Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

TIROIDITIS

Disusun oleh :

IPAN FERREL HEADY

20360251

Refarat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di


SMF Ilmu Bedah RS Umum Haji Medan

Pembimbing:

dr. Muharramyah Rambe, M.Ked, Sp.B

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan Paper ini dengan judul “TIROIDITIS”. Penyelesaian Referat ini
banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu adanya kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus kepada dr.
Muharramsyah Rambe, M.Ked, Sp.B selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan untuk menyelesaikan
paper ini. Penulis menyadari bahwa Paper ini tentu tidak lepas dari
kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis.
Maka sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga paper
ini dapat memberikan manfaat.

Medan, Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halama

Y
JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2


2.1 Definisi.....................................................................................................2
2.2 Fisiologi....................................................................................................2
2.3 Klasifikasi Tiroiditis.................................................................................4
2.4 Diagnosis................................................................................................11
2.5 Penatalaksanaan......................................................................................14
2.6 Komplikasi..............................................................................................15

16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah tiroiditis mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan

adanya inflamasi tiroid. Termasuk di dalamnya keadaan yang timbul mendadak

dengan disertai rasa sakit yang hebat pada tiroid (misalnya subacute

granulomatous thyroiditis dan infectious thyroiditis) dan keadaan dimana secara

klinis tidak ada inflamasi dan manifestasi penyakitnya terutama dengan adanya

disfungsi tiroid atau pembesaran kelenjar tiroid (misalnya subacute lymphocytic

painless thyroiditis).1

Pada golongan tiroiditis subakut pola perubahan fungsi tiroid biasanya

dimulai dengan hipertiroid diikuti dengan hipotiroid dan akhirnya kembali

eutiroid. Hipotiroid terjadi karena kerusakan sel sel folikel tiroid dan pemecahan

timbunan tiroglobulin, menimbulkan pelepasan yang tidak terkendali dari T3

dan T4. Hipertiroid ini berlangsung sampai timbunan T3 dan T4 habis. Sintesis

hormon yang baru terhenti tidak hanya karena kerusakan sel sel folikel tiroid

tapi juga karena penurunan TSH akibat kenaikan T3 dan T4. Hipotiroid yang

terjadi biasanya sementara. Bila inflamasi mereda, sel sel folikel tiroid akan

regenerasi, sintesis dan sekresi hormone akan pulih kembali.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tiroiditis adalah istilah umum yang mengacu pada peradangan kelenjar

tiroid. Tiroiditis meliputi sekelompok gangguan individu yang seluruhnya

menyebabkan peradangan tiroiditis dan sebagai hasilnya banyak penyebab yang

berbeda presentasi klinisnya. Sebagai contoh, tiroiditis Hashimoto adalah

penyebab yang paling umum hipotiroidisme di Amerika Serikat. Tiroiditis

postpartum, yang menyebabkan tirotoksikosis transien (hormone tiroid yang

tinggi dalam darah) diikuti oleh hipotiroidisme sementara, umumnya merupakan

penyebab masalah tiroid setelah melahirkan. Tiroiditis subakut adalah penyebab

utama dari nyeri pada tiroid. Tiroiditis juga dapat terlihat pada pasien yang

memakai obat interferon dan amiodarone.

2.2 Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan tiroksin (T4), bentuk aktifnya adalah

triyodotironin (T3) yang berasal dari konversi hormone T4 di perifer dan

sebagian kecil dibentuk langsung di kelenjar tiroid. Yodida inorganic diserap

saluran cerna merupakan suatu bahan baku dari hormone tiroid, bahn ini

mengalami oksidasi menjadi menjadi organic dan selanjutnya berikatan dengan

tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin membentuk monoyodotirosin(MIT)

atau diyodotirosin (DIT). Senyawa ini menghasilkan T3 dan T4 disimpan di

dalam koloid kelenjar tiroid. T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan

kalori menjadi tenaga (ATP=adenosis trifosfat). T3 bersifat lebih aktif dari T4.

T4 yang tidak aktif itu kemudian diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase

2
yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain

seperti hipotalamus yang berada di otak tengah. Dalam sirkulasi hormone tiroid

terkait pada globulin yang dikenal dengan tiroid-binding-globulin (TBG).

Sekresi hormone tiroid dikendalikan oleh suatu hormone stimulator tiroid

(thyroid stimulator hormone) yang dihasilkan di lobus anterior kelenjar

hipofisis dan perlepasannya dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone

(TRH) di hipotalamus. Hormone tiroid mempunyai pengaruh terhadap

jaringan/organ tubuh yang pada umunya berhubungan dengan metabolisme sel.

Pada kelenjar tiroid didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin.

Kalsitonin adalah merupakan suatu sel polipeptida yang turut mengatur

metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui

pengaruhnya terhadap tulang.

Fungsi hormone tiroid adalah:

a) Meransang laju metabolic target cell dengan meningkatkan

metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.

b) Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di target cell.

Kedua fungsi bertujuan meningkatkan penggunaan energi oleh sel,

terjadi peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran kalori, dan

peningkatan produksi panas oleh setiap sel.

c) Meningkatkan responsivitas target cell terhadap katekolamin sehingga

meningkatkan frekuensi jantung.

d) Meningkatkan respositivitas emosi

e) Meningkatkan kecepatan depolarasi otot rangka, yang meningkatkan

kecepatan kontraksi otot rangka.

3
f) Hormone tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal

semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormone pertumbuhan

2.3 Klasifikasi Tiroiditis

Tiroiditis dapat dibagi berdasarkan etiologinya yaitu akut, subakut atau

kronik.

 Tiroiditis akut terbagi 3 :

1). Tiroiditis infeksiosa akut:

Bakteri : staphylococcus, streptococcus dan enterobacter

Fungal : aspergillus, candida, histoplasma, pneumocystis

2). Tiroiditis karena radiasi

3). Tiroiditis karena pengaruh obat: Amiodarone

 Tiroiditis subakut terbagi 3 :

1). Tiroiditis infeksi

Viral( atau granulomatosa)  tiroiditis De Quervain

2). Infeksi mikobakterial

3). Silent Thyroiditis (tiroiditis postpartum)

 Tiroiditis kronis terbagi 2 :

1). Autoimun : Tiroiditis fokal,Tiroiditis Hashimoto

2). Tiroiditis Riedel’s

4
2.3.1 Tiroiditis Akut

Tiroiditis Infeksiosa Akut

Tiroiditis infeksiosa akut sinonim dengan tiroiditis supuratif akut yang

mana penyakit tiroid yang jarang berlaku. Penyebab utama terjadinya tiroiditis

akut ini adalah karena adanya infeksi dari fungi dan bakteri, yang mana terjadi

melalui penyebaran hematogen atau lewat fistula dari sinus piriformis yang

berdekatan dengan laring, yang merupakan anomaly konginetal yang sering

terjadi pada anak-anak. Sebetulnya kelenjar tiroid sendiri resisten terhadap

infeksi karena beberapa hal diantaranya berkapsul, mengandung iodum tinggi

yang mana berfungsi sebagai baktericidal, kaya suplai darah dan saluran limfe

untuk drainase.

Tiroiditis infeksiosa sangat jarang terjadi kecuali pada keadaan-kedaan

tertentu seperti mempunyai penyakit tiroid, atau orang-orang yang mempunyai

supresis sistem imun seperti pada orang tua, pasien yang menghidap

tuberculosis atau penderita AIDS. Pasien tiroiditis supurativa bakteri ini

biasanya mengeluh asa sakit yang hebat pada kelenjar tiroid, panas, menggigil,

disfagia, disfoni, sakit leher depan, nyeri tekan, ada fluktuasi dan eritema.

Sering terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang bersifat unilateral dan didapatkan

tanda-tanda radang. Fungsional tiroid umumnya normal tetapi bisa juga terjadi

hipotiroid dan hipertiroid yang ringan. Jumlah leukosit dan laju endap darah

meningkat. Pada pemeriksaan USG leher, didapatkan hiperfusi apabila adanya

abses pada daerah tiroid yang mengalami inflamasi. Pada skintigrafi didapatkan

pada daerah supuratif tidak menyerap iodium radioaktif (dingin). Pasien harus

5
dilakukan aspirasi dan drainase dari daerah supuratif dan diberikan antibiotic

yang sesuai.

Tiroiditis Radiasi

Tiroiditis akibat radiasi sering terjadi pada pasien-pasien yang post

radioterapi. Destruksi pada folikel akibat dari sinar dari radiasi menyebabkan

terjadinya hipertiroidisme yang bersifat sementara dan diikuti terjadinya

hipotiroidisme. Nyeri pada leher biasannya muncul 5-10 hari setelah di

radioterapi. Gejala ini biasanya ringan dan menghilang sendiri dalam satu

minggu.

Tiroiditis karena pengaruh obat

Tiroiditis bisa juga terjadi akibat daripada pengaruh obat-obatan. Terapi

iodin kronis bisa menyebabkan terjadinya tiroiditis dengan adanya hyperplasia

daripada sel-sel folikel dari kelenjar tiroid. Seperti pada terapi litium yang bisa

menyebabkan terjadinya goiter dengan atau tanpa disertai hipotiroidisme. Obat-

obatan antikonvulsan seperti phenytoin dan carbamazepine juga bisa

menyebabkan timbulnya gejala-gejala hipotiroidisme. Pada 1-5% kasus pasien

dengan hepatitis kronis atau pasien yang menghidap kanker yang mana sudah

dirawat dengan menggunakan interferon alpha akan menyebabkan terjadinya

gejala tiroiditis tanpa rasa sakit. Terdapat juga beberapa penelitian yang

mengatakan bahawa, pengaruh dari penggunaan interleukin-2 pada pasien-

pasien dengan melanoma malignant, kanker sel renal, dan juga leukimia juga

bisa menyebabkan terjadinya gejala hipertiroidisme dan hipotiroidisme. Obat

antiaritmia seperti amiodarone mengandungi 35% iodin dan bisa menyebabkan

terjadi disfungsi tiroid. Tirotoksik krisis adalah akibat yang biasanya ditemukan

6
pada pengguna obat amiodarone kerana kandungan iodin didalamnya yang

cukup tinggi (biasanya terjadi pada pasien yang sudah memang ada penyakit

gondok sebelumnya). Di samping itu amiodarone juga bisa menyebabkan terjadi

hipotiroidisme akibat dari reaksi antitiroid pada iodin, biasanya pada pasien

yang sudah ada riwaya penyakit tiroid sebelumnya. Amiodarone akan

menghambat konversi T4 menjadi T3.

2.3.2 Tiroiditi Sub-Akut

Tiroiditis de Quervain

sinonim: tiroiditis granulomatous, tiroiditis pseudotuberculous, tiroiditis

giant cell. Tiroiiditis subakut de Quervain’s merupakan penyakit self-limiting

disease. Etiologi tiroiditis subakut de Quervain’s diduga disebabkan oleh infeksi

virus (mumps, measles, influenza, adenovirus, coxsackievirus). Insidens terjadi

biasanya 0.5-3% dari keseluruhan tiroiditis. Lebih sering didapatkan pada

wanita. Insiden tertinggi biasanya didapatkan antara 20-50 tahun.

Gejala klinis tiroiditis subakut de Quervain’s berupa nyeri pada leher

yang bersifat sedang hingga ke berat, dan menjalar ke rahang, telinga, muka dan

bagian torakal. Bisa juga disertai dengan demam dan malaise. Pada pemeriksaan

fisis, didapatkan pembesaran kelenjar tiroid secara simetris. Pada mulanya

penderita biasanya mempunyai gejala hipertiroidisme dengan palpitasi, agitasi

dan keringat. Tanda-tanda klinis toksisitas termasuk takikardi, tremor, dan

hiperrefleksia bisa dijumpai.

Diferensial diagnosis untuk tiroiditis sub-akut de Quervain adalah

tiroiditis supuratif akut. Keduanya dibedakan melalui pemeriksaan USG dimana

7
pada tiroiditis sub-akut de Quervain tampak hipoperfusi yang irregular pada

kelenjar tiroid, berbeda dengan tiroiditis supuratif akut yang tampak hiperfusi

pada daerah yang mengalami inflamasi.

2.3.3 Tiroiditis Kronis

Tiroiditis Hashimoto

Etiologi penyakit ini adalah autoimun. Pada Tiroiditis Hashimoto

didapatkan infiltrasi limfosit ke seluruh kelenjar tiroid yang menyebabkan

dekstrusi progresif folikel kelenjar. Dalam beberapa tahun akan terjadi atrofi

kelenjar dengan fibrosis. Insidens kejadian Tiroiditis Hashimoto ini biasanya

banyak didapatkan pada umur kurang dari 50 tahun dan biasanya lebih banyak

didaptkan pada perempuan. Wanita 20-30 kali lebih sering terkena berbanding

dengan lelaki.

Mekanisme kompleks imunologi mungkin berperan pada kematian sel tiroid

(tirosit). Sensitasi dari autoreactive CD4 + T-helper cell ke antigen tiroid

memberikan gambaran awal kejadian. Kematian tirosit adalah dampak

mekanisme sebagai berikut :

 CD8 + cytotoxic T cell-mediated cell-death T cell-mediated cell death : CD8 + cytotoxic T

cell-mediated mungkin menyebabkan dekstruksi tirosit oleh satu dari dua jalur, eksositosis dari

granula perforin/granzyme atau reaksi death receptor, CD95 pada sel target.

 Cytokine-mediated cell-death: CD4 + T cells menghasilkan sitokin inflamasi seperti IFN-ƴ

dalam waktu cepat dalam tirosit, dengan akibat pengerahan dan pengaktifan makrofag dan

merusak folike.

8
 Ikatan antitiroid-antibodi (anti-TSH receptor antibodies, antithyroglobulin dan antithyroid

peroxidase antibodies) diikuti oleh antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity (ADCC).

Mengenai faktor lingkungan, asupan yodium yang tinggi, defisiensi

selenium, polutan seperti asap rokok, penyakit menular seperti hepatitis C

kronis, dan obat-obatan tertentu yang terlibat dalam pengembangan tiroiditis

autoimun. Eksposur yodium jangka panjang mengarah ke peningkatan iodinasi

thyroglobulin, yang meningkatkan antigenesis dan memulai proses autoimun

pada individu yang rentan secara genetic. Defisiensi selenium mengurangi

aktivitas selenoproteins, termasuk peroxidase glutathione, yang dapat

menyebabkan peningkatan konsentrasi hydrogen peroksida dan dengan

demikian meningkatkan peradangan dan penyakit. Polutan lingkungan seperti

asap, poliklorinasi bifenil, pelarut dan logam telah terlibat dalam proses

autoimun dan inflamasi. Faktor-faktor lingkungan belum jelas, namun sudah

cukup diselidiki untuk menjelaskan peran mereka dalam pathogenesis, da nada

kebutuhan untuk menilai pengaruhnya terhadap perkembangan proses autoimun

dan mekanisme interaksi mereka dengan kerentanan gen.

Walaupun etiologi pasti respons imun tersebut masih belum diketahui,

berdasarkan data epidemiologic diketahui bahwa faktor genetic sangat berperan

dalam pathogenesis penyakit tiroid autoimun, pada penyakit Grave’s

diperkirakan peran faktor genetic sekitar 79% sisanya 21% dari faktor

lingkungan. Selanjutnya diketahui pula pada penyakit tiroid autoimun, respons

seluler dan humoral bekerja bersamaan dengan sasaran kelenjar tiroid.

Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitasi (sensitized T-

lymphocyte) dan/atau antibody antitiroid berikatan dengan membrane sel tiroid,

mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi

9
karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking

dengan reseptor di membrane sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen.

Manifestasi klinis tiroiditis hashimoto biasanya ditemukan goiter pada

pasien yang dengan eutiroid atau yang menderita hipotiroidisme ringan.

Distribusi seksual wanita dibanding pria adalah 4:1. Prosesnya tidak sakit

dan penderita bisa tidak sadar akan adanya goiter kecuali bila jadi sangat besar.

Pasien lebih tua dapat muncul dengan tiroidisme berat walau kelenjar tiroid

yang kecil atrifik lunak.

Tiroiditis Riedel’s

Tiroiditis Riedel’s merupakan suatu tiroiditis kronis yang jarang

ditemukan dimana kelenjar tiroid digantikan dengan tisu fibrosa dimana sampai

sekarang mekanismenya masih belum jelas. Diduga ada kaitan dengan proses

autoimun berdasarkan dari adanya peningkatan titer autoantibodi tiroid.

Tiroiditis Riedel’s adalah suatu bagian dari proses multifocal fibroinflammatory

yang bisa melibatkan organ yang lain misalnya, organ mediastinum, hepar,

paru, organ-organ retroperitoneum dan orbital. Insiden tertinggi didapatkan

lebih banyak pada wanita-wanita umur pertengahan. Manifestasi klinis

Tiroiditis Riedel’s yang sering didapatkan adalah pembesaran kelenjar tiroid

yang progressif dan teraba keras. Pasien juga sering mengeluh rasa tidak enak di

bagian leher dan nyeri telan. Suara bisa berubah menjadi serak sekiranya sudah

melibatkan nervus laryngeal dan/atau kelenjar paratiroid. Pemeriksaan fisis,

pemeriksaan laboratorium, sitologi, dan x-ray tidak bermanfaat untuk

membedakan Tiroiditis Riedel’s dengan dengan neoplasma ataupun dengan

10
Tiroiditis Hashimoto. Pemeriksaan histologis dan biopsy operatif diperlukan

untuk menegakkan diagnosis.

Diferensial diagnosis Tiroiditis Riedels mencakup karsinoma anaplastic dan

sarcoma tiroid. Pengobatan berupa substitusi hormone tiroid diperlukan apabila

diagnosis tiroiditis riedels telah ditegakkkan.

2.4 Diagnosis

Diagnosis penyakit tiroiditis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan juga pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis:

Biasanya pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher sebagai tanda

pembesaran kelenjar tiroid yang tidak menimbulkan nyeri atau rasa penuh di

leher. Jika pasien sudah mengalami keadaan hipotiroid, maka pasien

menunjukkan beberapa keluhan seperti fatique, kulit kering, konstipasi, retensi

urin, berat badan bertambah, tidak tahan dengan suhu dingin, menorrhagia,

depresi, kelemahan oto, kehilangan memori dan rambut rontok.

2. Pemeriksaan fisis:

Inspeksi: terlihat pembesaran kelenjar tiroid, simetris, pembesarannya difus dan

warna kulit sama dengan sekitarnya.

Periksa leher terhadap kemungkinan assimetris. Tiroid normal hampir tidak

nampak. Persilakan pasien untuk menelan, sambil mengamati gerakan naik

turun tiroid. Pembesaran tiroid secara difus seringkali menyebabkan

pembesaran leher secara merata.

11
Palpasi: terdapat dua cara untuk palpasi pada kelenjar tiroid. Cara

anterior dilakukan dengan pasien dan pemeriksa duduk berhadapan. Dengan

memfleksi leher pasien atau memutar dagu sedikit ke kanan, pemeriksa dapat

merelaksasi muskulus sternokleidomastoideus pada sisi itu, sehingga

memudahkan pemeriksaan. Tangan kanan pasien menggeser laring ke kanan

dan selama menelan, lobus tiroid kanan yang tergeser di palpasi dengan ibu jari

dan jari telunjuk tangan kiri. Lakukan hal serupa pada lobus kiri. Pada cara

posterior, pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada leher pasien, yang

posisi lehernya sedikit ekstensi. Pemeriksa memakai tangan kirinya mendorong

trakea ke kanan. Pasien diminta menelan sementara tangan kanan pemeriksa

meraba tulang rawan tiroid. Lakukan cara yang sama saat pemeriksaan tiroid

kiri.

Konsistensi kelenjar harus dinilai. Kelenjar tiroid yang normal

mempunyai konsistensi mirip jaringan otot. Keadaan padat keras terdapat pada

kanker atau luka parut. Keadaan lunak atau mirip seperti spons sering dijumpai

pada goiter toksik. Nyeri tekan pada kelenjar tiroid terdapat pada infeksi akut

atau perdarahan ke dalam kelenjar.

Pada palpasi, didapatkan kelenjar tiroid yang teraba membesar, padat

keras dan berbatas tegas. Namun dapat pula ukurannya normal ataupun lebih

kecil lagi bila terdapat fibrosis yang luas. Kadang-kadang pembesarannya

simetris dan teraba berbenjol-benjol.

3. Pemeriksaan Penunjang

12
a. Pada kecurigaan adanya kelainan tiroid maka dilakukan pemeriksaan darah

dengan tujuan untuk menguji fungsi tiroid (thyroid function test = TFT).

Parameter yang tersedia adalah T4 total, T3 total, T3 uptake dan TSH.

Penetapan T4 total tidak tepat menggambarkan fungsi tiroid sebab dipengaruhi

oleh Thyroid binding globulin (TBG) sehingga hasil dapat tinggi atau rendah

palsu, juga bisa kerna dipengaruhi oleh obat-obatan tertentu. Oleh karena itu ada

parameter hitungan yaitu Free thyroxin index (FTI) yang didapatkan dari nilai

T4 total x T3 uptake sebagai perkiraan kadar T4 bebas. FTI ini lebih baik

daripada hanya kadar T4 total. Hasil yang tinggi sesuai dengan hipertiroidisme

dan yang rendah sesuai dengan hipotiroidisme. TSH lama kurang peka, hanya

dapat mendeteksi kadar tinggi sehingga hanya mendiagnosis hipotiroid.

Dengan perkembangan teknik pengukuran yang makin peka maka kemungkinan

untuk mengukur kadar T4 bebas (FT4), T3 bebas (FT3) dan TSHS sensitive

(TSHs). Dengan adanya FT4 dan FT3 maka FTI tidak diperlukan lagi. TSHs

dapat mengukur kadar TSH baik yang tinggi maupun rendah sehingga juga

dapat mendiagnosis hipertiroid atau tirotoksikosis. Sekarang dengan TSH yang

dimaksud adalah TSHs. Pada sangkaan adanya kelainan tiroid baik gangguan

fungsi maupun morfologi maka TFT dimulai dengan TSH, diteruskan dengan

FT4 atau FT3.

b. Pemeriksaan sitology diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus (fine needle

aspiration biopsy/FNA). Pada hasil pemeriksaan ini ditemukan adanya infiltrasi

sel-sel limfosit pada kelenjar tiroid.

Ciri mikroskopis dari penyakit Hashimoto adalah tampak potongan jaringan

tiroid dengan struktur folikel yang rusak. Terdapat bentukan limfoid folikel

13
dengan germinal center di bagian tengah. terdapat bentukan sel hurtler yaitu sel

berukuran besar, sitoplasma granuler dan eosinofilik.

c. Teknik ultrasonografi digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik

yang teraba pada palpasi maupun yang tidak, merupakan nodul tunggal atau

multiple padat atau kistik. Pemeriksaan ultrasonografi ini terbatas nilainya

dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan dan hanya dapat mendeteksi

nodul yang berpenampang lebih dari setengah sentimeter.

2.5 Pentalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan tiroiditis diberikan sesuai dengan tipe dan

presentasi klinisnya.

1. Tiroiditis Akut

Tiroiditis akut membutuhkan penanganan cepat dengan menggunakan

antibiotik parentreal sebelum pembentukan abses dimulai. Untuk terapi awal,

dapat diberikan penisilin atau ampisilin untuk kokus gram postifi, dan kuman

anaerob yang biasanya menyebabkan tiroiditis. Pada pasien yang alergi

terhadap penisilin, dapat digunakan antibiotik golongan sefalosporin.

2. Tiroiditis Subakut

Tiroiditis subakut merupakan self-limiting disease. Tujuan terapi adalah

untuk memperbaikan rasa tidak nyaman dan mengontrol fungsi tiroid yang

abnormal. Rasa tidak nyaman biasanya dapat diperbaiki dengan pemberian

aspirin dosis rendah. Pada beberapa kasus (jarang), pemberian aspirin tidak

dapat mengatasi rasa nyeri, sehingga dapat diberikan predsone selama

seminggu, kemudian dilakukan tappering off.

14
Propanolol dapat digunakan untuk mengurangi tanda dan gejala dari

hipertiroid. Dosis rendah levotiroksin dapat diberikan untuk pasien dengan

hipotiroid.

3. Tiroiditis Kronis Autoimun

Pengobatan diberikan tergantung dari hasil laboratorium fungsi tiroid. Pasien

dengan gejala hipotiroid yang nyata, dengan TSH tingi dan FT4 yang rendah

perlu diberikan levotiroksin. Dosis yang diberikan sesuai dengan umur.

Selama pengobatan, kadar TSH tetap perlu dimonitor. 10

Pengobatan pada hipotiroid subklinis pada pasien dengan TSH meningkat

dan FT4 normal masih kontroversi.

Penggunaan tiroksin pada pasien dengan goiter akibat tiroiditis autoimun

dengan kadar TSh dan FT4 normal juga masih kontroversial. Beberapa studi

menunjukkan terjadinya pengecilan ukuran kelenjar, namun studi yang lain

mengatakan bahwa pengecilan ukuran kelencar hanya terjadi pada anak-anak

dengan kadar TSH yang meningkat.

2.6 Komplikasi

 Hipertiroidisme Progresif

 Kanker tiroid

 Miksedema

 Kerusakan pita suara (bisu)

15
BAB III

KESIMPULAN

Tiroiditis merupakan suatu inflamasi pada kelenjar tiroid. Etiologinya

tergantung pada klasifikasi tiroiditis itu sendiri. Pada Tiroiditis Akut biasanya

disebabkan oleh bakteri, tiroiditis subakut disebabkan oleh infeksi virus

manakala tiroiditis kronis itu disebabkan oleh penyakit autoimun. Pada tiroiditis

akut biasa dipengaruhi oleh immunocompromised dan pada anak-anak terjadi

melalui penyebaran hematogen atau lewat fistula dari sinus piriformis. Pada

tiroiditis subakut mempunyai kadar ESR yang tinggi dan ia merupakan suatu

penyakit yang bersifat self-limiting, kebanyakannya memerlukan NSAIDS dan

steroids sebagai pengobatan. Tiroiditis autoimun bisa didapatkan pada anak-

anak dan orang dewasa Ultrasonografi, dan pemeriksaan laboratorium

autoantibodi bisa membantu sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan

diagnosis tiroiditis. Pada pasien yang mempunyai gejala hipotiroid diberikan

levothyroxine sehingga kadar TSH kembali normal.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Oertli D, Udelsman R. Tiroiditis. In: Surgery of the thyroid and parathyroid

glands: Springer verlag berlin publisher;2007.p.207-23

2. Agrawal NK. Thyroiditis: Supplement to japi;2011

3. Sjamsuhidayat R, De jong, Wiem. Buku ajar ilmu bedah: ECG edisi 2;2003.

Hal:533-7

4. Guyton, Arthur C,Johan E Hall. Hormon metabolic tiroid. In: Buku ajar

fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta:ECG.2007

5. Djokomoeljanto R, Sudoyo AW, Setiyohadi B. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme

dan hipertiroidisme. Dalam:Buku ajar ilmu penyakit dalam: Pusat penerbitan

departemen IPD,FKUI Jilid 3 Edisi keempat;2006.hal.1955-65

6. Robbins S, Kumar V.Tiroiditis. Dalam: Buku ajar patologi: EGC Edisi 4.

Jakarta.1995.Hal:424-7

7. Richard A, Edgar D. Physiology of thyroid. In: Endocrine Surgery. Landes

Bioscience,Texas,2000,p:1-9

8. Chistiakov DA. Immunogenetics of hashimoto thyroiditis. In: Journal of

Autoimmune Disease. Pub March 11th 2005

9. Available from URL:http://www.nejm.org

10. Bhatia A,Rajwanshi A, Radharman JD, Mittal BR. Lymphocytic thyroiditis.

In:CytoJournal. Pub April 2007

17

Anda mungkin juga menyukai