatan baru
d. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan perawatan di
rumah.
4. Prinsip Discharge Planning
Menurut Nursalam (2015) prinsip dalam perencanaan pulang antara lain:
a. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang sehingga nilai
keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi
b. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi lalu dikaitkan dengan masalah
yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga
kemungkinan masalah yang timbul di rumah dapat segera diantisipasi
c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif karena merupakan
pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama
d. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan
dengan pengetahuan dari tenaga atau sumber daya maupun fasilitas
yang tersedia di masyarakat
e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem atau tatanan
pelayanan kesehatan.
5. Faktor yang Perlu Dikaji Dalam Discharge Planning
Faktor yang perlu dikaji dalam perencanaan pulang adalah:
a. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, terapi dan
perawatan yang diperlukan
b. Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam keluarga
c. Keinginan keluarga dan pasien menerima bantuan dan kemampuan
mereka memberi asuhan
d. Bantuan yang diperlukan pasien
e. Pemenuhan kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari seperti makan,
minum, eliminasi, istirahat dan tidur, berpakaian, kebersihan diri,
keamanan dari bahaya, komunikasi, keagamaan, rekreasi, dan sekolah
6. Sumber dan sistem pendukung yang ada di masyarakat
7. Sumber finansial dan pekerjaan
8. Fasilitas yang ada di rumah dan harapan pasien setelah dirawat
9. Kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah.

6. SOP Discharge Planning

PERENCANAAN PEMULANGAN
PASIEN
(DISCHARGE PLANNING)
Rumah Sakit Islam No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4
Malahayati
Jl. P. Diponegoro
No. 2 – 4 Medan
Ditetapkan oleh
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL (dr. Muhammad Fahdhy SpOG,
MSc) Direktur RS
Suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat perencanaan segera
PENGERTIAN
setelah pasien masuk sebagai pasien rawat inap.
1. Melakukan identifikasi kebutuhan pasien saat pemulanganya dari
rumah sakit
TUJUAN
2. Memberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan pasien saat
keluar rumah sakit

1. SK Direktur No.66/SK/XI/RSIM//2014 tentang Pemberlakuan


Standar Prosedur Operasional Penyelenggaraan Pelayanan Medis
Pada Pasien.
2. SK Direktur No. 031/SK/II/RSIM/2015 tentang Pengkajian
(assesmen) pasien
KEBIJAKAN
3. SK Direktur No. 035/SK/II/RSIM/2015 tentang Pengkajian Ulang
4. Semua pasien rawat inap harus dibuatkan perencanaan
pemulangan segera setelah rawat inap.
5. Apabila ada perubahan dari asesmen awal yang dilakukan, dicatat
perubahan, dan harus disiapkan pada saat pemulangan pasien

1. Siapkan form rencana pemulangan (discharge planing), lengkapi


dan digabungkan dengan form pengkajian awal
2. Tulis identitas pasien pada kolom yang tersedia
3. Tulis diagnose medis pasien dan ruangan dimana pasien
pertama kali dirawat inap
4. Buat tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) pasien di rumah
sakit serta alasan MRS
5. Tulis jam dan tanggal initial asesmen perencanaan pemulangan
pasien dilakukan
PROSEDUR 6. Tulis tanggal estimasi pemulangan pasien
7. Centang pada kolom yang sesuai dengan rencana tempat tinggal
pasien setelah keluar dari rumah sakit
8. Tulis nama perawat yang mengkaji dan nama dr DPJP yang
merawat pasien
9. Centang pada kolom yang tersedia sesuai daftar pertanyaan yang
ada bila ya, jelaskan secara detail
10.Apabila ada perubahan tulis perubahan yang harus dipersiapkan
pada saat pemulangan pasien pada kolom yang tersedia dan
dilengkapi paraf dan nama terang perawat

1. Unit Gawat Darurat


UNIT TERKAIT 2. Unit Rawat Inap
3. Unit Rawat Jalan

7. Format Discharge Planning

DISCHARGE PLANNING No.Reg :


Tanggal MRS : Tanggal KRS :
Bagian : Bagian :
Dipulangkan dari Rumah Sakit wangaya dengan keadaan:
Sembuh Pulang paksa
Meneruskan dengan obat jalan Lari
Pindah ke RS lain Meninggal
A. Kontrol
a. Waktu :
b. Tempat :
B. Lanjutan perawatan di rumah (luka operasi, pemasangan gift, pengobatan,
dan lain-lain)
C. Aturan diet/nutrisi
D. Obat-obat yang masih diminum dan jumlahnya :
E. Aktivitas dan Istirahat :
Yang dibawa pulang (Hasil lab, Foto, ECG, obat, dan lain-lainnya) :
Lain-lain :
Denpasar,
Pasien/Keluarga Perawat

( ) ( )
(Nursalam &effendi, 2005)

N. Operan
1. Definisi
Operan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah handover, dalam istilah
lain operan/timbang terima memiliki beberpa istilah yaitu handover,
handoffs, shift report, signout, signover, cross coverage, overhand, report
nursing, (Triwibowo, 2013; Nursalam, 2015; Putra, 2016). Handover
merupakan suatu cara dalam menyampaikan dan menerima suatu (laporan)
yang berkaitan dengan keadaan pasien, Triwibowo (2013). Handover
merupakan pengalihan tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk
beberapa atau semua aspek perawatan pasien, atau kelompok Pasien, kepada
orang lain atau kelompok profesioanl secara sementara atau permanen
(AMA, 2006) dalam Triwibowo, 2013).
2. Tujuan
Operan memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi
tentang tugas perpindahan informasi yang relevan yang digunakan untuk
kesinambungan dalam keselamatan pasien dan keefektifan dalam bekerja
(Putra,2016). Sedangkan menurut Nursalam (2015) Secara umum tujuan
timbang terima yaitu mengkomunikasikan keadaan pasien dan
menyampaikan informasi yang penting.
3. Prosedur timbang terima
Kegiatan operan (handover) yang dilaksanakan dengan baik dan benar
tentunya memerlukan sebuah prosedur yang jelas agar tercapai tujuan yang
diharapkan sesuai dengan rencana, dengan adanya prosedur yang jelas
sehingga tidak menyalahi aturan yang sudah ada dalam pelaksanaannya,
adapun prosedur operan/timbang terima (handover) menurut (Nursalam,
2002 dalam Putra, 2016) yaitu:
a. kedua kelompok dalam keadaan siap
b. kelompok yang bertugas menyiapkan buku catatan
c. dalam penerapan dilakukan timbang terima kepada masing-masing
penanggungjawab
- timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan
- dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima
dengan mengkaji secata komprehensif
- hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap
sebaikya dicatat secara khusus untuk diserahkan kepada perawat berikutnya
Hal-hal yang perlu disampaikan saat timbang terima adalah identitas pasien
dan diagnosa, masalah keperawatan, tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan dan belum dilakukan, intervensi kolaborasi dan dependen,
rencana umum dan persiapan dalam keadaan berikutnya.

4. SOP
OPERAN JAGA PERAWAT (TIMBANG TERIMA)

No. Dokumen Revisi Halaman

BLUD RSUD
dr.H.Soemarno
Sosroatmodjo Kuala
Kapuas
Tanggal Terbit DITETAPKAN OLEH
DIREKTUR
PROSEDUR TETAP

Dr. H. Bawa Budi


Raharja,MM
NIP. 19640131 199903 1
002
PENGERTIAN Timbang terima ( operan ) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu ( laporan ) yang
berkaitan dengan keadaan klien.
TUJUAN 1. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara
paripurna.
2. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
Akan terjalin suatu hubungan kerjasama yang
bertanggung jawab antar anggota tim perawat
3. Terlaksananya asuhan keperawatan terhadap klien yang
berkesinambungan

KEBIJAKAN 1. Dapat menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak


lanjuti oleh perawat pada shift berikutnya.
2. Dapat melakukan cross check ulang tentang hal-hal yang
dilaporkan dengan keadaan klien yang sebenarnya.
3. Klien dapat menyampaikan masalahnya secara langsung
bila ada yang belum terungkap.

PROSEDUR 1. Perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien


PELAKSANAAN melaporkan langsung kepada perawat penanggung jawab
berikutnya. Cara ini memberikan kesempatan diskusi
yang maksimal untuk kelanjutan dan kejelasan rencana
keperawatan.
2. Pelaksanaan timbang terima dapat juga dilakukan di
ruang perawat kemudian dilanjutkan dengan berkeliling
mengunjungi klien satu persatu
3. Kedua kelompok dinas sudah siap
4. Perawat yang melaksanakan timbang terima mengkaji
secara penuh terhadap masalah, kebutuhan dan segenap
tindakan yang telah dilaksanakan serta hal-hal yang
penting lainnya selama masa perawatan (tanggung jawab)
5. Hal-hal yang sifatnya khusus, memerlukan perincian
yang matang sebaiknya dicatat khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada petugas berikutnya
6. Hala-hal yang perlu disampaikan dalam timbang terima :
a. Identitas klien dan diagnosa medis.
b. Masalah Keperawatan yang masih muncul.
c. Tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
(secara umum)
d. Intervensi kolaboratif yang telah dilaksanakan.
e. Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
dalam kegiatan operatif, pemeriksaan laboratorium /
pemeriksaan penunjang lain, persiapan untuk
konsultasi atau prosedur yang tidak rutin dijalankan.
f. Prosedur rutin yang biasa dijalankan tidak perlu
dilaporkan.
7. Perawat yang melakukan timbang terima dapat
melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan
validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang terimakan
atau berhak terhadap keterangan-keterangan yang kurang
jelas.
8. Sedapat-dapatnya, mengupayakan penyampaian yang
jelas, singkat dan padat.
9. Lama timbang terima tiap pasien tidak lebih dari 5
menit,kecuali dalam kondisi khusus dan memerlukan
keterangan yang rumit.
10. Hal-hal yang perlu Diperhatikan:
a. Dilaksanakan tepat waktu pada saat pergantian dinas
yang disepakati.
b. Dipimpin oleh penanggung jawab klien / perawat
primer.
c. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan
dinas.adanya unsur bimbingan dan pengarahan dari
penanggung jawab.
d. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat,
sistematik dan menggambarkan kondisi klien pada
saat ini serta kerahasiaan klien.
e. Timbang terima harus berorientasi pada masalaha
keperawatan yang ada pada kliwn, dengan kata lain
informasi yang diberikan berawal dari masalahnya
terlebih dahulu ( setelah diketahui melalui pengkajian
), baru kemudian terhadap tindakan yang telah
dilakukan dan belum dilakukan serta perkembangan
setelah dilakukan tindakan.
f. Timbang terima dilakukan didekat pasien,
menggunakan volume suara yang pelan dan tegas
( tidak berbisik ) agar klien disebelahnya tidak
mendengarkan apa yang dibicarakan untuk menjaga
privacy klien, terutama mengenai hal-hal yang perlu
dirahasiakan sebaiknya tidak dibicarakan secara
langsung di dekat klien.
g. Bila ada informasi yang mungkin membuat klien
terkejut sebaiknya jangan dibicarakan didekat klien
tetapi diruang perawat

UNIT TERKAIT IGD, ICU, IRI

5. Format Operan
Handover memiliki beberapa panduan dalam hal penyampaian pelaporan
pada saat pergantian shift, salah satu yang dijabarkan disini adalah yang
sudah direkomendasikan WHO pada tahun 2007 adalah timbang terima
dengan metode SBAR, SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan
kondisi pasien yang memerlukan perhatian atau tindakan segera.

S: Situantion (Kondisi terkini yang terjadi pada pasien) meliputi:


Sebutkan nama pasien, umur, tanggal masuk dan hari perawatan, serta
dokter yang merawat.
Sebutkan diagnosis medis dan masalah keperawatan yang belum atau
sudah teratasi/keluhan

B: Background (Info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien


terkini) meliputi:
Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respons pasien dari setiap
diagnosis keperawatan.
Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasif
dan obat-obatan termasuk cairan infus yang digunakan. Jelaskan
pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosis medis.

A: Assesment (hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini) meliputi:


Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti tanda
vital, skor nyeri, tingkat kesadaran, braden, restrain, risiko jatuh,
pivas score, status nutrisi, kemampuan eliminasi dan lain-lain.
Jelaskan informasi klinik lain yang mendukung
R: Recomendation meliputi:
Rekomendasikan intervensi keperawatan yang telah dan perlu
dilanjutkan (refer to nursing care plan) termasuk discharge planning
dan edukasi pasien dan keluarga, Nursalam (2015).

FORMAT OPERAN (TIMBANG TERIMA)

Nama Pasien : Tgl masuk :


Uumur/Jenis kelamin : Kamar :
No. RM : Dx. Medis :

Asuhan keperawatan Operan (Timbang terima)


Sif Pagi Sif Sore Sif Malam
Masalah keperawatan:
Data fokus S: S: S:
(Subjektif dan Objektif) O: O: O:
A: A: A:
P: P: P:
Intervensi yang sudah
dilakukan
Intervensi yang belum
dilakukan
Hal-hal yang perluh
diperhatikan (LAB, Obat,
Advis medis)
Tanda tangan PP PP Pagi PP Sore PP Malam
PP Sore PP Malam PP Pagi

Karu Karu
Daftar Pustaka
Darnanik, Wahyu. (2018). Pengembangan Model Discharge Planning Berbasis
Knowledge Management Seci Model Sebagai Upaya Peningkatan
Kemandirian Activity Daily Living Di RSU Mohammad Noer Pamekasan.
Program Studi Magister Keperawatan. Fakultas Keperawatan . Universitas
Airlangga Surabaya
Hapsari, Raditya W. (2013). Hubungan Peran Perawat Sebagai Edukator
Dengan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Pasien di Ruang Rawat Inap
RSU dr. H. Koesnadi Kabupaten Bondowoso. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember
Juliadi, Ahmad. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Operan
Perawat Di Ruang Rawat Inap RSUD Ulin Banjarmasin. Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin
Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kertosono Tentang Panduan
Asesmen Pasien Nomer 188/ 122.Ap /411.303.42/2018. Nganjuk
Kozier, B., Erb, G., Berman, A. & Synder, S.J. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. EGC : Jakarta.
Krisnawati, K.M.S, WIjaya, I.P.G., Suarjana, K. (2016). Hubungan Motivasi Dan
Komitmen Kerja Perawat Dengan Penerapan Keselamatan Pasien Di
Ruang Intensif RSUP Sanglah Denpasar. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
Kuswa, Fajar. (2016). Hubungan Antara Asupan Energi,Protein Dengan
Perubahan Berat Badan Dan Lama Hari Rawat Pada Penderita Thypoid Di
Ruang Rawat Inap Di RS Muhammadiyah DarulIstiqomah Kaliwungu
Kendal. Universitas Muhammadiyah
Olfah, Yustiana. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Kemenkes RI
Nursalam. (2015). Metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pendekatan praktis.
Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta
Nursalam. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika; 2012.
Nurutami, Nani. (2009). Gambaran Beban Kerja Staf Logistik Perbekalan
Kesehatan RS Islam Jakarta Cempaka Putih. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Potter PA, Perry AG. Fundamental of Nursing : Conceps, Procces & Practice
Volume 1. 4th ed. Yulianti D, Ester M, editors. St Louis: Elsevier; 2005
Prabandari, Fitria and Purwoko, Yosef (2013) Hubungan Antara Skor Kerapuhan
Dengan Lama Rawat Pasien Lanjut Usia : Studi pada Bangsal Rawat Inap
Geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang. Undergraduate thesis, Faculty of
Medicine Diponegoro University.
Sari, E.I. (2017). Gambaran Perawat Dalam Melakukan Orientasi Pasien Baru
Di Instalasi Rawat Inap Rsud Hj.Anna Lasmanah Banjarnegara.
Departemen Keperawatan. Universitas Diponegoro
Suardani, Luh. (2015). Hubungan antara beban kerja dengan kepuasan kerja
perawat di ruang IGD RSUD kabupaten Beleleng. Program studi ilmu
keperawatan fakultas kedokteran. Universitas udayana Denpasar
Supranto J. (2006). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Rineka Cipta : Jakarta
Willis SS. (2009). Konseling Individual Teori dan Praktik. Bandung : Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai