Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATA KULIAH SURVEILANS

Laporan KLB Wabah Flu Burung di Kota Bengkulu Provinsi


Bengkulu Tahun 2012

Oleh :
Kelompok 5

Assyifa Irasuliyah Intang 14120210168


Fania Gerda Rensiana 14120210161
Andi Nurul Annisha 14120210180

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
A. PENDAHULUAN

1. SUMBER INFORMASI ADANYA KLB

Flu burung yang dikenal dengan istilah avian influenza (AI) merupakan
penyakit zoonis yang disebabkan oleh virus Avian Influenza tipe A. Penyakit yang
awalnya hanya ditemukan pada unggas ini merupakan salah satu penyakit hewan
menular yang bersifat akut. Flu burung merupakan penyakit influenza yang
menyerang unggas baik pada burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang lain
seperti babi.
Penyakit flu burung pertama kali dilaporkan pada tahun 1878 sebagai
wabah yang menyerang ayam dan burung di Italia (Perroncito, 1878), yang
disebut juga sebagai “Penyakit Lombardia” berdasarkan nama suatu daerah
lembah di hulu sungai Po. Pada tahun 1955 Schafer dapat menunjukkan ciri-ciri
organisme itu sebagai virus influenza A (Schafer, 1955). Flu burung di manusia
pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997 yang menginfeksi 18 orang
diantaranya 6 orang pasien meninggal dunia. Kemudian awal tahun 2003
ditemukan 2 orang pasien dengan 1 orang meninggal. Virus ini kemudian
merebak di Asia sejak pertengahan Desember 2003 sampai saat ini (Depkes RI,
2006).

2. DAMPAK KLB TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT

Flu burung pertama diidentifikasi pada satu pasien di rumah sakit yang
selanjutnya disebut kasus tersangka flu burung. Pada tanggal 24 Februari 2012,
kasus berobat ke IGD RSUD dr.M.Yunus setelah mengeluh demam, pusing dan
mual. Pada tanggal 27 Februari 2012, kasus difoto thorax dengan hasil kesan
Community-Acquired Pneumonia (CAP) dan TBC paru. Tanggal 28 Februari
2012 pukul 03.00 WIB dini hari, kasus mengalami batuk darah dan dikonsulkan
ke spesialis paru dengan hasil diagnosa pneumonia dan atelektasis. Pukul 08.00
WIB tanggal yang sama, kasus mengalami penurunan kesadaran dan dipindahkan
ke ICU dan dinyatakan suspek Flu Burung.

1
Pengambilan spesimen kasus dilakukan pada 29 Februari – 1 Maret 2012
oleh perawat dan petugas laboratorium rumah sakit. Hasil pemeriksaan spesimen
kasus pada tanggal 2 Maret 2012 adalah positif Flu Burung. Investigasi KLB
kemudian dilakukan pada tanggal 6-8 Maret 2012 oleh tim investigasi Pusat
Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan dengan mengambil serum pada orang
yang kontak dengan penderita (keluarga, tetangga, medis). Keluarga dan tetangga
yang kontak sebanyak 17 orang, dan 1 orang menunjukkan gejala batuk dan pilek.
Pada laporan ini tidak dijelaskan secara rinci, bagaimana kasus KLB flu
burung mulai menyebar dan jumlah kasus yang terjadi. Jumlah pelaporan kasus
awal dan riwayat pelaporan KLB flu burung tidak dicantumkan dalam laporan.
Hal lain yang dicantumkan adalah data kasus dan hubungan kasus dengan kontak
hingga terjadi penularan penyakit flu burung.

3. GAMBARAN ENDEMISITAS PENYAKIT


Dengan melihat latar belakang tersebut, maka perlu adanya pembuatan
laporan investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung untuk
mendapatkan gambaran mengenai kasus konfirmasi Flu Burung dan upaya
penanggulangan Flu Burung di Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu.

4. BESARNYA MASALAH KLB TERSEBUT PADA WAKTU


SEBELUMNYA
Sejak tahun 2003 hingga saat ini, WHO mencatat kasus Flu Burung A
H5N1 sebanyak 859 kasus konfirmasi dengan 453 kematian yang tersebar
di beberapa negara diantaranya adalah Azerbaijan, Bangladeh, China,
Djibouti, Indonesia, India, Iraq, Kamboja, Nigeria, Pakistan, Thailand,
Turki, Vietnam, Laos PDR, dan Myanmar. Jumlah kasus yang dilaporkan
di Indonesia dari Juni 2005 sampai dengan Desember 2016 sebanyak 199
kasus dengan 167 kematian. Kasus tersebar di 15 provinsi dan 58
Kabupaten/Kota. Provinsi yang tertular Flu Burung antara lain Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten,
Bali, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Beberapa kasus

2
diantaranya merupakan kluster, namun hingga saat ini penularan masih
terjadi dari unggas ke manusia. Kasus konfirmasi terakhir (sebelum kasus
ke-200 di Klungkung Bali) adalah kasus cluster pada Maret 2015 di Kota
Tangerang, Banten.

B. TUJUAN PENYELIDIKAN

1. Kejadian Luar Biasa (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010, Bab 1, Pasal 1 Ayat 2, KLB merupakan timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Wabah memiliki arti suatu
kejadian yang sudah melebihi batas normal dan dapat menyebabkan suatu
penyakit dalam jumlah yang sangat banyak. Kejadian luar biasa juga disebut
sebagai peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak dari eksternal
normal pada suatu wilayah atau kelompok tertentu, selama periode tertentu.
Penyakit-penyakit berpotensi Wabah atau KLB:
1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/
mempunyai memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus
neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting:
malaria, frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis,
keracunan, encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB,
tetapi masuk program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe,
filariasis, dan lain-lain.
Suatu Kejadian Luar Biasa (KLB) bisa berasal dari berbagai sumber, sumber-
sumber tersebut antara lain: manusia, kegiatan manusia, binatang, serangga,
udara, makanan dan minuman. KLB tidak selalu berasal dari suatu penyakit
maupun bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial juga dapat

3
menimbulkan KLB. Contoh bencana sosial seperti perang atau ledakan bom dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sosial di masyarakat karena mengancam
keselamatan mereka.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB
apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu
dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis
penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per
bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah
kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
Penanggulangan KLB dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah beserta
masyarakat secara terpadu. Penanggulangan KLB meliputi:
a. Penyalidikan epidemiologis;
b. Penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina;
c. Pencegahan dan pengebalan;

4
d. Pemusnahan penyebab penyakit;
e. Penanganan jenazah akibat wabah;
f. Penyuluhan kepada masyarakat;
g. Upaya penanggulangan lainnya.
Dinas kesehatan kabupaten/kota dapat melakukan upaya penanggulangan secara
dini apabila di daerahnya terdapat salah satu kriteria KLB yang terpenuhi, baik
sebelum maupun setelah daerah ditetapkan dalam keadaan KLB. Upaya
penaggulangan dini dilakukan kurang dari 24 jam sejak daerah tersebut memenuhi
salah satu kriteria KLB.

2. Flu Burung
Avian influenza (AI) atau flu burung adalah penyakit akut yang berasal dari oleh
virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae. Flu
burung merupakan penyakit influenza yang menyerang unggas baik pada burung,
bebek, ayam, serta beberapa binatang lain seperti babi. Penyakit ini dapat terjadi
saat perubahan musim/cuaca dengan gejala penyakit seperti demam 5%, batuk
1%, sakit kepala 6%, diare 2%, mual 3%, pilek 1%, bersin dan rasa pegal di otot
dan tulang 3%. Penularan penyakit flu burung ke manusia dapat melalui:
a. Binatang : kontak langsung dengan unggas yang sakit maupun produk
unggas yang berasal dari unggas yang sakit;
b. Lingkungan : udara atau peralatan yang tercemar virus flu burung
(terkontamnasi tinja unggas yang sakit);
c. Manusia : kontak dengan manusia yang positif terkena flu burung;
d. Mengkonsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan sempurna.
Masa inkubasi flu burung pada unggas rata-rata 4 hari (2 – 7 hari). Sedangkan
masa inkubasi rata-rata virus flu burung secara umum 3 hari (1-7 hari),dan masa
penularan pada manusia adalah 1 hari sebelum dan 3-5 hari setelah gejala timbul.
Sedang masa penularan pada anak dapat mencapai 21 hari (Depkes RI, 2007).

5
C. METODE PENYELIDIKAN
1. Desain Penyelidikan
Menurut (CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and
Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986; Goodman et al., 1990 dalam
Maulani, 2010) Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu
mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa
yang akan datang (pengendalian). Langkah-langkah yang harus dilalui
pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1. Mempersiapkan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan diagnosa etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika
diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
8. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
9. Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan
10. Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat
dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah diatas tidak
harus dikerjakan secara berurutan, kadang-kadang beberapa langkah
dapat dikerjakan secara serentak. Pemastian diagnosa dan penetapan
KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and
Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).

1. Persiapan Penelitian Lapangan


Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam
24 jam pertama sesudah adanya informasi. Pada tahapan ini ada 3
kategori yang harus disiapkan yaitu persiapan investigasi, persiapan
administrasi, dan persiapan konsultasi. Persiapan investigasi meliputi
pengetahuan tentang penyakit potensial KLB, keterampilan investigasi

6
lapangan, keterampilan analisis data, dukungan tinjauan pustaka, dan
instrurmen investigasi. Persiapan administasi meliputi penyediaan
perijinan, surat-surat atau dokumen legal lainnya yang mendukung
investigasi. Persiapan konsultasi berupa menjalin kerja sama dengan
tim, ataupun pejabat wilayah yang berada di wilayah tersebut.

2. Pemastian Diagnosis Penyakit


Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan
mencocokan gejala/tanda penyakit yang terjadi pada individu,
kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, hal yang diperlukan adalah keterampilan
klinis, kualitas pemeriksaan lab, serta komunikasi yang baik antara tim
kesehatan dengan pasien.

3. Identifikasi kasus atau paparan


Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan
kasus dengan teliti. Dalam rangka menghitung kasus, terlebih dahulu
harus dipikirkan mekanisme untuk mengidentifikasi kasus dari
berbagai sumber kasus yang mungkin, seperti dari/di:
a. Fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas, klinik, RS.
b. Pemukiman/ tempat tinggal,
c. Tempat perhelatan/ pertemuan,
d. Dll.
Informasi yang dapat digali dari setiap kasus adalah:
a. Identitas kasus dan karateristik demografis, misal; nama, umur,
jenis kelamin, suku, pekerjaan,
b. Karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan tanda sakit
yang dialami, serta hasil lab,
c. Karateristik faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan sebab-sebab
penyakit dan faktor-faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan
penyakit yang diteliti,
d. Informasi pelapor kasus.

7
Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format pelaporan
yang standar, kuesioner atau form abstraksi/ kompilasi data. Hasil
perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan
KLB. Dasar yang dipakai pada identifikasi kasus adalah hasil
pemastian diagnosis penyakit. Identifikasi paparan perlu dilakukan
sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada tahap ini
cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara
penularan penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada
penyakit yang cara penularannya tidak jelas (bervariasi).

4. Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat
dilakukan atau diperlukan, sebelum semua tahap penyelidikan
dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah
sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan. Menurut
Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan
cara penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi
penyakit, sumber dan cara penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat
dipastikan maka penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan
yang luas.
b. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum
dapat dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih
diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk mencari sumber dan
cara penularannya.
c. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan
sudah diketahui maka penanggulangan segera dapat dilakukan,
walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas tentang
etiologinya.
d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui,
maka penanggulangan tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara
penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah penyelidikan.

8
5. Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
a. Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan
membuktikan adanya agent pada sumber penularan.
b. Identifikasi keadaan penyebab KLB
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan
keseimbangan dari agent, penjamu, dan lingkungan.

6. Perencanaan penelitian lain yang sistematis


Penyelidikan epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik
untuk melakukan penelitian. Mengingat hal ini sebaiknya pada
penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui
kemampuannya yang ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB,
kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban pelaksanaan sistem
surveilans.
b. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang
berlangsung.
c. Evaluasi terhadap program kesehatan.

7. Penyusunan Rekomendasi
Rekomedasi yang diusulkan dapat berupa program pengendalian,
dan penanggulangan KLB.

8. Penyusunan laporan KLB


Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada
pihak yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis.
Laporan secara lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar
tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan
dapat dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan agar pengalaman dan
hasil penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang
dan menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau

9
dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat
dipergunakan untuk penanggulangan atau pengendalian KLB.

2. Daerah Penyelidikan KLB


a. Populasi
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan
insidensi penyakit yang tengah berjalan dengan insidensi penyakit
dalam keadaan biasa (endemik) pada populasi yang dianggap
berisiko, pada tempat dan waktu tertentu. Adanya KLB juga
ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari kriteria KLB. Pada
penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa
menyusun dengan grafik pola maksimum-minimum 5 tahunan atau
3 tahunan.
b. Sampel
- Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah
(lamanya KLB berlangsung) digambarkan dalam suatu kurva
epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang
menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit
(onset of illness) selama periode wabah. Penggunaan kurva
epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit.
b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat
Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah
untuk mendapatkan petunjuk populasi yang rentan kaitannya
dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis ini
dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar
tujuan tercapai, maka kasus dapat dikelompokan menurut daerah
variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat pekerjaan,
tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah,

10
kesamaan hubungan (kesamaan distribusi air, makanan),
kemungkinan kontak dari orang ke orang atau melalui vector.

c. Deskripsi kasus berdasarkan orang


Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis
sumber penularan atau etiologi penyakit. Orang dideskripsikan
menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status
perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap
dini kadang hubungan kasus dengan variabel orang ini tampak
jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada satu
atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur
harus selalu dikerjakan, karena dari age spscific rate dengan
frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna untuk
membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau
sebagai kunci yang digunakan untuk menentukan sumber penyakit
(MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey
et al., 1986 dalam Maulani, 2010).

3. Cara Mendapatkan dan Mengelolah Data Primer dan Data


Sekunder
Pemastian kasus yang dilakukan untuk memastikan apakah gejala-
gejala yang diderita pasien merupakan gejala dari penyakit flu burung
pada pasien yang awalnya menunjukkan gejala demam, pusing, dan
mual. Pasien tersebut diperiksa di laboratorium. Kemudian pasien
tersebut didiagnosis mengalami demeam typhoid namun mengalami
batuk yang makin sering dan sesak nafas. Hasil foto thorax
menggambarkan bahwa pasien mengalami Community-Acquired
Pneumonia dan TBC dengan demam tinggi. Hal tersebut berlanjut
hingga pasien mengalami batuk darah dan dilarikan ke spesialis paru
dan mengalami penurunan kesadaran. Setelah itu, pasien diduga
sebagai kasus flu burung. Kemudia dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan memeriksa spesimen. Spesimen berupa swab hidung, swab

11
tenggorok, cairan Endo Tracheal Tube (ETT) dan serum diambil dari
kasus selama 2 hari berturut-turut. Pada spesimen tersebut dilakukan
pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-
PCR) untuk mengetahui adanya materi genetik Flu Burung dan
pemeriksaan serum dilakukan dengan metode Hemaglutinasi Inhibisi
(HI) untuk mengetahui antibodi terhadap Flu Burung. Pengambilan
spesimen serum juga dilakukan pada kontak kasus. Hasil pemeriksaan
(RT-PCR) menunjukkan positif H5N1 Keluarga dan tetangga pasien
juga ikut diperiksa dengan pengambilan swab hidung dan swab
tenggorokan sedangkan kontak tanpa gejala batuk dan pilek diambil
spesimen darah.

4. Cara Melakukan Analisis


Pemastian KLB Flu Burung Provinsi Bengkulu ditetapkan melalui kriteria
yang tercantum dalam Permenkes Nomor 1501 tahun 2010, bahwasannya dapat
dikatakan KLB apabila memenuhi minimal satu kriteria. Terdapat salah satu
kriteria KLB yang telah ada yaitu timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang
dalam hal ini adalah flu burung yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah. Hal ini dapat dilihat bahwa Provinsi Bengkulu sebelumnya
belum pernah mengalami penyakit flu burung, tetapi mulai muncul pada tahun
2012.
- Berdasarkan Orang
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti tidak secara gamblang menjelaskan
karakteristik sasaran yang mengalami kasus KLB flu burung yang terjadi di
Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu, Provinsi
Bengkulu. Yakni hanya terdapat satu tersangka kasus yang positif H5N1. Namun
berdasarkan investigasi lapangan yang dilakukan di lingkungan tempat tinggal
kasus. Dalam dua bulan terakhir kasus tinggal bersama kakek neneknya di
Kelurahan Kebun Dahri Kecamatan Ratu Samban Kota Bengkulu dan seminggu
sekali ke rumah orang tuanya di Perumnas Universitas Bengkulu (UNIB)
kecamatan Muara Bangkahulu, Kota Bengkulu. Di rumah orang tua kasus terdapat
satu ekor burung hias sedangkan ditemukan adanya kematian burung cicak ranti di

12
tetangga rumah kakek nenek kasus. Kondisi lingkungan di rumah kakek nenek
kasus merupakan daerah padat penduduk dan di sekitarnya terdapat ruko yang
memelihara burung walet. Juga ada beberapa tetangga yang memelihara ayam dan
terdapat satu pet shop.
- Berdasarkan Tempat
Berdasarkan hasil penelitian, kasus dan kontak KLB flu burung di daerah
Bengkulu hanya terdapat konfirmasi 1 kasus flu burung yang terjadi yakni
tepatnya di Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu,
Provinsi Bengkulu.
- Berdasarkan Waktu
Berdasarkan hasil penelitian, kasus KLB flu burung di Bengkulu sejak tahun 2005
– 2015 hanya terdapat 1 laporan mengenai konfirmasi positif terkena Flu Burung
tepatnya pada 2 Maret 2012 yang berada di Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan
Ratusamban, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.

13
D. HASIL PENYELIDIKAN

Berdasarkan hasil penelitian, penanggulangan KLB flu burung sebagai upaya


tindak lanjut penyelidikan di Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban,
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu yang dapat dilakukan antara lain sebagai
berikut :

1. Melengkapi Sarana dan Prasarana Kesehatan dan Peningkatan


Deteksi Dini

Didapatkan hasil bahwa keterbatasan sarana dan prasarana di RS yang


menjadi kendala dalam tatalaksana penanganan kasus flu burung di Kelurahan
Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota Bengkulu. Yakni dengan melengkapi
fasilitas rumah sakit di daerah kota Bengkulu dengan ruangan isolasi untuk pasien
yang positif virus H5N1. Serta peningkatan teknologi untuk ketelitian pengecekan
sampel dari spesimen agar tidak memakan banyak waktu dalam penetapan positif
terinveksi atau tidak.

2. Pengobatan dan Perawatan Penderita

Pada pasien yang positif virus flu burung harus diberikan oseltamivir
selama dirawat di rumah sakit, karena hasil penelitian yang didapatkan
kemungkinan positif terjangkit virus H5N1 disebabkan tidak adanya stock
oseltamivir di rumah sakit. Padahal sebenarnya pemberian oseltamivir diberikan
sedini mungkin pada infeksi influenza agar dapat terefikasi klinis secara
maksimal. Sehingga mempertipis kemungkinan terjangkit virus H5N1. Serta
diperlukan tenaga ahli dan kecepatan dalam penanganan kasus ini.

3. Sosialiasi

Karena didapatkan hasil bahwa adanya lingkungan padat penduduk dan


banyak ruko yang memelihara burung walet, tetangga yang memelihara ayam atau
unggas lainnya yang mengalami kematian sebanyak 25 ekor unggas di bulan
Februari 2012, sehingga perlu diadakan sosialisasi pada masyarakat mengenai
penanganan yang aman jika ditemukan kematian pendadak pada unggas serta
bagaimana menjaga kebersihan kandang unggas dan vaksinasi unggas atau burung
hias.

4. Penanggulangan lain

Penanggulangan lain yang dapat dilakukan yakni seperti pembentukan


posko pengobatan, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen, maupun peningkatan
kegiatan surveilans kasus KLB flu burung.

14
Tabel:

Distribusi Gejala dan Tanda-tanda Penyakit Pada KLB

Kota Bengkulu Tahun 2012

NO. Gejala dan Tanda-tanda Jumlah Kasus %

1. Demam 5 0,5%
2. Batuk 1 0,1%
3. Sakit Kepala 6 0,6%
4. Diare 2 02%
5. Pilek 1 0,1%
6. Mual 3 0,3%
7. Bersin 3 0,3%
TOTAL 21 0,021%

E. KESIMPULAN

Sejak tahun 2003 hingga saat ini, WHO mencatat kasus Flu Burung A
H5N1 sebanyak 859 kasus konfirmasi dengan 453 kematian yang tersebar di
beberapa negara diantaranya adalah Azerbaijan, Bangladeh, China, Djibouti,
Indonesia, India, Iraq, Kamboja, Nigeria, Pakistan, Thailand, Turki, Vietnam,
Laos PDR, dan Myanmar. Pada kronologi kejadian KLB flu burung di kota
Bengkulu, flu burung pertama diidentifikasi pada satu pasien di rumah sakit yang
selanjutnya disebut kasus tersangka flu burung pada tanggal 24 Februari 2012
disertai gejala-gejala yang dialami hingga hasil pemeriksaan spesimen kasus pada
tanggal 2 Maret 2012 ditetapkan sebagai positif Flu Burung.

Pemastian diagnosa KLB ini berdasarkan langkah-langkah yakni meliputi


persiapan penelitian lapangan, pemastian diagnosis penyakit, penetapan KLB,
identifikasi kasus atau paparan, deskripsi KLB, penanggulangan sementara,
identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB, perencanaan
penelitian sistematis, penyusunan rekomendasi, hingga penyusanan laporan KLB.
Pemeriksaan yang dilakukan juga cukup banyak hingga bisa dikatakan sebagai
KLB atau tidak, yakni pemeriksaan di laboratorium (untuk diagnosis demam,
batuk, dan sesak napas), pemeriksaan lebih lanjut dengan memeriksa spesimen
swab hidung dan tenggorok, cairan ETT (Endo Tracheal Tube) serta pemeriksaan
Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) untuk mengetahui

15
adanya materi genetik Flu Burung dan pemeriksaan serum dilakukan dengan
metode Hemaglutinasi Inhibisi (HI) untuk mengetahui antibodi terhadap Flu
Burung (untuk pasien yang mengalami batuk darah hingga harus dilarikan ke
spesialis paru dan diduga kasus flu burung). Dalam pemastian kasus KLB, kota
Bengkulu sebelumnya belum pernah mengalami penyakit flu burung, dan muncul
pada tahun 2012. Kejadian kasus KLB flu burung selama tahun 2005 – 2015
hanya terjadi di Kelurahan Kebun Dahri, Kecamatan Ratusamban, Kota
Bengkulu, Provinsi Bengkulu dengan pasien atau tersangka kasus berjumlah satu
orang pada tahun 2012. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan yakni
dengan melengkapi sarana dan prasarana kesehatan berupa ruang isolasi dan
peningkatan teknologi untuk deteksi dini, lebih diperhatikan pengobatan dan
perawatan pasien, serta adanya sosialisasi pada masyarakat mengenai KLB flu
burung maupun upaya lainnya.

D. SARAN

Mengenai kasus KLB flu burung di provinsi Bengkulu ini yang terbilang
jarang, perlunya kewaspadaan yang tinggi agar tidak menjadi kasus yang lebih
parah. Dengan menerapkan upaya penanggulangan kasus flu burung tersebut serta
ditingkatkan lagi kewaspadaan diri terhadap tanda-tanda dari virus flu burung
melalui seperti sosialisasi kepada masyarakat.

16
DAFTAR PUSTAKA
BBC Indonesia. Fakta tentang Penyakit Flu Burung. [Online] Diakses di :
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2005/10/051017_birdflufacts.s
html pada 18 Oktober 2017 pukul 16:20 WIB.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Kemenkes Umumkan Kasus


Flu Burung ke 200. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
[Online] Diakses di :
http://www.depkes.go.id/article/view/17110800005/kemenkes-umumkan-
kasus-flu-burung-ke-200.html pada 18 Oktober 2017 pukul 16:05 WIB.

Maulani, N. 2010. Kejadian Luar Biasa Catatan Kuliah. Program Studi S1


Kesehatan Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.

Mohamad, K. Flu Burung. [Online] Diakses di :


http://influenzareport.com/influenzareport_indonesian.pdf pada 18 Oktober
2017 pukul 15:40 WIB.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Nomor


1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Putranto, R.H., Pratiwi, E. 2012. Studi Kasus: Konfirmasi Kasus Flu Burung di
Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu Tahun 2012. [Online] Diakses di
http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v44i2.5451.85-90 pada 15 November 2017
pukul 13:00 WIB.

Unicef Indonesia. Sekilas - Flu Burung. [Online] Diakses di :


https://www.unicef.org/indonesia/id/health_nutrition_7194.html pada 18
Oktober 2017 pukul 16:18 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai