Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH PLENO KASUS II

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Yulia Indah Permata Sari, S. Kep., M.Kep.
DISUSUN OLEH :
Dewi Mentari G1B120055
Serly Fadila G1B120056
Putri Fadhila G1B120057
Rifki Wahyudi G1B120058
Dwita Rahmadani P G1B120035
Syifa Yunida Ihsani G1B120054
Stefi Maizuputri G1B120059
Verawati Febriani L.T G1B120062
Khayla Dzahabiya G1B120065
Ravia Gustina G1B120066

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum warahatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Pleno Kasus II Blok
Keperawatan Kegawatdaruratan.

Penyusunan Makalah Makalah Pleno Kasus II ini merupakan salah satu


tugas akhir Tutorial Blok Keperawatan Kegawatdaruratan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak


yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyusun Makalah Analisis Jurnal ini baik dari segi moral dan material. Ucapan
terimakasih tersebut ditujukan kepada dosen pembimbing Kelompok 5 (Lima) Ns.
Yulia Indah Permata Sari., S.Kep., M.Kep.

Dalam penyusunan Makalah Pleno Kasus II ini penulis menyadari masih


jauh dari sempurna, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk Makalah Pleno Kasus II ini. Penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca dan bagi pengembangan Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan.

Jambi, 18 Maret 2023

Penyusun

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................... 4

2.1 Definisi Syok Hipovolemik ................................................................. 4


2.2 Etiologi Syok Hipovolemik ................................................................. 4
2.3 Patofisiologi Syok Hipovolemik ......................................................... 5
2.4 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik ................................................ 6
2.5 Komplikasi Syok Hipovolemik ........................................................... 7
2.6 Pemeriksaan Penunjang Syok Hipovolemik ....................................... 8
2.7 Penatalaksanaan Syok Hipovolemik ................................................... 9
2.8 Primary dan Secondary Survey ........................................................... 9

BAB III TINJAUAN KASUS ....................................................................... 19

3.1 Kasus 1 ................................................................................................ 19


3.2 Step 1 ................................................................................................... 19
3.3 Step 2 ................................................................................................... 21
3.4 Step 3 ................................................................................................... 22
3.5 Step 4 ................................................................................................... 26
3.6 Step 5 ................................................................................................... 27
3.7 Step 6 ................................................................................................... 27
3.8 Asuhan Keperawatan Kasus ................................................................ 31

BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 43

4.1 Simpulan ............................................................................................. 43

ii
4.2 Saran .................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 44

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok hipovolemik merupakan masalah yang serius karena
menyebabkan seseorang kehilangan lebih dari 20 persen (1/5) cairan atau
darah yang ada di dalam tubuh (Zou et al., 2017). Kehilangan cairan dalam
jumlah yang banyak dan dalam waktu yang singkat membuat jantung sulit
memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh nantinya dalam keadaan
hipoksia ataupun iskemia (Hobson and Chima, 2013). Syok hipovolemik
sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian pada negara
dengan mobilitas penduduk yang tinggi (Diantoro, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO) cedera akibat kecelakaan
setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta kematian diseluruh dunia.
Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di
rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%.
Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai
mencapai 36% (Diantoro, 2014). Di Indonesia angka insidensi syok
hipovolemik belum ada tercatat, Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2018, angka diare pada balita di Indonesia mencapai
11%, jauh meningkat dibanding tahun 2013 sebanyak 2,4%.
Pada syok hipovolemik akibat perdarahan, penyebab utama terbanyak
adalah cedera traumatik. Masih menurut data RISKESDAS tahun 2018,
persentase terjadinya cedera meningkat dari tahun 2007 sebesar 7,5%
menjadi 9,2% pada tahun 2018. Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita
dengan perdarahan karena kasus obstetri, angka kematian akibat syok
hipovolemik mencapai 500.000 per tahun dan 99% kematian tersebut
terjadi di negara berkembang. Penatalaksanaan syok hipovolemik tidak
terlepas dari penerapan algoritma ABC, dimana perawat gawat darurat

1
berperan untuk menangani gangguan Airway, Breathing dan Circulation
segera (Ainun Najib Hidayatulloh et al., 2016).
Maka dari itu pada makalah ini kelompok akan membahas terkait syok
hipovolemik, mulai dari defenisi, penyebab hingga primary survey dan
secondary survey yang dapat diberikan pada pasien dengan kasus syok
hipovolemik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan syok hipovolemik ?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari syok hipovolemik ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari syok hipovolemik ?
1.2.4 Apa saja manifestasi klinis pada syok hipovolemik ?
1.2.5 Apa saja komplikasi dari syok hipovolemik ?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan penunjang pada syok hipovolemik ?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan syok hipovolemik ?
1.2.8 Bagaimana primary dan secondary survey mengenai syok
hipovolemik ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat
memahami dan dapat menambah wawasan mengenai
kegawatdaruratan syok hipovolemik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang definisi syok hipovolemik
2. Mengetahui tentang etiologi syok hipovolemik
3. Mengetahui tentang patofisiologi syok hipovolemik
4. Mengetahui tentang manifestasi klinis syok hipovolemik
5. Mengetahui tentang komplikasi syok hipovolemik
6. Mengetahui tentang pemeriksaan penunjang pada syok
hipovolemik

2
7. Mengetahui tentang penatalaksanaan syok hipovolemik
8. Mengetahui tentang primary dan secondary survey syok
hipovolemik

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat untuk Penulis
Setelah disusunnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada penulis dengan menambah wawasan dan
pengetahuan terkait syok hipovolemik.
1.4.2 Manfaat untuk Pembaca
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat
mendapatkan bahan bacaan serta menambah wawasan dan
pengetahuan terkait syok hipovolemik.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Syok Hipovolemik


Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana
terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan
beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan
berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik
merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume
massive yang disebabkan oleh: perdarahan gastro intestinal, internal dan
eksternal hemoragi, atau kondisi yang menurunkan volume sirkulasi
intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction, peritonitis, acute
pancreatitis, ascites, dehidrasi dari excessive perspiration, diare berat atau
muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intake cairan yang tidak adekuat.
Syok hipovolemik dapat didefinisikan sebagai berkurangnya
volume sirkulasi darah dibandingkan dengan kapasitas pembuluh darah
total (Roberts, 2012). hipotermia (< 34°C) dan asidosis merupakan tanda
yang mengancam jiwa (Gänsslen et al., 2016.). Cedera pada jaringan lunak
menyebabkan peradangan post akut, sehingga semakin menguatkan proses
dari terjadinya syok. Pada tingkat sirkulasi mikro, interaksi leukosit-endotel
dan penghancuran proteoglikan dan glikosaminoglycan yang terikat dengan
membrane endotel menyebabkan adanya disfungsi mikro vascular dan
terjadi sindrom kebocoran kapiler (Standl et al., 2018). Di intraseluler
tingkat ketidakseimbangan metabolise terjadi karena kerusakan
mitokondria dan pengaruh negatif pada sistem vasomotor (Standl et al.,
2018).

2.2 Etiologi Syok Hipovolemik


Menurut Sudoyo et al. (2014) penyebab syok hipovolemik, antara lain :
1. Perdarahan:

4
a. Hematom subkapsular hati
b. Aneurisma aorta pecah
c. Pendarahan gastrointestinal
d. Trauma
2. Kehilangan plasma:
a. Luka bakar yang luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
3. Kehilangan cairan ekstraselular:
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuretik yang sangat agresif
e. Diabetes insipidus f. Insufisiensi adrenal

2.3 Patofisiologi Syok Hipovolemik


Secara klinis, syok hemoragik terjadi karena adanya perdarahan
pada pembuluh darah besar seperti perdarahan gastrointestinal, aneurisma
aorta, atonia uteri, perdarahan pada telinga, hidung, tenggorokan. Syok
terjadi karena adanya penurunan secara drastis volume darah di sirkulasi
darah, kehilangan sel darah merah secara massif sehingga meningkatkan
hipoksia pada jaringan.
Syok hemoragik traumatic berbeda dengan syok hemoragik
dikarenakan adanya tambahan cedera pada jaringan lunak yang
memperparah terjadinya syok. Syok ini biasanya terjadi karena ada cedera
seperti kecelakaan dan jatuh dari ketinggian. Perdarahan difus, hipotermia
(< 340C) dan asidosis merupakan tanda yang mengancam jiwa (Gänsslen et
al., 2016.). Cedera pada jaringan lunak menyebabkan peradangan post akut,
sehingga semakin menguatkan proses dari terjadinya syok. Pada tingkat
sirkulasi mikro, interaksi leukosit-endotel dan penghancuran proteoglikan
dan glikosaminoglycan yang terikat dengan membrane endotel

5
menyebabkan adanya disfungsi mikro vascular dan terjadi sindrom
kebocoran kapiler (Standl et al., 2018). Di intraseluler tingkat
ketidakseimbangan metabolise terjadi karena kerusakan mitokondria dan
pengaruh negatif pada sistem vasomotor (Standl et al., 2018).
Syok hypovolemia maupun syok hypovolemia traumatik
menunjukan tanda terjadinya kehilangan cairan tanpa adanya perdarahan.
Syok hypovolemia dalam arti yang lebih sempit muncul karena adanya
kehilangan cairan baik dari internal maupun eksternal dengan
ketidakadekuatan intake cairan ke tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh
hipertermi, muntah atau diare persisten, masalah pada ginjal. Penyerapan
sejumlah besar cairan ke dalam abdomen dapat menjadi penyebab utama
berkurangnya sirkulasi volume plasma. Secara patologis peningkatan
hematokrit, leukosit dan trombosit dapat merusak sifat reologi darah dan
dapat merusak organ secara persisten walaupun pasien telah mendapatkan
terapi untuk syok (Standl et al., 2018).
Syok hypovolemia traumatic terjadi karena luka bakar yang luas,
luka bakar kimiawi, dan luka pada kulit bagian dalam. Trauma yang terjadi
juga mengaktivasi koagulasi dan sistem imun, dan memungkinkan
perburukan pada makro-mikro sirkulasi. Reaksi peradangan menyebabkan
kerusakan pada endothelium, meningkatkan sindrom kebocoran kapiler,
dan beberapa karena koagulopati (Standl et al., 2018).

2.4 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik


Menurut (Hardisman, 2013), tanda dan gejala syok hypovolemia
ditentukan berdasar stadium yaitu :
1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah
hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh
mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi
penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit
cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata,
frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan normal.

6
2. Stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium
ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah
terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat,
peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%. Gejala-gejala yang
muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus
meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas
hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik
sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari
40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan
pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada
stadium-III terus memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40%
menyebabkan terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan
disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik.

2.5 Komplikasi Syok Hipovolemik


Komplikasi yang mungkin terjadi pada syok meliputi (Kowalak, 2011) :
1. Sindrom distress pernapasan akut
Acute Respiratory Distress Sydrome (ARDS) merupakan suatu kondisi
kegawat daruratan di bidang pulmonology yang terjadi karena adanya
akumulasi cairan di alveoli yang menyebabkan terjadinya gangguan
pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke jaringan menjadi
berkurang. Definisi ARDS mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu.
2. Nekrosis tubuler akut
Nekrosis Tubular Akut (NTA) adalah suatu lesi ginjal ditandai dengan
adanya destruksi dan nekrosis sel epitel tubulus dan penurunan akut
fungsi ginjal
3. Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)

7
Diseminated intravascular coaguation (DIC) atau dalam bahasa
indonesia di singkat KID (koagulasi intravaskular diseminata)
merupakan suatu sindroma dimana homeostatik normal dalam
mempertahankan darah tetap cair berubah menjadi keadaan yang
patologik. Aktivasi koagulasi terjadi secara berlebihan sehingga
terbentuk sumbatan pada mikrovaskular secara luas, hal ini
mempengaruhi suplai darah ke organ, sehingga terjadi kekacauan
metabolik dan berkontribusi terjadinya kegagalan organ multipel. Pada
saat yang bersamaan itu pula terjadi koagulopati konsumtif sehingga
mudah perdarahan hebat
4. Hipoksia serebral
Hipoksia serebral atau brain hypoxia adalah suatu kondisi yang terjadi
saat otak kekurangan oksigen. Artinya, oksigen yang sampai ke otak
jumlahnya lebih sedikit dibanding yang dibutuhkan
5. Kematian

2.6 Pemeriksaan Penunjang Syok Hipovolemik


Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien dengan syok hipovolemik adalah sebagai berikut :
1. Kultur darah
2. Kimia Serum seperti elektrolit, BUN dan kreatinin
3. DPL dan profil koagulasi
4. AGD (Analisa Gas Darah) dan Oksimetri nadi
5. Pemeriksaan curah jantung
6. Laktat Serum
7. Urinalisis dengan berat jenis, osmoralitas, dan elektrolit urin
8. EKG
9. Tes fungsi ginjal dan hati

8
2.7 Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
Tatalaksana utama syok hipovolemik adalah mengembalikan perfusi dan
oksigenasi jaringan dengan mengembalikan volume sirkulasi intravaskuler
sesegera mungkin. Terapi cairan merupakan terapi yang paling penting pada
syok hipovolemik, disertai penghentian proses perdarahan pada syok
hipovolemik hemoragik. Tatalaksana syok sejak dini berdampak sangat
bermakna pada perbaikan klinis dengan target utama mengembalikan
tekanan darah, nadi, dan perfusi organ secara optimal.
Tatalaksana awal pasien dengan syok hipovolemik :
a. Menentukan defisit cairan
b. Mengatasi syok dengan memberikan cairan kristaloid (Cairan RL atau
NaCl 0,9%) 20 mL/kgBB dalam 30 - 60 menit, dapat diulang
c. Sisa defisit cairan dapat diberikan dengan persentase: 50% dalam 8
jam pertama dan 50% dalam 16 jam berikutnya
d. Tanda klinis kondisi hipovolemia telah teratasi/hidrasi, apabila
produksi urin: 0,5 – 1 mL/kgBB/jam

2.8 Primary dan Secondary Survey


1. Primary Survey
Adapun prioritas ABCDE yaitu :
A. Airway
Menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical
spinecontrol ) Airway manajemen merupakan hal yang terpenting
dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus
dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal
pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Menurut
ATLS (Advanced Trauma Life Support) 2004, Kematian-kematian
dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat
disebabkan oleh :
1) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
2) Ketidakmampuan untuk membuka airway

9
3) Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara
keliru
4) Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
5) Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi f. Aspirasi
isi lambung
Pada syok hipovolemik yang perlu dilakukan :
1) Pertahankan jalan nafas
2) Chin lift/ jaw trust
a. Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah
rahang, yang kemudian secara hati – hati diangkat ke
atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari
tangan yang sama, dengan ringan menekan
bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga
diletakkan di belakang gigi seri (incisor ) bawah dan,
secara bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat.
b. Jaw trust
Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua
tangan pada mandibula, jari kelingking dan manis
kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari
tengah dan telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus
mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri berada
pada mentum mandibula. Kemudian mandibula
diangkat ke atas melewati molar pada maxilla.
3) Nasoparingeal airway
Teknik yang dapat dilakukan adalah : Posisikan kepala pasien
lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang
sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari
lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasofaring
diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah
diberi KY jelly). Masukkan pipa naso-faring dengan cara

10
memegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah).
Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai
batas pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas.

B. Breathing
Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan
teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini
lebih efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan
dari salah satu petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan
yang baik (ATLS, 2004). Cara melakukan pemasangan face-mask
(Arifin, 2012):
1) Posisikan kepala lurus dengan tubuh
2) Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang
sesuai bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut
pasien, tidak ada kebocoran)
3) Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)
4) Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus
mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus
mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi
sungkup muka
5) Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit
kepala pasien
6) Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah
dipasangkan
7) Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama
(tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup
muka bersamasama)
8) Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)
9) Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri
memfiksasi sungkup muka, sementara tanaga kanan

11
digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus
pompa nafas bantu ( squeeze-bag ).
Pada syok hipovolemik yang perlu di lakukan :
1) Dekompresi rongga pleura (pneumothorax)
2) Tutup pada pada dinding dada jika terdapat luka robek
3) Pernafasan buatan
4) Berikan oksigen jika tersedia

C. Circulation
Melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien,
yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi
(ATLS,2004).
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang
menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
2) Warna kulit
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat
merupakan tanda hipovolemia.
3) Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a.
femoralis dan a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi,
kecepatan dan irama.
Pada syok hipovolemik yang perlu dilakukan :
1) Hentikan perdarahan eksternal
2) Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar
3) Berikan infus cairan

D. Disability
Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan
menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale)

12
merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status
neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder.
Adapun AVPU adalah :
1) A : Alert
2) V : Respon to verbal
3) P : Respon to pain
4) U : Unrespon
Adapun GCS adalah :
1) Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1)
2) Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)
3) Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)

E. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian
tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log
roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat,
ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang
sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
Pada syok hipovolemik yang perlu dilakukan :
1) Lepaskan baju dan perhatikan cidera
2) Pertahankan suhu tubuh normal

2. Secondary Survey
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
a. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat

13
pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga ( Emergency Nursing Association, 2007):
1) A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
2) M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
3) P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obatobatan herbal)
4) L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
5) E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
Selain itu apat dilakukan pengkajian PQRST saat pasien mengeluhkan
nyeri, adapun pengkajian PQRST adalah :
1) P (Provokes/palliates) : apa yang menyebabkan nyeri? Apa
yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan
nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
2) Q (Quality) : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?
apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa
terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan
dengan katakatanya sendiri.
3) R (Radiates) : apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana?
Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
4) S (Severity) : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-
10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat

14
5) T (Time) : kapan nyeri itu timbul? Berapa lama nyeri itu
timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul? apakah
pernah merasakan nyeri ini sebelumnya? apakah nyerinya
sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?

b. Pemeriksaan fisik
Metode dan langkah pemeriksaan fisik :
1) Inspeksi
Cara pemeriksaan :
a) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
b) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
c) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan
(kesimetrisan) dan abnormalitas.
2) Palpasi
Cara pemeriksaan :
a) Posisi pasien bisa tidur, duduk, atau berdiri
b) Pastikan pasien dalam keadaan rileks denga posisi
yang nyaman
c) Kuku jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan
kering
d) Minta pasien untuk menarik nafas dalam agar
meningkatkan relaksasi otot
e) Lakukan palpasi dengan sentuhan perlahaan dengan
tekanan ringan
f) Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan,
menandakan kelainan
g) Lakukan palpasi secara hati – hati apabila diduga
adaanya fraktur tulang
h) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah
i) Rasakan dengan seksama kelainan organ atau jaringan,
adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan

15
konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar atau lembut,
ukurannya dan ada atau tidaknya getaran/trill, serta ras
nyeri raba atau tekan.
3) Perkusi
Cara pemeriksaan :
a) Posisi pasien dapat tidur, duduk, atau berdiri
b) Pastikan pasien dalam keadaan rileks
c) Minta pasien untuk nafas dalam agar meningkatakan
relaksasi otot
d) Kuku jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan
kering
e) Lakukan perkusi secara seksama dan sistematis
f) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan
oleh perkusi. Bunyi timpani mempunyai intensitas
keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seprti
drum (lambung). Bunyi resonan mempunyai intensitas
menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema
(paru normal). Bunyi hipersonar mempunyai intensitas
amat keras, waktu lebih lama, kuaalitas ledakan
(empisema paru). bunyi pekak mempunyai intensitas
lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak
lama, kualitas seprti petir (hati).
4) Auskultasi
Cara pemeriksaan :
a) Posisi pasien dapat tidur, duduk, atau berdiri
b) Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi
yang nyaman
c) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik.
d) Pasanglah ujung stetoskop bagian telinga ke lubang
telinga pemeriksaan sesuai arah

16
e) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara
menempelkan pada telapak tangan pemeriksaan
f) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh yang
akan diperiksa
g) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan
bunyi bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada
bunyi jantung dan faskuler serta gunakan diafragma
stetoskop saat melakukan pemeriksaan untuk bunyi
bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru

c. Pemeriksaan Head to toe :


1) Kepala
Kulit Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan Gigi, Wajah, dan
Leher
2) Dada/thoraks
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
3) Perineum dan Rektum
4) Genetalia
5) Ekstremitas :
Status Sirkulasi
Keadaan Injury
6) Neurologis Fungsi
Verbal
Sensorik

17
Fungsi Motorik
7) Tanda tanda vital
Nadi
Tekanan darah
Suhu
RR

18
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus 1
Ny I (33 tahun) dirujuk dari puskesmas sengeti ke rumah sakit
BRATANATA info didapat pasien hamil 28 minggu, dengan riwayat jatuh
dari motor, Lebam pada Femur Sinistra, dan curiga berkembang menjadi
syok hipovolemik. di ambulance pasien sudah menjalani perbaikan
hemodinamik (pemberian cairan pengganti) namun tidak mendapatkan hasil
yang maksimal. Sebelum nya di ambulance, tekanan darah berkisar 90/60
mmHg.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan : TD 100/60 mmHg,
HR 124 x/menit, suhu 36, C, Respirasi: RR 34x/menit,, menggunakan NRM
12 Lpm ,Kardiovaskular : bunyi jantung S1 dan S2 terdengar kecil menjauh,
JVP Meningkat, Neurologi: GCS (E2 V1 M2), lebar pupil @3mm bilateral.
Ekstremitas: penurunan kesadaran, akral dingin, terlihat sianosis, terlihat
tanda tanda Sindroma kompartemen, terpasang infus di ekstermitas atas
kanan 100 cc/jam. Hasil laboratorium belum ada.

3.2 Step 1
3.2.1 Sianosis
Jawab : Sianosis adalah perubahan warna kulit dan membran mulosa
menjadi kebiruan akibat konsentrasi hb yang berlebihan dalam darah.
Terdapat dua jenis sianosis: sianosis sentral dan sianosis perifer.
Sianosis sentral dapat disebabkan oleh ketidak cukupan oksigenasi
hemoglobin dalam paru, dan yang paling mudah diketahui pada
bagian wajah, bibir, cuping telinga, serta pada bagian bawah lidah.
Sianosis biasanya diketahui sebelum jumlah hemoglobin tereduksi
mencapai 5 g per 100 ml atau lebih pada seseorang dengan konsentrasi
hemoglobin yang normal (SaO2 kurang dari 90%). Jumlah normal
hemoglobin tereduksi dalam jaringan kapiler yaitu 2,5 per 100 ml

19
pada orang dengan konsentrasi hemoglobin yang normal sianosis
akan pertama kali dapat terdeteksi pada SaO2 75% dan PaO2 50
mmHg atau kurang (Price, Sylvia A & Wilson, 2006). Selain sianosis
sentral, akan terjadi sianosis perifer apabila aliran darah banyak
berkurang sehingga sangat menurunkan saturasi vena, dan akan
menyebabkan suatu daerah menjadi berwarna biru. Sianosis perifer
dapat terjadi akibat dari insufisiensi jantung, sumbatan yang terjadi
pada aliran darah atau vasokontriksi pembuluh darah akibat suhu
yang dingin (Price, Sylvia A & Wilson, 2006).
3.2.2 Kardiovaskuler bunyi jantung S1 dan S2
Jawab : Bunyi jantung S1 dan S2 yaitu Suara jantung pertama (S1)
dihasilkan akibat katup atrioventrikular yang tertutup secara tiba-tiba
pada sistolik ventrikel, sedangkan suara jantung kedua (S2) dihasilkan
akibat tertutupnya katup aorta dan katup pulmonal ketika akhir dari
sistolik ventrikel. Detak jantung menghasilkan 2 suara yang berbeda
yang dapat didengarkan pada stetoskop yang sering dinyatakan
dengan lub-dub. Suara lub disebabkan oleh penutupan katup tricuspid
dan mitral (atrioventrikular) yang memungkinkan aliran darah dari
serambi jantung (atria) ke bilik jantung (ventricle) dan mencegah
aliran balik. Umumnya hal ini disebut suara jantung pertama (S1),
yang terjadi hampir bersamaan dengan timbulnya QRS dari
elektrokardiogram dan terjadi sebelum periode jantung berkontraksi
(systole). Suara dub disebut suara jantung ke-dua (S2) dan disebabkan
oleh penutupan katup semilunar (aortic dan pulmonary) yang
membebaskan darah ke sistem sirkulasi paru-paru dan sistemik.
3.2.3 Sindrom Kompartemen
Jawab : Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi yang mengancam
nyawa karena terjadi pembengkakan akibat cedera. Hal ini
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam kompartemen
yang akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan oksigen
jaringan sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan yang

20
jika tidak segera diatasi mengakibatkan kerusakan permanen.
Sindrom kompartmen terjadi di beberapa bagian tubuh seperti tangan,
kaki, bokong, lengan, dan tungkai bawah.
3.2.4 Femur Sinistra
Jawab : Tulang paha atau femur adalah bagian tubuh terbesar dan
tulang terkuat pada tubuh manusia. Ia menghubungkan tubuh bagian
pinggul dan lutut. Kata "femur" merupakan bahasa Latin untuk paha.
Sedangkan Sinistra adalah bahasa medis yang mengartikan bagian kiri
dari tubuh. Jadi dapat disimpulkan kalau femur sinistra adalah
paha bagian kiri.
3.2.5 Syok Hipovolemik
Jawab : Syok hipovolemik adalah syok akibat volume darah yang
tidak adekuat karna perdarahan dan kehilangan cairan. Syok
hipovolemik terjadi akibat tubuh kehilangan banyak cairan secara
tiba-tiba. Kondisi ini biasanya muncul karena perdarahan, tapi bisa
juga akibat dehidrasi dan mengalami luka bakar yang parah.
3.2.6 Hemodinamik
Jawab : Hemodinamik adalah dinamika aliran darah. Hemodinamik
adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan
karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998, dalam Jevon
dan Ewens 2009). Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk
mendeteksi, mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan
memantau pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi
keseimbangan homeostatik tubuh. Dengan fungsi mengalirkan darah
bersih yang banyak mengandung oksigen dan nutrisi.

3.3 Step 2
3.3.1 Apa yang membuat pasien dicurigai terkena syok hipovolemik ?
3.3.2 Pasien pada kasus tersebut termasuk dalam triage prioritas berapa?
3.3.3 Bagaimana bentuk primary dan secondary survey pasien pada kasus ?

21
3.3.4 Pemeriksaan laboratorium seperti apa yang harus dilakukan ke pasien
pada kasus ?
3.3.5 Pada kasus dikatakan pada saat di ambulance pasien sudah menjalani
perbaikan hemodinamik (pemberian cairan pengganti) namun tidak
mendapatkan hasil yang maksimal. Hal apa yang menyebabkan hasil
perbaikan hemodinamik tersebut tidak maksimal ?

3.4 Step 3
3.4.1 Apa yang membuat pasien dicurigai terkena syok hipovolemik ?
Jawab : Yang membuat pasien dicurigai terkena syok hipovolemik
Yaitu : Syok hipovolemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi
kehilangan darah dan cairan yang menyebabkan penurunan sirkulasi
darah baik secara eksternal maupun internal. Gejala perdarahan
internal mungkin sulit untuk dikenali sampai syok muncul lain halnya
dengan perdarahan eksternal yang dapat terlihat jelas. Pada kasus
dijelaskan bahwa Ny.I jatuh dari motor, terdapat lebam pada femur
sinistra dan dicurigai berkembang menjadi syok hipovolemik.
Dicurigai berkembang menjadi syok hipovolemik karena pada kasus
terdapat tanda dan gejala syok hipovolemik antara lain : pada Ny.I
terdapat lebam pada femur sinistra (perdarahan internal) dan terjadi
ketidakstabilan hemodinamik. kemudian ditandai dengan penurunan
tekanan darah (Ny.I TD : 90/60 mmHg (Hipotensi)), denyut nadi cepat
tapi lemah (Ny.I N : 124x/menit), Nafas cepat (Ny.I RR : 24x/menit),
Penurunan kesadaran GCS : E2, V1, M2 : 5 (Stupor = penurunan
kesadaran yang menyebabkan seseorang samasekali tidak dapat
merespon percakapan, hanya bisa merespon rangsangan secara
fisik/respon terhadap nyeri), akral dingin, sianosis, terlihat adanya
tanda-tanda sindrom kompartemen (Sindrom kompartemen adalah
kondisi yang terjadi akibat meningkatnya tekanan di dalam
kompartemen otot, karena perdarahan atau pembengkakan setelah

22
cedera. Cedera akan memicu pembengkakan pada otot dan jaringan di
dalam kompartemen tersebut.
6 kriteria syok :
1. Perubahan status mental
2. Hr lebih 100x/m
3. Rr lebih 20x/m dan tekanan PaCO2 kurang 32 mmHg
4. Urin output kurang 0,5/kg bb/hari
5. Durasi hipotensi arteral lebih 20 menit
6. Kadar asam laktat 4 mm/l
3.4.2 Pasien pada kasus tersebut termasuk dalam triage prioritas berapa?
Jawab : Triase atau prioritas yang cocok pada pasien dikasus adalah
Merah (Prioritas 1), dimana triase ini didukung oleh data-data dikasus
seperti pasien memiliki masalah bagian breathing yaitu RR 34 x/menit
(Takipnea) dengan dibantu oksigen NRM 12 Lpm, ada kemungkinan
berpotensi ke syok hipovolemik, tekanan darah dibawah normal yaitu
100/60 mmHg, terdapat perdarahan internal ditandai dengan lebam
dibagian femur sinistra, nadi pasien diatas 130x/menit (takikardia),
terlihat tanda-tanda sindrom kompartemen, pasien juga mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS 5 (E2 V1 M2) serta lebar pupil
pasien 3 mm bilateral, pasien akral teraba dingin dengan suhu 36oC,
terdapat sianosis, dan pasien ini merupakan pasien ibu hamil dengan
28 minggu. Data-data diatas menunjukkan bahwa pasien terdapat
masalah dibagian breathing, circulation, disability, dan exposure.
Khusus untuk airway, pasien tidak diketahui terdapat masalah pada
jalan napasnya atau tidak. Jadi bisa dikatakan bahwa pasien tersebut
masuk kedalam kondisi terancam bahaya sehingga harus diberikan
penanganan segera.
3.4.3 Bagaimana bentuk primary dan secondary survey pasien pada kasus ?
Jawab : Primary survey pada kasus :
Airway : Tidak diketahui pada kasus
Breathing : RR 34x/menit (takipnea) dibantu dengan NRM 12

23
Lpm
Circulation : HR 124x/menit, tekanan darah pertama 90/60
mmHg, tekanan darah kedua 100/60 mmHg,
terdapat perdarahan internal yaitu lebam di femur
sinistra, JVP meningkat, terlihat tanda-tanda
sindrom kompartemen.
Disability : tingkat kesadaran menurun, GCS 5 (Sopor), lebar
pupil 3 mm bilateral
Exposure : Akral teraba dingin dan sianosis

Secondary survey pada kasus :


Vital sign : TD pertama 90/60 mmHg, TD kedua 100/60
mmHg, Suhu 36oC, HR 124x/menit, RR 34
x/menit.
History : Pasien memiliki riwayat jatuh dari motor dan pasien
hamil 28 minggu
Head to toe : Hasil pemeriksaan kardiovaskuler bunyi jantung S1
dan S2 terdengar kecil menjauh dan lebam di femur
sinistra
3.4.4 Pemeriksaan laboratorium seperti apa yang harus dilakukan ke pasien
pada kasus ?
Jawab : Dari data-data didapatkan adanya sindrom kompartmen,
lebam pada femur sinistra dan dicurigai syok hipovolemik.
Pemeriksaan laboratorium dan penunjang yg bisa dilakukan :
1. MRI untuk melihat struktur otot di kompertmen
2. Foto rontgen untuk mengetahui lebih jelas lebam pada paha
pasien apakah terdapat pendarahan internal
3. Analisa gas darah untuk mengetahui seberapa baik kondisi
paru-paru dan kinerja pernapasan pasien
4. Tes darah untuk tau kadar asam laktat jika dicurigai syok
hipovolemik

24
5. USG untuk melihat distress pada janin
6. CBC complete untuk melihat apakah ada penurunan HT,HB,
dan platelet
7. BUN creatinine
8. CT scan
3.4.5 Pada kasus dikatakan pada saat di ambulance pasien sudah menjalani
perbaikan hemodinamik (pemberian cairan pengganti) namun tidak
mendapatkan hasil yang maksimal. Hal apa yang menyebabkan hasil
perbaikan hemodinamik tersebut tidak maksimal ?
Jawab : Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan
tanda-tanda vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas
normal. Selanjutnya kondisi tersebut dipertahankan dan dijaga agar
tetap pada kondisi stabil. Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut
yang utama adalah terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh atau
darah yang hilang. Pemberian resusitasi cairan dengan jenis dan
jumlah yang tepat dan cepat diharapkan dapat meningkatkan status
sirkulasi dikarenakan terapi cairan dapat meningkatkan aliran
pembuluh darah dan meningkatkan cardiac output yang merupakan
bagian terpenting dalam penanganan syok.

25
History
3.5 Step 4 (MIND MAPING)
Jatuh darimotor, hamil 28
minggu, di ambulance
pasien sudah menjalani Head To Toe
perbaikan hemodinamik
(pemberian cairan Mengalami lebam pada
pengganti) namun tidak femur sinistra
Airway mendapatkan hasil yang
maksimal.
Tidak terdapat suara tambahan
ataupun sumbatan benda asing pada Ny.I (33 Tahun)
Give Comfort nyeri
pasien tidak terkaji

Secondary
. survey
Primary
Breathing
survey Fital Sign

Pada kasus Ny.I mengalami


HR : 124x/mnt
sesak napas/nafas cepat RR : TD : 90/60mmHg (Diambulance)
24x/menit, menggunakan Circulation 100/60mmHg (Rs)
RR : 34x/mnt
NRM (Non rebreathing mask) Disability Suhu : 36 derajat celcius
: 12 Lpm TD 90/60 mmHg (ambulance). Dari
basil Remeriksaan fisik pasien Pada kasus Ny.I mengalami
didaapatkan TD 100/60 mmHg, HR penurunan kesadaran GCS: E2,
124 x/menit, Respirasi: RR Eksposure
V1, M2 = 5 (kesadaran stupor :
34x/menit (abnormal), JVP penurunan kesadaran yang
Pemeriksaan seluruh bagian
Meningkat, sumber perdarahan menyebabkan seseorang
tubuh dengan membuka
internal (lebam pada femur sinistra), samasekali tidak dapat merespon
keseluruhan pakaian pasien,
terlihat tanda sindrom kompartemen, percakapan, hanya bisa merespon
pada kasus terlihat akral dingin,
terpasang infus di ekstremitas atas rangsangan secara fisik/respon
sianosis dan suhu 36 derajat
kanan 100cc/jam, bunyi jantung S1 terhadap nyeri), lebar pupil 3 mm
26 celcius.
dan S2 terdengar kecil menjauh. bilateral.
3.6 Step 5
3.6.1 Assessment apa yang mesti perawat lakukan ?
3.6.2 Pasien mengalami syok derajat berapa ?
3.6.3 Bagaimana cara menolong syok ibu dan janin ?

3.7 Step 6
3.7.1 Initial Assesment digunakan untuk mengetahui dan melihat kondisi
awal pasien secara tepat dan cepat sehingga dengan adanya initial
assessment penanganan pasien dapat dilaksanakan dengan efektif
dan efesien. Penilaian Initial Assesment digunakan untuk
penanganan gawat darurat seperti kecelakaan atau bencana alam
yang memakan korban lebih dari satu pasien. (Media perawat 2021).
Tindakan Initial Assesment dimulai dengan engidentifikasi identitas
pasien, melakukan triase dan setelah itu dilanjutkan dengan tindakan
primary survey yaitu penilaian pada ABCDE.

Primary Survey
a. Tentukan respon dengan menggunakan AVPU yaitu :
A : Alert : Sadar Penuh
V : Verbal : Membebankan Reaksi pada suara
P : Pain : Membebankan reaksi pada rasa sakit
U : Unresponsive : Tidak ereaksi pada rangsangan apapun
b. Airway + Control Servical
1. Ada tidaknya sumbatan jalan napas (Pada kasus tidak
ditemukan)
2. Distress Pernapasan
3. Tanda-tanda perdarahan dijalan napas
4. Tambahan pada jalan napas
c. Breathing (adekuat pernapasan+oksigen jika ada)
1. Frekuensi napas
2. Suara pernapasan

27
3. Udara keluar dari jalan napas (O2 Tambahan)
4. Look (Inspeksi), Listen (Auskultasi), Feel (Perkusi)
d. Circulation + Stop Perdarahan
1. TD (Pada syok hipovolemim TD Menurun)
2. HR (pada syok hipovolemik meningkat)
3. RR meningkat
4. JVP meningkat
5. Sindroma Kompartemen
6. Kardiovaskuler
7. Menghentikan perdarahan
8. Mencari sumber perdarahan
e. Disability +Neurologi
1. GCS ( Dikasus E2 V1 M2)
Eye
Verbal
Motorik
2. Lebar Pupil
f. Exposure
1. Akral dingin
2. T 36 Derajat Celcius
3. Perlu dilakukan pencegahan Hipotermi
Secondary Survey
a. Vital Sign (HR, TD, RR, T)
b. Give comfort (Pengkajian nyeri)
c. History (Mencakup penting SAMPLE)
S : Sign
A : Allergies
M : Medication
P : Post Medical Story
L : Last Oral Intake
E : Event Prior to the Illnes

28
d. Phsycal examination (Head to Toe)

3.7.2 Tabel klasifikasi syok hipovolemik

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan <750 750-1500 1500-2000 >2000
darah (ml)
Kehilangan <15% 15-30% 30-40% >40%
darah (%)
Denyut nadi <100 100-120 120-140 >140
Tekanan Normal Normal Menurun Menurun
darah Sistolik (>110) (>100) (>90) (<90)
Frekuensi 14-20 20-30 30-35 >35
napas
Output Urine >30 20-30 5-15 Tidak ada
(ml/jam)
Status mental Agak Cukup Sangat bingung
gelisah gelisah gelisah
Resusitasi Kristaloid kristaloid Kristaloid Kristaloid
dan darah dan darah

Dari table diatas yang mengindikasikan derajat syok pasien di kasus


adalah derajatbatau kelas III (Tiga) dengan data-data sebagai
berikut:
a. Tekanan darah sistolik saat di Ambulance 90
b. HR 12x/Menit
c. RR 34x/menit
d. Kehialngan darah tidak terkaji
e. Outrput urine tidak terkaji

29
3.7.3 Tatalaksana penanganan syok pada ibu dan janin :
Syok hipovolemik diakibatkan perdarahan yang terus menerus
keluar mengakibatkan Hb menurun sehingga ibu kekurangan
pasokan oksigen yang dibawa ke jaringan perifer termasuk oksigen
ke janin. Pada keadaan syok, ibu mengalami hemodinamik tidak
stabil dan kemungkinan janin akan mengalami fetal distress.
Penilaian yang dilakukan pada ibu dan janin adalah:
1. Tekanan darah ibu, denyut jantung, laju pernapasan, saturasi
oksigen perifer, dan keluaran urin dipantau dengan cermat.
Takipnea, takikardia, hipotensi, saturasi oksigen rendah, dan
sesak merupakan tanda-tanda hipovolemia.
2. Detak jantung janin dipantau secara terusmenerus untuk
melihat apakah terdapat pola yang menunjukkan hipoksemia
pada janin.
3. Kehilangan darah segera dihitung. Perkiraan kehilangan
darah pervaginam secara akurat sulit untuk ditentukan secara
kasat mata, terutama ketika darah sebagian terserap ke kain
atau handuk, pembalut bersalin, spons kasa atau bahkan
menetes ke lantai.Perdarahan janin dapat terjadi jika
gangguan pembuluh darah janin di vili plasenta, vasa previa,
atau tali pusat terjadi, dan dapat dideteksi dengan melakukan
Kleihauer-Betke atau tes aliran sitometri pada spesimen
darah vagina. Namun, perdarahan janin dari salah satu
gangguan ini jarang terjadi dan biasanya menyebabkan
kematian janin atau penurunan detak jantung janin yang
hingga membutuhkan persalinan darurat.

30
3.8 Asuhan Keperawatan Kasus
3.8.1 Pengkajian Keperawatan

Tgl/jam :
No. Rekam Medis :
Diagnosa Medis : Syok Hipovolemik
Transportasi :
Nama : Ny. I
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
IDENTIAS

Alamat :-
Agama :-
Status Perkawinan :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Sumber informasi :-
Alamat :-
TRIAGE P1
GENERAL IMPRESSION
Kesadaran : Sopor
Keluhan Utama : Lebam pada Femur Sinistra, dan curiga berkembang menjadi
PRIMARY SURVEY

syok hipovolemik
Orientasi (Tempat, Waktu, dan Orang) : Tidak Baik : GCS 5
AIRWAY
Jalan Nafas : ✓ Paten  Tidak Paten
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  Tidak Ada
Suara Nafas : Gurgling  Snoring Crowning  Tidak ada
Keluhan lain :-
BREATHING
Gerakan dada :  Simetris ✓ Asimetris
Irama Nafas : ✓ Cepat ✓Dangkal  Normal

31
Pola Nafas :  Teratur ✓ Tidak Teratur
Jenis : ✓Dispnea  Kusmaul Cynene Stoke
Suara paru : Vesikuler menurun Wheezing Ronchi
Retraksi otot dada : -
Sesak Nafas : ✓ Ada
Perkusi :
RR : 34 x/mnt
Keluhan Lain: -

CIRCULATION
PRIMARY SURVEY

Kualitas nadi : Kuat dan meningkat (frekuensi: 124x/menit)


Ritme jantung : Regular (terdengar bunyi jantung S1 dan S2)
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Sianosis : Ya
CRT :-
Pucat :-
Pendarahan : Lebam pada femur sinistra dan curiga berkembang menjadi
syok hipovolemik
Turgor : Akral dingin
Kehilangan cairan berlebih : -
Keluhan Lain : -

DISABILITY
Respon :-
Kesadaran : Sopor
GCS : 5 (E2 V1 M2)
Pupil : lebar pupil 3mm bilateral (Isokor)
Refleks Cahaya :-
Reflek patologis :-
Reflek Fisiologi :-
Kekuatan otot :-

32
Keluhan lain :-
EXPOSURE

Deformitas : Ya
Contusio :-
Abrasi :-
Penetrasi :-
Laserasi :-
Edema :-
ANAMNESA
- Riwayat Penyakit Saat Ini :
Hamil 28 minggu, pennurunan kesadaran, akral dingin, terlihat sianosis,
terlihat tanda tanda sindroma kompartemen
- Alergi : -
SECONDARY SURVEY

- Medikasi :
a. Menggunakan NRM 12 Lpm
b. Terpasang infus di ekstremitas atas kanan 100cc/jam
- Riwayat Penyakit Sebelumnya : -
- Makan Minum Terakhir : -
- Even/Peristiwa Penyebab:
Ny I (33 tahun) dirujuk dari puskesmas sengeti ke rumah sakit
BRATANATA info didapat pasien hamil 28 minggu,dengan riwayat jatuh
dari motor
- Tanda vital di ambulance :
TD : 90/60 mmHg
- Tanda Vital di RS :
TD : 100/60 mmHg

33
HR : 124/menit
S : 360C
RR : 34x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala, Leher dan Wajah
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : JVP Meningkat
Dada:
Inspeksi : Frekuensi pernafasan meningkat dengan frekuensi 34x/menit
Auskultasi : Terdengar bunyi jantung S1 dan S2 kecil menjauh
Palpasi
Tidak Terkaji
Perkusi
Tidak Terkaji
Abdomen: Tidak Terkaji
Pelvis: Tidak Terkaji
Ektremitas Atas/Bawah: Lebam pada femur sinistra
Punggung : Tidak Terkaji
Neurologis :

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tidak terkaji
Hasil
Pemeriksaan laboratorium belum ada
Tanggal Pengkajian : TANDA TANGAN PENGKAJI:
Jam :
Keterangan :
NAMA TERANG :

34
3.8.2 Analisa Data
a. Diagnosa Aktual

No Data Etiologi Problem


1. DS : Hambatan upaya Pola Nafas Tidak
- Dispnea nafas Efektif (D.0005)
DO :
- RR 34 x/mnt
- NRM 12 Lpm
2. DS : Ketidakseimbangan Gangguan
DO : ventilasi-perfusi pertukaran gas
- Sesak nafas/Dispnea (D.0003)
- RR : 34x/menit
- TD : 100/60 mmHg
- HR : 124x/menit
- Sianosis
- Kesadaran menurun GCS
E2 V1 M2 (Sopor)
- Lebar pupil 3mm bilateral
3. DS : - Kekurangan intake Hipovolemia
DO : cairan (D.0023)
- TD : 90/60 mmHg (di
ambulance)
- TD : 100/60 mmHg (di
RS)
- HR 124x/mnt
- Akral dingin
- JVP meningkat

35
b. Diagnosa Resiko

No Data Faktor Resiko Masalah


1. DS : Kekurangan Resiko Syok
DO : volume cairan (D.00039)
- HR : 124x/i
- RR : 34x/menit
- TD : 90/60 mmHg (di
ambulance)
- TD : 100/60 mmHg (di RS)
- Sianosis
- Akral dingin
- JVP meningkat
- Kesadaran menurun GCS E2
V1 M2 (Sopor)

3.8.3 Diagnosa Keperawatan


a. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
b. Gangguan pertukaran gas b.d Ketidakseimbangan Ventilasi-
Perfusi
c. Hipovolemia b.d Kekurangan Intake Cairan
d. Resiko Syok d.d Kekurangan Volume Cairan

3.8.4 Intervensi Keperawatan Gawat Darurat

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil
1. (D.0005) Setelah di lakukan Manajemen jalan nafas (I. 01011)
Pola Nafas Tidak intervensi keperawatan Observasi
Efektif b.d manajemen jalan nafas di 1. Monitor pola nafas (frekuensi
kedalaman,usaha nafas)

36
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Hambatan Upaya harapkan pola nafas 2. Monitor bunyi nafas
Nafas d.d membaik dengan tambahan.
- Dispnea Kriteria hasil: 3. Monitor sputum
- RR 34 x/mnt 1. Dypsneu menurun Traupeutik
- NRM 12 Lpm 2. Frekuensi nafas 1. Pertahankan kepatenan jalan
membaik napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw thrust jika
curiga trauma fraktur
servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi

37
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. (D.0003) Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I. 010144)
Gangguan tindakan keperawatan Observasi
pertukaran gas b.d selama….pertukaran gas 1. Monitor frekuensi, irama,
Ketidakseimbangan membaik dengan kedalaman dan upaya napas
ventilasi-perfusi Kriteria hasil: 2. Monitor pola napas (seperti
d.d 1. Dispnea membaik bradypnea, takipnea,
- Sesak nafas/ 2. Kesadaran meningkat hiperventilasi, kussmaul,
Dispnea 3. Takikardia membaik Cheyne-stokes, biot, ataksik)
- RR : 34x/menit 4. Tidak menggunakan 3. Monitor kemampuan batuk
- TD : 100/60 otot bantu efektif
mmHg pernapasan 4. Monitor adanya produksi
- HR : 5. Sianosis membaik sputum
124x/menit 5. Monitor adanya sumbatan
- Sianosis jalan napas
- Kesadaran 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
menurun GCS paru
E2 V1 M2 7. Auskultasi bunyi napas
(Sopor) 8. Monitor saturasi oksigen
- Lebar pupil 9. Monitor nilai analisa gas
3mm bilateral darah
10. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien

38
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.

3. (D.0023) Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia (I.


Hipovolemia b.d tindakan keperawatan 03116)
kekurangan intake selama….status cairan
Observasi
cairan d.d membaik dengan
- TD : 90/60 Kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala
mmHg (di 1. Frekuensi nadi hipovolemia (mis. frekuensi
ambulance) membaik nadi meningkat, nadi teraba
- TD : 100/60 2. Frekuensi nafas lemah, tekanan darah menurun,
mmHg (di RS) membaik tekanan nadi menyempit,
- HR 124x/mnt 3. Tekanan darah turgor kulit menurun, membran
- Akral dingin membaik mukosa kering, volume urin
- JVP meningkat 4. Akral dingin menurun, hematokrit
menurun meningkat, haus, lemah)
5. JVP membaik 2. Monitor intake dan output
cairan

Terapeutik

1. Hitung kebutuhan cairan

39
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
2. Berikan posisi modified
Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi

1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral Anjurkan
menghindari perubahan posisi
mendadak

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan


IV isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk
darah

4. (D.00036) Setelah dilakukan Manajemen Syok Hipovolemia


Resiko Syok d.d tindakan keperawatan (I.03116)
kekurangan olume selama….status cairan Observasi
cairan membaik 1. Monitor status kardiopulmonal
- HR : 124x/i 1. Frekuensi nadi (frekuensi dan kekuatan nadi,
- RR : 34x/menit membaik frekuensi napas, TD, MAP)

40
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
- TD : 90/60 2. Frekuensi nafas 2. Monitor status oksigenasi
mmHg (di membaik (oksimetri nadi, AGD)
ambulance) 3. Tekanan darah 3. Monitor status cairan (masukan
- TD : 100/60 membaik dan haluaran, turgor kulit,
mmHg (di RS) 4. Akral dingin CRT)
- Sianosis menurun 4. Periksa tingkat kesadaran dan
- Akral dingin 5. JVP membaik respon pupil
- JVP meningkat 6. Tingkat kesadaran 5. Periksa seluruh permukaan
- Kesadaran meningkat tubuh terhadap adanya DOTS
menurun GCS (deformity/deformitas, open
E2 V1 M2 wound/luka terbuka,
(Sopor) tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik
1. Pertahankan jalan napas paten
2. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
3. Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
4. Lakukan penekanan langsung
(direct pressure) pada
perdarahan eksternal
5. Berikan posisi syok (modified
trendelenberg)
6. Pasang jalur IV berukuran
besar (mis: nomor 14 atau 16)
7. Pasang kateter urin untuk
menilai produksi urin

41
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
8. Pasang selang nasogastrik
untuk dekompresi lambung
9. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1 – 2 L pada
dewasa
2. Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 mL/kgBB
pada anak
3. Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu

42
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana
terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan
beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan
berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Hal-hal yang perlu dilakukan
pada pasien syok hipovolemik yaitu: Pemeriksaan Penunjang, Primary
Survey, dan Secondary Survey. Tatalaksana utama syok hipovolemik
adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan
mengembalikan volume sirkulasi intravaskuler sesegera mungkin. Terapi
cairan merupakan terapi yang paling penting pada syok hipovolemik,
disertai penghentian proses perdarahan pada syok hipovolemik hemoragik.
4.2 Saran
Materi tentang syok hipovolemik ini sangat berguna bagi mahasiswa
calon perawat. Oleh karena itu perlu untuk mempelajarinya dengan
sungguh-sungguh agar lebih mengerti dan memahami mengenai tanda dan
gejala pasien syok hipovolemik untuk memberikan tindakan sesegera
mungkin.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ainun Najib Hidayatulloh, M. et al. (2016) pengaruh resusitasi cairan terhadap


status hemodinamik (map), dan status mental (gcs) pada pasien syok
hipovolemik di igd rsud dr. meowardi surakarta, Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan.

Diantoro, D. G. (2014). Syok hipovolemik. Available at:


https://www.scribd.com/doc/217057551/syok-hipovolemik (Accessed:
22 May 2021).

Hardisman (2013). Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok hipovolemik:


Update dan penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3): 178-82.

Hobson, M. J. and Chima, R. S. (2013). Send Orders of Reprints at


reprints@benthamscience.net Pediatric Hypovolemic Shock. The Open
Pediatric Medicine Journal.

Kowalak. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Kusuma dharma, K. (2015). Metodologi penelitian keperawatan. Jakarta: Cv. Trans


info media

PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed). Jakarta: DPP PPNI.

Standl, T. et al. (2018). Nomenklatur, Definition und Differenzierung der


Schockformen. Deutsches Arzteblatt International, 115(45), pp. 757–
767. doi: 10.3238/arztebl.2018.0757.

44
Sudoyo, Aru. W, Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simabrata K. (2014).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Zou, Q. et al. (2017). Application value pf limited fluid resuscitation in early


treatment of hemorrhagjc shock. Biomedical research, pp. 7191–7194.

45

Anda mungkin juga menyukai