Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP HIV/AIDS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah : Keperawatan Paliatif
Dosen Pengajar : Ida Suryani Hasibuan, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh :

Yohanna Pehulisa Br Surbakti

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas berkah dan
Rahmat-Nya penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah HIV/AIDS tepat pada
waktunya. Dalam penyusunan tugas atau materiini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan rekan-rekan kami, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi bias teratasi.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan, untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang takterhingga kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
menyelesaikan pembuatan makalah ini. Besar harapan semoga makalah ini dapat
bermanfaat terutama bagi penulis dan profesi perawat pada umumnya.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Definisi HIV/AIDS................................................................................................3
B. Gejala HIV/AIDS...................................................................................................3
C. Etiologi...................................................................................................................4
D. Patofisiologi...........................................................................................................4
E. Struktur HIV..........................................................................................................5
F. Determinan HIV/AIDS...........................................................................................6
G. Faktor Penyebaran HIV/AIDS................................................................................7
H. Masa Inkubasi AIDS..............................................................................................7
I. Stadium HIV/AIDS................................................................................................9
J. Perilaku Berisiko Terkena HIV/AIDS....................................................................9
K. Pemeriksaan Penunjang HIV/AIDS.....................................................................10
L. Pencegahan HIV/AIDS........................................................................................10
BAB III PENUTUP........................................................................................................11
A. Kesimpulan..........................................................................................................11
B. Saran....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epidemi HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired


Immunodeficiency Syndromme) semakin berkembang cepat dan merupakan salah satu
tantangan terbesar di masa kini sekalipun telah dilakukan berbagai upaya untuk
mengendalikan dan menekan penularannya. Penularan dan perkembangan kasus
HIV/AIDS yang paling cepat terkonsentrasi di negara-negara dunia ketiga, di mana
masyarakatnya masih bergelut dengan masalah keterbelakangan pendidikan, ekonomi,
dan terutama akses terhadap pelayanan kesehatan yang belum memadai atau
terjangkau. Pendidikan yang kurang dan keadaan ekonomi yang memprihatinkan
menyebabkan masyarakat tidak melakukan pemeriksaan kesehatannya secara rutin
sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit, termasuk penyakit HIV/AIDS.
AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan karena infeksi dengan
virus yang disebut HIV. Virus ini menyerang dan menghancurkan kelompok sel-sel
darah putih tertentu yaitu sel T helper, sel yang membuat zat anti dalam tubuh. HIV
memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksikannya dan merusak sel-sel
tersebut, sehingga mengakibatkan menurunnya sistem kekebalan dan daya tahan
tubuh. Virus ini terdapat dalam darah dan air mani. Daya tahan tubuh yang melemah
mengakibatkan timbulnya penyakit oleh karena infeksi ataupun penyakit lain akan
meningkat.
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan
banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari
HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis
kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis ekonomi dan juga krisis kemanusiaan.
Dengan kata lain HIV/AIDS menyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis
kesehatan, AIDS memerlukan respons dari masyarakat dan memerlukan layanan
pengobatan dan perawatan untuk individu yang terinfeksi HIV.
HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dengan laju yang sangat
mengkhawatirkan, hampir semua Provinsi di Indonesia ditemukan kasus HIV/AIDS.

1
Virus HIV bukan hanya menyerang kaum homoseksual, pekerja seks, pengguna
narkoba, tapi juga ibu-ibu rumah tangga maupun anak-anak. Pada tahun 2013
pengidap HIV sebanyak 29.037, sedangkan kasus AIDS yaitu 5608 orang, yang
meninggal 726 orang. Laporan terakhir yang diperoleh sampai dengan bulan
September 2014 kasus HIV ada penurunan kasus yaitu 22.869 kasus dan AIDS 1876
kasus, yang meninggal juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 211
kasus. Peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia diakibatkan faktor risiko penularan
yang masih tinggi. Berdasarkan laporan Ditjen PP & PL Kemenkes RI sampai dengan
bulan September tahun 2014 penyebaran kasus paling tinggi dengan heteroseksual
yaitu 34.305 orang (61,94%). Berdasarkan umur yang paling tinggi adalah umur 20-29
tahun yaitu 18.352 orang (32,89%).
Pada umumnya permasalahan dalam pengobatan HIV/AIDS sangat kompleks
karena perjalanan penyakit yang cukup panjang dengan sistem imunitas yang semakin
menurun secara progresif dan munculnya beberapa jenis infeksi oportunistik secara
bersamaan. Permasalahan dalam pengobatan HIV/AIDS adalah ARV, di mana obat ini
hanya untuk menekan replikasi virus. Pengobatan dengan kombinasi obat-obat
antiretroviral dapat mencegah berkembangnya infeksi HIV menjadi AIDS. Penelitian
klinik menunjukkan bahwa penderita yang mengikuti aturan pengobatan dan
melakukan pemeriksaan kesehatan dengan teratur, umumnya obat-obat akan bekerja
dengan baik. Kenyataannya, beberapa dokter mengatakan bahwa hanya separuh
pasiennya menunjukkan hasil yang baik. Salah satu faktor penting yang perlu
diperhatikan adalah kepatuhan pasien. Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi
secara teratur pada setiap kunjungan. Melakukan diagnosis yang tepat, pemilihan obat
serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk
menjamin keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam
mengonsumsi obatnya.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep HIV/AIDS meliputi definisi, etiologi/penyebab, tanda dan
gejala, patofisiologi perjalanan penyakit, pemeriksaan penunjang dan pencegahan
HIV/AIDS

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus sitopatik dari family
retrovirus yang terintegrasi dalam material genetic pada sejumlah besar sel, merubah
proviral DNA dan encoding struktur, regulasi dan asesori protein pada sel. Virus ini
bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga dapat menyebabkan AIDS
(Aquuired Immuno Deficiency Syndrome). Aquuired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah penyakit defisiensi imun yang sangat berat atau biasa disebut sebagai
stadium lanjut/akhir dari infeksi kronis oleh HIV (Tahir, dkk., 2022).
HIV atau kepanjangan dari Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang
menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh manusia. Limfosit (sel darah
putih) berfungsi melawan bibit penyakit yang masuk kedalam tubuh. HIV menyerang
sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan AIDS (Elisanti, 2018).
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom akibat defisiensi
imunitas seluler tanpa penyebab lain yang di ketahui, ditandai dengan infeksi
oportunistik keganasan berakibat fatal. Munculnya sindrom ini erat hubungannya
dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika
melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV. Berdasarkan tersebut
maka penderita AIDS di masyarakat digolongkan ke dalam dua kategori yaitu:
penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita AIDS
positif) dan penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis
(penderita) (Irwan, 2019).

B. Gejala HIV/AIDS
Gejala yang mungkin timbul pada penderita HIV/AIDS yaitu demam berkepanjangan
sampai 3 bulan, diare kronis sampai lebih dari satu bulan, terjadi penurunan berat
badan 1/10 berat badan semula dalam 3 bulan. Adapun gejala minor yang dapat
timbul yaitu batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan
jamur Candida albicans, dan pembengkakan pada kelenjar getah bening, munculnya
herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.

3
C. Etiologi
Penyebabnya adalah Human Immunodeficiency Virus type-1 & 2.
Penyebaran/penularan HIV tidak menyebar begitu saja. Virus ini tidak dapat
ditularkan melalui pelukan, dry kissing, berjabat tangan, menggunakan toilet duduk
bersama, air mata, urine, sputum, keringat, feses, droplet.
HIV adalah virus yang rapuh sehingga hanya dapat ditransmisikan melalui
hubungan seks tanpa kondom seksual (vagina atau anus), dan oral seks dengan orang
yang terinfeksi, transfusi darah yang terkontaminasi, dan berbagi jarum yang
terkontaminasi, jarum suntik atau alat tajam lainnya. Hal ini juga dapat ditularkan
antara ibu dan bayi selama kehamilan, melahirkan dan menyusui (WHO, 2013).
Penularan melalui hubungan sexual. Hubungan seksual yang tidak menggunakan
pelindung dengan orang yang terinfeksi HIV adalah penularan yang paling umum
terjadi. Aktivitas seksual termasuk kontak dengan sperma, cairan vagina dan atau
darah, yang kesemuanya memiliki limphosit yang berisi HIV. Berdasarkan hasil
penelitian sistematic review yang dilakukan oleh Weller SC & Davis-Beaty K.
(2002), terhadap 14 penelitian kohort dikatakan bahwa efektifitas penggunaan
kondom untuk mengurangi proporsional kejadian infeksi HIV sebesar 80%.
Kontak dengan darah dan produk darah. HIV dapat disebarkan selama paparan
darah atau peralatan yang digunakan saat pengobatan. Penularan perinatal. Penularan
ini yang paling umum terjadi pada rute infeksi anak-anak. Transmisi terjadi dari ibu
yang terinfeksi HIV ke anaknya, hal ini terjadi selama kehamilan, proses kelahiran
dan menyusui. Sekitar 25% bayi lahir dari ibu terinfeksi HIV tidak terawat/ tidak
terobati infeksi HIVnya. Dengan penggunaan ART (antiretroviral therapy) selama
kehamilan, resiko penularan dapat diturunkan lebih dari 2%.

D. Patofisiologi
Virus HIV ditransmisikan melalui hubungan seksual, darah atau produk yang
terinfeksi atau cairan tubuh tertentu serta melalui perinatal. Virus ini tidak dapat
ditularkan melalui kontak biasa seperti berpegangan tangan, bersalaman, cium pipi.
Virus masuk dalam tubuh manusia dan menempel pada dinding sel reseptor CD4
yang terdapat pada limposit dan beberapa monosit (sel darah putih). Sel target yang
lain adalah makrofag, sel dendrite, sel langerhans dan sel mikroganglia. Setelah
mengikat molekul CD4, virus masuk ke sel target dan melepaskan selubung luarnya.
RNA retrovirus ditrandisertasikan menjadi DNA melalui trandisertasi terbalik.
4
Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel
target dan membentuk provirus. Provirus ini dapat menghasilkan protein virus baru
yang bekerja menyerupai pabrik/pusat pembuatan virus-virus baru. Sel target normal
akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini
provirus ikut menyebarkan virus-virus baru tadi.
HIV dapat di isolasi di cairan serebrospinalis, semen, air mata, sekresi vagina
atau serviks, urine. Tiga cara utama penularan adalah kontak dengan darah dan
kontak seksual dan kontak ibu bayi setelah virus di tularkan akan terjadi serangkaian
proses yang kemudian akan menyebabkan infeksi (Price & Wilson, 2012).
Virus HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya atas kapsul
viral, terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan protein. Duri-
duri ini terdiri dari dua glikoprotein, gp 120 atau gp41. Gp mengacu pada
Glikoprotein, dan angka mengacu kepada massa protein dalam ribuan Dalton. Gp 120
selubung permukaan eksternal duri dan gp41 adalah bagian trans membran.
Terdapat suatu protein matrik yang disebut p17 yang mengelilingi segmen bagian
dalam membran virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsul yang
disebut p24. Di dalam kapsid, p24, terdapat dua untai RNA identik dan molekul
transcriptase, integrasi, dan protease yang sudah terbentuk.

E. Struktur HIV
Bagian luar HIV diliputi oleh suatu selubung yang disebut envelope dan dibagian
dalam terdapat sebuah inti (core)
1. Envelope: HIV bergaris tengah 1/10.000 mm dan mempunyai bentuk bulat
seperti bola. Lapisan paling luar disebut envelope, terdiri dari dua lapisan
molekul lemak yang disebut lipids. Lapisan ini diambil dari sel manusia ketika
partikel virus yang baru terbentuk dengan membentuk tonjolan dan lepas dari sel
tersebut.Selubung virus terisi oleh protein yang berasal dari sel induk, termasuk
72 turunan (rata-rata) protein HIV kompleks yang menonjol dari permukaan
selubung. Protein ini disebut Env, terdiri atas sebuah tutup (cap) terbuat dari 3-4
molekul glycoprotein (gp)120, dan sebuah batang yang terdiri atas 3-4 molekul
gp41 sebagai rangka struktur dalam envelope virus. Banyak penelitian untuk
mengembangkan vaksin HIV menggunakan protein envelope ini.
2. Inti (Core): Dalam envelope partikel HIV yang sudah matang terdapat inti
berbentuk peluru yang disebut capsid, terbentuk dari 2000 turunan protein virus
5
lainnya. Capsid tersebut mengelilingi dua helaian tunggal RNA HIV, yang
masing-masing memiliki 9 gen dari virus. Tiga diantaranya adalah: gag, pol dan
env, mengandung informasi yang diperlukan untuk membuat protein terstruktur
untuk partikel virus baru. Gen env, mengkode protein gp160 yang dipecah oleh
enzim virus untuk membentuk gp120 dan gp41, yang merupakan komponen Env.
Tiga buah gen pengatur, tat, rev dan nef, dan tiga gen tambahan, vif, vpr dan vpu,
mengandung informasi yang diperlukan untuk memproduksi protein yang
mengatur kemampuan HIV menginfeksi suatu sel, membuat turunan virus baru
atau menimbulkan penyakit. Protein yang dikode oleh nef, menyebabkan virus
dapat melakukan replikasi secara efisien, dan protein yang dikode oleh vpu
berpengaruh terhadap pelepasan partikel virus baru dari sel yang diinfeksi.Inti
HIV juga mencakup sebuah protein yang disebut p7, yaitu protein nucleocapsid
HIV; dan tiga buah enzim yang berperan dalam langkah berikutnya dalam siklus
hidup virus, transcriptase, integrase dan protease. yaitu: reverse.

F. Determinan HIV/AIDS
1. Agent
HIV adalah virus penyebab AIDS yang cepat sekali bermutasi dan sangat sulit
memberantas virus tersebut. Menularnya virus HIV tersebut tergantung dari
jumlah virus yang ada dalam darah penderita, semakin tinggi jumlah virusnya
maka makin tinggi juga tingkat parah penyakitnya. Virus HIV/AIDS, merupakan
virus yang lemah dan mudah mati saat berada di luar tubuh. Dalam waktu 30
menit virus akan mati bila berada pada suhu 60°, dan lebih cepat mati pada air
mendidih. Virus AIDS ini juga dapat dihancurkan dengan detergen yang sudah
dikonsentrasikan, juga dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang dipakai untuk
mensterilkan alat-alat.
2. Host
Distribusi penderita AIDS terbanyak terjadi pada usia 30-39 tahun. Pola seksual
yang dilakukan secara homoseksual maupun heteroseksual adalah pola transmisi
yang utama. Memerlukan waktu kurang lebih sekitar 5 tahun untuk masa
inkubasi, infeksi paling banyak terjadi pada golongan usia muda dan pada masa
seksual yang aktif yaitu usia 20- 30 tahun.
3. Environment

6
Penyebaran virus AIDS sangat ditentukan oleh lingkungan biologi, ekonomi,
sosial, agama, dan budaya. Riwayat adanya ulkus genitalis, Herpes Simpleks dan
penyakit menular seksual lainnya dapat meningkatkan kejadian prevalensi HIV
karena adanya luka merupakan sarana masuknya virus HIV. Faktor sosial,
ekonomi, budaya dan agama juga sangat berpengaruh pada perilaku seksual
masyarakat. Bila semua faktor tersebut terjadi secara bebas dalam suatu
kelompok seksual aktif, maka kelompok tersebut akan berada pada kondisi
promiskuitas. Promiskuitas adalah suatu praktik yang melakukan aktifitas seksual
secara bebas dengan banyak pasangan atau lebih dari satu pasangan.

G. Faktor Penyebaran HIV/AIDS


Menurut Ardiani & Marsanti (2021) penyebab HIV/AIDS adalah:
1. Hubungan seksual
2. Transfusi darah
3. Penggunaan jarum bekas penderita (akupuntur, jarum tatto, jarum tindik)
4. Antara ibu dan bayi selama masa hamil
5. Kelahiran dan masa menyusui

H. Masa Inkubasi AIDS


Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV
sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata
cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan masa inkubasi penderita
tidak menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut
penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang
dikenal dengan masa window periode. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah
berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara
sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan
penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar
kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. Ada 5 (lima) faktor yang perlu
diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang
membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman
(port d'entree).
1. Transmisi Seksual
7
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun heteroseksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini
berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks. Infeksi dapat
ditularkan dari setiap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Risiko penularan
HIV tergantung pada pemilihan pasangan penularan HIV tergantung pada
pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada
penelitian Darrow (1985) dalam buku Irwan (2019) ditemukan risiko seropositif
untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang
dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual
dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi
terinfeksi virus HIV.
2. Transmisi Non Seksual
a. Transmisi Parental Itu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya
(alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan
narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Di samping dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Risiko
tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
b. Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat
sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara
barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Risiko tertular infeksi HIV lewat transfusi darah adalah lebih
dari 90%.
c. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai risiko
sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu
menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan risiko
rendah (Irwan, 2019).

I. Stadium HIV/AIDS
1. Stadium pertama : HIV Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti
terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah
dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh
8
sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama
window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung
sampai enam bulan.
2. Stadium kedua : asimptomatik (tanpa gejala) berarti bahwa di dalam organ tubuh
terdapat HIV tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala gejala. Keadaan ini dapat
berlangsung sekitar 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak
sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
3. Stadium ketiga : pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
(Persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat
saja, dan berlangsung lebih dari satu bulan.
4. Stadium keempat : AIDS, keadaan ini disertai adanya bermacam-macam
penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf, dan penyakit
infeksi sekunder (Ardhiyanti et al., 2015).

J. Perilaku Berisiko Terkena HIV/AIDS


Perilaku atau kebiasaan yang dilakukan yang berisiko terkena HIV/AIDS yaitu :
1. Hubungan seks
2. Bergantian jarum suntik
3. Multipartner
4. Infeksi tato.

HIV/AIDS tidak menular melalui kegiatan sosial, seperti:


1. Gigitan serangga
2. Bersalaman, bersentuhan
3. Berpelukan bahkan berciuman
4. Menggunakan peralatan makan bersama
5. Menggunakan jamban bersama
6. Tinggal serumah dengan orang yang terinfeksi HIV (Ardhiyanti et al., 2015).

K. Pemeriksaan Penunjang HIV/AIDS


Diagnosis infeksi HIV dengan cara mendeteksi adanya antibody dan atau antigen
HIV dalam darah. Jenis peneriksaan yang dapat dilakukan antara lain (Shetty Shibani,
et all, 2011):
1. Serologi: HIV-1 antibody screening assays:
9
a. Enzyme Linked Immunoasorbant Assay (ELISA). Pengujian immunoassay
untuk mendeteksi antibodi melawan HIV. Keuntungan: Sensitivitas adalah>
99,5%, berguna dalam menyaring sejumlah besar sampel darah. Mudah
dilakukan, biaya efektif, dan spesifik. Kekurangan: Menunjukkan tingginya
insiden positif palsu bila reaksi digunakan untuk orang di daerah rendah
risiko infeksi.
b. Home access HIV-1 test sistem/dried blood spot. Keuntungan: cepat, murah,
sederhana, tidak memerlukan penggunaan organic pelarut atau prosedur
ekstraksi. Koleksi sampel ini disederhanakan karena hanya membutuhkan
sejumlah kecil darah, pengolahan sampel. Waktu berkurang, dan juga
memberikan sensitivitas dan spesifisitas tinggi.
c. Rapid tests, meliputi:
d. Agglutination tests
1. Flow through cassettes
2. Solid phase tests
3. Immunochromatographic strip (ICS) tests
e. Rapid latex agglutination assay. Keuntungan: Menunjukkan kepekaan tinggi
dan spesifisitas tinggi. Hal ini sederhana, cepat, membutuhkanminimum
keterampilan. reagen dan teknis
f. Dot blot assay. Keuntungan: mudah, spesifisitas dan sensitifitas setara
dengan ELISA.

L. Pencegahan HIV/AIDS
Beberapa tindakan pencegahan HIV/AIDS bagi remaja di antaranya adalah tidak
melakukan hubungan seksual, tidak mengonsumsi narkoba, dan berhati-hati terhadap
peralatan yang berisiko membuat luka dan digunakan secara bergantian (bersamaan),
misalnya jarum suntik, pisau cukur, dan lain-lain (BKKBN, 2019).

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus sitopatik dari family
retrovirus yang terintegrasi dalam material genetic pada sejumlah besar sel, merubah
proviral DNA dan encoding struktur, regulasi dan asesori protein pada sel. Virus ini
bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga dapat menyebabkan AIDS
(Aquuired Immuno Deficiency Syndrome). Aquuired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah penyakit defisiensi imun yang sangat berat atau biasa disebut sebagai
stadium lanjut/akhir dari infeksi kronis oleh HIV. Beberapa tindakan pencegahan
HIV/AIDS bagi remaja di antaranya adalah tidak melakukan hubungan seksual, tidak
mengonsumsi narkoba, dan berhati-hati terhadap peralatan yang berisiko membuat
luka dan digunakan secara bergantian (bersamaan), misalnya jarum suntik, pisau
cukur, dan lain-lain.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan ada kritik dan saran yang dapat
membangun sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andriati, dkk. (2022). Strategi Coping : Studi Pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).
Jawa Barat: CV. Adanu Abimata.

Gafar, A dan Syahrum. (2023). Peranan Remaja Dengan Konsep Basumpuah dan Baselo
Dalam Pencegahan Risiko HIV/AIDS. Pekalongan: PT Nasya Expanding
Management.

Muchtar, R. (2021). Keperawatan HIV/AIDS. Surabaya: CV. Jakad Media Publishing.

Na'imah, S. dkk. (2023). Analisis Penyakit Menular Seksual-HIV/AIDS. Padang: PT


Global Eksekutif Teknologi.

Noamperani, S. (2023). Asuhan Keperawatan Klien HIV/AIDS. Surabaya: CV. Jakad


Media Publishing.

Tahir, Y. dkk. (2022). Mengenal HIV-AIDS. Jakarta: Rizmedia Pustaka Indonesia.

12

Anda mungkin juga menyukai