Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH PENANGANAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT

MENULAR DAN TIDAK MENULAR

DISUSUN OLEH :

ERAT SUMARNI

IMAS KURNIASIH

NINA MULHAYATI

SISKA NITA ANDINI

KEVIN KARTINI

GRACE ELTIN

RIA JUNITA

SUSI SUSANTI N

TAPIP MIFTAH

RIVANDI FIRHAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN BUDI LIHUR

CIMAHI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Epidemiologi dan Biostatistika

dengan judul “Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata

sempurna baik dari sisi materi dan penulisan nya. Kami dengan rendah hati dan

tangan terbuka menerima berbagai masukan maupun saran yang bersifat membangun

yang diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.

Bandung , 22 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 3
C. Tujuan Masalah .......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
1. Konsep Penyakit Menular
A. Pengertian ................................................................................. 5
B. Gambaran Penularan/Penyebaran ............................................ 5
C. Rantai Penularan ........................................................................ 8
D. Klasifikasi Penyakit Menular ....................................................... 12
E. Kegiatan Surveilans ................................................................... 17
F. Cara Pengendalian/Pencegahan Penyakit Menular .................... 21
2. Konsep Penyakit Tidak Menular
A. Pengertian .................................................................................. 26
B. Faktor-faktor Resiko ................................................................... 28
C. Kegiatan Surveilans ................................................................... 29
D. Cara Pengendalian/Pencegahan PTM ........................................ 30
E. Klasifikasi PTM ............................................................................ 31

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................... 34
B. Saran ............................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang

dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan

pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar

upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya

yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya. Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

(SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun

Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Selanjutnya Menteri Kesehatan

mengamanahkan bahwa Renstra Kementerian Kesehatan harus dijabarkan

dalam Rencana Aksi Program Unit Eselon I. Pembangunan kesehatan pada

periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran

meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui

upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan

perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Program

Indonesia dituangkan dalam sasaran pokok RPJMN 2015-2019 yaitu: (1)

meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya

1
pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan

perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal

melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan,

(5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6)

meningkatkan responsivitas sistem kesehatan. Program Indonesia Sehat

dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan

pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar paradigma

sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam

pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan

masyarakat. Pilar penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan

strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem

rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan

pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan.

Sementara itu pilar jaminan kesehatan Lampiran I Keputusan Direktur

Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit nasional dilakukan

dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan

kendali biaya. Program Indonesia Sehat dilaksanakan melalui Pendekatan

Keluarga dan GERMAS. Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara

Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan

mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah

kerjanya dengan mendatangi keluarga. Program Indonesia Sehat melalui

Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh Puskesmas dengan pendekatan

siklus kehidupan atau life cycle approach, mengutamakan upaya promotif-

preventif, disertai penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat

(UKBM). Kunjungan Keluarga dilakukan Puskesmas secara aktif untuk

peningkatan outreach dan total coverage. Melalui kunjungan keluarga, tim

2
Puskesmas sekaligus dapat memberikan intervensi awal terhadap

permasalah kesehatan yang ada di setiap keluarga. Kondisi kesehatan

keluarga dan permasalahannya akan dicatat pada Profil Kesehatan

Keluarga (Prokesga), yang akan menjadi acuan dalam melakukan evaluasi

dan intervensi lanjut. Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit

menular dan tidak menular, pendekatan keluarga dan GERMAS diarahkan

pada upaya to detect (deteksi) yang merupakan upaya deteksi dan

diagnosis dini penyakit; to prevent (mencegah) yang merupakan upaya

untuk untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya penyakit; upaya to

response (merespon) yang dilakukan dengan menangani kejadian penyakit,

penggerakan masyarakat, dan pelaporan kejadian penyakit; to protect

(melindungi) yang merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari

risiko terpapar penyakit menular dan tidak menular; dan to promote

(meningkatkan) yang merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat sehingga tidak mudah terpapar penyakit menular

dan tidak menular.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah

ini adalah bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit

menular dan tidak menular ?

C. TUJUAN MASALAH

1. Tujuan Umum

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya

pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular.

3
2. Tujuan Khusus

a. Menambah wawasan tentang perbedaan penyakit menular dan

tidak menular.

b. Menambah wawasan tentang faktor yang mempengeruhi terjadinya

penyakit menular maupun tidak menular.

c. Menambah wawasan tentang cara pencegahan pada penyakit

menular dan tidak menular.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Penyakit Menular

A. Pengertian

Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat menular ke

manusia yang disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri,

jamur, dan parasit.

Penyakit menular infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh

transmisi suatu agent infeksius tertentu produk toksiknya dari manusia

atau hewan yang terinfeksi ke host yang rentan, baik secara langsung

atau tidak langsung.

B. Gambaran Penularan/ Penyebaran

a. Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik(terselubung)

Kelompok penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita tanpa

gejala atau hanya gejala ringan saja, tidak tampak pada berbagai

tingkatan, patogenisitas rendah.

Contoh : Tuberkulosis, Poliomyelitis, Hepatitis A

b. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas Kelompok dengan bagian

terselubung kecil , sebagian besar penderita tampak secara klinis

dan dapat dengan mudah didiagnosa, karena umumnya penderita

muncul dengan gejala klasik.

Contoh : Measles, Chickenpox.

5
c. Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian

Kelompok penyakit yang menunjukkan proses kejadian yang

umumnya berakhir dengan kelainan atau berakhirnya dengan

kematian.

Contoh : Rabies

Komponen Proses Penyakit Menular

1) Faktor Penyebab Penyakit Menular

Pada proses perjalanan penyakit menular didalam masyarakat.

Faktor yang memegang peranan penting :

a. Faktor penyebab atau agent yaitu organisme penyebab

penyakit

b. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources

c. Cara penularan khusus melalui mode oftransmission

Sumber Penularan

a. Penderita

b. Pembawa kuman

c. Binatang sakit

d. Tumbuhan/benda

Cara Penularan

a. Kontak langsung

b. Melalui udara

c. Melalui makanan atau minuman

d. Melalui vector

Keadaan Pejamu

a. Keadaan umum

b. Kekebalan

c. Status gizi

6
d. Keturunan

Cara keluar dari sumber dan cara masuk ke pejamu melalui:

a. Mukosa atau kulit

b. Saluran pencernaan

c. Saluran pernapasan

d. Saluran urogenitalia

e. Gigitan ,suntikan, luka

f. Placenta

2) Interaksi Penyebab dengan Pejamu

a. Infektivitas

Infektivtas adalah kemampuan unsur penyebab atau agent untuk

masuk dan berkembang biak serta menghasilkan infeksi dalam

tubuh pejamu.

b. Patogenesis

Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit

dengan gejala klinis yang jelas.

c. Virulensi

Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis

yang berati terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas.

d. Imunogenisitas

Imunogenisitas adalah suatu kemampuan menghasilkan

kekebalan atau Imunitas

3) Mekanisme Patogenesis

a. Invasi jaringan secara langsung

b. Produksi toksin

c. Rangsangan imunologis atau reaksi alergi yang menyebabkan

kerusakan pada tubuh pejamu

7
d. Infeksi yang menetap (infeksilaten)

e. Merangsang kerentanan pejamu terhadap obat dalam

menetralisasi toksisitas

f. Ketidak mampuan membentuk daya tangkal (immunosupression)

4) Sumber Penularan

a. Manusia sebagai reservoir

Kelompok penyakit menular yang hanya dijumpai atau lebih

sering hanya dijumpai pada manusia. Penyakit ini umumnya

berpindah dari manusia kemanusia dan hanya dapat

menimbulkan penyakit pada manusia saja.

b. Reservoir binatang atau benda lain selain dari manusia sebagai

reservoir maka penyakit menular yang mengenai manusia dapat

berasal dari binatang terutama yang termasuk dalam kelompok

penyakit zoonosis. Beberapa penyakit Zoonosis utama dan

reservoir utamanya.

C. Rantai Penularan

Setiap penyakit pasti timbul melalui proses kejadian yang

umumnya relatif tetap. Suatu proses pasti melalui langkah-langkah

tertentu, dapat pendek tetapi juga dapat panjang. Rantai infeksi terjadi

sebagai akibat dari interaksi agent, proses transmisi dan host. Efeknya

bervariasi dari infeksi yang tidak tampak sampai penyakit parah serta

kematian.

8
Waktu

Pejamu Tahap Tahap kesakitan sub Tahap


yang pykt sub klinis Penyembuhan
rentan klinis Diagnosi kecacatan/
s kematian
dicari
Kasus serius di
rawat inapkan

Titik
Awitan
pajanan
gejala
Awal proses &
perubahan
patologi di dlm
tubuh

Gambar 1.1 Perjalanan alami penyakit


menular

Tujuan utama epidemiologi penyakit menular adalah untuk menjelaskan

proses infeksi dengan maksud untuk mengembangkan ,

mengimplementasikan dan mengevaluasi alat pengendalian yang tepat.

Pengetahuan tentang masing-masing factor yang ada dalam sebuah

rantai infeksi diperlukan sebelum intervensi yang efektif dapat dilakukan.

Pada proses kejadian penyakit, khususnya penyakit menular terdapat

beberapa komponen penting yaitu:

a. Sumber penyakit (source of infection)

Sumber infeksi adalah orang, binatang/ obyek tempat asal agent yang

menginfeksi pejamu. Sumber penyakit terdiri dari:

1) Makhluk hidup, yaitu manusia atau binatang, dimana makhluk

tersebut dapat sebagai :

a) Innapparet Infection yaitu; orang yang telah terkena infeksi

(kemasukan bibit penyakit) tetapi geja dan tanda penyakitnya

9
tidak terlihat meskipun telah melewati masa inkubasinya, namun

pemeriksaan laboratoris menunjukan perubahan (positif).

b) Subclinical Infection, yaitu; orang yang telah terkena infeksi

tetapi gejala dan tanda penyakit belum tampak karena masa

inkubasinya belum selesai, sedangkan pemeriksaan

laboratorium kemungkinan besar sudah positif.

c) Penderita (case), yaitu; orang yang telah mempunyai gejala dan

tanda penyakit, serta pemeriksaan laboratoriumnya jelas positif.

d) Carrier, yaitu; orang yang pernah sakit tetapi gejala dan tanda

penyakitnya tidak tampak lagi, namun di tubuhnya masih

mengandung kuman maka tes laboratorium tetap positif.

2) Benda mati, yang berupa alam (misalnya musim dingin), dan benda

(misalnya makanan beracun).

Sumber-sumber penyakit inilah yang sebenarnya mempertahankan

keberadaan penyakit menular dimasyarakat.

Beberapa penyakit menular, hanya sebagian kecil penderita yang

ditemukan di masyarakat, sedangkan sebagian besar tidak tampak.

Hal ini disebut sebagai konsep Iceberg Phenomena (fenomena

gunung es). Hal ini mungkin terjadi karena adanya sumber-sumber

penyakit yang telah disebutkan diatas, dll.

3) Pejamu (Host)

Host adalah orang atau binatang yang masih sehat yang

memberikan tempat yang cocok bagi suatu agent yang infeksius

untuk tumbuh dan memperbanyak diri dalam kondisi yang alamiah.

Beberapa istilah yang harus dikenali yaitu Inkubasi adalah waktu

antara masuknya agent infeksius dan munculnya gejala penyakit.

Imunisasi adalah perlindungan terhadap individu yang rentan

10
terhadap penyakit menular dengan memberikan agent infeksius

yang hidup yang telah dimodifikasi.

4) Penyebab Penyakit (Agent)

Penyebab penyakit khususnya penyakit menular adalah agent

infeksi. Infeksi adalah masuk dan berkembangnya sebuah agent

yang infeksius di dalam host. Infeksi tidak sama dengan penyakit,

karena kadang infeksi tidak menghasilkan penyakit secara klinik.

Patogenitas agent adalah kemampuan menghasilkan

penyakit.diukur menurut rasio jumlah orang yang menderita

penyakit terhadap jumlah orang yang terpapar. Virulensi adalah

ukuran tingkat keganasan penyakit dari yang rendah sampai tinggi.

Infektivitas adalah kemampuan agent menginvasi/ memproduksi

infeksi dari host.Reservoir adalah habitat alamiah agent yang

infeksius dan dapat meliputi sumber lingkungan.

5) Perantara (transmitter)

Transmisi adalah penghubung kedua didalam rantai infeksi yang

merupakan penyebaran agent infeksius melalui lingkungan /

manusia yang lainnya.

Perantara dapat berupa makhluk hidup, yaitu; serangga (vektor),

molusca, hewan, bahkan juga manusia. Benda mati (vehicle),

berupa makanan, minuman, hasil produksi yang terkontaminasi.

a) Transmisi langsung adalah pemindahan agent infeksius dari

host yang terinfeksi/ reservoir ke suatu tempat masuk yang tepat

yang mengakibatkan infeksi pada manusia. Berupa kontak

langsung melalui ciuman, sentuhan, hubungan kelamin, dll.

11
b) Transmisi tidak langsung adalah penularan melalui vehikel/

material (makanan, pakaian, alat masak), vector/ binatang

(serangga), udara (droplet), parenteral (suntikan).

6) Lingkungan (Enviroment)

Lingkungan berperan penting dalam penyebaran penyakit.

Lingkungan terdiri dari:

a) Fisik (alam), misalnya tanah, udara, dan air

b) Fisik dan atau sosial, berupa kumpulan manusia atau

masyarakat.

c) Biologik, yang dapat berupa flaura dan fauna.

D. Klasifikasi Penyakit Menular

a. HIV AIDS dan IMS

Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai Maret 2015,

HIV-AIDS tersebar di 390 kab/kota dari 514 Kabupaten/Kota di

seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah kumulatif infeksi HIV sampai

dengan Maret 2015 dilaporkan sebanyak 167.350 kasus dan

jumlah AIDS yang dilaporkan sebanyak 66.835 orang. Sedangkan

jumlah ODHA yang mendapatkan ARV sampai bulan Maret 2015

sebanyak 53.233 orang. Kecenderungan prevalensi kasus HIV

pada penduduk usia 15 - 49 meningkat. Pada awal tahun 2009,

prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49 tahun hanya

0,16% namun meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011,

meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012, dan terus meningkat

menjadi 0,36% pada 2015. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

menemukan ODHA, diantaranya dengan memberikan pengobatan

dan perawatan ODHA untuk mencegah penularan kepada orang

12
yang belum terinfeksi, mengedukasi masyarakat untuk

meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap

HIV AIDS, pemberian Layanan Komprehensif Berkesinambungan

(LKB) di beberapa kabupaten/kota di Indonesia serta penerapan

SUFA (Strategic Use of ARV) dalam upaya pencegahan dan

pengobatan untuk mendukung akselerasi upaya pencegahan dan

penanggulangan HIV AIDS. Selain upaya tersebut, pelaksanaan

tes pada populasi kunci dan upaya lain juga terus dilakukan.

b. Tuberkulosis

Merupakan salah satu penyebab utama kematian dimana

sebagian besar infeksi terjadi pada orang antara usia 15 dan 54

tahun yang merupakan usia paling produktif, hal ini menyebabkan

peningkatan beban sosial dan keuangan bagi keluarga pasien.

Studi pada tahun 2013 The Economic Burden of TB in Indonesia,

memberikan gambaran bahwa peningkatan jumlah kasus memiliki

dampak yang besar pada beban ekonomi. Sebagai gambaran,

pada tahun 2011 angka penemuan kasus TB adalah 72,7% dan TB

MDR adalah 6,7% maka beban ekonomi yang diakibatkan adalah

14 Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi) Rp.27,7 triliu,

tetapi jika angka penemuan kasus TB ditingkatkan menjadi 92,7%

dan TB MDR 31,4% maka beban ekonomi diturunkan menjadi Rp.

17,4 triliun. Dengan penambahan investasi untuk biaya pengobatan

sebesar Rp. 455 miliar untuk peningkatan penemuan kasus maka

akan didapat pengurangan beban ekonomi sebesar Rp. 10,4 triliun,

dan adanya penurunan jumlah kematian terkait TB akan berkurang

sebesar 37%, dari 95.718 ke 59.876. Dari gambaran tersebut

13
terlihat bahwa langkah pencegahan penularan di masyarakat harus

menjadi prioritas utama dalam program Pengendalian TB.

Untuk mengatasi permasalahan TB, diperlukan kerja sama lintas

sektor karena prevalensi/beban TB disebabkan oleh multisektor

seperti kemiskinan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan

disparitas yang terlalu besar, masalah sosial penganguran dan

belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB

khususnya di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan

(DTPK). Permasalahan tersebut memacu Kementerian Kesehatan

untuk terus melakukan intensifikasi, akselerasi, eketensifikasi dan

inovasi melalui Strategi Nasional Penanggulangan TB antara lain :

1) Peningkatan Akses layanan TOSS (Temukan Obati Sampai

Sembuh) -TB bermutu melalui Peningkatan jejaring layanan TB

(public-private mix), penemuan aktif berbasis keluarga dan

masyarakat, penemuan intensif melalui kolaborasi (TB-HIV, TB-

DM, PAL, TB-KIA, dll) dan investigasi kontak, serta inovasi deteksi

dini dengan rapid tes TB, 2) Penguatan Kepemimpinan program

dan dukungan sistem melalui advokasi dan fasilitasi dalam

perumusan Rencana Aksi Daerah Eliminasi TB dan Regulasi 3)

Pengendalian faktor risiko TB, 4). Membangun kemitraan dan

kemandirian program, serta 5. Pemanfaatan Informasi Strategis

dan Penelitian.

c. ISPA

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut, khususnya pneumonia

masih menjadi penyebab kematian terbesar bayi dan balita, lebih

banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan

campak. Bahkan badan kesehatan dunia 15 Rencana Aksi

14
Program P2P 2015-2019 (revisi) (WHO) menyebut sebagai ”the

forgotten killer of children”. Pneumonia dikatakan sebagai

pembunuh utama balita di dunia, berdasarkan data WHO dari 6,6

juta balita yang meninggal di dunia , 1,1 juta meninggal akibat

pneumonia pada tahun 2012 dan 99% kematian pneumonia anak

terjadi di negara berkembang. Sementara di Indonesia, dari hasil

SDKI 2012 disebutkan bahwa angka kematian balita adalah

sebesar 40 per 1000. Sementara berdasarkan Riskesdas (2007),

penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan

pnemonia (23,8%). Sedangkan penyebab terbanyak kematian anak

balita adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%).

Pneumonia balita merupakan penyakit yang dapat didiagnosis

dan diobati dengan teknologi dan biaya yang murah, namun jika

terlambat maka akan menyebabkan kematian pada balita. Dari

perhitungan beban penyakit yang dilakukan Litbangkes,

diperkirakan akibat pneumonia pada usia balita (< 5 tahun) di tahun

2015 akan terdapat DALYs loss sekitar 1 triliun rupiah. Penemuan

dan tatalakasana kasus pneumonia pada balita secara dini

diharapkan dapat menekan angka kematian yang diakibatkan

karena pneumonia, dari hasil kajian WHO tatalaksana pneumonia

balita dapat mencegah kematian balita karena pneumonia sebesar

40%

d. Hepatitis dan ISP

Hepatitis virus yang terdiri dari hepatitis A, B, C, D dan E

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di

Indonesia. Hepatitis A dan E yang ditularkan secara fecal oral

sering menimbulkan KLB di beberapa wilayah di Indonesia.

15
Sedangkan Hepatitis B dan C adalah merupakan penyakit kronis

yang dapat menimbulkan sirosis dan kanker hati bagi penderitanya.

Saat ini diperkirakan terdapat 28 juta orang dengan Hepatitis B dan

3 juta orang dengan Hepatitis C . Dari 28 juta yang terinfeksi

Hepatitis B ada sebanyak 14 juta (50%) diantaranya yang

berpotensi kronik, dan dari 14 juta tersebut 1.400.000 orang (10%)

berpotensi menjadi sirosis dan kanker hati bila tidak diterapi

dengan tepat. Hepatitis B yang disebabkan oleh virus hepatitis B

dapat dicegah dengan imunisasi (baik aktif maupun pasif). Pada

tahap awal infeksi, sebagian besar hepatitis B tidak bergejala

sehingga sesorang yang terinfeksi hepatitis B tidak mengetahui

dirinya sudah terinfeksi. Dalam hal pengendalian Hepatitis maka

strategi utama adalah melaksanakan upaya peningkatan

pengetahuan dan kepedulian, pencegahan secara komprehensif,

pengamatan penyakit dan pengendalian termasuk tatalaksana dan

peningkatan akses layanan. Untuk itu kegiatan deteksi dini

hepatitis menjadi sangat penting untuk dapat memutus rantai

penularan (terutama dari ibu ke bayi) serta untuk mengetahui

sedini 16 Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi) mungkin

seseorang terinfeksi hepatitis dan tindak lanjut terapinya. Dengan

deteksi dini seseorang sapat diterapi lebih awal sehingga

seseorang yang terinfeksi hepatitis dapat meningkat kwalitas

hidupnya dan hati tidak menjadi sirosis atau kanker hati.

Perkembangan teknologi dalam tatalaksana hepatitis C di dunia

sangat cepat. Dengan ditemukannya obat baru dalam tatalaksana

hepatitis C ( sobosfovir ) dengan tingkat keberhasilan yang sangat

tinggi, menjadi peluang bagi program pengendalian hepatitis untuk

16
melaksanakan deteksi dini hepatitis C, terutama pada kelompok

berisiko. Dengan demikian eliminasi Hepattitis B dan C menjadi

mungkin untuk dicapai. Untuk penyakit diare, meskipun penyakit ini

mudah diobati dan di tatalaksana, namun saat ini diare masih

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terutama

pada bayi dan balita dimana diare merupakan salah satu penyebab

kematian utama. Dari kajian masalah kesehatan berdasarkan

siklus kehidupan tahun 2011 yang dilakukan oleh badan

Litbangkes, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 sesudah

penumonia, proporsi penyebab kematian pada bayi post neonatal

sebesar 17,4% dan pada bayi sebesar 13,3%. Penyakit lain yang

juga memerlukan perhatian adalah tifoid. Tifoid merupakan salah

satu penyakit endemis yang ada di Indonesia, mayoritas mengenai

anak usia sekolah dan kelompok usia produktif, penyakit ini

menyebabkan angka absensi yang tinggi, rata – rata perlu waktu 7

– 14 hari untuk perawatan apabila seseorang terkena Tifoid.

Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tuntas maka dapat

menyebabkan terjadinya karier yang kemudian menjadi sumber

penularan bagi orang lain. Dampak penyakit ini adalah, tingginya

angka absensi, penurunan produktifitas, timbulnya komplikasi baik

di saluran pencernaan maupun diluar saluran pencernaan,

kerugian ekonomi untuk biaya pengobatan dan perawatan,

kematian.

E. Kegiatan Surveilans

Sasaran kegiatan ini adalah :

1) Bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap.

17
2) Anak usia 12-24 bulan yang mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib

Lanjutan,

3) Kabupaten/kota yang melakukan pemantauan kasus penyakit

berpotensi kejadian luar biasa (KLB) dan melakukan respon

penanggulangan terhadap sinyal KLB untuk mencegah terjadinya

KLB.

4) Kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan

pengendalian penyakit infeksi emergin. Indikator dan target akhir

tahun 2019 pada kegiatan ini adalah sebagai berikut:

a) Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi

dasar lengkap sebesar 93%. Indikator tersebut digunakan untuk

mengukur keberhasilan imunisasi dasar lengkap pada anak

usia 0-11 bulan, yang mendapat satu kali imunisasi Hepatitis B;

satu kali imunisasi BCG; tiga kali imunisasi DPT,HB dan Hib);

empat kali imunisasi polio; dan satu kali imunisasi campak

dalam kurun waktu satu tahun. Sasaran indikator ini adalah

bayi usia 0-11 bulan. Data capaian tersebut diperoleh melalui

perhitungan jumlah bayi yang mendapat satu kali imunisasi

Hepatitis B; satu kali imunisasi BCG; tiga kali imunisasi DPT,HB

dan Hib); empat kali imunisasi polio; dan satu kali imunisasi

campak dalam kurun waktu satu tahun dibagi dengan jumlah

seluruh bayi selama kurun waktu yang sama dikali 100%.

b) Persentase anak usia 12-24 bulan yang mendapatkan

imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan sebesar 70%. Indikator tersebut

digunakan untuk mengukur keberhasilan pemberian imunisasi

DPT-HB-Hib lanjutan pada anak usia 12-24 bulan dalam kurun

waktu satu tahun. Sasaran indikator ini adalah anak usia 12-24.

18
Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah

anak usia 12-24 bulan yang mendapat imunisasi DPT-HB-Hib

lanjutan dibagi dengan jumlah seluruh anak usia 12-24 bulan

selama kurun waktu yang sama dikali 100%.

c) Persentase respon penanggulangan terhadap sinyal

kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah

terjadinya KLB di kabupaten/kota sebesar 90%. Indikator

tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan respon atas

sinyal kewaspadaan dini pada Sistem Kewaspadaan Dini dan

Respon (SKDR) Puskesmas oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam kurun waktu satu

tahun. Pada pelaksanaannya, kabupaten/kota dan/atau

puskesmas melakukan respon terhadap sinyal kewaspadaan

dini dalam SKDR yang muncul setiap minggu. Sasaran

indikator tersebut adalah kabupaten/kota yang melakukan

pemantauan kasus penyakit berpotensi kejadian luar biasa

(KLB) dan melakukan respon penanggulangan terhadap sinyal

KLB untuk mencegah terjadinya KLB. Data capaian tersebut

diperoleh melalui perhitungan jumlah sinyal kewaspadaan dini

yang direspon oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau

puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dibagi jumlah sinyal

kewaspadaan dini yang muncul pada Sistem Kewaspadaan

Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas di kab/kota tersebut di

atas pada kurun waktu yang sama dikali 100%.

d) Jumlah kabupaten/kota yang mampu melaksanakan

pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging

sebanyak 400 kabupaten/kota. Indikator tersebut digunakan

19
untuk mengukur kemampuan kabupaten/kota dalam

melakukan pemantauan situasi penyakit infeksi emerging

secara berkala dan kesiapan TGC dalam melakukan respon

penanggulangan penyakit infeksi emerging dalam waktu <24

Jam. Sasaran indikator ini adalah kabupaten/kota yang

melakukan pemantauan penyakit infeksi emerging dan memiliki

TGC. Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan

jumlah kabupaten/kota yang melakukan pemantauan situasi

penyakit infeksi emerging secara dan memiliki TGC .

e) Penemuan kasus discarded campak ≥ 2 per 100.000 penduduk

Penemuan kasus discarded campak adalah penemuan kasus

campak klinis pada hasil laboratorium tidak terkonfirmasi

sebagai campak maupun rubela (negatif campak dan negatif

rubella) per 100.000 penduduk. Data capaian indikator ini

diperoleh melalui perhitungan jumlah kasus negatif campak dan

negatif rubela CBMS (Case Based Measles Surveillance)

ditambah jumlah kasus negatif campak daqn negatif rubela KLB

dibagi jumlah penduduk dikali seratus ribu.

f) Penemuan kasus AFP non polio ≥ 2 per 100.000 penduduk

usia < 15 tahun merupakan penemuan kasus lumpuh layuh

akut (Accute Flaccid Paralyse/ AFP) non polio per 100.000

penduduk dibawah usia 15 tahun dan diketahui dengan

menghitung jumlah kasus AFP non polio yang dilaporkan dibagi

jumlah penduduk < 15 tahun dikali seratus ribu.

g) Persentase Kab/Kota yang menyusun kebijakan kesiapsiagaan

dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat

yang berpotensi wabah sebesar 100 %. Indikator ini merupakan

20
indikator antara untuk mecapai indikator sasaran program .

Persentase Kab/Kota yang mampu melaksanakan kebijakan

kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan

masyarakat yang berpotensi wabah dan diketahui dengan

menghitung jumlah kabupaten/kota dengan pelabuhan,bandar

udara, dan lintas batas negara yang menyusun kesiapsiagaan

dalam penanggulangan PHEIC (tahun berjalan) dibagi jumlah

Kabupaten/Kota dengan pelabuhan, bandar udara dan PLBN

(baseline 2014) dikalikan seratus persen.

F. Cara Pengendalian/ Pencegahan Penyakit Menular

Sasaran kegiatan ini adalah menurunnya angka kesakitan dan

kecacatan akibat penyakit menular langsung dengan indikator :

1) Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat

dengan target sebesar 95%. Indikator ini dimaksudkan untuk

mengetahui jumlah kasus baru kusta tanpa cacat (cacat Tk 0)

diantara total penemuan kasus baru. Data capaian target di

peroleh dengan menghitung jumlah kasus baru kusta tanpa cacat

di bagi jumlah kasus baru yang di temukan selama satu tahun di

kali 100% .

2) Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar sebesar

80%. Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah kasus

TB yang didiagnosis dan diobati sesuai dengan standar diantara

jumlah kasus TB yang di laporkan. Data capaian target di peroleh

dengan menghitung jumlah kasus TB yang didiagnosis dan

diobati TB sesuai dengan standar di bagi jumlah kasus TB yang

di laporkan di kali 100 %.

21
3) Persentase angka kasus HIV yang diobati dengan target sebesar

55%. Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah ODHA

yang masih mendapatkan pengobatan ARV diatara jumlah ODHA

yang memenuhi syarat untuk memulai terapi ARV. Data capaian

target di peroleh dengan menghitung jumlah ODHA yang masih

mendapatkan pengobatan ARV dibagi jumlah ODHA yang

memenuhi syarat untuk memulai terapi ARV dikali 100 % .

4) Persentase Kabupaten/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan

tatalaksana Standar Pneumonia. dengan target sebesar 60 %.

Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui Jumlah kabupaten/

kota yang sebagian (50%) puskesmasnya telah melaksanakan

tatalaksana standar minimal 60% dari seluruh kunjungan balita

batuk atau kesukaran bernapas. Data capaian target di peroleh

dengan menghitung :

 Di Puskesmas : Menghitung prosentase yang diberikan

tatalaksana standar yaitu jumlah balita batuk atau kesukaran

bernapas yang dihitung napas atau dilihat TDDK dibagi seluruh

kunjungan balita dengan keluhan batuk atau kesukaran

bernapas.

 Di Kab/Kota : Menghitung persentase puskesmas yang

melaksanakan tatalaksana standar pneumonia yaitu jumlah

puskesmas yang telah melaksanakan tatalaksana standar

minimal 60% dibagi jumlah seluruh puskesmas yang ada di

kab/kota tersebut.

 Di Provinsi/ Pusat : Menghitung persentase kabupaten/kota

yang 50% puskesmasnya telah melaksanakan tatalaksana

22
standar yaitu jumlah kabupaten/kota yang puskesmasnya telah

melaksanakan tatalaksana standar dibagi jumlah seluruh

kabupaten/kota yang ada.

5) Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kegiatan deteksi

dini Hepatitis B dan C pada kelompok berisiko dengan target

sebesar 80 %. Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui

Jumlah Kabupaten/Kota yang melaksanakan Deteksi Dini Hepatitis

B dan atau C pada ibu hamil dan Kelompok Berisiko Tinggi lainnya

(seperti:Tenaga Kesehatan, Pelajar/ Mahasiswa Sekolah

Kesehatan/ Keperawatan/ Kebidanaan/ Kedokteran/ Laboratorium,

Wanita Pekerja Seks, Waria, LSL, Waria, Orang Dengan HIV-

AIDS, pasangan orang yang mengidap Hepatitis B atau C,

keluarga dekat, pasien klinik Infeksi Menular Seksual) di antara

jumlah seluruh kabu/ kota. Data capaian targetnya di peroleh

dengan menghitung Jumlah Kabupaten/Kota yang melaksanakan

Deteksi Dini Hepatitis B dan atau C pada ibu hamil dan Kelompok

Berisiko Tinggi lainnya di bagi jumlah seluruh kab/ kota kali 100

%.

6) Persentase kajian pengendalian penyakit menular langsung

meningkat 50 % dari jumlah rekomendasi kajian tahun 2014 .

Persentase kajian faktor risiko penyakit menular langsung di

wilayah layanan B/BTKL PP yang digunakan sebagai salah satu

dasar/rujukan upaya pencegahan/pengendalian penyakit menular

langsung sebesar 100%. Indikator ini untuk mendukung upaya

pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung melalui

pelaksanaan kajian faktor risiko penyakit menular langsung oleh

B/BTKL PP. Data diketahui dengan menghitung jumlah hasil kajian

23
penyakit menular langsung oleh B/BTKL PP yang digunakan oleh

Satker Pusat dalam melakukan upaya pencegahan dan

pengendalian penyakit penyakit tular vektor zoonotik dibagi jumlah

seluruh kajian yang dilaksanakan oleh B/BTKL dalam satu tahun

dikali seratus persen.

Penanggulangan Penyakit Menular adalah upaya kesehatan yang

mengutamakan aspek promotif dan preventif yang ditujukan untuk

menurunkan dan menghilangkan angka kesakitan, kecacatan, dan

kematian, membatasi penularan, serta penyebaran penyakit agar tidak

meluas antar daerah maupun antar negara serta berpotensi

menimbulkan kejadian luar biasa/wabah.

1) Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dilakukan

melalui beberpa kegiatan :

a. Promosi kesehatan;

b. Surveilans kesehatan;

c. Pengendalian faktor risiko;

d. Penemuan kasus;

e. Penanganan kasus;

f. Pemberian kekebalan (imunisasi)

g. Pemberian obat pencegahan secara massal;

2) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat;(PHBS); paling sedikit berupa:

a. Cuci tangan pakai sabun (ctps);

b. Pemberantasan jentik nyamuk;

c. Menggunakan air bersih untuk keperluan rumah tangga;

d. Mengkonsumsi makanan gizi seimbang;

e. Melakukan aktivitas fisik setiap hari;

f. Menggunakan jamban sehat;

24
g. Menjaga dan memperhatikan kesehatan reproduksi; dan

h. Mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat.

3) Mengurangi Kontak.

Pencegahan penyakit menular dapat diupayakan melalui perilaku

mengurangi kontak; yaitu mengurangi kontak dengan orang yang

sakit dan mengurangi kontak dengan binatang pembawa penyakit.

Perilaku mengurangi kontak anatara lain : mengenakan masker,

menjaga jarak, dan tidak mengunjungi tempat yang sedang

terdapat wabah.

Pengendalian faktor risiko ditujukan untuk memutus rantai

penularan dengan cara: perbaikan kualitas media lingkungan;

pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit; rekayasa

lingkungan. Sedangkan pemberian vaksin untuk mencegah dan

menangkal terjadinya penyakit tertentu. Suatu cara untuk

meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu antigen,

sehingga jika terpapar olen antigen yang sama tidak terjadi infeksi.

Pencegahan dengan vaksin relatif lebih baik; namun proses

pembuatan vaksin sejak munculnya penularan atau infeksi; cukup

lama dan punya perjalanan panjang dengan berbagai tahapan.

Pembuatan vaksin selain memakan waktu yang lama juga

memerlukan biaya tinggi, dimulai dengan identifikasi virus atau

mikroorganisme, pembuatan, percobaan pada hewan, percobaan

pada manusia, sampai dinyatakan aman untuk digunakan sebagai

vaksin.

25
2. Konsep Penyakit Tidak Menular

A. Pengertian

Istilah epidemiologi pada penyakit tidak menular (PTM) mempunyai

kesamaan arti dengan :

a) Penyakit Kronik

Penyakit kronik dapat dipakai untuk PTM karena jangka PTM

biasanya bersifat kronik / menahun / lama namun ada juga yang

sifatnya berlangsung mendadak / akut. Berdasarkan perjalanannya

penyakit dapat dibagi menjadi : Akut dan Kronis.

b) Penyakit Non Infeksi

Sebutan penyakit non infeksi dipakai karena penyebabnya PTM

biasanya bukan mikro-organisme, namun bukan berarti tidak ada

perangkat mikro-organisme dalam pelaksanaan PTM, untuk itu

dapat dilihat. Berdasarkan sifat penularannya dapat dibagi menjadi :

Menular dan TidakMenular. Proses terjadinya penyakit merupakan

interaksi antara agen penyakit, manusia (Host) dan lingkungan

sekitarnya.Untuk penyakit menular, proses terjadinya penyakit

akibat interaksi antara : Agent penyakit (mikroorganisme hidup),

manusia dan lingkungan sedangkan untuk penyakit tidak menular

proses terjadinya penyakit akibat interaksi antara agen penyakit

(nonliving agent), manusia dan lingkungan. Penyakit tidak menular

dapat bersifat akut dapat juga bersifat kronis. Pada Epidemiologi

Penyakit tidak Menular terutama yang akan dibahas

adalahpenyakit- penyakit yang bersifat kronis.

Penyakit-penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

degeneratif sebagaipenyebab kematian mulai menggeser

kedudukan dari penyakit-penyakit infeksi. Penyakit tidak menular

26
mulai meningkat bersama dengan life-span (pola hidup) pada

masyarakat. Life – span meningkat karena adanya perubahan-

perubahan didalam : kondisisosial ekonomi, kondisi hygiene

sanitasi, meningkatnya ilmu pengetahuan,perubahan perilaku.

Penyakit yang tidak ditularkan dari orang ke orang, yang

perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang

panjang (kronis).

Penyakit yang bukan disebabkan oleh infeksi kuman termasuk

penyakit kronis degeneratif antara lain penyakit Jantung, Stroke,

Diabetes Mellitus, Kanker, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Cedera

dan Gangguan Indera dan Fungsional.

c) Penyakit- Penyakit Tidak Menular Yang Bersifat Kronis

Penyakit yang termasuk di dalam penyebab utama kematian, yaitu :

a. Ischaemic Heart Disease

b. Cancer

c. Cerebrovasculer Disease

d. Chronic Obstructive PulmonaryDisease

e. Cirrhosis

f. Diabetes Melitus

Penyakit yang termasuk dalam special – interest , banyak

menyebabkan masalah kesehatan tapi jarang frekuensinya

(jumlahnya), yaitu :

a. Osteoporosis

b. Penyakit Ginjal kronis

c. Mental retardasi

d. Epilepsi

e. Lupus Erithematosus

27
f. Collitis ulcerative

Penyakit yang termasuk akan menjadi perhatian yang akan datang,

yaitu :

a. Defisiensi nutrisi

b. Akloholisme

c. Ketagihan obat

d. Penyakit-penyakit mental

e. Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan.

B. Faktor-faktor Resiko

a) Faktor resiko untuk timbulnya penyakittidak menular yang bersifat

kronis belum ditemukan secara keseluruhan,untuk setiap penyakit,

faktor resiko dapat berbeda-beda (merokok, hipertensi,

hiperkolesterolemia) Satu faktor resiko dapat menyebabkanpenyakit

yang berbeda-beda, misalnya merokok, dapat menimbulkan

kankerparu, penyakit jantung koroner, kanker larynx. Untuk

kebanyakan penyakit, faktor-faktor resiko yang telah diketahui hanya

dapat menerangkansebagian kecil kejadian penyakit, tetapi

etiologinya secara pasti belumdiketahui.

b) Faktor-faktor resiko yang telahdiketahui ada kaitannya dengan

penyakit tidak menular yang bersifatkronis antara lain :

a. Tembakau

b. Alkohol

c. Kolesterol

d. Hipertensi

e. Diet

28
f. Obesitas

g. Aktivitas

h. Stress

i. Pekerjaan

j. Lingkungan masyarakat sekitar

k. life style

C. Kegiatan Surveilans Pada Penyakit Tidak Menular

Sasaran kegiatan ini adalah menurunnya angka kesakitan dan

kematian penyakit tidak menular serta meningkatnya pencegahan dan

penanggulangan penyakit tidak menular. Indikator pencapaian sasaran

tersebut adalah :

a) Persentase kab/kota yang memiliki kebijakan Kawasan Tanpa

Rokok (KTR) sebesar 70%. Indikator ini untuk mengukur

keberhasilan kab/kota dalam memiliki kebijakan kawasan tanpa

rokok. Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah kab/kota

yang telah memiliki kebijakan KTR dibagi dengan jumlah kab/kota di

Indonesia di kali seratus persen.

b) Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos

Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dengan target sebesar 50%.

Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Desa/ kelurahan dalam

melaksanakan monitoring faktor risko PTM berbasis masyarakat

(Posbindu PTM). Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah

Desa/ kelurahan yang melaksanakan Posbindu PTM dibagi dengan

jumlah Desa/ Kelurahan di Indonesia di kali seratus persen.

c) Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini

kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun

29
sebesar 50%. Indikator ini untuk mengukur keberhasilan

Puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker

payudara dengan Pemeriksaan Payudara Klinis(SADANIS), dan

leher rahim melalui metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat

(IVA) atau papsmear pada perempuan usia 30-50 tahun. Data

capaian diperoleh dari perhitungan jumlah. Puskesmas yang

melaksanakan yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker

payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun dibagi

dengan jumlah Puskesmas di Indonesia di kali seratus persen.

d) Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan

rujukan kasus katarak sebesar 30%. Indikator ini untuk mengukur

keberhasilan Puskesmas yang melakukan deteksi dini katarak

dengan pemeriksaan klinis dan merujuk kasus katarak. Data

capaian diperoleh dari perhitungan jumlah Puskesmas yang

melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak dibagi

dengan jumlah Puskesmas di Indonesia di kali seratus persen.

D. Cara Penanggulangan/ Pencegahan PTM

a) Perilaku hidup sehat seperti : tidak merokok, konsumsi sayur dan

buah lebih dari 5 porsi per hari, konsumsi garam tidak lebih dari 1

sendok the per orang per hari, konsumsi gula tidak lebih dari 4

sendok makan per orang per hari, konsumsi lemak (minyak) tidak

lebih dari 5 sendok makan perorang perhari, aktifitas fisik minimal

30 menit per hari sebanyak 3-5 kali per minggu, tidak mengonsumsi

alkohol dan kendalikan stres.

30
b) Lingkungan yang sehat : bebas polusi udara, kendaraan yanglayak

jalan, fasilitas umum untuk aktifitas fisik seperti tempat bermain dan

olahraga.

c) Menjaga kondisi tubuh seperti : berat badan ideal, gula darah

normal, kolesterol dan tekanan darah normal.

Pengendalian faktor risiko dengan menerapkan perilaku CERDIK :

C : Cek kondisi kesehatan secara berkala

E : Enyahkan asap rokok

R : Rajin aktifitas fisik

D : Diet sehat dengan kalori seimbang

I : Istirahat yang cukup

K : Kendalikan stress

Skrining faktor risiko Penyakit Tidak Menular seperti pengukuran

tekanan darah, Gula darah sewaktu, Indeks Massa Tubuh dan lain-

lain dapat dilakukan secara mandiri oleh setiap orang.

Rekomendasi Kementerian Kesehatan untuk pencegahan Penyakit

Tidak Menular sebagai berikut :

1. Tidak merokok.

2. Batasi Konsumsi Gula Garam Lemak Berlebihan

3. Rajin konsumsi buah dan sayur

4. Rajin Aktifitas Fisik

5. Cek Kesehatan secara teratur

E. Karakteristik Penyakit Tidak Menular

Telah dijelaskan diatas bahwa penyakit tidak menular terjadi akibat

interaksi antara agent (Non living agent) dengan host dalam hal ini

31
manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan lingkungan sekitar (source

and vehicle of agent).

1) Agent

a) Agent dapat berupa (non living agent) :Kimiawi, Fisik, Mekanik,

Psikis.

b) Agent penyakit tidak menular sangatbervariasi, mulai dari yang

paling sederhana sampai yang komplek(mulai molekul sampai

zat-zat yang komplek ikatannya)

c) Suatu penjelasan tentang penyakittidak menular tidak akan

lengkap tanpa mengetahui spesifikasi dariagent tersebut

d) Suatu agent tidak menular dapatmenimbulkan tingkat

keparahan yang berbeda-beda (dinyatakan dalamskala

pathogenitas) Pathogenitas Agent : kemampuan / kapasitas

agent penyakit untuk dapat menyebabkan sakit pada host.

e) Karakteristik lain dari agent tidakmenular yang perlu

diperhatikan antara lain :

a. Kemampuan menginvasi / memasuki jaringan

b. Kemampuan merusak jaringan : reversible dan irreversible

c. Kemampuan menimbulkan reaksi hipersensitif.

2) Reservoir

a. Dapat didefinisikan sebagai organisme hidup, benda

mati(tanah, udara, air batu dll) dimana agent dapat hidup,

berkembangbiak dan tumbuh dengan baik.

b. Pada umumnya untuk penyakit tidak menular, reservoir dari

agentadalah benda mati.

32
c. Pada penyakit tidak menular, orang yang terekspos/terpapar

denganagent tidak berpotensi sebagai sumber/reservoir tidak

ditularkan.

3) Relasi Agent – Host

a. Fase Kontak

Adanya kontak antara agent dengan host, tergantung :

Lamanya kontak, dosis, dan patogenitas.

b. Fase Akumulasi pada jaringan Apabila terpapar dalam

waktulama dan terus-menerus.

c. Fase subklinis

Pada fase subklinis gejala/sympton dan tanda/sign belum

muncul. Telah terjadi kerusakan pada jaringan, tergantung

pada :

a) Jaringan yang terkena

b) Kerusakan yang diakibatkannya (ringan, sedang dan berat)

c) Sifat kerusakan (reversiblle dan irreversible/ kronis, mati dan

cacat)

d. Fase Klinis

Agent penyakit telah menimbulkan reaksi pada host

denganmenimbulkan manifestasi (gejala dan tanda).

33
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa penyakit

menular adalah penyakit yang dapat menular ke manusia yang disebabkan

oleh agen biologi antara lain : virus, bakteri, jamur dan parasite. Gambaran

penularannya bisa tanpa gejala klinik, dengan gejala klinik dan penyakit umum

yang berakhir dengan kematian, sumber penularannya ( pend. penyalerita,

pembawa kuman, binatang sakit, tumbuhan atau benda). Cara penularannya

antara lain kontak langsung, melalui udara, melalui sentuhan, melalui makanan

dan minuman, melalui vektor). Rantai penularannya sebagai berikut: sumber

penyakit, benda mati, pejamu, penyebab penyakit atau agen, perantara dan

lingkungan. Untuk pencegahan penyakit kuman dengan PHBS ( Cuci tangan

pakai sabun, mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, melakukan aktivitas

fisik setiap hari, mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat).

Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang tidak memiliki tanda

klinis secara khusus sehingga menyebabkan seseorang tidak mengetahui dan

menyadari kondisi tersebut sejak permulaan perjalanan penyakit. Penyakit-

penyakit tidak menular bersifat kronis, penyakit yang termasuk di dalam

penyebab utama kematian yaitu : iskemik, heart disease, cancer,

cerebrovaskuler disease, DM. Banyaknya penyebab masalah kesehatan tetapi

jarang frekuensinya yaitu : osteoporosis, penyakit ginjal kronis, epilepsi, lupus,

colitis. Penyakit yang termasuk menjadi perhatian yang akan datang yaitu :

defisiensi nutrisi, alkoholisme, ketagihan obat, penyakit yang berhubungan

dengan lingkungan kerja. Cara pengendalian faktor risiko dengan menerapkan

perilaku CERDIK ( Cek kondisi kesehatan secara berkala, Enyahkan asap

34
rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat yang

cukup dan Kendalikan stress ).

B. SARAN

Saran penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi

acuan dalam mempelajari tentang epidemiologi. Dan harapan penulis tidak

hanya berguna bagi penulis, tetapi juga berguna bagi semua pembaca.

Terakhir dari penulis, walaupun makalah ini kurang sempurna penulis

mengharapkan saran dikemudian hari.

35
DAFTAR PUSTAKA

 Budiarto, Eko. 2010. Pengantar epidemiologi.jakarta: penerbit buku kedokteran

 Bustan MN, 2002. Pengantar epidemiologi, Jakarta, rineka cipta

 Nasry, Nur dasar-dasar epidemiologi

 Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo 2012. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan

 Jakarta : Rineka Cipta..

 CDC, 2010, Principles of Epidemiology in Public Health Practice Atlanta

36

Anda mungkin juga menyukai