Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan
peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi.
Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri <90 mmHg atau 40
mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1
jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap 90 mmHg atau tekanan arterial
rata-rata 70 mmHg.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi
aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan
netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi
dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan
disfungsi/kegagalan organ multipel.
Setiap tahunnya sekitar 750.000 kasus sepsis berlanjut menjadi sepsis berat atau
syok septik di Amerika Serikat. Syok septik merupakan penyebab kematian utama di
ICU di seluruh dunia. Sepsis menduduki urutan kedua penyebab utama kematian
pada pasien ICU non - koroner. Angka mortalitas tetap tinggi, yaitu sebesar 30-50 %
meskipun kualitas perawatan sudah meningkat. Terjadinya syok septik akan
meningkat jika dilakukan tindakan operasi yang lebih agresif, organisme yang
semakin resisten, dan penurunan daya tahan tubuh akibat penyakit dan penggunaan
obat imunosuppresan.
Salah satu sistem organ penting yang sering terkena dampak oleh sepsis dan
selalu dipengaruhi oleh syok septik adalah sistem kardiovaskular. Dilaporkan lebih
dari 3000 kasus dalam 5 dekade terakhir dalam studi klinis mengenai adanya
komplikasi kardiovaskular pada sepsis. Adanya disfungsi kardiovaskular pada sepsis
menyebabkan peningkatan angka mortalitas yang progresif dari 70% menjadi 90%,
sebaliknya pada pasien sepsis tanpa disertai gangguan kardiovaskular didapatkan
hanya sebesar 20%.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Tn BY
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai negeri
Alamat : Blang Kejeren, Gayo Lues
Suku : Aceh
Agama : Islam
Nomor RM : 1-13-21-94
Masuk RS : 13/06/2017
Tgl Periksa : 4/07/2017

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan tekanan darah
Keluhan tambahan : Kejang, sesak
Riwayat Penyakit Sekarang : 2 hari SMRS pasien mengalami rasa tidak
nyaman di dada, muntah dan sinkop. Pasien dirujuk dari RSUD Gayo lues
dengan diagnosis total AV Blok. Pasien didiagnosis STEMI inferior akut
onset lambat killip IV, total AV blok, syok kardiogenik dan AKI Pre renal.
Dilakukan PCI dengan hasil CAD 3 VD (Arteri koroner kanan). Pada hari
rawatan ke 2, dilakukan pemasangan Temporary Pace Maker dan keadaan
pasien menjadi stabil. Pada hari rawatan ke 12, pasien mengalami penurunan
tekanan darah, sesak dan kejang.
Riwayat penyakit dahulu : - Hipertensi sejak 10 tahun tidak terkontrol.
- DM disangkal.
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat keluarga yang mengalami
keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat kebiasaan :merokok
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Buruk
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah :135/66 mmHg
Nadi : 77 kali per menit
Frekuensi pernafasan : 22 kali per menit
Temperatur : 36,5 C

Pemeriksaan fisik
Kulit : dalam batas normal
Mata : konjungtiva pucat (+/+), ikterus (-/-)
T/H/M : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), TVJ : tidak ada peningkatan
Pulmo
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, jejas ( - )
Palpasi : suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikular (+/+), Ronki (- / -), wheezing (- / -)
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra
Perkusi : atas : ICS II linea parasternal sinistra
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 > bunyi jantung 2, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : simetris (+), distensi ( - )
Palpasi : nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik usus (+)
Ekstremitas
Superior :akral hangat (+), edema (-)
Inferior : akral hangat (+), edema (-)
Motorik
55555555
Kekuatan otot :
55555555

Refleks patologis : - /-
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EKG

Irama : Bukan sinus


Heart rate : 63x/menit
Regularitas : Regular
Aksis : Normoaksis
Gelombang P : tidak bisa dinilai
Kompleks QRS : 2 kotak kecil = 0,08 detik
Segmen ST : isoelektris
Gelombang T : inverted (-)
Interval PR : Tidak bisa dinilai
Hipertrofi : LVH (-), RVH (-)
Gelombang T : T inverted (+) II, III, aFV
ST depresi : -
ST elevasi : II, III, aFV
Q patologis :-
Kesimpulan : irama bukan sinus dan reguler, HR 63x/menit, Normo
Axis , infark inferior, dengan total AV blok

Laboratorium

Jenis 13/06/17 26/06/17 Nilai Rujukan


Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,9* 10,6* 14,0 17,0 g/dl
Hematokrit 38* 31* 45 55 %
Eritrosit 4,4* 3,6* 4,7 6,1 106/mm3
Leukosit 18,2* 49,6* 4,5 10,5 106/mm3
Trombosit 210 198 150 450 103/mm3
MCH 86 87 80 100 fL
MCV 29 30 27 31 Pg
MCHC 34 34 32 36 %
RDW 14,6* 15,8* 11,5 14,5 %
MPV 10,8 11,2* 7,2 11,1 fL
Eosinofil 0 0 06%
Basofil 0 0 0 2%
Neutrofil batang 0* 1 26%
Neutrofil segmen 86* 96 50 70 %
Limfosit 9* 1 20 40 %
Monosit 5 2 28%
GINJAL HIPERTENSI
Ureum 62* 165* 13 43
Creatinine 3,51* 7,40* 0,67 1,17
ELEKTROLIT
Natrium 140 136 132 146 mmol/L
Kalium 4,6 5,6* 3,7 5,4 mmol/L
Klorida 114* 101 98 106 mmol/L
Kalsium 9 7,8* 8,6-10,3 mg/dL
Magnesium 1,2 1,8 1,6-2,6 mg/dL
KIMIA KLINIK JANTUNG
Troponin I 50* - <1,5 ng/mL
CK-MB 601* - <25 U/L

Ekokardiografi

Kesimpulan :

Global LV fungsi baik


EF 75%
Hypokinetik di inferior dan lateral
Segmen lain normokinetik
RV fungsi baik

2.5 Diagnosis
Diagnosa kerja :
Syok sepsis
STEMI Inferior Akut Onset Lambat Killip V
Total AV Blok post temporary pace maker
Observasi Dispnea ec ADHF ec ACS
CAD 3 VD
AKI Prerenal
Hiperkalemia
Hipokalsemia

2.6 Tatalaksana
O2 2-4 l/menit
IVFD NaCl 0,9 % guyur 200 cc, maintenance 20 tetes/menit
Drip dobutamin 10 mcg /Kg BB/menit
Drip vascon 1,2 mcg/kgBB /menit; target MAP >65
Drip paracetamol 1gr /8 jam
Inj. Pelastin 1 gr/ 12 jam
Inj. Fuosemid 1 amp/8 j
Inj. Ca glukonas 1 gr/8 jam
Inj. Lansoprazole1 1 vial /12 jam
Aspilet 1 x 160 mg
Brilinta 2 x 90 mg
Renal ace 3x1
Kalitake 3x1
Salbutamol 3 x 8 mg
Flumucyl 2x600 mg
Alloperinol 1x300mg
Atorvastatin 1x 40 mg
Alprazolam 1 x 0,5mg
Laxadyn syr 1x CII
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Syok Septic

Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah arteri <90 mmHg atau 40
mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1
jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap 90 mmHg atau tekanan arterial
rata-rata 70 mmHg.

3.3 Epidemiologi
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram
negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden
ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun. Shock akibat sepsis terjadi
karena adanya respon sistemik pada infeksi yang serius. Walaupun insiden shock
sepsis ini tak diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini
disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain
diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan, obat
sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius
ruang ICU.

3.4 Etiologi Syok Septic


Shock sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70%
(pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi bakteri
gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), infeksi jamur
dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa (malaria
falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas,
disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis yang terjadi karena infeksi
gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus.
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri gram (-) yang memproduksi
endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan bakteri gram (+) memproduksi
eksotoksin yang merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri
menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Sel tersebut akan
terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting
terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS).
LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang
terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam
tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) tidak mempunyai sifat toksik tetapi
merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis.
Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor
necrosis factor /TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan
mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita
immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.

3.5 Faktor Resiko Syok Septic

1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
- Major organ disease cardiac, hepatic, or renal dysfunction

3.6 Patofisiologi dan Patogenesis Syok Septic


Sepsis terjadi akibat interaksi antara patogen dengan host. Meskipun memiliki
gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu respon sepsis
berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab.
Mekanisme sepsis oleh bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida
merupakan komponen pada membran luar bakteri gram negatif yang memiliki peran
penting dalam menginduksi terjadinya sepsis. Lipopolisakarida akan mengikat
protein dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB). Selanjutnya kompleks
LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14
akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk
transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.
Bakteri gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme, yaitu
dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan melepaskan
fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah
besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat
banyak. Bakteri gram positif yang tidak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi
syok dengan merangsang respon imun non spesifik melalui mekanisme yang sama
dengan bakteri gram negatif.
Kedua kelompok organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai
dengan pelepasan mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan
dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi
sistem koagulasi dan komplemen. Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui
sistem imunitas selular yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui
sistem imunitas humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur
komplemen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengenalan patogen oleh CD14 dan
TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan
sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel
T akan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2).
Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi seperti tumor nekrosis factor
(TNF), interferon (IFN- ), interleukin 1- (IL-1), IL-2, IL-6 dan IL-12. Sel Th2
mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -10, dan -13. Pembentukan sitokin
proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme umpan balik yang
kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk
melawan mikroorganisme penyebab dan sitokin antiinflamasi berperan sebagai
regulator sel T untuk mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan
mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan baik.
Gambar
Respon host pada sepsis yaitu dengan menstimulus sekresi sitokin proinflamasi dan
sitokin antiinflamasi.

Pelepasan mediator inflamasi seperti vasoactive intestinal peptide, bradikinin,


trombosit activating factor, sitokin, leukotrin, histamine, dan NO dapat menyebabkan
vasodilatasi, disfungsi endotel, sumbatan pada mikrovaskular, dan memicu proses
apoptosis seluler sehingga menyebabkan kerusakan organ.
Gambar Gagal organ pada sepsis berat dan disfungsi vascular

Syok septik dapat terjadi karena adanya disfungsi endotel yang akan
mengaktivasi sistem koagulasi sehingga akan terbentuk mikrotrombus pada
vaskular. Adanya thrombus pada vaskular dapat menyebabkan gangguan
perfusi ke jaringan sehingga terjadi iskemia lokal. Hal ini dapat membuat
disfungsi miokardium yang menyebabkan penurunan ejeksi fraksi ventrikel
kanan dan ventrikel kiri. Pada hasil akhir akan terjadi hipoperfusi jaringan
secara global sehingga terjadi penurunan oksigenasi jaringan yang akan
membuat disfungsi berbagai organ.

2.1.1 Manifestasi Klinis6


Syok septik dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang dapat
dikategorikan menjadi :
a. Kondisi hiperdinamik (warm shock) : takikardia, peningkatan
cardiac output, serta penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik.
b. Kondisi hipodinamik (cold shock) : suatu bentuk lanjut setelah
hiperdinamik, dimana telah terjadi penurunan cardiac output.
3.7 Diagnosis Syok Septic

Tabel 3. Kriteria Diagnosis Severe sepsis/Syokseptik

Variable Umum
Temperature >38.3 c atau < 36 c
HR > 90x/mnt
Takipnea
Penurunan status mental
Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam
Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes

Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sistolik BP <90 mmHg/
MAP < 70 mmHg
SVO2 > 70 %

Variabel perfusi jaringan


Laktat serum >1mmol/L
CRT> 2 detik
Variable gangguan organ
Pa O2/FiO2 <300
Urine output < 0,5 ml/kgbb/jam
Kreatinin > 0,5 mg/dl
INR> 1.5 atau aPTT>60 detik
Platelet <100000mm
Hiperbilirubin > 4 mg/dl

Manifestasi Klinis

Syok septik dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang dapat


dikategorikan menjadi :

1. Kondisi hiperdinamik (warm shock) : takikardia, peningkatan cardiac


output, serta penurunan resistensi pembuluh darah sistemik.
2. Kondisi hipodinamik (cold shock) : suatu bentuk lanjut setelah
hiperdinamik, dimana telah terjadi penurunan cardiac output.
3.8 Penatalaksanaan Syok Septic

Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab


infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila
diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ
atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ,
gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host
terhadap infeksi.

1. Resusitasi
Manajemen sepsis berat harus dilakukan sesegera mungkin dalam
periode emas (golden periode) 6 jam pertama. Identifikasi awal dan resusitasi
yang menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Resusitasi awal tidak hanya
stabilisasi hemodinamik tetapi juga mencakup pemberian antibiotik empirik
dan mengendalikan penyebab infeksi.
a. Resusitasi Cairan dalam 6 jam pertama1,7
Berikan sesegera mungkin pada kondisi hipotensi atau peningkatan laktat
serum >4 mmol/L. Resusitasi menggunakan cairan fisiologis baik kristaloid
(RL) maupun koloid. Berikan cairan kristaloid minimal 30mL/kgBB bolus
cepat selama 30 menit dengan prinsip fluid challenge technique. Volume yang
lebih besar dan cepat dapat diberikan bila terjadi hipoperfusi jaringan.
Kecepatan pemberian harus dikurangi apabila tekanan pengisian jantung
meningkat tanpa adanya perbaikan hemodinamik.
Target resusitasi :
- CVP 8 12 mmHg
- MAP 65 mmHg
- Produksi urin 0.5 mL/kgBB/jam
- Saturasi oksigen vena cava superior (ScvO2) 65-70%
- Normalisasi kadar laktat serum

Gambar 2.3 Early Goal-Directed Therapy Protocol

b. Pemberian Antibiotik1,6
Diberikan sesuai etiologi berdasarkan hasil kultur darah, dapat diberikan
antibiotik intravena secara empiris dalam jam pertama, sesuai dengan lokasi
atau sumber infeksi.
- Kultur darah
Sampel kultur darah diambil sebelum terapi antibiotik. Kultur darah
dilakukan secara duplo, masing-masing menggunakan satu botol aerob
dan satu botol anaerob, serta diambil secara perkutaneus dan dari
perangkat akses vaskular.
- Antibiotik empiris dalam jam pertama
Terapi empiris diberikan dalam durasi 7-10 hari.
c. Kontrol Sumber Infeksi1
Lokasi anatomis infeksi harus ditentukan dan diintervensi dalam 12 jam
setelah diagnosis ditegakkan.
d. Pemberian Agen Vasopresor dan Inotropik1,6
Vasopresor diberikan untuk menjaga tekanan aretri rerata (MAP) 65 mmHg
dan inotropik diberikan pada pasien dengan disfungsi miokardium
(peninggian tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah).
Vasopresor pilihan pertama adalah norepinefrin. Pemberian epinefrin
(ditambahkan setelah norepinefrin) dapat dipertimbangkan untuk menjaga
tekanan darah tetap adekuat. Vasopresin dosis 0.03U/menit dapat
ditambahkan pada norepinefrin untuk meningkatkan MAP. Penggunaan
dobutamin sebagai vasopresor alternative norepinefrin hanya diberikan pada
pasien tertentu, seperti risiko rendah mengalami takiaritmia, bradikardia
absolute atau relative.
e. Kortikosteroid1,6
Pemberian hidrokortison intravena (dosis 50mg setiap 6 jam selama 7 hari)
hanya direkomendasikan untuk pasien dewasa dengan syok septik yang tidak
mengalami perbaikan tekanan darah setelah resusitasi cairan dan vasopresor.

3.9 Prognosis
Keseluruhan angka kematian pada pasien dengan syok septik menurun dan
sekarang rata-rata 40% (kisaran 10 to 90%, tergantung pada karakteristik
pasien). Hasil yang buruk sering mengikuti kegagalan dalam terapi agresif
awal (misalnya, dalam waktu 6 jam dari diagnosa dicurigai). Setelah laktat
asidosis berat dengan asidosis metabolik decompensated menjadi mapan,
terutama dalam hubungannya dengan kegagalan multiorgan, syok septik
cenderung ireversibel dan fatal.
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien dikatakan sepsis karena pasien mengalami tanda SIRS berupa


leukositosis, takipnea. Sepsis tergolong severe karena telah mengakibatkan
hipoperfusi jaringan sehingga menyebabkan disfungsi organ, ditandai dengan
meningkatnya ureum dan kreatinin.
Kecurigaan sumber infeksi berasal dari komplikasi pemasangan temporary
pace maker. Berdasarkan hasil penelitian dari 530 pasien yang dilakukan pemasangan
TPM, 3 diantaranya mengalami sepsis yang ditandai dengan demam dan leukositosis.
Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam (Golden
hours) setelah pasien didiagnosis sepsis. Identifikasi awal dan resusitasi yang
menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Resusitasi segera diberikan bila terjadi
hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya
stabilisasi hemodinamik tetapi juga mencakup pemberian antibiotik empirik dan
mengendalikan penyebab infeksi.
Pada pasien dilakukan loading cairan pada pasien dengan menggunakan
cairan kristaloid berupa NaCl 0,9% loading 200 ml. Berdasarkan guideline SSC tahun
2012, terapi resusitasi cairan utama pada kasus severe sepsis yang telah menyebabkan
hipoperfusi ke jaringan adalah cairan kristaloid, diberikan minimal sebanyak 30
ml/kgBB secepatnya. Jumlah cairan yang lebih banyak serta pemberian dalam waktu
yang lebih cepat dapat dindikasikan pada beberapa pasien, seperti pada pasien ini
diberikan jumlah cairan yang lebih banyak karena ada kecurigaan ke arah syok
karena tekanan darah pasien yang cenderung rendah.
Tiga pilar tatalaksana awal sepsis telah diterapkan pada pasien ini. Setelah
dilakukan resusitasi cairan, juga diberikan terapi antimikroba menggunakan antibiotik
spektrum luas. Pasien diberikan kombinasi antibiotik antara lain imipinem dan
cilastatin. Pemberian kombinasi antibiotik sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 3-5
hari, pasien sebaiknya segera diberikan antibiotik yang sesuai dengan sensivitas
bakteri patogen penyebabnya. Karena itu perlu dilakukan kultur bakteri dan sensivitas
antibiotik.
Pada sepsis terjadi pelepasan mediator-mediator inflamasi yang menyebabkan
vasodilatasi arteriol generalisata dan permeabilitas kapiler meningkat. Karena terjadi
vasodilatasi dan kebocoran kapiler difus.
Pasien diberikan vasopressor norepinephrin . Vasopresor digunakan untuk
mendorong terjadinya vasokonstriksi, sebagai pilihan utama adalah noreprinephrine
Setelah pemberian vasopresor, tekanan darah sedikit mengalami peningkatan. Karena
sepsis pada pasien telah menginduksi terjadinya refractory hypotension dan tidak
dapat diatasi dengan terapi cairan, maka pasien telah didiagnosis mengalami syok
sepsis.
Pasien sepsis mengalami hipermetabolik dan memerlukan oxygen delivery
yang tinggi untuk mempertahankan metabolisme, tetapi kontraktilitas miokardium,
sehingga diperlukan pemberian inotropik untuk meningkatkan cardiac output, sebagai
pilihan utama adalah dopamin,
Norepinerin dinaikan dari 0,05 mikron menjadi 0,7 mikron namun dan
ditambahkan dengan dopamin dimulai dengan 3 sampai 7 mikron akhirnya
didapatkan tekanan darah pasien 84/37 mmHg. Kemudian norepinefrin dinaikkan
kembali hingga 1,2 mikron dan dobutamin 10 mikron didapatkan tekanan darah
pasien 118/58.
Saat hasil laboratorium ulang didapatkan hasil berupa kadar leukosit menurun,
antibiotik yang tetap digunakan yaitu Inj. meropenem 1gr/8 jam, selain karena belum
terdapat hasil kultur, antibiotik ini dapat mencegah perkembangan bakteri anaerob
yang biasanya menjadi penyulit pada pasien-pasien yang di rawat di ICU. Pasien juga
mengalami hiperkalemia dan hipokalsemia sehingga diberikan lenal ace, Ca gluconas
dan Ca polistirene sulfonate.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in:Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
2. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With Severe
Sepsis. Cited May 2013.
3. Merx MW dan Weber C. Sepsis and the heart. Circulation. 2007. 116 : 793
802.
4. Tannehill D. Treating Severe Sepsis & Septic Shock in 2012. J Blood
DisordTransfus. 2012. 84 : 1-6.
5. Angus DC dan Poll VD.Review Article : Severe Sepsis and Septic Shock. N
ENGL J Med. 2013. 369 (9) : 840-848.
6. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM et
al.Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of
Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. Society of Critical Care Medicine and the
European Society of Intensive Care Medicine. 2013. 41(2): 580-635.
7. Annane D, Bellissant E and Cavaillon JM. Seminar : Septic shock.Lancet.2005.
365: 6378.
8. Pohan HT and Chen K. Penatalaksanaan Syok Septik. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata M dan Setiati S (eds.). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : InternaPublishing. 2010
9. Kontra JM.Evidence-Based Management of Severe Sepsis and Septic Shock. The
Journal of Lancaster General Hospital.2006. 1(2): 39-46.
10. Widodo D and Pohan HT. Bunga Rampai Penyakit Infeksi. Jakarta:2004: h.54-
88.
11. Eissa D, Carton EG dan Buggy DJ. Review article : Anaesthetic management of
patients with severe sepsis. British Journal of Anaesthesia. 2010. 105(6) :735-
743.

Anda mungkin juga menyukai