Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN
SYOK HIPOGLIKEMIK

Dosen Pembimbing: Ns. Widya Addiarto, S.Kep., M.Kep.

Di Susun Oleh:
1. Asip Nur Hayati (14201.06.14002)
2. Ayu Kaprilia (14201.06.14004)
3. Ubaydillah Hasan (14201.06.14041)
4. Imam Wahyudi Irawan (14201.06.14061)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES HASHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN – PROBOLINGGO
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN SYOK HIPOGLIKEMIK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar
Kegawat Daruratan Sistem II

Mengetahui,
Dosen Mata Ajar

Ns. Widya Addiarto, S.Kep., M.Kep.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, saya susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “Laporan
Pendahuluan Syok Hipoglikemik” dan dengan selesainya penyusunan makalah
ini, saya juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok
pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
3. Ana Fitria N, M.Kep, sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan.
4. Widya Addiarto, M. Kep Sebagai dosen mata ajar Kegawat Daruratan
Sistem II.
5. Santi Damayanti,A.Md. sebagai ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini saya menyadari bahwa sepenuhnya
belum sempurna. Oleh karena itu, saya dengan rendah hati mengharap kritik dan
saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada
materi makalah ini.

Probolinggo, Februari 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul............................................................................................... i
Lembar Pengesahan.......................................................................................... ii
Kata Pengantar.................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat....................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi....................................................................................................... 6
2.2 Epidemiologi............................................................................................... 7
2.3 Klasifikasi................................................................................................... 7
2.4 Faktor Resiko..............................................................................................
2.5 Etiologi....................................................................................................... 8
2.6 Patofisiologi................................................................................................ 10
2.7 Manifestasi Klinis....................................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan.......................................................................................... 16
2.10 Komplikasi................................................................................................ 19
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 32
3.2 Saran........................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 33

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular merupakan kelompok terbesar penyakit
penyebab kematian di indonesia. Salah satu penyakit tidak menular yang
menyebabkan kematian tinggi di Indonesia adalah diabetes mellitus. Diabetes
melitus utamanya diakibatkan karena pola hidup yang tidak sehat (Eko, 2012).
Federasi Diabetes Internasional dalam Hartono (2011), menyatakan bahwa
Tiap 10 detik satu orang meninggal dunia karena diabetes dan World
Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa Indonesia menempati
urutan ke-4 terbesar di dunia dalam jumlah penderita diabetes, tahun 2000
terdapat 5,6 juta penderita & 2006 menjadi 14 juta & 21 juta jiwa tahun
2025. Diantara provinsi yang ada di Indonesia, jawa tengah memiliki
prevalensi diabetes yang cukup tinggi. prevalensi diabetes melitus
tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar
0,09%, mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun 2010
sebesar 0,08%.
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling sering muncul
pada penderita diabetes mellitus. Hipoglikemia adalah menurunnya kadar
glukosa darah yang menyebabkan kebutuhan metabolik yang diperlukan oleh
sistem saraf tidak cukup sehingga timbul berbagai keluhan dan gejala
klinik (Admin, 2012). Hipoglikemia berdampak serius pada morbiditas,
mortalitas dan kualitas hidup. The diabetes Control and Complication Trial
(DCCT) melaporkan diperkirakan 2-4% kematian orang dengan diabetes tipe
1 berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia juga umum terjadi pada
penderita diabetes tipe 2, dengan tingkat prevalensi 70-80% (Setyohadi,
2011). Hipoglikemia merupakan penyakit kegawatdaruratan yang
membutuhkan pertolongan segera, karena hipoglikemia yang berlangsung
lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga
dapat menyebabkan koma sampai dengan kematian (Kedia, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

1
Bagaiman laporan pendahuluan pada syok hipoglikemik?

1.3 Tujuan Tujuan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana laporan pendahuluan pada syok
hipoglikemik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari syok hipoglikemik.
2. Supaya pembaca mengetahui epidemiologi dari syok hipoglikemik.
3. Untuk mengetahui faktor resiko dan etiologi dari syok hipoglikemik.
4. Pembaca dapat menjelaskan patofisiologi dari syok hipoglikemik.
5. Pembaca mampu mengidentifikasi tanda, gejala dan klasifikasi syok
hipoglikemik.
6. Mampu mendeskripsikan komplikasi dari syok hipoglikemik.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
a. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang proses terjadinya syok
hipoglikemik.
b. Menambah referensi pendidikan mengenai laporan pendahuluan
syok hipoglikemik.

1.4.2 Bagi Mahasiswa


Untuk menambah wawasan mengenai konsep terjadinya syok
hipoglikemik.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Hipoglikemia adalah penurunan kadar glukosa darah atau pemanfaatan
jaringannya yang menghasilkan tanda atau gejala yang nyata. Tanda atau
gejala ini biasanya mencakup perubahan status mental dan / atau stimulasi
sistem syaraf simpatik. Tingkat glukosa dimana individu menjadi simtomatik
sangat bervariasi (Thomas, 2016).
Hipoglikemia sering terjadi pada banyak pasien diabetes yang diobati
dengan insulin atau secretagogues insulin. Hipoglikemia memiliki morbiditas
dan mortalitas yang signifikan dan merupakan faktor pembatas utama untuk
mencapai kontrol glikemik yang hampir optimal. Faktor risiko termasuk
gangguan counterregulasi glukosa dan ketidakseimbangan hipoglikemia
sebagian besar dapat dicegah dan / atau reversibel. Bab ini merangkum
pengetahuan terkini tentang epidemiologi, patogenesis, faktor risiko, dan
komplikasi hipoglikemia pada pasien diabetes dan membahas strategi
pencegahan dan pengobatan (Poretsky, 2017).
Hipoglikemia adalah penghambat untuk mencapai tujuan glikemik yang
aman dan diinginkan pada pasien diabetes melitus (DM). Sangat sulit untuk
mencapai target optimal dalam pengobatan diabetes dengan sekreta insulin
atau insulin tanpa satu serangan hipoglikemia, mayor atau minor.
Perkembangan hipoglikemia tidak hanya menghambat pengendalian
biokimiawi tetapi juga susunan mental pasien dengan menciptakan kecemasan
dan ketakutan. Hal ini mencegah pasien untuk mencapai kontrol glikemik
yang ketat. Manfaat keseluruhan kontrol glikemik yang sangat baik
bermanfaat dalam mengurangi risiko kardiovaskular, jika diimplementasikan
pada awal diabetes tipe 1 dan tipe 2. Tapi pencapaian tujuan tidak selalu tanpa
kejadian, dan kontrol glikemik intensif biasanya dipersulit oleh peningkatan
risiko hipoglikemia berat tiga kali lipat, seringkali tanpa gejala peringatan dan
berpotensi dengan konsekuensi berat, terutama pada jantung dan otak.
Hipoglikemia terjadi tidak jarang pada pasien sulfonilurea (terutama pasien

3
lanjut usia dengan obat-obatan terlarang, seperti glibenklamid) dan insulin
(Chandali, 2014).

2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian dan prevalensi hipoglikemia yang tepat pada pasien diabetes
sulit didefinisikan karena hipoglikemia ringan sampai sedang mungkin tidak
diketahui atau tidak dilaporkan. Selain itu, kurangnya kesadaran hipoglikemia
(kurangnya sinyal peringatan otonom yang tepat untuk hipoglikemia adalah
pengembangan fibroidopopenia-vide infra) dapat ditemukan pada 25% pasien
dengan diabetes. Deteksi lengkap hipoglikemia kimia memerlukan
pengukuran glukosa darah terus menerus selama periode yang lama. Studi
yang menggunakan pendekatan ini pada umumnya menemukan bahwa
frekuensi dan durasi hipoglikemia, terutama hipoglikemia nokturnal, lebih
besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Data yang lebih andal tersedia dari
penelitian yang melaporkan hipoglikemia berat yang dikaitkan dengan
hilangnya kesadaran atau memerlukan bantuan dari luar. Secara umum,
frekuensi hipoglikemia lebih rendah pada orang dengan T2DM dibandingkan
dengan mereka yang memiliki T1DM (Poretsky, 2017).

2.3 KLASIFIKASI
Menurut Thomas (2016) hipoglikemia pada diabetes dapat dikelompokkan
menjadi enam kategori berikut:
1. Hipoglikemia berat: Suatu kejadian yang memerlukan bantuan orang lain
untuk secara aktif mengelola karbohidrat, glukagon, atau melakukan
tindakan korektif lainnya.
2. Hipoglikemia simtomatik yang terdokumentasi: Gejala khas hipoglikemia
disertai dengan konsentrasi glukosa plasma terukur kurang dari atau sama
dengan 70 mg / dL (≤ 3,9 mmol / L).
3. Hipoglikemia asimtomatik: Suatu kejadian yang tidak disertai gejala khas
hipoglikemia namun dengan kadar glukosa plasma diukur kurang dari atau
sama dengan 70 mg / dL (≤ 3,9 mmol / L).

4
4. Kemungkinan hipoglikemia simtomatik: Suatu kejadian dimana gejala
khas hipoglikemia tidak disertai dengan penentuan kadar glukosa plasma
namun hal itu diduga disebabkan oleh kadar glukosa plasma ≤ 70 mg / dL
(≤ 3,9 mmol / L).
5. Pseudo-hypoglycemia: Suatu kejadian ketika seseorang mengalami gejala
khas hipoglikemia namun dengan kadar glukosa plasma diukur di atas 70
mg / dL (> 3,9 mmol / L).
6. Relative hypoglycemia: Suatu kejadian dimana penderita diabetes
melaporkan gejala khas hipoglikemia dan menafsirkannya sebagai indikasi
hipoglikemia, namun dengan kadar glukosa plasma diukur lebih dari 70
mg / dL. Hal ini disebabkan fakta bahwa pasien dengan kontrol glikemik
yang buruk dapat mengalami gejala hipoglikemia pada kadar glukosa
plasma lebih dari 70 mg / dL karena konsentrasi glukosa plasma menurun
ke tingkat tersebut. Meskipun gejala ini menyebabkan kesusahan dan
mengganggu rasa kesejahteraan pasien dan oleh karena itu, berpotensi
membatasi pencapaian pengendalian glikemik yang optimal, episode
semacam itu mungkin tidak menimbulkan bahaya langsung pada pasien.

2.4 FAKTOR RESIKO


Menurut Amod (2017) faktor risiko hipoglikemia pada penderita diabetes
Ini termasuk:
1. Olahraga (umum)
2. Asupan makanan yang menurun (umum): makanan terjawab atau
terlambat, atau makanan kecil
3. Penggunaan insulin / insulinagoglobulin yang tidak tepat
4. Pengobatan intensif dengan terapi kombinasi
5. Gangguan ginjal
6. Asupan alkohol
7. Fungsi kognitif yang lebih rendah.

5
2.5 ETIOLOGI
Menurut Thomas (2016) penyebab hipoglikemia bervariasi, namun pada
pasien diabetes, paling sering iatrogenik. Hipoglikemia dapat terjadi akibat
perubahan obat atau overdosis, infeksi, perubahan pola makan, perubahan
metabolik dari waktu ke waktu, atau perubahan aktivitas; Namun, tidak ada
penyebab akut yang bisa ditemukan. Pertimbangan hati-hati harus diberikan
kepada semua pasien diabetes yang mengalami hipoglikemia. Pengobatan
baru, perubahan aktivitas, dan infeksi harus dipertimbangkan.
1. Pada awal diabetes tipe 2, pasien mungkin mengalami episode
hipoglikemia beberapa jam setelah makan. Gejala umumnya bersifat
singkat dan respons spontan.
2. Obat yang mungkin terkait dengan hipoglikemia meliputi: agen
hipoglikemik oral, sulfonamida, insulin, salisilat, asam p-aminobenzoat,
haloperidol, etanol, kina, diuretik thiazide.
3. Faktor budaya dan sosial, mis. puasa religius selama ramzan4
4. Penyebab lain pada non-diabetes dan pada pasien diabetes adalah sebagai
berikut:
a. Operasi GI (terutama operasi lambung)
b. Penyakit hati
c. Tumor sel Islet / tumor extrapancreatic (Langka)
d. Insufisiensi adrenal
e. Hipopituitarisme
f. Sepsis
g. Kelaparan .

2.6 PATOFISIOLOGI
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama
bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah
glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen
di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk melakukan
kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai glukosa secara

6
terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam system saraf
pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah menurun,
maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan kasus, penurunan
mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya menurun hingga di
bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah menurun hingga di
bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron menjadi tidak berfungsi
sehingga dapat menghasilkan koma.
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan
pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, ada tiga gambaran klinis yang
penting pada diabetes ketoasidosis.
1. Dehidrasi
2. Kehilangan elektrolit
3. Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula, di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali, kedua factor ini akan menimbulkan hipoglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotic yang di tandai oleh urinaria berlebihan (poliuria) ini
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. penderita ketoasidosis
diabetic yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400
hingga mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (liposis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliseral.asam lemak bebas akan di ubah
menjadi badan keton oleh hati, pada keton asidosis diabetic terjadi produksi
badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut, badan keton
bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolic.

7
Pada hipoglikemia ringan ketika kadar glukosa darah menurun, sistem
saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin ke dalam darah
menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan
dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja
dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidak mampuan berkonsentrasi, sakit kepala,vertigo, konfusi, penurunan
daya ingat, pati rasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan
ganda dan perasaan ingin pingsan. Kombinasi dari gejala ini (di samping
gejala adrenergik) dapat terjadi pada hipoglikemia sedang.
Pada hipoglikemia berat fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan
yang sangat berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk
mengatasi hipoglikemia yang di deritanya. Gejalanya dapat mencakup
perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit di bangunkan
dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran (Smeltzer. 2001).

8
2.7 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi hipoglikemia tidak spesifik dan kadang-kadang dapat dicatat
oleh pengamat daripada pasien di rumah sendiri. Perokok dikategorikan
asautonomis (kebanyakan bersifat metabolik) dan mudah terserap (kekurangan
duetobrainglucose). Manifestasi otonom mendahului neuroglikopenik dan
memungkinkan pasien mengenali dan mengobati sendiri hipoglikemia. Pasien
dengan hipoglikemia ketidaksadaran cenderung memiliki hipoglikemia yang
bermanifestasi pada tahap lanjut dengan gejala neuroglikopen yang dapat
mencegah pengobatan sendiri. Hipoglikemia nokturnal dapat bermanifestasi
dengan gangguan tidur, mimpi buruk, dan "terbangun dengan keringat."
Hipoglikemia berat akut dapat hadir dengan berbagai komplikasi neurologis
dan kardiovaskular seperti yang dijelaskan di bawah ini. (Poretsky, 2017).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Thomas (2016) pemeriksaan penunjang hipoglikemik sebagai
berikut:
1. Pengobatan dan disposisi hipoglikemia dipandu oleh sejarah dan gambaran
klinis. Glukosa serum harus diukur sering dan digunakan untuk
membimbing pengobatan, karena penampilan klinis saja mungkin tidak
mencerminkan keseriusan situasi.
2. Hipoglikemia didefinisikan berdasarkan kadar glukosa serum berikut:
a. <50 mg / dL pada pria
b. <45 mg / dL pada wanita
c. <40 mg / dL pada bayi dan anak-anak
d. Jika penyebab hipoglikemia selain agen hipoglikemik oral atau insulin
pada pasien diabetes, tes laboratorium lain mungkin diperlukan.
Periksa tes fungsi hati, kadar kortisol dan tiroid (jika ditunjukkan
secara klinis)
e. Cari sumber infeksi. Studi harus dipertimbangkan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi okultisme bersamaan
yang berkontribusi pada episode hipoglikemik baru
3. Pemeriksaan fisik lengkap

12
4. Jumlah darah dan radiografi dada (jika diindikasikan)
5. Tes fungsi urinatal dan ginjal.
6. Sistem pemantauan glukosa kontinu berguna dalam mengidentifikasi
hipoglikemia asimtomatik atau halus.

2.9 PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan tidak boleh ditahan sementara menunggu nilai glukosa
laboratorium, karena otak menggunakan glukosa sebagai sumber energi
utamanya, kerusakan neuron dapat terjadi jika pengobatan hipoglikemia
tertunda.
2. Pasien hiperglikemik dengan status mental yang berubah dapat menerima
bolus glukosa. Prosedur ini tidak mungkin membahayakan pasien dengan
glukosa tinggi; Namun, penundaan pemberian glukosa pada pasien
hipoglikemik dapat merugikan.
3. Terapi andalan untuk hipoglikemia adalah glukosa atau karbohidrat.
jangka panjang sepuluh persen glukosa infus IV dalam air dengan garis
vena pada 100 mL / jam; hindari sklerosis vena yang mungkin terjadi pada
infus perifer.
4. Pasien berikut memerlukan penerimaan dan infus dekstrosa 10% setelah
hipoglikemia awal dikoreksi karena risiko hipoglikemia lebih lanjut.
a. Tidak ada penyebab yang jelas
b. Agen hipoglikemik oral
c. Insulin kerja lama
d. Defisit neurologis yang persisten
5. Pendidikan / Pencegahan: Pasien harus diberi tahu mengenai penyebab
dan tanda dan gejala awal hipoglikemia. Pendidikan diabetes rawat jalan
umum atau pengajaran diabetes rawat inap ditunjukkan.

13
2.10 KOMPLIKASI
Hipoglikemia dapat salah didiagnosis sebagai hiperglikemia dan jika
tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian. Hipoglikemia kronis
dapat menyebabkan hilangnya memori, mengaburkan penglihatan, aktivitas
mental yang tumpul, kebingungan, perilaku abnormal, kejang dan koma.
Efek Somogyi Pasien diabetes yang diobati dengan insulin mungkin
menunjukkan ayunan cepat hiperglikemia setelah episode hipoglikemia.
Hiperglikemia rebound atau efek Somogyi diduga disebabkan oleh tindakan
antagonis hormonal atau insulin yang disekresi sebagai respons terhadap
hipoglikemia.
Hipoglikemia Ketidakseimbangan Beberapa subjek diabetes lanjut usia
yang sudah lanjut usia terhadap sulfonilurea tidak mendapatkan gejala
adrenergik dan hadir dengan gejala neuroglikopenik yang parah seperti
kebingungan, kejang atau koma selama episode hipoglikemik. Hal ini
ditandai dengan respon simpatik yang rendah dengan peningkatan epinefrin
dan glukagon yang beredar. Karena respons glukagon yang diinduksi
hipoglikemia selalu berkurang pada pasien diabetes setelah 5 tahun, faktor
utama yang bertanggung jawab atas ketidaksadaran hipoglikemia adalah
respon epinefrin yang tidak memadai. Diduga bahwa hipotalamus memiliki
area khusus, yang mendeteksi hipoglikemia dan memicu respons otonom.
Paparan daerah ini terhadap hipoglikemia dapat membuat ulang ambang
pemicu pada tingkat yang lebih rendah sehingga terjadi kontra regulasi
yang berkurang (Chandali, 2014).

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipoglikemia sering terjadi pada banyak pasien diabetes yang diobati
dengan insulin atau secretagogues insulin. Hipoglikemia memiliki morbiditas
dan mortalitas yang signifikan dan merupakan faktor pembatas utama untuk
mencapai kontrol glikemik yang hampir optimal. Faktor risiko termasuk
gangguan counterregulasi glukosa dan ketidakseimbangan hipoglikemia
sebagian besar dapat dicegah dan / atau reversibel. Bab ini merangkum
pengetahuan terkini tentang epidemiologi, patogenesis, faktor risiko, dan
komplikasi hipoglikemia pada pasien diabetes dan membahas strategi
pencegahan dan pengobatan.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan fisik, glukosa
darah, pemeriksaan darah dll. Sedangkan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan seperti pemberian glukosa/dektrose baik dalam bentuk bolus
maupun infus. Hipoglikemia dapat salah didiagnosis sebagai hiperglikemia
dan jika tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian. Hipoglikemia
kronis dapat menyebabkan hilangnya memori, mengaburkan penglihatan,
aktivitas mental yang tumpul, kebingungan, perilaku abnormal, kejang dan
koma.

1.2 Saran
Mengenai makalah yang saya buat, bila ada kesalahan maupun
ketidaklengkapan materi syok hipoglikemik, saya memohon maaf. Sayapun
sadar bahwa makalah yang saya buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
saya mengharap kritik dan saran yang membangun.

15
DAFTAR PUSTAKA

Thomas, Nihal. 2016. A Practical Guide to Diabetes Mellitus. India: Jaypee


Brothers Medical Publishers.
Poretsky, Leonid. 2017. Principles of Diabetes Mellitus. New York: Springer
International Publishing AG.
Chandali, Hemraj B. 2014. RSSDI Textbook of Diabetes Mellitus. India: Jaypee
Brothers Medical Publishers.
Amod, Aslam. 2017. SEMDSA 2017 Guidelines for the Management of Type 2 diabetes
mellitus. South Africa: JEMDSA

16

Anda mungkin juga menyukai