Anda di halaman 1dari 29

MAKALA HEMOFILIA

OLEH:
ANDRE LAKOTANI

JURUSAN KEPERAWATANPROGRAM STUDI ALIH JENJANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman
dan kesehatan sehingga kami di beri kesempatan yang luar biasa untuk mengerjakan tugas
penulisan makalah yang berjudul “HEMOFILIA”.
Sekaligus pula Saya menyampaikan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada IBU
Nurma Rachman ,S.Kep.,Ns.,M.K selaku Dosen Keperawatan Maternitas yang telah
memberikan makalah ini kepada kami.
Saya berharap makalah ini dapat di mengerti oleh Dosen dan teman-teman yang membacanya.
Mohon Maaf apabila ada penulisan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................
2.1 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................
3.1 TUJUAN PENULISAN.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2.1 PENGERTIAN.......................................................................................................
2.2 ETIOLOGI.............................................................................................................
2.3 KLASIFIKASI.......................................................................................................
2.4 MANIFESTASI KLINIS.......................................................................................
2.5 PATOFISIOLOGIS...............................................................................................
2.6 PATHWAY..............................................................................................................
2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS..........................................................................
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................................
BAB III ASUHAN KEPERWATAN.................................................................................
3.1 PENGKAJIAN.......................................................................................................
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN............................................................................
3.3 INTERVENSI.........................................................................................................
3.4 IMPLEMENTASI..................................................................................................
3.5 EVALUASI.............................................................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
4.1 KESIMPULAN .....................................................................................................
4.2 SARAN ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hemofilia merupakan penyakit keturunan, dengan manifestasi berupa gangguan
pembekuan darah, yang sudah sejak lama dikenal di belahan dunia ini termaksud juga di
indonesia, namun masih menyimpan banyak persoalan khususnya masalah diagnostik dan
besarnya biaya perawatan penderita khususnya pemberian komponen darah sehingga
memberatkan penderita ataupun keluarganya. Penyakit hemofilia bila ditinjau dari kata
demi kata: hemo berarti darah dan filia berarti suka, hemofilia berarti penyakit suka
berdarah. Pada dasarnya masalah yang dihadapi para penderita hemofilia bukan saja
berada pada masalah diagnostik ataupun besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
pengobatan. Tapi ada masalah yang tidak kalah penting yaitu masalah psikologis.
Sehingga pada penderita hemofilia bukan saja masalah medis yang dibahas akan tetapi
juga masalah psikologisnya hal ini sejalan dengan adanya hasil wawancara yang
dilakukan pada remaja penderita hemofilia.
2.1 RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian dari hemofilia?
b. Apa penyebab hemofilia?
c. Apa saja klasifikasi dari hemofilia?
d. Apa saja manifestasi klinis dari hemofilia?
e. Apa saja komplikasi dari hemofilia?
f. Bagaimana pathway dari hemofilia?
g. Bagaimana penatalaksaan medis hemofilia?
h. Apa saja pemeriksaan penunjang hemofilia?
3.1 TUJUAN PENULISAN
a. Agar mengetahui pengertian dari hemofilia
b. Agar mengetahui penyebab hemofilia
c. Agar mengetahui apa saja klasifikasi dari hemofilia
d. Agar mengetahui apa saja manifestasi klinis dari hemofilia
e. Agar mengetahui apa saja komplikasi dari hemofilia
f. Agar mengetahui bagaimana pathway dari hemofilia
g. Agar mengetahui bagaimana penatalaksaan medis hemofilia
h. Agar mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang hemofilia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Hemofilia adalah kelainan genetik yang mengganggu kemampuan darah untuk
membekukan dengan baik. Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan atau
ketidakberfungsian faktor-faktor pembekuan darah tertentu yang diperlukan untuk proses
pembekuan yang normal. Akibatnya, orang yang mengidap hemofilia cenderung
mengalami pendarahan yang berlebihan, bahkan dari luka kecil atau cedera ringan.
Hemofilia lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan karena gen yang terlibat
dalam pembekuan darah terletak pada kromosom X.
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh
mutasi pada kromosom X (Handayani, 2008).
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh ).
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi
mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010).
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang diturunkan dengan
karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah kelainan perdarahan
kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi kurang lebih satu per 10.000 kelahiran.
Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang lebih 400.000.
Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang merupakan 80-85% dari
keseluruhan.
B. ETIOLOGI
Hemofilia adalah kelainan genetik yang mengganggu kemampuan darah untuk membeku
dengan baik. Penyebab utama hemofilia adalah mutasi genetik yang terjadi pada salah
satu dari dua gen yang terlibat dalam pembentukan faktor pembekuan darah. Jenis
hemofilia yang paling umum adalah hemofilia A dan hemofilia B, yang disebabkan oleh
mutasi pada gen F8 dan gen F9, masing-masing. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut
tentang penyebab hemofilia:
1. Hemofilia A:
Hemofilia A disebabkan oleh mutasi pada gen F8, yang bertanggung jawab untuk
mengkode faktor pembekuan darah VIII (faktor VIII). Faktor VIII berperan penting
dalam proses pembekuan darah, karena membantu dalam pembentukan bekuan darah
yang kuat.
2. Hemofilia B:
Hemofilia B, juga dikenal sebagai hemofilia Christmas disease, disebabkan oleh
mutasi pada gen F9, yang mengkode faktor pembekuan darah IX (faktor IX). Faktor IX
juga berperan dalam pembekuan darah dengan membantu dalam konversi faktor X
menjadi Xa dalam jalur koagulasi.
Mutasi genetik pada salah satu dari dua gen ini mengganggu produksi atau fungsi
faktor pembekuan darah yang tepat. Sebagai akibatnya, penderita hemofilia cenderung
mengalami perdarahan yang berlebihan atau lama setelah cedera atau pembedahan.
Hemofilia diturunkan secara genetik dan dapat diwariskan dari orang tua ke anak-anak
mereka.
Kedua jenis hemofilia ini adalah penyakit yang jarang terjadi dan biasanya
memengaruhi laki-laki, meskipun perempuan dapat menjadi pembawa gen mutasi dan
mewariskannya kepada anak-anak mereka. Diagnosa dan perawatan yang tepat sangat
penting untuk penderita hemofilia agar dapat mengelola kondisi mereka dan mencegah
komplikasi yang serius.
C. KLASIFIKASI
Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah yang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis berdasarkan tingkat keparahan dan jenis faktor pembekuan darah yang terpengaruh.
Dua jenis utama hemofilia yang paling umum adalah hemofilia A dan hemofilia B, tetapi ada
juga jenis lain yang lebih jarang, seperti hemofilia C. Berikut adalah klasifikasi umum
hemofilia:

1. Hemofilia A (Defisiensi Faktor VIII):


Hemofilia A adalah jenis hemofilia yang paling umum, disebabkan oleh defisiensi atau
kurangnya faktor pembekuan darah VIII (faktor VIII). Terdapat tiga tingkat keparahan
hemofilia A:

a. Hemofilia A ringan: Tingkat faktor VIII antara 6% hingga 49% dari normal.
b. Hemofilia A sedang: Tingkat faktor VIII antara 1% hingga 5% dari normal.
c. Hemofilia A berat: Tingkat faktor VIII kurang dari 1% dari normal.
2. Hemofilia B (Defisiensi Faktor IX):
Hemofilia B, juga dikenal sebagai hemofilia Christmas disease, disebabkan oleh defisiensi
atau kurangnya faktor pembekuan darah IX (faktor IX).Seperti hemofilia A, hemofilia B juga
dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan yang serupa.

3. Hemofilia C (Defisiensi Faktor XI):


Hemofilia C adalah jenis hemofilia yang jauh lebih jarang dibandingkan dengan hemofilia A
dan B. Hemofilia C disebabkan oleh defisiensi atau kurangnya faktor pembekuan darah XI
(faktor XI).

Biasanya, hemofilia C memiliki tingkat keparahan yang lebih ringan dibandingkan


dengan hemofilia A atau B. Selain klasifikasi berdasarkan jenis faktor pembekuan darah yang
terpengaruh, hemofilia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan perdarahan
yang dialami oleh penderita, seperti yang disebutkan di atas. Diagnosa tingkat keparahan
yang tepat penting untuk perawatan dan manajemen yang sesuai bagi penderita hemofilia.
Penting untuk dicatat bahwa setiap individu dengan hemofilia dapat mengalami tingkat
perdarahan yang berbeda-beda, bahkan jika mereka memiliki tingkat keparahan yang sama.
Oleh karena itu, perawatan dan manajemen harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
spesifik masing-masing penderita hemofilia.

D. MANIFESTASI KLINIS
Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah yang ditandai dengan perdarahan yang
berlebihan atau lama setelah cedera atau pembedahan. Manifestasi klinis atau gejala
hemofilia dapat bervariasi berdasarkan tingkat keparahan kondisi tersebut. Berikut adalah
beberapa manifestasi klinis utama dari hemofilia:

1. Perdarahan yang Berlebihan:


Perdarahan spontan atau berlebihan adalah tanda klinis utama hemofilia.
Perdarahan dapat terjadi di dalam atau di luar tubuh. Contoh perdarahan termasuk
perdarahan pada sendi (hemartrosis), otot, kulit, gusi, hidung (epistaksis), dan saluran
pencernaan. Perdarahan sering kali terjadi tanpa penyebab yang jelas atau setelah cedera
yang ringan.
2. Hemartrosis:
Hemartrosis adalah perdarahan yang terjadi di dalam sendi-sendi, dan hal ini merupakan
komplikasi umum pada penderita hemofilia. Sendi yang paling sering terpengaruh adalah
lutut, siku, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki.
Hemartrosis dapat menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan gangguan fungsi sendi.
3. Hematom:
Hematom adalah penumpukan darah di bawah kulit atau di dalam jaringan yang dapat
menyebabkan pembengkakan dan perubahan warna kulit. Hematom dapat terjadi setelah
cedera atau tanpa sebab yang jelas.
4. Pendarahan Hidung (Epistaksis):
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang sering terjadi pada penderita hemofilia.
Pendarahan hidung dapat berlangsung lebih lama dari biasanya.
5. Perdarahan Gusi:
Gusi yang mudah berdarah adalah gejala umum pada penderita hemofilia.
Ini bisa terjadi saat menyikat gigi atau melakukan perawatan gigi.
6. Perdarahan Internal:
Perdarahan internal dapat terjadi di organ-organ dalam tubuh, seperti saluran pencernaan
atau saluran kemih. Gejala perdarahan internal bisa bervariasi, tergantung pada organ
yang terkena, tetapi dapat mencakup mual, muntah darah, atau perdarahan dalam tinja.
7. Perdarahan Setelah Pembedahan atau Trauma:
Penderita hemofilia rentan terhadap perdarahan yang berlebihan setelah menjalani
pembedahan atau mengalami cedera.
Gejala hemofilia dapat bervariasi dari ringan hingga berat, tergantung pada
tingkat keparahan kondisi dan tingkat faktor pembekuan yang ada dalam darah penderita.
Pengobatan dan manajemen hemofilia biasanya melibatkan suplementasi faktor
pembekuan darah yang hilang, perawatan yang sesuai saat perdarahan terjadi, dan
penggunaan profilaksis (pencegahan) untuk mencegah perdarahan yang berulang. Penting
untuk memantau dan merawat hemofilia dengan hati-hati di bawah pengawasan dokter
spesialis hematologi atau ahli dalam perawatan hemofilia.
E. PATOFISIOLOGI
perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringanyang
letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan pada
tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap
pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme
pembekuan yang terdapat pada hemofili dan perdarahan mudah terjadi pada hemofilia A
dan B.
perdarahan mudah terjadi pada hemofilia,dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di
awali ketika seseorang berusia kurang lebih 3 bulan atau saat-saat aka mulai merangkak
maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-
keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan
berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka
pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuhdarah
keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut atau mengecil Keping darah
(trombosit) akan menutupluka pada pembuluh Kekurangan Jumlah factor pembeku
darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna  darah
tidak berhenti mengalir keluar pembuluh  perdarahan (normalnya faktor-faktor
pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang -benang fibrin) yang akan menutup
luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh).
F. KOMPLIKASI
1. Hemartrosis:
Hemartrosis adalah perdarahan yang terjadi di dalam sendi-sendi tubuh. Ini adalah
komplikasi yang umum pada penderita hemofilia, terutama hemofilia A. Hemartrosis
dapat menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan kerusakan sendi jangka panjang. Jika
tidak diobati, hemartrosis berulang dapat mengakibatkan kerusakan sendi permanen.
2. Hematom:
Hematom adalah penumpukan darah di bawah kulit atau dalam jaringan tubuh. Penderita
hemofilia sering mengalami hematoma setelah cedera atau trauma ringan. Hematoma
bisa menjadi besar, nyeri, dan memerlukan perawatan untuk menghentikan perdarahan
dan mengurangi pembengkakan.
3. Perdarahan Internal:
Perdarahan internal dapat terjadi di organ-organ dalam tubuh, seperti saluran pencernaan
atau saluran kemih. Gejala perdarahan internal bisa bervariasi, termasuk mual, muntah
darah, atau perdarahan dalam tinja.
4. Kerusakan Hati:
Pada beberapa kasus hemofilia yang parah, penderita dapat mengalami kerusakan hati
akibat perdarahan berulang dalam organ ini. Hal ini bisa menyebabkan komplikasi seperti
sirosis hati.
5. Kerusakan Otot:
Perdarahan dalam otot-otot tubuh dapat menyebabkan nyeri otot, pembengkakan, dan
gangguan gerakan. Jika otot mengalami perdarahan berulang, dapat terjadi kerusakan otot
kronis.
6. Infeksi:
Penderita hemofilia yang menjalani penggantian faktor pembekuan darah secara rutin
melalui infus dapat berisiko infeksi jika peralatan dan teknik yang digunakan tidak steril.
Infeksi dapat terjadi pada tempat infus atau dalam darah.
G. PATHWAY

H. PENATALAKSANAAN
Terapi Suportif
1. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
2. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%
3. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan untuk
mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
4. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi
setelah serangan akut hemartrosis
5. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari analgetik
yang mengganggu agregasi trombosit
6. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi.
Rehabilitasi medis atritis hemofilia meliputi : latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi
Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan, kosentrat maupun
komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor pembekuan tersebut. Hal ini
berfungsi untuk profil aktif/untuk mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan
bergantung pada faktor yang kurang.
Terapi lainnya
1. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan sampai
sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
2. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah terjadinya gejala
sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan
kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
3. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
4. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM 5. Membersihkan mulut sebagai
upaya pencegahan
6. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan sendi
(Handayani, Wiwik, 2008).
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji skining untuk koagulasi darah.
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 per mm3 darah Masa
protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik).
b.Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktorkoagulasi
intrinsik ).
c. Fungsional terhadap faktor VII dan IX (memastikan diagnosis)
d. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
2. Biopsi hati digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan
kultur
3. Uji fungsi feal hati digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati(misalnya, serum
glutamic-piruvic trasaminase [ SPGT ], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [ SGOT
], fosfatase alkali, bilirubin).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
STUDI KASUS
A. Kasus
Seorang laki-laki usia 46 tahun suku Balidirujuk dari RS swasta dengan keluhan berak
hitamdan muntah darah dengan kecurigaan hemofilia. Berak hitam sejak 13 hari
sebelum masuk rumah sakit dengan konsistensi lengket dan bau khas, dengan volume
3-4 gelas perhari. Muntah darah kehitaman seperti kopi dan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit, frekuensi 3-4 kali dan volume seperempat gelas tiap kali muntah. Disertai
nyeri ulu hati yang telah lama diderita sebelum timbul keluhan berak hitam. Nyeri ulu
hati dirasakan panas tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainnya, nyeri terasa
membaik setelah minum obat sakit maag. Penderita kadang-kadang mengeluh mual.
Badan terasa lemah sejak sakit, sehingga penderita terganggu aktifitas sehari-harinya.
Riwayat sakit sebelumnya, penderita telah dirawat selama 13 hari di rumah sakit
swasta dan telah menerima transfusi darah sebanyak 15 kantung. Terdapat riwayat
minum obat-obatan anti nyeri karena keluhan nyeri sendi lutut. Pada tahun 1984
penderita pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi, saat itu
penderita dirawat di RS Sanglah.
Penderita sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah
terbentur atau terjatuh. Tidak ada riwayat penyakit kuning sebelumnya. Penderita tidak
mengkonsumsi alkohol atau jamu. Riwayat penyakit keluarga, saudara kandung laki-laki
penderita mengalami keluhan perdarahan yang sama dan telah meninggal dunia saat usia
anak-anak.
Pada pemeriksaan fisik penderita tampak lemah dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah80mmHg / palpasi setelah dilakukan pemberian 1 liter cairan tensi
terangkat menjadi 100/70 mmHg, frekuensi nadi 120 kali/menit lemah, respirasi 24
kali/menit dan temperatur axilla 36,70 C.Mata tampak anemis, tidak ada ikterus.
JVP :PR + 0 cmH20, tidak ada pembesaran kelenjar. Bibirtampak pucat, pada lidah
tidak didapatkan atropi papil.Inspeksi thorak tidak didapatkan spider nevi.
Batasbatasjantung normal, bunyi jantung pertama dankedua tunggal, teratur, tidak ada
suara tambahan.Pemeriksaan paru normal. Suara nafas dasar vesiculardan tidak
didapatkan suara nafas tambahan.Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan
distensiabdomen, kolateral, asites dan caput meduse. Bisingusus normal. Hati dan
limpa tidak membesar. Traubespace timpani. Tidak dijumpai adanya defencemuscular
dan nyeri tekan epigastrial. Ekstremitas teraba hangat, odema pada kedua tungkai
inferior. Tampak hematom pada lengan atas kiri dengan diameter 5 cm. Pemeriksaan
rectal toucher didapatkantonus sphincter ani normal, mucosa licin , tidak ada massa
dan terdapat melena.
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap menunjukkan leukosit 10,9 K/uL
(normal: 4,5-11 K/uL), hemoglobin 1,7 gr/dl (normal: 13.5-18.0gr/dl), hematokrit 14,3
% (normal: 40-54%), MCV 82,4 fl (normal:
80-94 fl), MCH 28,7 pg (normal: 27- 32 pg), trombosit 66 K/ul (normal: 150440 K/uL).
Hasil pemeriksaan faal hemostasis : waktu perdarahan (Duke) : 2,0 menit (normal: 1-3
menit), waktu pembekuan (Lee & White) : 14,0 menit (normal: 5-15menit), waktu
protrombin (PT) : 21 detik (normal: 12 - 18 detik), APTT : 96 detik (normal: 22.6-35
detik). AST 27 mg/dl (normal: 1450mg/dl), ALT 33 mg/dl (normal: 11-64 mg/dl),
bilirubin total 0,6 mg/dl (normal :0,0-1,0 mg/dl), bilirubin direk 0,1 mg/dl (normal: 0,0-
0,3 mg/dl), cholesterol 26 mg/dl (normal: 110-200 mg/dl), albumin 0,8 mg/dl (normal
4.0-5.7 mg/dl). Pemeriksaan faktor VIII dan IX tidak dikerjakan karena tidak ada
fasilitas pemeriksaan.

B. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Usia : 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Bali
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan berak hitam sejak 13 hari yang lalu
b. Keluhan tambahan
Pasien mengatakan muntah darah sejak 3 hari yang lalu, nyeri ulu hati, kadang-
kadang pasien mengatakan mual dan badan terasa lemah.
P = Pendarahan di ulu hati
Q = Terasa Panas
R = Ulu Hati
S = tidak terkaji
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien Tn. X berusia 46 tahun dirujuk dari RS swasta dengan keluhan
berak hitam dan muntah darah dengan kecurigaan hemofilia. Berak hitam sejak
13 hari sebelum masuk rumah sakit dengan konsistensi lengket dan bau khas,
dengan volume 3-4 gelas perhari. Muntah darah kehitaman seperti kopi dan
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 3-4 kali dan volume
seperempat gelas tiap kali muntah, disertai nyeri ulu hati yang telah lama
diderita sebelum timbul keluhan berak hitam. Nyeri ulu hati dirasakan panas
tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainnya, nyeri terasa membaik setelah
minum obat sakit maag. Pasien kadang-kadang mengeluh mual. Badan terasa
lemah sejak sakit, sehingga pasien terganggu aktifitas sehari-harinya. Pada
pemeriksaan fisik pasien tampak lemah dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 80 mmHg /palpasi setelah dilakukan pemberian 1 liter cairan TD
terangkat menjadi 100/70 mmHg, N : 120 kali/menit, RR : 24 kali/menit dan
S : 36,7°C.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit sebelumnya, pasien telah dirawat selama 13 hari di rumah
sakit swasta dan telah menerima transfusi darah sebanyak 15 kantung.
Terdapat riwayat minum obat-obatan anti nyeri karena keluhan nyeri sendi
lutut. Pada tahun 1984 penderita pernah mengalami perdarahan yang hebat
setelah cabut gigi, saat itu penderita dirawat di RS Sanglah. Penderita
sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur
atau terjatuh. Tidak ada riwayat penyakit kuning sebelumnya. Penderita
tidak mengkonsumsi alkohol atau jamu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga, saudara kandung laki-laki penderita
mengalami keluhan perdarahan yang sama dan telah meninggal dunia saat
usia anak-anak.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan
DS: Pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting, dan jika ada anggota
keluarga yang sakit maka akan diperiksakan ke pelayanan kesehatan
terdekat.
DO: Pasien dirawat di rawat di slah satu RS swasta dengan kecurigaan penyakit
Hemofilia..
b. Pola nutrisi dan metabolik
DS : Pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari, nafsu makan tetap baik
dan tidak mengalami penurunan berat badan yang berarti. Sedangkan
minum air putihnya banyak, dalam sehari pasien dapat minum sekitar 7-8
gelas. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan dan
terkadang mual bahkan sampai muntah berwarna hitam darah.
DO : selama sakit pasien hanya menghabiskan 1/4 porsi makan dari rumah
sakit. Pasien muntah darah kehitaman seperti kopi dengan frekuensi 3-
4 kali/hari dan volume seperempat gelas tiap kali muntah.
c. Pola eliminasi
DS : Sebelum sakit BAK dan BAB lancar (BAK 5-6 x sehari dan BAB 1 x
sehari), sedangkan selama sakit BAB berwarna hitam.
DO : BAB berwarna hitam dengan konsistensi lengket dan bau khas, dengan
volume 3-4 gelas perhari.

d. Pola istirahat dan tidur


DS : Pasien mengatakan sebelum sakit, dalam sehari pasien dapat tidur 8 jam.
Sedangkan selama sakit, pasien kesulitan untuk tidur karena terganggu
oleh penyakitnya.
DO : Pasien terlihat lelah dan lemas. TD : 100/70 mmHg, N : 120 kali/menit,
RR : 24 kali/menit dan S : 36,7°C.
e. Pola persepsi kognitif
DS : Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan panca inderanya.
DO: Pasien kooperatif dalam setiap tindakan keperawatan dan komunikasi
lancar, serta tidak ada masalah.
f. Pola aktivitas dan latihan
DS: Pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitasnya secara
mandiri, namun setelah sakit aktivitasnya terganggu sehingga dibantu
oleh keluarganya
DO : Pasien terlihat dibantu oleh keluarganya dalam melakukan aktivitasnya.
g. Pola persepsi dan konsep diri
DS : Pasien mengatakan yakin bahwa dirinya dapat sembuh dan dapat
beraktivitas seperti biasanya.
DO : Pasien kooperatif dalam setiap tindakan yang dilakukan.
h. Pola peran dan hubungan
DS: Pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya baik. Pasien berperan
sebagai kepala keluarga bagi istri dan anak-anaknya.
DO: Pasien nampak ditemani oleh keluarganya selama dirawat di rumah sakit.
i. Pola seksual dan reproduksi
DS : Pasien mengatakan sudah menikah dan sudah mempunyai anak
DO: Pasien berjenis kelamin laki-laki dan memiliki genetalia yang lengkap.
j. Pola koping dan toleransi stress
DS : Pasien mengatakan dalam menghadapi suatu masalah selalu dibicarakan
dan diselesaikan dengan anggota keluarganya.
DO : Pasien dirawat dan dioperasi atas persetujuan oleh keluarganya.
k. Pola nilai dan keyakinan
DS : Pasien mengatakan beragama islam.
DO : Pasien tampak berdoa dan beristighfar demi kesembuhannya.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan : Lemah Kesadaran :
Compos Mentis b. TTV
TD : 80 mmhg / palpasi
RR : 24x/menit
N : 120x/menit
S : 36,7° C
c. Kepala
- Mulut : Tampak pucat, pada lidah tidak didapatkan atropi papil
- Mata : Tampak anemis, tidak ada ikterus
- Leher : JVP :PR + 0 cmH20, tidak ada pembesaran kelenjar.
d. Pemeriksaan Dada
1) Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, inpansi dada simetris.
Palpasi : Tidak ada benjolan, nyeri tekan, dan tanda-
tanda
fraktur.
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas dasar vesicular dan tidak
didapatkan
suara 2) nafas tambahan.
Jantung

Inspeksi : Thorak tidak didapatkan spider nevi.


Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dan benjolan
Perkusi : Pekak, batas-batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung pertama dan kedua tunggal,
teratur,
tidak ada suara tambahan.
3) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tidak ada benjolan, lesi, asites dan caput meduse
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan terhadap abdomen dan tidak
teraba keras dibagian perut/tidak ada masa, tidak
ditemukan distensi abdomen, kolateral, Hati dan
limpa tidak membesar

Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usung ± 8x/menit
e. Anus : Pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus
sphincter ani normal, mucosa licin , tidak ada
massa
dan terdapat melena.
f. Ekstermitas
Teraba hangat, odema pada kedua tungkai inferior. Tampak hematom pada
lengan atas kiri dengan diameter 5 cm.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah lengkap
1) Leukosit 10,9 K/uL (normal: 4,5-11 K/uL)
2) Hemoglobin 1,7 gr/dl (normal: 13.5-18.0gr/dl)
3) Hematokrit 14,3 % (normal: 40-54%)
4) MCV 82,4 fl (normal: 80-94 fl)
5) MCH 28,7 pg (normal: 27- 32 pg)
6) Trombosit 66 K/ul (normal: 150-440 K/uL)
b. Pemeriksaan faal hemostasis
1) Waktu perdarahan (Duke) : 2,0 menit (normal: 1-3 menit)
2) Waktu pembekuan (Lee & White) : 14,0 menit (normal: 5-15 menit)
3) Waktu protrombin (PT) : 21 detik (normal: 12 - 18 detik)
4) APTT : 96 detik (normal: 22.6-35 detik)
5) AST 27 mg/dl (normal: 14-50mg/dl)
6) ALT 33 mg/dl (normal: 11-64 mg/dl)
7) Bilirubin total 0,6 mg/dl (normal :0,0-1,0 mg/dl)
8) Bilirubin direk 0,1 mg/dl (normal: 0,0-0,3 mg/dl)
9) Cholesterol 26 mg/dl (normal: 110-200 mg/dl) 10) Albumin 0,8 mg/dl
(normal 4.0-5.7 mg/dl).
c. Terapi
1) Kumbah lambung dengan hasil stolsel
2) Loading nacl 1000 cc
3) Terapi krioprisipitat loading dose 15 unit
4) Transfusi Packed Red Cell sampai dengan kadar Hb >10g/dl
5) injeksi asam traneksamat 3 x 500 mg
6) injeksi ranitidin 2x 200 mg
7) Antasida 3Xci 8) Sukralfat3Xci
C. Analisa Data
NO Data Fokus Etiologi Problem
1. DS : Pasien mengeluh berak Perdarahan aktif Kekurangan
hitam sejak 13 hari dengan Volume Cairan
konsentrasi lengket, bau khas, dan Elektrolit
volume 3-4 gelas perhari dan
muntah darah kehitaman seperti
kopi sejak 3 hari yang lalu
sebelum masuk RS
DO :
- Pasien tampak lemah
- Pasien anemis, bibir pucat
- TD : 100/70 mmHg setelah
diberi 1 liter cairan
- N :120 kali/menit
- Oedema pada kedua
tungkai
- Hematum pada lengan atas
dengan diameter 5cm -
Labolatorium :
• Hb = 1,7 mg/dl
• Hematokrit = 14,3 %
• Trombosit = 66 K/ul
- Protombin = 21 detik
- APTT = 96 detik
- Albumin = 0,8 mg/dl

2. DS : Pasien mengatakan nyeri Agent Cidera Nyeri Akut


ulu hati sejak lama sebelum Biologis
timbulnya keluhan berak hitam
DO :
P = Pendarahan di ulu hati
Q = Terasa Panas
R = Ulu Hati
S = tidak terkaji
- Hasil EGD menunjukan
gastritis erosif corpus
- Hasil USG : Chronic Liver
Disease

D. Diagnosa Keperawatan
NO Masalah Keperawatan Prioritas
1. Kekurangan Volume Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan perdarahan aktif

2. Nyeri Akut berhubungan dengan agent cidera biologis

E. Perencanaan
No Hari, Diagnosa Tujuan Intervensi TTD
Tanggal / Keperawatan
jam

1. Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan


volume tindakan intake dan output
cairan keperawatan selama yang akurat
berhubungan 1 x 7 jam kekurangan
2. Monitor vital sign
dengan volume cairan
kehilangan teratasi dengan 3. Monitor status hidrasi
volume kriteria hasil (kelembaban membran
cairan aktif : mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah
1. Mempertahankan ortostatik), jika
urine output diperlukan.
sesuai dengan usia
, BB, dan urine 4. Kolaborasi dokter jika
normal tanda cairan
berlebih muncul
2. Tekanan darah, memburuk
nadi, suhu tubuh
dalam batas 5. Atur kemungkinan
normal transfusi
3. Tidak ada tanda 6. Monitor intake dan
tanda dehidrasi, urin output
elastisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
4. Jumlah dan irama
pernapasan dalam
batas normal
5. Elektrolit, Hb,
Hmt dalam batas
normal
6. pH urin dalam
batas normal

2. Nyeri b.d Setelah dilakukan 1. Kaji skala nyeri.


agens cidera tindakan keperawatan
2. Jelaskan faktor
biologis selama 3 x 7 jam
penyebab nyeri.
diharapkan nyeri
pada pasien dapat 3. Gunakan komunikasi
berkurang / hilang, terapeutik untuk
dengan kriteria hasil : mengetahui
pengalaman dan
1. Skala nyeri penerimaan respon
berkurang nyeri pasien.
menjadi 1 atau 0. 4. Kontrol lingkungan
yang dapat
2. Wajah rileks atau
mempengaruhi
nyeri hilang.
ketidaknyamanan
3. Klien dapat klien.
menerapkan
5. Monitor tanda – tanda
teknik non
vital pasien.
farmakologis
untuk mengurangi 6. Ajarkan teknik
nyeri. relaksasi ditraksi.
7. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
analgesik.

F. Implementasi
No Hari, Diagnosa Implementasi TTD
Tanggal/ Keperawatan
jam

1. Kekurangan volume 1. Mempertahankan catatan intake dan


cairan berhubungan output yang akurat
dengan kehilangan
2. Memonitor vital sign
volume cairan aktif
3. Memonitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik), jika diperlukan.
4. Melakukan kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul
memburuk
5. Mengatur kemungkinan transfusi
6. Memonitor intake dan urin output

2. Nyeri b.d agens cidera 1. Mengkaji skala nyeri.


biologis
2. Menjelaskan faktor penyebab
nyeri.
3. Menggunakan komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman dan penerimaan respon
nyeri pasien.
4. Mengkontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
ketidaknyamanan klien.
5. Memonitor tanda – tanda vital
pasien.
6. Mengajarkan teknik relaksasi
ditraksi.
7. Melakukan kolaborasi dengan
dokter pemberian obat analgesik.

G. Evaluasi
Tanggal / Diagnosa
No Catatan Perkembangan TTD
Jam Keperawatan
1. Kekurangan S : Pasien merasa lebih kuat dan tidak
volume cairan lemas daripada sebelumnya.
berhubungan O : Tanda – tanda vital :
dengan  TD : 120 / 80 mmHg
kehilangan  N : 120 x / menit
volume cairan  RR : 22 x / menit
aktif  S : 36,5 oC
 Pasien tetap minum gelas 7 – 8 gelas
per hari.
A : Masalah teratasi sebagian P
: Lanjutkan intervensi no :
1 . Mempertahankan catatan intake dan
output yang akurat.
2. menonitor vital sign
6. Memonitor intake dan output urine.

2. Nyeri S : Pasien merasa bekurang nyerinya.


berhubungan O : Pengkajian PQRST
dengan agen 1. P : Perdarahan di ulu hati
cedera biologis 2. Q : tidak panas
3. R : ulu hati
4. S : tidak terkaji
5. T : hilang timbul Tanda – tanda vital
:
 TD : 120 / 80 mmHg
 N : 120 x / menit
 RR : 22 x / menit
 S : 36,5 oC

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi no :
1. Mengkaji skala nyeri
2. Mengajarkan teknik relaksasi dan
distraksi.
3. Memonitor vital sign

BAB III
KESIMPULAN SARAN
A. Kesimpulan
Hemofilia adalah suatu jenis penyakit dimana trombosit kehilangan salah
satu faktor pembentuk benang – benang penutup luka. Sehingga luka tidak dapat
dengan cepat menutup dan pendarahan terhenti. Hemofilia termasuk penyakit yang
diturunkan misalnya pada ibu yang memiliki carrier atau pembawa gen penyakit
hemofilia. Komplikasi hemofilia terutama mengenai sistem muskuloskeletal yaitu
adanya hemartrosis atau perdarahan otot. Perjalanan penyakit hemofilia yang kronis
dapat menyebabkan disabilitas, oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan tim.

Penanganan penderita hemofili segera dilakukan sejak diagnosis ditegakkan,


berupa terapi secara umum dan khusus. Secara umum tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita hemofili agar dapat menjalani kehidupan
seperti orang normal dengan batasan-batasan tertentu. Terapi umum ini dapat
dilakukan dengan konseling, edukasi dan memanfaatkan semua standar terapi medik
yang ideal pada penderita termasuk mempersiapkan pengetahuan yang dimiliki
penderita, sedangkan untuk terapi khusus disebut dengan terapi “on demand” yaitu
dilakukan dengan tindakan preventif, pemberian suntikan secara reguler pada
penderita dinyatakan dapat mengurangi pendarahan.

B. SARAN
Pendekatan farmakologik pada hemofilia tergantung dari gejala klinis yang muncul,
namun perlu dilakukan pendekatan rehabilitasi medik. Pendekatan rehabilitasi
medik pada hemofilia tidak tergantung gejala klinis yang muncul karena pendekatan
ini lebih difokuskan ke seluruh aspek kehidupan pasien hemofilia. Pendekatan ini
sudah harus dilakukan sejak dini mengingat komplikasi yang mungkin ditimbulkan,
yang dapat menyebabkan disabilitas tersering akibat komplikasi muskuloskeletal.
Dengan penanganan rehabilitasi medik yang berbasis pendekatan tim, diharapkan
komplikasi muskuloskeletal dapat diminimalisasikan dan prognosis pasien hemofilia
dapat lebih baik. Penanganan rehabilitasi medik ini dimulai dari pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak memicu terjadinya
perdarahan, dalam hal ini komunikasi antara terapis dan pasien menjadi kunci
utama.
Komponen pemeriksaan fisik terdiri dari observasi, lingkup gerak sendi dan
fungsi otot, serta pemeriksaan status neurologik. Observasi meliputi respons pasien
terhadap terapi faktor pembekuan darah VIII atau IX, respons pasien terhadap
aktivitas fungsional seperti duduk, berdiri, atau berjalan dan gangguan postur atau
pola berjalan, serta ada tidaknya perbedaan panjang kedua tungkai. Mengenai
lingkup gerak sendi dan fungsi otot, perlu dilakukan pencatatan keadaan sendi dan
otot sebelum dan selama follow up (edema, nyeri, lingkup gerak sendi, deformitas,
dan lingkar sendi atau otot yang terkena). Pemeriksaan status neurologik penting
dilakukan karena komplikasi muskuloskeletal dapat menyebabkan gangguan
neurologik misalnya neuropati perifer pada hemofilia berat. Pemeriksaan penunjang
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan penanganan komplikasi
muskuloskeletal. Pada komplikasi perdarahan otot, penggunaan ultrasound dapat
memberikan informasi tentang distribusi perdarahan otot yang terjadi. Untuk
kepentingan ini, frekuensi ultrasound yang digunakan 7- 12 Mhz dengan transduser
jenis linear array transducer.
DAFTAR PUSTAKA

Aru et al. (2009). Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Handayani, Wiwik. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nathan DG., Orkin SH. Nathan and Oski’s Hematology of Infancy and Childhood. 6 th
edition, WB Saunders Company, Tokyo, 2003.

Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics. 18th
edition, WB Saunders Co, 2007.

www.halosehatverifiedhealthinformation.com

https://dokumen.tips/documents/kata-pengantar-makalah-hemofilia.html

https://blogalliv.wordpress.com/tag/makalah-hemofilia/

Anda mungkin juga menyukai