PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Stigma adalah prasangka memberikan label sosial yang bertujuan untuk
memisahkan atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap
atau pandangan buruk. Dalam prakteknya, stigma mengakibatkan tindakan
diskriminasi, yaitu tindakan tidak mengakui atau tidak mengupayakan pemenuhan
hak-hak dasar individu atau kelompok sebagaimana selayaknya sebagai manusia
yang bermartabat. Stigma dan diskriminasi masih sering terjadi pada orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) (Kemenkes RI, 2012).
Stigma masyarakat terhadap Orang Dengan HIV&AIDS sampai sekarang ini
masih sangat besar. Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan
pada gilirannya akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA dan
keluarganya, hal semacam itu dapat memperparah epidemik HIV&AIDS. Mereka
menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara kebisuan dan
penyangkalan tentang HIV&AIDS, seperti juga mendorong keterpinggiran
ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV. \
Mengingat HIV&AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan
narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan
takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat. Bentuk lain
dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh ODHA dengan persepsi negatif
tentang diri mereka sendiri1. Stigma yang dihubungkan dengan penyakit
menimbulkan efek psikologi yang berat tentang bagaimana ODHA melihat diri
mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong dalam beberapa kasus terjadinya depresi.
Orang dengan HIV menerima perlakuan yang tidak adil dan stigma karena
penyakit yang dideritanya.
Stigma pada ODHA melekat kuat karena masyarakat masih memegang teguh
nilai-nilai moral, agama dan budaya atau adat istiadat etika ketimuran (Indonesia)
dimana masyarakatnya belum/tidak membenarkan adanya hubungan di luar nikah
dan seks dengan berganti-ganti pasangan, sehingga virus ini menginfeksi
seseorang maka dianggap sebagai sebuah balasan akibat perilakunya yang
merugikan diri sendiri. Hal ini terjadi karena masyarakat menganggap ODHA
sebagai sosok yang menakutkan. Oleh karena itu mencibir, menjauhi serta
menyingkirkan ODHA adalah sebuah hal biasa karena menjadi sumber penularan
bagi anggota kelompok masyarakat lainnya. Justifikasi seperti inilah yang keliru
atau salah karena bisa saja masyarakat tidak mengerti bahwa penularan virus
HIV itu tidak hanya melalui hubungan seksual akibat “jajan sex” tetapi ada
banyak korban ODHA yang tertular akibat penyebab lain seperti jarum suntik,
transfusi darah ataupun pada bayi-bayi yang tidak berdosa karena ibunya adalah
ODHA.
Berdasarkan data dari DINKES Propinsi Riau tahun 2013 bahwa jumlah kasus
penderita HIV di 12 Kabupaten/Kota, Pekanbaru merupakan jumlah penderita
terbanyak yaitu 482 kasus HIV dan 521 kasus AIDS. Jumlah penderita HIV/AIDS
ini selalu bertambah jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2012
sebanyak 289 kasus HIV dan 389 kasus AIDS. Dilihat dari jumlah kasus HIV/
AIDS dari tahun ketahun, jumlah kasus AIDS selalu lebih tinggi dibandingkan
dengan kasus HIV, ini menandakan bahwa permasalahan tentang HIV/AIDS ini
belum semua dapat dikendalikan. Salah satu kendala dalam pengendalian
penyakit HIV/AIDS adalah stigma dan diskriminasi terhadap penderita
HIV/AIDS (ODHA). Stigma dan diskriminasi terkait HIV bertahan sebagai
hambatan utama untuk HIV yang efektif respon di semua bagian dunia , dengan
survei nasional menemukan bahwa diskriminasi pengobatan orang yang hidup
dengan HIV terus terjadi dibeberapa aspek kehidupan, termasuk akses ke
perawatan kesehatan (UNAIDS, 2013).
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Stigma Dan Deskriminasi HIV AIDS
Stigma pada ODHA adalah sebuah penilaian negatif yang diberikan oleh
masyarakat karena dianggap bahwa penyakit HIV-AIDS yang diderita sebagai
akibat perilaku yang merugikan diri sendiri dan berbeda dengan penyakit akibat
virus lain. Ditambah lagi kondisi ini diperparah karena hampir sebagian besar
kasus penularan HIV pada ODHA disebabkan karena aktivitas seksual yang
berganti-ganti pasangan.
4) Stigma terhadap orang-orang yang terkait dengan ODHA, misalnya keluarga dan
teman
dekatnya.
penolakan dalam pelayanan kesehatan bahkan perlakuan yang berbeda pada ODHA
oleh
petugas kesehatan.
8) Pengorbanan, misalnya anak-anak yang terinfeksi HIV atau anak-anak yang orang
tuanya
9) Pelanggaran hak asasi manusia, seperti pembukaan status HIV seseorang pada
orang lain
tanpa seijin penderita, dan melakukan tes HIV tanpa adanya informed consent (Diaz
et al,
2011).
risiko tertular yang berlebihan melalui kontak biasa dan sikap negatif terhadap
kelompok sosial
Persepsi terhadap pengidap HIV atau penderita AIDS akan sangat mempengaruhi
bagaimana
orang tersebut akan bersikap dan berperilaku terhadap ODHA. Persepsi terhadap
ODHA
berkaitan dengan nilai -nilai seperti rasa malu, sikap menyalahkan dan menghakimi
yang
berhubungan dengan penyakit AIDS tersebut. Cock, dkk tahun 2002 menyatakan
bahwa stigma
dan diskriminasi terhadap ODHA berhubungan dengan persepsi tentang rasa malu
(shame) dan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi munculnya stigma
dan
diskriminasi terhadap ODHA. Mahendra pada tahun 2006 menyatakan bahwa jenis
tenaga
4) Lama Bekerja
Lama kerja atau lama tugas seorang tenaga kesehatan untuk melakukan jenis
pekerjaan
5) Umur
Umur secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap kinerja fisik dan perilaku
seseorang.
Contoh dari stigma dan diskriminasi yang dihadapi mereka adalah: isolasi, pemberian
label nama atau metode lain yang mengidentifikasikan seseorang sebagai HIV positif,
pelanggaran kerahasiaan, perlakuan yang negatif dari staf, penggunaan kata-kata dan
bahasa tubuh yang negatif oleh pekerja kesehatan, juga akses yang terbatas untuk
fasilitas-fasilitas rumah sakit.
Berdasarkan data dari Badan Narkotika dan HIV-AIDS Sulawsi Delatan terdapat 5
langkah untuk mengeliminasi stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA,
yang harus dilakukan oleh para penggiat HIV-AIDS antara lain :