Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH TENTANG HIV/AIDS

Dosen Pembimbing: Ibu Dr. Marni B.r karo,Amd.Keb,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Marina Rissen (17.156.11.02.057)


2. Nita Putri (17.156.11.02.064)
3. Siti Euis (17.156.11.02.070)
4. Cindy Sonia (17.156.11.02.043)
5. Gita farera (17.156.11.02.050)
6. Meiske Syahputri (17.156.11.02.058)
7. Rada oktavia (17.156.11.02.065)
8. Dini (17.156.11.02.046)

Kelas : 2 B

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MEDISTRA INDONESIA

Jalan Cut Mutia Raya No 88A sepanjang Jaya Rawalumbu Bekasi


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan paper ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga paper ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman.
Harapan saya semoga paper ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi paper ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Paper ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Bekasi, november 2018

Penulis

2
Daftar isi

Kata Pengantar ................................................................................................................................ 2

Daftar Isi ........................................................................................................................................... 3

Bab 1 Pendahuluan

A.Latar Belakang .............................................................................................................................. 4

B.Perumusan Masalah ..................................................................................................................... 4

C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................................................... 4

Bab 2 Isi

A. tanda dan gejala HIV/AIDS........................................................................................................... 5

B. Cara mencegah terjadinya HIV/AIDS ........................................................................................... 8

C.Gejala dan Komplikasi HIV/AIDS ................................................................................................... 10

Bab 3 Penutup

A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 25

B. Saran ............................................................................................................................................ 25

Daftar Pustaka.................................................................................................................................. 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tingginya kasus penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired ImmnuneDeficiency


Syndrome (HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja, salah satupenyebabnya akibat
pergaulan bebas. Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10-
31% remaja yang belum menikah sudah pernah melakukanhubungan seksual. Di kota Denpasar
dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas(SLTA) yang baru duduk di kelas II, 155 orang
atau 23,4% mempunyai pengalamanhubungan seksual. Mereka terdiri atas putra 27% dan putri
18%. Data statistik nasionalmengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa
sekitar 75% terjangkithilangnya kekebalan daya tubuh pada usia remaja. Oleh karena itu penulis
ingin menelititentang pennyebab HIV/AIDS, gejala dan komplikasi HIV/AIDS, serta
penangananHIV/AIDS.

B. Perumusan Masalah

Berikut ini merupakan perumusan masalah dalam makalah ini.

1. Apakah HIV/AIDS itu ?

2. Apa penyebab HIV/AIDS ?

3. Apa saja gejala dan komplikasi HIV/AIDS ?

4. Bagaimana penanganan HIV/AIDS ?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS.

2. Mengetahui penyebab HIV/AIDS.

3. Mengetahui gejala dan komplikasi HIV/AIDS.

4. Mengetahui cara menangani HIV/AIDS

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tanda dan gejala penularan HIV/AIDS

Gejala awal infeksi HIV terbilang ringan dan mudah diabaikan. Tetapi, meski
terkadang tak menampakkan gejala yang nyata, orang yang terinfeksi HIV memiliki
potensi menularkannya kepada orang lain. Itulah satu dari banyak faktor mengapa penting
untuk mengenali gejala awal infeksi HIV. Selain itu, deteksi dini pada HIV sangat
diperlukan agar pihak yang terinfeksi bisa segera mendapatkan pengobatan. Pengobatan di
awal terjadinya infeksi bisa mengendalikan hingga memperlambat perkembangan virus.
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang sel darah
putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. HIV sering kali
disamakandengan AIDS. Padahal keduanya ini jelas berbeda walaupun saling berkaitan.
AIDS merupakan kepanjangan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yakni
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh akibat
terinfeksi HIV. Jadi, secara singkat, AIDS merupakan akibat dari HIV yang terus
berkembang.

CIRI GEJALA AWAL :


a) Sakit kepala
b) Demam
c) Kelelahan terus menerus
d) Pembengkakan kelenjar getah bening
e) Sakit tenggorokan
f) Ruam pada kulit
g) Nyeri pada otot dan sendi
h) Luka pada mulut
i) Luka pada organ intim
j) Sering berkeringat di malam hari

5
k) Diare

GEJALA HIV STADIUM I

Stadium 1 adalah fase di mana gejala awal sudah mulai hilang, disebut sebagai infeksi HIV
asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS. Pada tahap ini, pengidap HIV akan terlihat
normal, seperti orang sehat biasa pada umumnya, sehingga banyak yang tidak menyadari bahwa
mereka telah terinfeksi oleh virus HIV. Periode tanpa gejala dapat terjadi bertahun-tahun, bisa 5-
10 tahun tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Rata-rata, para penderita HIV akan berada di
stadium ini selama 7 tahun. Pada stadium ini, penderita tidak menunjukkan gejala, dan kalau pun
ada gejala, hanya berupa pembesaran kelenjar getah bening di berbagai bagian tubuh penderita,
misalnya leher, ketiak, dan lipatan paha.

GEJALA HIV STADIUM 2

Pada stadium ini, daya tahan tubuh sudah mulai turun. Virus menunjukkan aktivitasnya pada
daerah yang memiliki membran mukosa kecil. Gejalanya beragam, dan masih belum khas.
Biasanya hal ini terjadi pada pasien yang memiliki gaya hidup tidak berisiko tinggi dan masih
belum mengetahui bahwa dirinya sudah terinfeksi. Akibatnya, mereka tidak melakukan
pemeriksaan darah dan otomatis tidak memperoleh pengobatan dini untuk mencegah percepatan
masuk ke stadium infeksi HIV berikutnya. Gejalanya berupa:

1. Penurunan berat badan kurang dari 10% dari perkiraan berat badan sebelum terkena
penyakit, yang tidak diketahui penyebabnya. Penderita tidak dalam diet atau pengobatan
yang dapat menurunkan berat badan.
2. Infeksi saluran napas atas yang sering kambuh, seperti: sinusitis, bronkhitis, radang telinga
tengah (otitis media), radang tenggorokan (faringitis).
3. Herpes zoster yang berulang dalam 5 tahun.
4. Radang pada mulut dan stomatitis (sariawan) yang berulang.
5. Gatal pada kulit (papular pruritic eruption).
6. Dermatitis seboroik yang ditandai ketombe luas yang tiba-tiba muncul.
7. Infeksi jamur pada kuku dan jari-jari.

6
GEJALA STADIUM 3

Fase ini disebut fase simptomatik, yang sudah ditandai dengan adanya gejala-gejala infeksi primer.
Gejala yang timbul pada stadium III ini cukup khas sehingga kita bisa mengarah pada dugaan
diagnosis infeksi HIV/AIDS. Penderita biasanya lemah dan menghabiskan waktu 50% di tempat
tidur. Namun, diperlukan pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosis dengan tepat. Rentang
waktu dari stadium III menuju AIDS rata-rata 3 tahun. Gejala pada stadium III antara lain:

1. Penurunan berat badan lebih dari 10% dari perkiraan berat badan sebelumnya tanpa
penyebab yang jelas.
2. Mencret-mencret (diare) kronis yang tidak jelas penyebabnya lebih dari 1 bulan.
3. Demam yang terus menerus atau hilang timbul selama lebih dari 1 bulan yang tidak jelas
penyebabnya.
4. Infeksi jamur di mulut (candidiasis oral).
5. Oral hairy leukoplakia.
6. Tuberkulosis paru yang terdiagnosis 2 tahun terakhir.
7. Radang mulut akut nekrotik, ginggivitis (radang gusi), periodontitis yang berulang dan
tidak kunjung sembuh.
8. Hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan turunnya sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit

GEJALA STADIUM 4

Stadium ini disebut juga stadium AIDS, ditandai secara fisik dengan munculnya pembesaran
kelenjar limfa di seluruh tubuh dan selanjutnya muncul beberapa infeksi oportunistik. Pada
umumnya, kondisi tubuh sangat lemah dengan aktivitas di tempat tidur di atas 50%. Fase ini adalah
fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 yang kurang dari 200. Gejalanya antara lain:

1. HIV wasting syndrome, di mana penderita menjadi kurus kering dan tidak bertenaga.

7
2. Pneumonia pneumocystis: batuk kering, sesak yang progresif, demam, dan kelelahan
berat.
3. Infeksi bakteri yang berat seperti infeksi paru (pneumonia, emfisema, pyomyositis), infeksi
sendi dan tulang dan radang otak (meningitis).
4. Infeksi herpes simplex kronis (lebih dari 1 bulan).
5. Penyakit tuberkulosis di luar paru, misalnya tuberkulosis kelenjar.
6. Kandidiasis esofagus yaitu infeksi jamur di kerongkongan yang membuat penderita sangat
sulit untuk makan.
7. Sarkoma Kaposi.
8. Toxoplasmosis cerebral yaitu infeksi toksoplasma di otak yang dapat menyebabkan
abses/borok otak.
9. Encephalophaty HIV, keadaan di mana penderita sudah mengalami penurunan dan
perubahan kesadaran

MACAM CARA PENULARAN HIV/AIDS

1. Berhubungan seks
2. Penggunaan jarum suntik
3. Transfuse darah

CARA MENCEGAH TERKENANYA HIV/AIDS

1. Memakai kondom setiap kali inigin berhubungan seks


2. Hindari perilaku seksual yang beresiko
3. Hindari penggunaan jarum bekas
4. Pre-exposure prophylaxis (PrEP)

1. Mampu mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan siklus hidup

8
Tahapan awal

Di tahapan awal, ciri HIV dan AIDS pada wanita yaitu mirip seperti gejala flu, sehingga tidak
banyak yang menyadari bahwa kondisi yang mereka alami saat itu adalah tahapan awal dari
penyakit HIV dan AIDS. Ciri HIV dan AIDS pada wanita yang umum muncul dalam tahapan ini
adalah:

 Ruam pada tubuh


 Demam
 Sakit tenggorokan
 Sakit kepala

Sementara ciri yang kurang umum yang mungkin terjadi pada wanita di tahapan awal ini:

 Pembengkakan kelenjar getah bening


 Mual dan muntah
 Kelelahan
 Luka di mulut
 Infeksi vagina akibat jamur dan bakteri vaginosis
 Sering berkeringat di malam hari
 Nyeri otot dan sendi

Gejala dan tanda yang dialami oleh wanita pada tahap ini berlangsung selama setidaknya satu
hingga dua minggu. Setelah itu, maka ia akan masuk ke dalam tahapan selanjutnya.

Tahapan lanjut

Saat memasuki tahap ini, wanita yang terkena HIV dan AIDS tidak akan mengalami gejala, tanda,
dan ciri tertentu. Dalam tahapan lanjut, virus HIV sedang mengalami replikasi di dalam tubuh,
mulai memecah sistem imun, serta menyerang sel-sel yang membangun sistem imun. Kondisi ini
bisa terjadi dalam hitungan bulan bahkan tahunan.

9
Di beberapa kasus bahkan diketahui bahwa seseorang dapat mengalami tahapan ini selama lebih
dari sepuluh tahun. Walaupun tidak ada ciri, gejala, dan tanda khusus yang timbul, pada tahap ini
sistem kekebalan tubuh semakin melemah.

Tahapan akhir

Apabila seseorang tidak menjalani pengobatan apapun untuk mengatasi infeksi HIV-nya maka ia
akan memasuki tahap akhir dari penyakit HIV dan AIDS. Pada tahap ini virus HIV berhasil
mengambil alih semua sistem kekebalan tubuh,menyebabkan tubuh sangat lemah dan rentan
terhadap penyakit-penyakit infeksi. Dalam tahap akhir ini, ciri HIV dan AIDS pada wanita yang
sering muncul adalah:

 Diare akut
 Rasa mual dan muntah
 Penurunan berat badan yang signifikan
 Selalu merasa kelelahan
 Luka dan peradangan di mulut
 Infeksi vagina
 Pelvic Inflammatory Disease atau radang panggul. Peradangan ini menyerang bagian
reproduksi wanita seperti rahim, leher rahim, tuba fallopi, dan indung telur.
 Demam kronis
 Napas menjadi pendek
 Batuk kronis
 Kelenjar getah bening bengkak
 Mengalami gangguan sistem saraf
 Penurunan kemampuan mengingat
 Perubahan terhadap siklus haid, menjadi lebih sering atau bahkan jarang, darah yang keluar
sangat banyak, atau mengalami amenorrhea (tidak haid) selama lebih dari 90 hari.

2. Mampu mendiagnosis HIV/AIDS pada perempuan sesuai siklus hidup

10
1. Infeksi jamur di vagina

Vagina yang sehat sebenarnya mengandung bakteri dan jamur, namun ketika terjadi perubahan
keseimbangan antara jumlah bakteri dan jamur, jamur bisa berkembang biak lebih banyak.

Infeksi jamur vagina biasanya disebabkan oleh jamur candida albicans. Gejala yang dirasakan
yakni gatal, rasa seperti terbakar, nyeri saat buang air kecil ataupun melakukan seks. Kemunculan
jamur pada vagina ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah penurunan
kekebalan tubuh yang sering terjadi pada orang dengan HIV positif.

2. Penyakit kelamin

Penyakit kelamin yang terjadi pada wanita penderita HIV dapat berupa chlamydia dan gonore.
Selain itu juga trikomoniasis, yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Ketiganya dapat
ditularkan melalui hubungan seksual.

Gonore sebenarnya bisa dialami baik pria maupun wanita. Terdapat perbedaan gejala pada gonore
yang terjadi di wanita dan dengan gonore di pria. Gonore pada wanita hanya terlihat seperti gejala
ringan saja, hampir mirip dengan infeksi bakteri dan jamur pada umumnya. Sedangkan pada pria,
gonore biasanya menunjukkan gejala yang khas, seperti kencing nanah.

3. Infeksi human papilomavirus (HPV)

Infeksi human papilomavirus dapat menyebabkan kutil di kulit kelamin yang menimbulkan rasa
sakit, tidak nyaman, dan gatal. Pertumbuhan ini sangat berbahaya bagi wanita karena beberapa
jenis HPV dapat menyebabkan kanker pada leher rahim (serviks) dan vulva.

Sebenarnya kutil kelamin dapat terjadi juga pada pria, namun kejadian pada wanita lebih rentan
terhadap komplikasi terjadinya kutil kelamin ini.

4. Penyakit radang panggul

Penyakit radang panggul atau Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah infeksi yang terjadi pada
daerah rongga pelvis yang terdiri atas rahim, bagian tuba falopi, dan ovarium. Penyakit radang

11
panggul pada wanita yang positif HIV biasanya sulit disembuhkan. Gejala yang timbul juga bisa
berlangsung lebih lama dari biasanya atau kembali kumat lebih sering.

5. Perubahan siklus menstruasi

Wanita yang positif HIV bisa mengalami perubahan siklus menstruasi, bisa juga mengalami
menstruasi yang lebih berat dari biasanya atau tidak mengalami menstruasi sama sekali. Penderita
HIV juga memiliki gejala premenstruasi (PMS) yang lebih parah dari biasanya.

PMS adalah kondisi yang memengaruhi wanita menjelang haid datang. Biasanya yang sering
dialami adalah kecemasan, depresi, jerawat, kelelahan, sakit kepala. Sebenarnya PMS adalah
gejala yang banyak dialami oleh wanita yang menstruasi, bahkan 85% wanita usia subur
mengalami PMS sebelum menstruasi. Namun, pada orang dengan HIV positif, gejala-gejala
tersebut bisa terjadi lebih parah atau berat dari sebelumnya.

4.Asuhan Kebidanan pada perempuan dengan HIV/AIDS

Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan dengan HIVPada prinsipnya setiap
perempuan perlu merencanakan kehamilannya, namun pada perempuan dengan HIV perencanaan
kehamilan harus dilakukan dengan lebih hati-hati dan matang karena adanya risiko penularan HIV
kepada bayinya pencegahan penularan IMS, termasuk HIV dan AIDS, bila digunakan secara disiplin,
terus-menerus dan benar. Karena itu kondom harus digunakan oleh semua pasangan, baik yang hanya
satu maupun yang keduanya HIV positif. Kondom tidak melindungi infeksi yang berasal dari ulkus/lesi
pada selangkangan yang tidak tertutup olehnya. Walaupun telah menggunakan kondom, perempuan
dengan HIV dianjurkan untuk menggunakan metoda kontrasepsi lain untuk pencegahan kehamilan
(perlindungan ganda).Kegiatan yang dilakukan meliputi:

i) pencegahan dan penundaan kehamilan pada ibu dengan HIV melalui konseling dan penyediaan sarana
kontrasepsi yang aman dan efektif; dan

ii) perencanaan dan persiapan kehamilan yang tepat, jika ibu ingin hamil.

i) Pencegahan dan Penundaan Kehamilan pada Ibu dengan HIVPenggunaan kontrasepsi harus segera
dibicarakan dengan setiap perempuan dengan HIV setelah diagnosisnya ditegakkan. Pilihan kontrasepsi
berdasarkan urutan prioritas untuk ibu dengan HIV adalah sebagai berikut.

12
1. Kontrasepsi mantap atau sterilisasi: dengan adanya risiko penularan HIV ke bayi, bila ibu dengan HIV
sudah memiliki jumlah anak yang cukup, dipertimbangkan kontrasepsi mantap.

2. Kontrasepsi jangka panjang:

a. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR): metoda ini disarankan bila risiko IMS rendah dan pasangannya
tidak berisiko IMS. Sebaiknya pemasangan dilakukan segera setelah plasenta lahir, walaupun tidak
tertutup kemungkinan dipasang pada fase interval. Syarat-syarat pemasangan AKDR mengikuti standar
yang berlaku. Perlu perhatian khusus bila ada keluhan efek samping, seperti nyeri dan perdarahan.

b. Hormonal:

i. Pil KB kombinasi: aman dan efektif untuk perempuan dengan HIV yang tidak dalam terapi obat ARV
dan obat lain yang dapat meningkatkan enzim hati. ARV dapat menurunkan efektivitas pil KB kombinasi.

ii. Pil progesteron: direkomendasikan bagi perempuan dengan HIV yang tidak dalam terapi obat ARV,
karena ARV menurunkan efektivitas pil progesteron.

iii. Suntik progesteron jangka panjang: DMPA dapat digunakan bagi perempuan dengan HIV yang diberi
ART tanpa kehilangan efektivitas kontrasepsi. Metabolisme DMPA tidak dipengaruhi oleh obat ARV dan
tetap dapat diberikan dengan interval 12 minggu.

iv. Implan progesteron: implan etonorgeda perempuan dengan HIV yang tidak dalam terapi obat ARV.

5. Hiv pada ibu hamil

Diagnosis

Diagnosis infeksi HIV dapat dikonfirmasi melalui kultur virus langsung dari limfosit dan monosit darah
tepi. Diagnosis juga dapat ditentukan oleh deteksi antigen virus dengan polymerase chain reaction
(PCR). Terlihat penurunan jumlah CD4, ratio CD4 dan CD8 terbalik dan level serum imunoglobulin
meningkat pada HIV positif. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) merupakan tes skrining HIV
yang paling sering digunakan unruk mengidentifikasi antibodi spesifik virus, baik HIV tipe 1 maupun HIV
tipe 2. Tes ini harus dikonfirmasi dengan Western blot assay atau immunoflourescent antibody assay
(IFA), untuk mendeteksi antigen spesifik virus yaitu p24, gp120/160 dan gp41.

American Congress of Obstetrics and Gynecology (ACOG) merekomendasikan wanita berumur 19-64
tahun untuk melakukan skrining HIV secara rutin, khususnya wanita yang beresiko tinggi diluar umur
tersebut. Pada kunjungan prenatal pertama, ibu hamil harus melakukan skrining untuk infeksi HIV.
Apabila ibu menolak untuk melakukan tes, hal tersebut harus dicantumkan kedalam rekam medisnya
dan skrining bisa dilakukan lagi sebelum umur kehamilan 28 minggu. Apabila hasil tes negatif tetapi
dokter memutuskan bahwa ibu adalah resiko tinggi terinfeksi HIV, tes bisa diulang kembali pada
trimester ketiga.

13
Skrining untuk penyakit seksual lainnya, seperti herpes dan sifilis, juga dianjurkan pada kehamilan.
Pemeriksaan dengan spekulum vagina dikerjakan untuk mendapatkan hapusan sitologi servikal dan
assays untuk gonore dan klamidia. Skrining ini juga bisa dipakai untuk rubela, hepatitis B dan C, varisella
zoster, measles, CMV dan toksoplasmosis. Apabila tes tuberkulin kulit positif, torak foto sebaiknya
dikerjakan setelah umur kehamilan >12minggu untuk mengidentifikasi penyakit paru aktif. Ibu hamil
dengan HIV positif harus mendapat vaksin hepatitis A, hepatitis B, Pneumovax, untuk mencegah infeksi
pneumokokal dan virus influenza, termasuk vaksin H1N1.Selama kehamilan, status viral load (HIV RNA-
PCR) harus diperiksa setiap bulan sampai virus tidak terdeteksi, dan dilanjutkan 3 bulan sekali
setelahnya. Pengobatan yang tepat dapat menurunkan viral load sebanyak 1 sampai 2 log dalam bulan
pertama dan menghilang setelah 6 bulan pengobatan. Evaluasi jumlah CD4 juga sangat diperlukan untuk
mengetahui derajat imunodefisiensi, perencanaan terapi ARV, terapi antibiotik profilaksis dan metode
persalinan yang akan dilakukan.

Tata Laksana PrenatalSebelum konsepsi, wanita yang terinfeksi sebaiknya melakukan konseling dengan
dokter spesialis. Program ini membantu pasien dalam menentukan terapi yang optimal dan penanganan
obstetrik, seperti toksisitas ARV yang mungkin terjadi, diagnosis prenatal untuk kelainan kongenital
(malformasi atau kelainan kromosomal) dan menentukan cara persalinan yang boleh dilakukan.7,8
Wanita yang terinfeksi disarankan untuk melakukan servikal sitologi rutin, menggunakan kondom saat
berhubungan seksual, atau menunggu konsepsi sampai plasma viremia telah ditekan. Profilaksis
terhadap PCP tidak diperlukan, tetapi infeksi oportunistik yang terjadi harus tetap diobati. Status awal
yang harus dinilai pada ibu hamil dengan infeksi HIV adalah riwayat penyakit HIV berdasarkan status
klinis, imunologis (jumlah CD4 <400/ml) dan virologis (viral load tinggi). Riwayat pengobatan, operasi,
sosial, ginekologi dan obstetrik sebelumnya harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama.
Pemeriksaan fisik lengkap penting untuk membedakan proses penyakit HIV dengan perubahan fisik
normal pada kehamilan.

Intervensi untuk Mencegah Progresifitas Penyakit Pada Ibu Hamil.

Highly active anti-retroviral therapy (HAART) adalah kemoterapi antivirus yang disarankan oleh WHO
untuk ibu hamil sebagai pengobatan utama HIV selama masa kehamilan dan postpartum. Selain
memperbaiki kondisi maternal, HAART terbukti dapat mencegah transmisi perinatal yaitu dengan
mengurangi replikasi virus dan menurunkan jumlah viral load maternal.

Obat pilihan pertama yang boleh digunakan untuk ibu hamil adalah lamivudine (3TC) 150 mg dan
zidovudine (ZDV) 250 mg untuk golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), nevirapine
(NVP) 200 mg untuk golongan non-NRTIs (NNRTIs), indinavir 800 mg dan nelfinavir 750 mg untuk
golongan protease inhibitors(PI).2 Obat-obatan ini terbukti memiliki potensi teratogenik dan efek
samping maternal yang sanagt minimal. Sasaran terapi ARV pada kehamilan adalah untuk menjaga viral
load dibawah 1000 kopi/ml. Kombinasi terapi ARV dianjurkan untuk semua kasus yaitu 2 NRTIs/NNRTIs
dengan 1 PI.3,5 Berhubung ZDV merupakan satu-satunya obat yang menunjukkan penurunan transmisi
perinatal, obat ini harus digunakan kapan saja memungkinkan sebagai bagian dari HAART. Apabila viral
load <10,000 kopi/mL, monoterapi ZDV 250 mg dapat diberikan secara oral 2x sehari, dimulai antara
umur kehamilan 20 sampai 28 minggu. Jika wanita yang terinfeksi HIV ditemukan pada proses kelahiran,
14
baik dengan status HIV positif sebelumnya atau dengan hasil rapid test, lebih dari satu pilihan
pengobatan tersedia, tetapi semua harus termasuk infus ZDV.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14458&val=970

6. Promosi kesehatan HIV/AIDS pada wanita produktif

B. Pengertian Usia Produktif

Usia produktif yaitu usia antara 20-49 tahun. Dan di usia tersebut masih besar kemungkinan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti: bekerja, sekolah bahkan melakukan hubungan seksual. Namun,
saat ini usia produktif sangat rentan terkena HIV/AIDS. Mereka biasanya tertular HIV/AIDS karena
penyalahgunaan narkotika dan hubungan seks bebas.

Saat ini bukan hanya pelajar saja yang bisa tertular virus tersebut. Sekarang ini sudah banyak ibu rumah
tangga yang tertular virus tersebut. Mereka tertular karena suami mereka yang suka seks bebas dengan
PSK. Dan apabila ibu rumah tangga sedang hamil otomatis virus tersebut akan ditularkan pada janin
yang dikandungnya.

C. Penyebab HIV/AIDS pada Usia Produktif

Penyebab HIV/AIDS pada usia produktif sudah sangat memprihatikan. Hingga Juni 2011, Kementerian
Kesehatan telah menemukan hampir 4.000 kasus AIDS yang sebagian penderitanya masih dalam taraf
usia produktif. Berikut penyebab HIV/AIDS, yaitu:

Penularan melalui hubungan seksual

Transfusi darah dari orang yang terkena HIV/AIDS

Penyalahgunaan narkotika

Ibu hamil yang positif terkena HIV/AIDS dan menularkan pada janin.

D. Pencegahan HIV/AIDS pada Usia Produktif

Pencegahan virus ini sudah sangat berkembang secara cepat. Terlebih lagi akhir-akhir ini penyebarannya
sudah merambah pada usia produktif. Hingga Juni 2011, Kementerian Kesehatan telah menemukan
hampir 4.000 kasus AIDS yang sebagian penderitanya masih dalam taraf usia produktif. Berikut ini
pencegahan HIV/AIDS:

15
Jangan berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Setialah pada satu pasangan saja.

Bila Anda pengguna jarum suntik narkoba, maka gunakanlah jarum suntik yang baru.

Pastikan transfusi darah yang Anda terima bukan dari pengidap HIV/AIDS.

E. Peran Masyarakat

Saat ini Indonesia menjadi negara ke 4 terbesar dalam penularan HIV/AIDS. Tingkat kematian yang
terjadi setiap tahun selalu bertambah. Bahkan 83% disumbang oleh pria dan 82% disumbang oleh
wanita. Dan untuk tingkat kematian 70-80% per tahun terbesar karena HIV/AIDS. Namun, pada tahun
2005 lalu tingkat kematian virus HIV/AIDS menurun sebesar 21%.

Untuk itu peran masyarakat sekitar sangat diperlukan. Karena dukungan dari masyarakat sekitar mampu
menjauhkan dari HIV/AIDS. Selain itu, seringkanlah mengadakan sosialisasi tentang bahayanya HIV/AIDS
khususnya pada remaja dan ibu rumah tangga.

7. Manajemen asuhan kebidanan pada ibu menyusui dengan HIV/AIDS

Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan akan
berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV jangka pendek dan ASI
eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko penularan sebesar 5-15%
apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan tetapi, dengan terapi antiretroviral (ARV) jangka
panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang
menyusui secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.

Ibu dengan HIV yang sudah dalam terapi ARV memiliki kadar HIV sangat rendah,
sehingga AMAN untuk menyusui bayinya. Dalam Pedoman HIV dan Infant Feeding (2010),
World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
untuk bayi lahir dari ibu yang HIV dan sudah dalam terapi ARV untuk kelangsungan hidup anak
(HIV-free and child survival).

Faktor Ibu

Jumlah virus (viral load)

16
Resiko penularan HIV menjadi sangat kecil apabila kadar HIV dalam darah rendah (kurang dari
1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika kadar HIV dalam darah diatas 100.000 kopi/ml maka resiko
penularan akan sangat besar.

Jumlah sel CD4

Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah akan lebih beresiko menularkan HIV ke bayinya. Semakin
rendah sel CD4 maka resiko penularan HIV semakin besar.

Status Gizi selama hamil

Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil meningkatkan risiko ibu
untuk menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV
ke bayi.

Penyakit Infeksi selama hamil

Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual, infeksi reproduksi lainnya, malaria dan
TBC, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayinya.

Gangguan pada payudara

Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lainnya, seperti mastitis, abses dan luka di puting dapat
meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.

Faktor Bayi

Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir

Bayi lahir premature dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV karena
sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan baik.

Periode pemberian ASI

Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin besar.

Adanya Luka di mulut bayi

Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
17
Penatalaksanaan

HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun,
data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan
dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat retroviral, atau disingkat ARV)
bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan
HIV/AIDS menjadi lebih sehat, dapat bekerja normal dan produktif.Manfaat ARV dicapai
melalui pulihnya kerentanan ODHA terhadap infeksi oportunistik (Sudoyo, 2010).

Secara umum penatalaksanaan ODHA terdiri atas beberapa jenis, yaitu:

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV) jangka pendek
maupun ART jangka panjang.

Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkolusis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma Kaposi, limfoma, kanker
serviks

Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan
pendukung lain seperti dukungan psikologis dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan
perlu menjaga kebersihan. (Sudoyo, 2010)

Menurut WHO (2013), penatalaksanaan dilakukan pada ibu.

Merencanakan pemberian ARV tindak lanjut, pemberian harus dilakuan secara hati-hati tergantung dari
pengobatan dan tingkat VL dalam tubuh (pemberian ARV diberian seumur hidup atau selama periode
risiko penularan dari ibu ke anak, tergantung pada kebijakan nasional dan kelayakan ARV) serta lakukan
pemantauan pemberian pengobatan.

Diperlukan rencana tindak lanjut kepada anak yang terpajan HIV untuk meninjau rencana pemberian ASI
dan berikan perawatan ARV.

Pemberian Profilaksis kotrimoksazol.

Dukungan psikologis dari keluarga dan lingkungan serta tenaga kesehatan yang menangani.

18
Pemberikan konseling kepada keluarga mengenai perawatan dan pengobatan pada ibu dan bayi dengan
HIV/AIDS

Pilihan untuk menyusui bayinya atau tidak.

Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi melalui menyusui cukup tinggi 5-20%. Apabila ibu tidak
menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan akan berkurang jika ibu
mendapatkan ARV. Pemberian ARV jangka pendek dan ASI.

8. asuhan kebidanan pada bayi dan anak dengan HIV/AIDS

Penularan dari ibu ke bayi dan anak


Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat ditularkan dari ibu
yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan menyusui. Tanpa
pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal
sebelum ulang tahun kedua.

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang
meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:

Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)

Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif

Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya

Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang
terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya

Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, yaitu:

Penggunaan antiretroviral (ARV) selama kehamilan

Penggunaan antiretroviral (ARV) saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan

19
Penanganan obstetric selama persalinan

Penatalaksanaan selama menyusui

Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa
lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika
terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus
plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak.

Beberapa studi menunjukkan pemberian susu formula memiliki risiko minimal untuk
penularan HIV dari ibu ke bayi, sehingga susu formula diyakini sebagai cara pemberian
makanan yang paling aman. Namun, penyediaan dan pemberian susu formula
memerlukan akses ketersediaan air bersih dan botol susu yang bersih, yang di banyak
negara berkembang dan beberapa daerah di Indonesia persyaratan tersebut sulit
dijalankan. Selain itu, keterbatasan kemampuan keluarga di Indonesia untuk membeli
susu formula dan adanya norma sosial tertentu di masyarakat mengharuskan ibu
menyusui bayinya.

Sangat tidak dianjurkan menyusui campur (mixed feeding, artinya diberikan ASI
dan PASI bergantian). Pemberian susu formula yang bagi dinding usus bayi merupakan
benda asing dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus, sehingga
mempermudah masuknya HIV yang ada di dalam ASI ke peredaran darah.
Penentuan status HIV pada bayi/anak (usia <18 bulan) dari ibu HIV tidak dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan diagnosis HIV (tes antibodi) biasa. Pemeriksaan
serologis anti-HIV dan pemeriksaan virologis HIV RNA (PCR) dilakukan setelah usia 18
bulan atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila hasilnya
positif, maka harus diulang setelah usia 18 bulan.

Pada saat menangani bayi baru lahir dari ibu HIV/AIDS, gunakan prinsip-prinsip kewaspadaan
universal (universal precautions), yaitu:

Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Gunakan alat pelindung diri yang sesuai.

Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk setelah melepas sarung
tangan.
20
Dekontaminasi cairan tubuh pasien.

Memakai alat sekali pakai/mensterilisasi semua alat yang telah dipakai atau tercemar.

Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan. Membuang limbah yang tercemar secara
benar dan aman.

Penatalaksanaan umum pada bayi dari ibu HIV/AIDS:

Penghisapan lendir bayi tidak boleh dilakukan dengan penghisap mulut, melainkan dengan
suction penghisap lendir yang dihubungkan dengan mesin penghisap.

Perlakukan bayi seperti individu yang tidak terinfeksi.

Pencegahan infeksi harus dilakukan agar bayi terhindar dari transmisi infeksi dari ibu ke bayi.

Ibu bayi harus diberitahu agar menghindari bayinya terkena sekresi tubuhnya.

Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko penularan HIV melalui
ASI. Konseling diberikan sejak perawatan antenatal atau sebelum persalinan. Pengambilan
keputusan oleh ibu dilakukan setelah mendapat informasi secara lengkap. Pilihan apapun yang
diambil oleh ibu harus didukung.

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu melahirkan. Ibu
akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan
perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapi masalah stigma dan
diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Faktor kerahasiaan status HIV ibu dan bayi sangat
penting dijaga. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya.

Menurut Depkes RI (2003), WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan HIV
dari ibu ke anak dan anak, yaitu dengan mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS,
apabila sudah dengan HIV/AIDS dicegah supaya tidak hamil, apabila sudah hamil dilakukan
pencegahan supaya tidak menular pada bayi dan anaknya, namun bila ibu dan anak sudah terinfeksi
maka sebaiknya diberikan dukungan dan perawatan bagi ODHA dan keluarga.

21
Bayi yang beresiko tertular HIV diantaranya :

Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual

Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti

Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena

Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang

Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril

Tanda dan Gejala

Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah:

Gangguan tumbuh kembang

Kandidiasis oral

Diare kronis

Hepatosplenomegali (pembesaran hepar dan lien)

Penularan

Penularan HIV dari bayi kepada bayinya dapat melalui:

Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)(5-10 %)

Selama persalinan (intrapartum)(10-20 %)

Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi (postpartum)

Bayi tertular melalui pemberian ASI

22
Sebagian besar (90%), infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu, hanya sekitar 10%
yang terjadi karena proses tranfusi.

Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :

Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah
sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV.

Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan
dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi
resiko penularan sebanyak 80%.

Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI

9. membangun pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan HIV/AIDS

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang merupakan virus yang
melemahkan kekebalan tubuh manusia. Artinya virus ini menyerang dan menghancurkan sistem
kekebalan tubuh manusia. Sistem kekebalan merupakan sistem pertahanan tubuh yang alami untuk
melawan segala jenis infeksi dan penyakit (Kit Informasi Guru, 2009). Pertama kali dikenal pada
tahun 1981 dan pada dua dekade selanjutnya AIDS tumbuh menjadi penyebab utama kedua beban
penyakit diseluruh dunia dan menjadi penyebab utama kematian di Afrika (Mandal, Wilkins,
Dunbar, Mayon-White, 2008).

World Health Organization (WHO) dan United Nations Proramme on HIV/AIDS


(UNAIDS), dua organisasi dunia member peringatan bahaya kepada 3 negara di Asia yang saat ini
disebut-sebut berada pada titik infeksi HIV. Kini diseluruh dunia diperkirakan lebih dari 41 juta
orang yang mengidap HIV/AIDS. Sekitar 75% yang tertular HIV/AIDS berada dikawasan Asia
Pastifik dan Afrika. Lebih dari 20 juta jiwa telah meninggal karena AIDS (WHO, 2015).
Peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan akan terus bertambah, 12-19
23
juta orang rawan untuk terkena HIV dan diperkirakan ada 184.929 penduduk yang tertular HIV
(Depkes, 2015).

Pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa kebijakan dan program penanggulangan


penyebaran HIV/AIDS. Pemerintah telah membuat komitmen serius untuk meningkatkan rawatan,
dukungan dan pengobatan dengan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan HIV/AIDS
dilakukan oleh pemerintah melalui konseling, pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan.

Stigma adalah pandangan buruk terhadap orang lain. Stigma muncul karena kurangnya
pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS. Cara memperbaiki pengetahuan tentang HIV/AIDS
salah satunya dapat dilakukan dengan memberi pendidikan kesehatan. Stigma dan diskriminasi
yang masih kuat terhadap orang dengan HIV positif menjadi salah satu hambatan dalam upaya
penanggulangan HIV. Stigma dan diskriminasi bukan hanya mempengaruhi hidup orang yang
positif HIV, namun juga orang-orang yang hidup dilingkungan sekitarnya seperti, pasangan hidup,
keluarga atau bahkan perawat atau pendampingnya (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Penyuluhan kesehatan pada hakikatnya merupakan satu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan
pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan
tentang kesehatan. Akhirnya pengetahuan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan
perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dan
cara penularannya menjadi salah satu faktor pendukung stigma pada masyarakat terhadap orang
dengan HIV/AIDS, stigma adalah segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas
sosial seseorang, mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan sosial secara utuh
(Goffman,2005 (dalam Utomo 2014).

BAB III
PENUTUP

24
3.1 KESIMPULAN
HIV adalah virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orangyang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupunmudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambatlaju perkembangan
virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisadisembuhkan

3.2 SARAN
Sebagai generasi muda, kita harus menjaga diri kita agar kita tidak terjerumuske
dalam pergaulan bebas karena itu merupakan cikal bakal menularnya virusHIV/AIDS

25
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/11263179/pengertian_gejala_penularan_dan_pencegahan_HIV_AID
S

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/aid(2).pdf

https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/ciri-hiv-dan-aids-pada-wanita/

https://www.researchgate.net/publication/265569927_KUALITAS_HIDUP_WANITA_P
ENDERITA_AIDS_DAN_WANITA_PASANGAN_PENDERITA_AIDS_DI_KABUP
ATEN_BANDUNG_BARAT
https://jurnal.ugm.ac.id/jmpk/article/download/2640/2365
https://fitrianikayla64.wordpress.com/2013/06/18/asuhan-kebidanan-pada-bayi-baru-
lahir-dengan-hivaids.pdf
https://media.neliti.com/.../126323-ID-stigmatisasi-bidan-pada-ibu-PDF.
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/who_ilo_guidelines_indonesian(2).pdf

26

Anda mungkin juga menyukai