Anda di halaman 1dari 25

LEMBAR PENDAHULUAN DAN ASKEP

“HIV DAN AIDS”


Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Konsep Dasar Keperawatan II
Dosen Pengampu : Ns. Aditiya Puspanegara, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :
Likni Frismaya Silmi (CKR0210024)

KELAS A
JURUSAN KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
LP dan Askep ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga LP dan Askep ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca. Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan LP dan Askep ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk
itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa sempurna.

Kuningan, 28 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................2
A. Latar Belakang........................................................................................................................2
B. Tujuan.....................................................................................................................................2
C. Manfaat...................................................................................................................................2
BAB II LAPORAN PENDAHULAUN .........................................................................................3
A. Konsep HIV/AIDS...................................................................................................................3
1. Definisi..............................................................................................................................3
2. Etiologi HIV/AIDS............................................................................................................3
3. Manifestasi Klinik.............................................................................................................3
4. Patofisiologi HIV/AIDS....................................................................................................4
5. Faktor Resiko Terinfeksi HIV/AIDS.................................................................................5
6. WOC.................................................................................................................................6
7. Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................................6
8. Komplikasi........................................................................................................................7
9. Pencegahan........................................................................................................................8
10. Penatalaksanaan.................................................................................................................9
ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................................11
A. Pengkajian.........................................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................................18
C. Intervensi...........................................................................................................................18
D. Evaluasi.............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................23

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV/AIDS adalah penyakit yang menjadi momok bagi manusia di seluruh dunia, dimana
kekebalan tubuh penderita menurun sehingga penderita rentan mengalami berbagai macam
penyakit dan komplikasi lainnnya, apalagi hingga kini belum ada obat yang mampu
menyembuhkan HIV/AIDS. Ironisnya, secara konsisten, jumlah kasus AIDS tertinggi terjadi pada
remaja kelompok usia 20 sampai 29 tahun yang mengindikasikan mereka telah terinfeksi HIV
sejak 5 hingga 10 tahun sebelumnya dimana saat itu mereka masih pada tahap remaja
pertengahan, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya perlindungan, pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS ke arah kelompok ini secara intensif dan komprehensif.

B. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap pengetahuan dan tentang
pencegahan HIV/AIDS.

C. Manfaat

1. Bagi Penulis
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis selanjutnya untuk menambah
wawasan dalam mengaplikasikan Lembar Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini.
2. Bagi Penulis Selanjutnya
Penulisan ini belum sempurna diharapkan dapat memberikan masukan serta pengetahuan dan
data dasar dalam pengerjaan selanjutnya.

2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep HIV/AIDS
1. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah penyakit yang menyerang sel-sel
kekebalan tubuh yang meliputi infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium
asimtomatik, hingga stadium lanjut. Acquired Imumunodeficiency Syndrome (AIDS)
merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan
tubuh akibat infeksi oleh virus HIV dan merupakan tahap terakhir dari infeksi HIV (Hidayati,
2019). HIV atau Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang menyerang sel darah putih
(limfosit) di dalam tubuh manusia. Limfosit (sel darah putih) berfungsi membantu melawan
penyakit yang masuk ke dalam tubuh. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh yang
menyebabkan AIDS. HIV masuk keluarga retro virus dengan menginfeksi RNA menjadi
DNA yang menyatu dalam DNA sel manusia dengan membentuk pro virus dan kemudian
melakukan replikasi (Elisanti, 2018). Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus
yang menyebabkan Acquired Imumunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV dan AIDS
merupakan suatu spektrum dari penyakit infeksi menyerang sistem imun sehingga
menyebabkan imunodefisiensi. Acquired Imumunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah
kumpulan gejala berkurangnya kemampuan mempertahankan diri yang disebabkan oleh virus
HIV. Orang yang terinfeksi HIV dan AIDS selanjutnya dikenal dengan ODHA (Orang
dengan HIV dan AIDS (Daili, 2018).
2. Etiologi HIV/AIDS
Etiologi penyebab HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah
golongan virus retro. HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Retrovirus ini yang menjangkit sel-sel sistem
kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-
komponen utama sistem kekebalan sel) menghancurkan atau mengganggu fungsi sel. Infeksi
virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus menerus (Erna,
2014).
3. Manifestasi Klinik
Infeksi HIV tidak langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu dalam waktu dekat
setelah terinfeksi (Hidayati, 2019) .Dalam perjalannya, infeksi HIV dapat melalui 3 fase klinis
yaitu :
1) Tahap 1 (infeksi akut) Dalam 2 sampai 6 minggu setelah terinfeksi HIV mungkin
seseorang akan mengalami penyakit seperti flu yang dapat berlangsung selama beberapa
minggu. Hal ini merupakan respon alami tubuh terhadap infeksi. Setelah HIV menginfeksi sel
target, yang terjadi adalah proses replikasi menghasilkan berjuta-juta virus baru (virion),
terjadi viremia yang memicu sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom seperti
flu. Gejala yang dapat terjadi berupa demam, nyeri menelan, pembengkan kelenjer getah
bening, ruam, diare, nyeri otot dan sendi, atau batuk (Hidayati, 2019).

3
2) Tahap 2 (infeksi laten) Setelah infeksi akut pada tahap 1, dimulainya infeksi asimtomatik
(tanpa gejala), yang berlangsung biasanya selama 8-10 tahun. Pembentukan respons imun
spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler di pusat graminatium
kelenjar limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki
fase laten. Meskipun pada fase ini virion di plasma menurun, replikasi tetap terjadi di dalam
kelenjar limfe dan jumlah limfosit T-CD4 perlahan menurun walaupun belum menunjukkan
gejala (asimtomatis). Beberapa pasien dapat menderita sarkoma Kaposi’s, Herpes zoster,
Herpes simpleks, sinusitis bakterial atau pneumonia yang mungkin berlangsung tidak lama
(Hidayati, 2019).
3) Tahap 3 (infeksi kronis) Sekelompok kecil orang dapat menunjukkan perjalanan penyakit
sangat cepat dalam waktu 2 tahun, dan ada pula yang perjalannya lambat (non-progressor).
Akibat replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler karena
banyaknya virus, fungsi kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun dan virus
dicurahkan kedalam darah. Saat ini terjadi respon imun sudah tidak mampu meredam jumlah
virion yang berlebihan tersebut. Limfosit T-CD4 semakin tertekan oleh karena intervensi HIV
yang semakin banyak, dan jumlahnya dapat menurun hingga di bawah 200 sel/mm3.
Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan
terhadap berbagai penyakit infeksi sekunder, dan akhirnya pasien jatuh pada kondisi AIDS
(Hidayati, 2019). Menurut Kemenkes RI (2012) dalam Hidayati (2019) gejala klinis terinfeksi
HIV adalah :
1) Keadaan umum, yakni kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar, demam (terus
menerus atau intermiten, temperatur > 37,5 oral) yang lebih dari satu bulan, diare (terus
menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan, limfadenopati meluas.
2) Kulit, didapatkan prurutic papular eruption dan kulit kering yang luas, merupakan dugaan
kuat terinfeksi HIV. Beberapa kelainan kulit seperti genital warts, folikulitis, dan psoriasis
sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV.
3) Infeksi jamur ditemukan kandidiasis oral, dermatitis seboroik, atau kandidiasis vaginan
berlubang.
4) Infeksi viral dengan ditemukan herpes zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu
dermatom), herpes genital berulang, moluskum kontangiosum, atau kondiloma 5) Gangguan
pernafasan dapat berupa batuk lebih dari satu bulan, sesak nafas, tuberkulosis, pneumonia
berulang, sinusitis kronis atau berulang.
6) Gejala neurologis dapat berupa nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya), kejang demam atau menurunnya fungsi kognitif.
4. Patofisiologi HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan menyebabkan timbulnya AIDS. HIV menyerang salah satu
jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas sebagai penghalang terjadinyal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam
mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang
baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan ada orang dengan sistem kekebalan
terganggu misalnya pada orang terinfeksi HIV nilai CD4 semakin lama akan semakin
menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (Hidayati, 2019). HIV masuk
kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara, yaitu secara vertikal, horizontal dan seksual.

4
HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang
mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan
mukosa yang tidak intak seperti yang terjadi pada kontak seksual. Setelah sampai dalam
sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak terpapar virus HIV dapat terdeteksi didalam darah
(Nasronudin, 2020). Setelah masuk dalam sirkulasi sistemik manusia, sel target utama dari
HIVadalah sel yang mampu mengakses reseptor spesifik CD4, seperti monositmakrofag,
limfosit, sel dendritik, astrosit, mikroglia, Langerhan’s yang kebanyakan terdapat dalam
sistem imun manusia. Bila virus ini berhasil memasuki sel target akan terjadi interaksi gp120
dengan CD4 merupakan Sel darah putih berperan penting dalam memerangi infeksi. Gp120
glikoprotein yang berada di permukaan selubung virus HIV. Gp120 memiliki peran penting
dalam masuknya virus HIV ke dalam sel inang, karena fungsinya mengikat reseptor-reseptor
tertentu di permukaan sel. Interaksi gp120 dengan CD4, dan kemudian atas peran protein
transmembran gp120 akan terjadi fusi membran virus dan membran sel target. Proses
selanjutnya diteruskan melalui peran enzim reverse transcriptase dan integrase serta protease
untuk mendukung proses replikasi (Nasronudin, 2020). Replikasi dimungkinkan melalui
enzim reverse transcriptase, diawali oleh transkripsi terbalik RNA genomik ke DNA. DNA
yang terbentuk berintegrasi ke genom sel manusia yang kemudian menjadi proviral DNA.
Secara perlahan sel target HIV yakni limfosit T akan tertekan dan semakin menurun.
Penurunan limfosit T dan CD4 menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan
individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah dah meningkatkan risiko terjadi
infeksi sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS (Nasronudin, 2020). Menurunnya sistem
imun semakin lama akan memperburuk kekebalan tubuh, akibatnya virus HIV mulai
menampakkan gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan mengalami penurunan,
demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi
jamur, herpes, dan lain-lain. Sekitar 50% dari semua orang terinfeksi HIV, 50% berkembang
masuk dalam tahap AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun, hampir semua
menunjukkan gejala AIDS dan menyebabkan kematian ( Nasronudin, 2020)
5. Faktor Resiko Terinfeksi HIV/AIDS
Menurut Nasronudin (2020) faktor risiko epidemiologis infeksi HIV yaitu :
1) Perilaku berisiko tinggi
a. Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa penggunaan kondom.
b. Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama tanpa
sterilisasi yang memadai.
c. Hubungan seksual yang tidak aman (multipartner, pasangan seks individu terpapar HIV,
kontak seks per anal).
2) Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.
3) Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa tes penapisan.
4) Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak disterilisasi.
Menurut French ( 2015) penularan virus HIV/AIDS melalui transmisi yaitu:
a. Kontak seksual
Sebagai besar infeksi HIV terjadi melalui hubungan intim tanpa pelindung. HIV terdapat pada
semen, pre-cum, caira vagina, dan darah haid. HIV dapat berpindah dari satu orang ke orang
lain melalui kontak dengan membran mukosa.

5
b. Kontak darah dengan darah
Virus HIV terdapat dalam darah, setiap kontak dengan darah yang terinfeksi HIV akan
berpotensi menyebakan penularan. Metode infeksi yang paling umum adalah berbagi
pelaratan injeksi diatara obat terlarang yang diinjeksikan.
c. Transmisi ibu ke anak
HIV dapat ditularkan melalui penularan parental, baik sebelum atau selama pelahiran atau
menyusui. Semua ibu hamil ditawarkan untuk melalui pemeriksaan HIV, jika positif HIV
selama kehamilan, medikasi dapat diberikan kepada ibu agar janin dapat mengurangi resiko
terpapar HIV ( French, 2015).

6. WOC

7. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis HIV ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium (Hidayati, 2019).
Pemeriksaan laboratorium HIV dilakukan jika terdapat gejala klinis pada individu tertentu
yang mengarah ke HIV/AIDS yaitu :
1) Tes cepat
Tes cepat dilakukan untuk kepentingan skrining, dengan reagen yang sudah dievaluasi oleh
institusi yang ditunjuk Kemenkes, dapat mendekteksi antibodi terrhadap HIV-1 maupun HIV-
2.
2) Tes EIA antibodi HIV (Enzyme Immunoassay)
Tes ini berguna sebagai skrining maupun diagnosis HIV dengan mendeteksi antibodi untuk
HIV-1 dan HIV-2.
3) Tes Western Blot
Tes ini merupakan tes antibodi untuk konfirmasi pada kasus yang sulit.

6
4) Tes virologis terdiri atas
a. HIV DNA kualitatif (EID)
Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung pada keberadaan antibodi HIV. Tes
ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.
b. HIV RNA kuantitatif
Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan dapat digunakan untuk
pemantauan terapi ARV pada dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA tidak tersedia.
c. Tes virologis polymerase Chain Reaction (PCR)
Tes virologi digunakan untuk mendiagnosis anak berumur kurang dari 18 bulan. Tes virologis
yang dianjurkan yaitu HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot (DBS),
dan HIV RNA kuantitatif dengan menggunakan plasma darah. Bayi yang diketahui terpajan
HIV sejak lahir dianjurkan untuk pemeriksaan tes virologis paling awal pada umur 6 minggu.
5) Tes antigen p24 HIV
Tes antigen p24 dapat mendeteksi protein p24 rata-rata hingga 14 hari setelah terinfeksi HIV.
Tes ini direkomendasikan oleh WHO dan CDC yang bertujuan untuk mengurangi waktu yang
diperlukan untuk mendiagnosis infeksi HIV.
8. Komplikasi
Infeksi HIV memperlemah sistem kekebalan tubuh menyebabkan rentan terhadap banyak
infeksi dan jenis kanker tertentu (Haryono, 2019). Komplikasi pada HIV/AIDS terutama
disebabkan oleh infeksi yaitu :
1) Tuberkulosis (TB)
Di negara-negara berkembang, TB adalah infeksi oportunistik paling umum yang terkait
dengan HIV dan penyebab utama kematian di antara orang-orang dengan AIDS (Haryono,
2019).
2) Sitomegalovirus
Virus herpes ini ditularkan ke cairan tubuh seperti air liur, darah, air seni, air mani, dan air
susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menonaktifkan virus. Jika sistem kekebalan
tubuh melemah, virus akan muncul kembali, menyebabkan kerusakan pada mata, saluran
pencernaan, paru-paru, atau organ tubuh lainnya (Haryono, 2019).
3) Kandidiasis
Kandidiasis adalah infeksi yang berhubungan dengan HIV. Ini menyebabkan radang dan
lapisan putih tebal di selaput lendir mulut, lidah, kerongkongan atau vagina (Haryono, 2019).
4) Meningitis kriptokokal
Meningitis adalah pembengkakan selaput dan cairan yang mengelilingiotak dan sumsum
tulang belakang (meninges). Meningitis kriptokokus adalah infeksi sistem saraf pusat yang
umum yang terkait dengan HIV, disebabkan oleh jamur (Haryono, 2019).
5) Toksoplasmosis
Infeksi berpotensi mematikan ini disebabkan oleh toksoplasma gondii, parasit yang menyebar
terutama dari kucing (Haryono, 2019).

7
6) Kriptosporidiosis
Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang biasa ditemukan pada hewan. Kritosporidiosis
bisa masuk ke dalam tubuh ketika seseorang menelan makanan atau air yang terkontaminasi.
Parasit itu tumbuh di usus dan saluran empedu, yang menyebabkan diare kronis yang parah
pada orang dengan AIDS (Haryono 2019).
7) Kanker yang umum terjadi pada HIV/AIDS
a. Tumor sarokoma kaposi dinding pembuluh darah, kanker ini jarang terjadi pada orang yang
tidak terinfeksi HIV, namun umum pada orang HIV positif (Haryono, 2019).
b. Sarkoma kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah, atau ungu pada kulit
dan mulut. Pada orang dengan kulit yang lebih gelap, lesi bisa terlihat coklat tua atau hitam.
Sarkoma kaposi juga
dapat mempengaruhi organ dalam, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru (Haryono,
2019).
c. Limfoma. Kanker berasal dari sel darah putih dan biasanya pertama kali muncul di kelenjar
getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah pembengkakan kelenjer getah bening
yang tidak menyakitkan di leher, ketiak, atau pangkal paha (Haryono, 2019).
8) Sindroma wasting
Sindroma wasting merupakan kehilangan setidaknya 10% berat adan, sering disertai diare,
kelemahan kronis, dan demam (Haryono, 2019).
9) Komplikasi neurologis
Dapat menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, kelupaan, depresi, kegelisahan
dan kesulitan berjalan. Bentuk komplikasi neurologis yang sering terjadi yaitu komples
demensia AIDS, yang menyebabkan perubahan perilaku dan berkurangnya fungsi mental
(Haryono, 2019).
10) Penyakit ginjal
HIV terkait nefropati (HIVAN) adalah radang filter kecil di ginjal yang menghilangkan
kelebihan cairan dan limbah dari aliran darah, serta meneruskannya ke urin. Akibat
predisposisi genetik, risiko
pengembangan HIVAN jauh lebih tinggi pada orang kulit hitam (Haryono, 2019)
9. Pencegahan
Untuk menghindari terinfeksi HIV/AIDS bisa dilakukan pencegahan sebagai berikut
(Elisanti, 2018) yaitu :
1) Pencegahan penularan lewat hubungan seks
a. Hubungan seks monogami merupakan hal yang paling aman jika suami dan istri tidak ada
yang terinfeksi.
b. Remaja menghindari hubungan seks yang ilegal atau di luar nikah yang berisiko terjadinya
HIV/AIDS.
c. Remaja mengurangi pergaulan bebas Jangan melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang tidak diketahui kondisi kesehatannnya.

8
d. Risiko berkurang dengan menghindari hubungan seks dengan kelompok risiko tinggi
seperti laki-laki homoseksual atau biseksual, pemakaian obat secara intravena (IV), pekerja
seks komersial atau orang diketahui positif untuk antibodi HIV/AIDS.
e. Karena virus HIV bisa terdapat didalam air mani, pemakaian kondom mengurangi risiko
penularan.
2) Pencegahan penularan non-seksual
a. Kelompok risiko tinggi tidak diperbolehkan menjadi pendonor darah, donor organ, atau
jaringan transplantasi.
b. Penggunaan obat secara IV yang ilegal meningkatkan risiko, hindari pemakaian narkoba,
psikotropika, zat aditif (NAPZA) serta mabuk-mabukan.
c. Pemakaian jarum suntik dan alat yang harus dijamin sterilitasnya.
d. Petugas kesehatan yang terlibat dalam pekerjaan inseminasi artifisial, tranfusi darah atau
produk darah harus berhati-hati terhadap risiko infeksi HIV/AIDS.
e. Sperma donor harus menjalani screening antibody 3 bulan.
3) Pencegahan penularan perinatal
a. Wanita hamil dengan infeksi HIV/AIDS menghadapi peningkatan risiko terkena HIV/AIDS
menghadapi peningkatan risiko terkena HIV/AIDS dibandingkan dengan wanita tidak hamil
b. Ibu yang teridentifikasi HIV/AIDS sebaiknya tidak hamil, karena berisiko memindahkan
virus kepada janinnya.
c. Wanita hamil dengan infeksi HIV/AIDS dapat menularkan infeksi tersebut kepada bayinya
yang baru lahir.
d. Bayi baru lahir yang terinfeksi HIV/AIDS menunjukkan perjalanan peyakit yang parah dan
masa hidup yang lebih singkat dari pada pasien dewasa.
e. Penggunaan kontrasespsi yang memonyai efektifitas tinggi, untuk mengurangi penularan
kepada pasangannya.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksaan HIV tergantung pada stadium HIV/AIDS dan setiap infeksi oportunistik
yang terjadi. Secara umum, tujuan pengobatan pada pasien HIV/AIDS adalah untuk
mencegah sistem imun tubuh memburuk ke titik dimana infeksi oportunistik akan
bermuculan. Sindrom pulih imun atau immune Reconstitutin Inflammatory Syndrome (IRIS)
yang bisa muncul setelah pengobatan juga jarang terjadi pada pasien yang belum mencapai
titik tersebut (Hidayati 2019). Untuk semua penderita HIV/AIDS diberikan anjuran untuk
istirahat sesuai kemampuan atau derajat sakit, dukungan nutrisi yang memadai berbasis
makronurtrien dan mikronutrien untuk penderita HIV/AIDS, konseling sebagai pendekatan
psikologis dan psikososial dan membiasakan gaya hidup sehat. Terapi antiretroviral adalah
metode utama untuk pencegahan memburuknya sistem imun tubuh. Terapi infeksi
sekunder/oportunistik/malignansi diberikan sesuai gejala dan diagnosis penyerta yang
ditemukan. Sebagai tambahan, profilaksis utnuk infeksi oportunistik spesifik diindikasikan
pada kasus-kasus tertentu (Hidayati, 2019). Prinsip pemberian ARV menggunakan kombinasi
3 jenis obat yang ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah,
dikenal dengan HAART (highly active antiretroviral therapy). Istilah HAART sering
disingkat menjadi ART (antiretroviral therapy) atau terapi ARV. Pemerintahan dalam

9
peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 87 Tahun 2014 menetapkan paduan
yang digunakan dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan pada 5 aspek, yaitu efektifitas,
efek samping/toksisita, Interaksi obat, kepatuhan, harga obat. Setelah pemberian ARV
diperlukan pemantauan dengan tujuan mengevaluasi respon pengobatan, pemantauan
terhadap efek samping ARV dan substitusi ARV jika diperlukan, pemantauan sindrom pulih
imun (IRIS), serta pemantauan apakah terjadi kegagalan terapi ARV untuk
memulai terapi lini berikutnya (Hidayati, 2019).

10
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. T DENGAN KASUS HIV/AIDS
DIRUANG MAWAR 1 RSUD WALED
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Tn.T
Jenis Kelamin :L
Tanggal Lahir : 14-08-1987
Umur : 35
Agama : Islam
Diagnosa Utama : HIV/AIDS
Pekerjaan : Supir
Suku/Bangsa : Sunda
Alamat : Ciledug-Cirebon
Tanggal Masuk RS : 22 Maret 2019
Tanggal Pengkajian : 22 Maret 2019
No Medrek : 009-075
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Lilik Apriyanti
Jenis Kelamin :P
Umur : 26 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Ciledug-Cirebon
Pekerjaan :-
Hub dengan klien : Sepupu
2. Keluhan Utama
Saat MRS : Diare dan demam tinggi
Saat Pengkajian : Klien mengatakan badan terasa lemah, dan tidak mampu
melakukan aktifitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak tanggal 20 Maret 2019 klien mengalami diare hebat
sekitar 12-13x/hari, tidak nafsu makan (anoreksia), dan
kesulitan menelan (disfagia). Klien juga mengalami demam
sejak 22 Maret 2019 dan dibawa ke rumah sakit pada pukul
09.00 WIB. Pada saat pengkajian klien berkata-kata dengan
suara yang lirih seperti kelelahan dan mengeluhkan badan
terasa lemah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu : Dalam 3 bulan terakhir Tn. T sering mengalami diare tak
terkontrol tanpa merasakan sakit perut, penyebabnya
tidak diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah
bergerak sehingga usaha yang dilakukan adalah diam.
Klien juga demam tinggi sehingga dibawa ke puskesmas
untuk mendapatkan perawatan. Dari riwayat 3 bulan

11
terakhir Tn. T pernah 3-4 kali mengalami demam dan 1
kali mengalami diare disertai darah. Klien juga
mengatakan pada masa mudanya pernah mengkonsumsi
obat-obatan terlarang.

5. Riwayar Keluarga : Dari riwayat penyakit keluarga, tidak didapatkan anggota


keluarga yang mengalami kelainan, penyakit kronis,
ataupun penyakit yang sama dengan Tn. T

6. Keadaan Kesehatan Saat ini


a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Di Rumah : makan 3x/hari, habis satu porsi dengan komposisi nasi
sayur dan telur terkadang tempe. Minum air putih 1000 cc/hari
ditambah kopi tiap pagi.
Di Rumah Sakit : saat pengkajian klien menunjukkan gejala anoreksia dan
kesulitan menelan, makan 2x/hari tidak habis, minum air putih
300cc/jam.
b. Pola Eliminasi
1) Kebiasaan Devekasi Sehari-hari
Di Rumah : klien devekasi 12-13x/hari dengan konsistensi cair, warna kuning
kecoklatan. Pernah satu kali devekasi disertai darah
Di Rumah Sakit : saat pengkajian klien belum devikasi karena pasien baru datang.
2) Kebiasaan Miksi
Di Rumah : Tn. T miksi 3-4x / hari (kira-kira 1500 cc) warna kuning, bau khas,
tidak ada kesulitan BAK, tidak terdapat darah pada urin. Selama
sakit BAK 3-4x/ hari
Di Rumah Sakit : klien BAK tanpa alat bantu ataupun kateter.
c. Pola Tidur dan Istirahat
Di Rumah : istirahat (tidur) kira-kira 6 jam/hari mulai jam 22.00 WIB
sampai 05.00,
Di Rumah Sakit : klien tidur siang selama 40 menit
d. Pola Aktivitas
Di rumah : klien beraktifitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain dan
tidak memiliki kebiasaan olah raga
Di rumah sakit : klien merasa mudah lelah, tidak kuat untuk mengankat beban
berat maupun sedang. Klien mendapat terapi istirahat, beberapa
aktifitasnya dibantu.
e. Pola Reproduksi dan Seksual

12
Klien Tn. T dengan usia 35 th memiliki 2 orang anak. Klien melakukan seksual
menggunakan kondom tapi tidak konsisten.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah, terpasang infus RL
Keadaan sakit : Klien sering mengeluh lemas
Nadi : 55x/m
TD : 90/80 mmHg
Suhu : 37,8
Respirasi : 24x/m
Bising Usus : 20x/m
Tinggi Badan : 167cm
Berat Badan : 52kg
b. Review of System (ROS)
(1) Kepala : Posisi tegak, bentuk kepala simetris, warna rambut hitam,
distribusi rambut merata, tidak terlihat bayangan pembuluh darah, tidak terdapat
luka, tumor, edema, terlihat ada ketombe, dan bau.
 Mata ; tidak terdapat vesikel, tidak ada masa, nyeri tekan, dan penurunan
penglihatan, konjungtiva anemis.
 Hidung ; ada sekret, tidak ada lesi
 Mulut ; terdapat lesi, gigi ada yang tanggal, membran mukosa kering,  lidah ada
bercak-bercak keputihan, dan halitosis.
 Telinga ; tidak ada nyeri tekan
(2) Leher : trakea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena
jugularis, tidak ada nyeri tekan.
(3) Thoraks : bentuk simetris, tidak terdapat masa,tidak ada otot bantu napas
 Paru ; bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi interkosta, ekspansi kanan
dan kiri sama, perkusi paru didapat suara sonor di seluruh lapang paru, batas
paru hepar dan jantung redup,
 Jantung ; ictus cordis terlihat di mid-clavicula line sinistra ICS 5,
(4) Ketiak dan Payudara ; Tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe dan tidak ada
benjolan, puting dan areola baik
(5) Abdomen : bentuk simetris, ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada
tanda pembesaran hepar, tidak didapati asites, dan hasil perkusi didapat suara
timpani,

13
(6) Genetalia : Tn. T adalah klien laki-laki,
 Penis ; klien di sirkumsisi, gland penis terdapat bercak, pada batang penis ada
tanda jamur, tidak ada tanda herpes, ada lesi.
 Skrotum ; tidak ada lesi, tidak ada tanda jamur, tidak ada tanda herpes
 Uretra ; tidak terdapat kelainan, tidak ada lesi
(7) Anus dan Rektum : tidak ada abses, ada hemoroid, rektum didapati sedikit berlendir.
(8) Ekstremitas : kekuatan otot menurun, tidak terdapat oedema, tidak ada fraktur,
tidak tampak tanda atropi
(9) Integumen : warna sawo matang, tekstur kering, terdapat kemerahan pada area,
turgor buruk, terdapat tanda sianosis, akral dingin, capillary refill time >3 detik,
tidak ada tanda inflamasi pada kuku, ada lesi pada kulit bagian area scapula
(10) Status Neurologis
a) Tingkat kesadaran : Kompos Mentis
b) Tanda–tanda perangsangan otak
1) Pusing
2) Suhu tubuh 37,8o C
c) Fungsi Motorik
Tidak ada gerakan yang tdak disadari klien, klien mampu bergerak tanpa
perintah.
d) Fungsi Sensorik
Klien tidak merasakan usapan kapas pada area maksilaris, dapat merasakan
benda tajam, tidak dapat merasakan hangat, panas, dan dingin.
e) Refleks Pantologis
Reflek babinsky negatif, reflek cadlok negatif, reflek Gordon negatif.

8. Data Psikologis
(a) Status Emosi
Emosi klien stabil, klien aktif menjawab pertanyaan, tidak mudah tersinggung, afek dan
mimik muka sesuai keadaan.
(b) Kecemasan
Klien mengaku bahwa dirinya diduga dengan diagnosis AIDS, Klien bertanya kepada
perawat apakah benar dia sudah positif mengidap HIV? serta menanyakan; “Apakah
penyakit saya bisa disembuhkan?”? ekspresi wajah klien tampak cemas dan gelisah.
(c) Pola Koping
Klien mengatakan bila mempunyai masalah klien hanya mengatasinya sendiri
kemudian bergaul dengan teman-teman dan untuk mengalihkan masalahnya klien

14
minum-minuman beralkohol sampai mabuk dan melakukan hubungan sexual dengan
PSK (Pekerja Sex Komersial).
(d) Gaya Komunikasi
Pada saat berkomunikasi klien cenderung diam, vokal jelas, menggunakan bahasa
Indonesia saat wawancara, sehari-hari klien menggunakan bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia.

9. Konsep Diri
a) Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya, tetapi merasa malu dan bingung
karena sejak menderita sakit ini penis klien tidak dapat ereksi.
b) Harga Diri
Klien mengatakan merasa bersalah atas perbuatannya selama ini dan klien merasa malu
dengan keadaan dirinya yang diduga mengidap HIV,
c) Peran Diri
Klien seorang pemuda sudah bekerja mengelola bengkel dan dapat mencukupi
kebutuhannya sehari-hari serta membiayai kuliah adiknya..
d) Identitas Diri
Klien mengaku dirinya sudah berkeluarga, pendiam, tidak gampang marah.
e) Ideal Diri
Klien mengatakan dirinya ingin cepat sembuh dan kembali menjalankan aktifitas di
bengkel yang dikelolanya.
10. Data Sosial
Hubungan klien dengan keluarga serta saudaranya baik, klien ditunggu oleh saudaranya yang
perempuan. Klien dapat menjalin kerja sama dengan petugas dan sesama pasien di ruang
perawatan. Klien termasuk pribadi yang kooperatif.

11. Data Spiritual


Klien beragama Islam , klien percaya penyakitnya dapat di sembuhkan, klien mengatakan
datangnya ke RS merupakan salah satu usaha yang harus ia jalani karena penyakitnya
merupakan cobaan dari Allah. Klien mengatakan jarang melakukan ibadah.

12. Pemeriksaan Penunjang


a) Hasil Test Enzime Linked Sorbent Assay (ELISA) : dari hasil test ELISA yang dilakukan,
menunjukkan hasil bahwa Tn. T Positif dibuktikan dengan antibodi dalam serum
mengikat antigen virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin.
b) Hasil Test Western Blot : Positif

15
c) P24 Antigen Test : Positif
d) Kultur HIV : Positif, dengan kadar antigen P24
Meningkat

ANALISIS DATA

Nama : Tn.T No Reg : 012 68651


Umur : 35 th

Tanggal Kelompok Data Masalah Etiologi


22 Maret 2019 DS : Resiko Terhadap Imunodefisiensi
- Klien mengatakan pernah
infeksi
mengkonsumsi obat
terlarang sehingga
dikucilkan oleh saudara-
saudaranya.
- Klien mengeluh susah
menelan
( disflagia )
DO :
- Mulut ; terdapat lesi, gigi
ada yang tanggal, membran
mukosa kering,  lidah ada
bercak-bercak keputihan,
dan halitosis.
- Penis ; klien di sirkumsisi,
gland penis terdapat bercak,
pada batang penis ada tanda
jamur, tidak ada tanda
herpes, ada lesi.
- Saat dirumah klien devekasi
12-13x/hari dengan
konsistensi cair, warna
kuning kecoklatan. Pernah
satu kali devekasi disertai
darah

22 Maret 2019 DS : Kekurangan Volume Output yang


- Saat dirumah klien devekasi
Cairan berlebih
12-13x/hari dengan
konsistensi cair, warna
kuning kecoklatan. Pernah
satu kali devekasi disertai
darah
DO :
- integumen : warna sawo
matang, tekstur kering,
terdapat kemerahan pada

16
area, turgor buruk, terdapat
tanda sianosis, akral dingin,
capillary refill time >3
detik, tidak ada tanda
inflamasi pada kuku, ada lesi
pada
- Penis : ada lesi pada batang
penis.
- TD : 90/80

22 Maret 2019 DS : Kelemahan Proses penyakit


- Klien sering mengeluh
yang
lemas
- Klien mengatakan tidak dimanifestasikan
nafsu makan (anoreksia)
oleh kekurangan
- Klien mengeluh kesulitan
menelan (disfagia). energi,
DO :
ketidakmampuan
- Klien terlihat lemas
- klien merasa mudah lelah, mempertahankan
tidak kuat untuk mengangkat
aktivitas sehari-
beban berat maupun sedang.
- Klien mendapat terapi hari
istirahat, beberapa
aktifitasnya dibantu.
- Pada saat pengkajian klien
berkata-kata dengan suara
yang lirih seperti kelelahan
dan mengeluhkan badan
terasa lemah.

22 Maret 2019 DS : Gangguan Integritas Rash Dan Lesi


-
Kulit Pada Kulit
DO :
- Integumen : warna sawo
matang, tekstur kering,
terdapat kemerahan pada
area, turgor buruk, terdapat
tanda sianosis, akral dingin,
capillary refill time >3
detik, tidak ada tanda
inflamasi pada kuku, ada lesi
pada kulit bagian area
scapula.
- gland penis terdapat bercak
- Hipertermia (Suhu tubuh
37,8o C)

22 Maret 2019 DS : Persepsi tidak diterima Isolasi sosial


- Klien mengatakan merasa dalam masyarakat
bersalah atas perbuatannya

17
selama ini
- Klien merasa malu dengan
keadaan dirinya yang diduga
mengidap HIV
DO :
- Pada saat berkomunikasi
klien cenderung diam
- Ekspresi wajah klien tampak
cemas dan gelisah
- Klien bertanya kepada
perawat apakah benar dia
sudah positif mengidap HIV?
- Klien bertanya; “Apakah
penyakit saya bisa
disembuhkan?”

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Terhadap Infeksi berhubungan dengan Imunodefisiensi
2. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Output Yang Berlebih
3. Kelemahan berhubungan dengan Proses Penyakit Yang Dimanifestasikan Oleh Kekurangan
Energi, Ketidakmampuan Mempertahankan Aktivitas Sehari-hari.
4. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan Rash Dan Lesi Pada Kulit
5. Isolasi Sosial berhubungan dengan Persepsi Tidak Diterima Dalam Masyarakat

C. INTERVENSI

No Tanggal Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1 22 Maret Resiko Terhadap Tujuan : 1. Instruksikan pasien / orang
2019 Infeksi Pasien mencapai masa terdekat mencuci tangan
Jam 15.00 berhubungan penyembuhan luka/lesi dalam sesuai indikasi
dengan kururn waktu 3 x 24 jam 2. Berikan lingkungan yang
Imunodefisiensi bersih dan berventilasi yang
KH : baik
1. Klien tidak demam. Pantau keluhan nyeri ulu hati
2. Bebas dari
disfagia, sakit retrosternal pada
pengeluaran/sekresi purulen
dan tanda-tanda lain dari waktu menelan dan diare hebat.
infeksi.

2 22 Maret Kekurangan Tujuan : Mempertahankan 1. Pantau tanda - tanda vital

18
2019 Volume Cairan hidrasi dalam kurun waktu 24 termasuk CVP bila
Jam 15.00 berhubungan jam terpasang, catat hipertensi
dengan Output termasuk perubahan
Yang Berlebih KH : postural.
1. Membran mukosa lembab 2. Hilangkan makanan yang
2. Turgor kulit membaik potensial menyebabkan diare
Tanda-tanda vital stabil yakni pedas atau berlemak
tinggi, kacang, kubis, susu.
3. Mencatat peningkatan suhu
dan durasi demam. Berikan
kompres hangat sesuai
indikasi.
4. Kolaborasikan dengan dokter
dalam pemberikan antipiretik
sesuai indikasi

3 22 Maret Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya


keperawatan selama … Pasien pembatasan klien dalam
2019 aktivitas
bertoleransi terhadap aktivitas melakukan aktivitas
15.00 berhubungan dengan Kriteria Hasil : 2. Kaji adanya faktor yang
1. Berpartisipasi dalam menyebabkan kelelahan
dengan Proses
aktivitas fisik tanpa disertai 3. Monitor nutrisi  dan
Penyakit Yang peningkatan tekanan darah, sumber energi yang
nadi dan RR adekuat
Dimanifestasikan
2. Mampu melakukan 4. Monitor pasien akan
Oleh Kekurangan aktivitas sehari hari adanya kelelahan fisik dan
(ADLs) secara mandiri emosi secara berlebihan
Energi,
3. Keseimbangan aktivitas 5. Monitor respon
Ketidakmampuan kardivaskuler  terhadap
dan istirahat
aktivitas (takikardi,
Mempertahankan
disritmia, sesak nafas,
Aktivitas Sehari- diaporesis, pucat,
perubahan hemodinamik)
hari
6. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas

19
seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual

4 22 Maret Gangguan Tujuan 1. Pressure ulcer prevention


Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan 2. Wound care
2019 Jam
berhubungan keperawatan selama …. 3. Anjurkan pasien untuk
15.00 dengan Rash Dan kerusakan integritas jaringan menggunakan pakaian
Lesi Pada Kulit pasien teratasi dengan kriteria yang longgar
hasil: 4. Jaga kulit agar tetap bersih
 Perfusi jaringan normal dan kering
 Tidak ada tanda-tanda 5. Mobilisasi pasien (ubah
infeksi posisi pasien) setiap dua
 Ketebalan dan tekstur jam sekali
jaringan normal 6. Monitor kulit akan adanya
 Menunjukkan pemahaman kemerahan
dalam proses perbaikan 7. Oleskan lotion atau
kulit dan mencegah minyak/baby oil pada
terjadinya cidera berulang daerah yang tertekan
Menunjukkan  terjadinya proses 8. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
penyembuhan luka 9. Monitor status nutrisi
pasien
10. Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
11. Kaji lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan tekanan
12. Observasi luka : lokasi,
dimensi, kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan,
granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda
infeksi lokal, formasi
traktus
13. Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan perawatan
luka

20
14. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP,
vitamin
15. Cegah kontaminasi feses
dan urin
16. Lakukan tehnik perawatan
luka dengan steril
17. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
18. Hindari kerutan pada
tempat tidur

5 22 Maret Isolasi sosial Tujuan : 1. Batasi/hindari penggunaan


Setelah dilakukan intervensi masker, baju dan sarung
2019 Jam berhubungan
keperawatan selama tiga hari, tangan, jika memungkinkan.
15.00 dengan prsepsi klien menunjukan peningkatan 2. Tentukan persepsi klien
perasaan harga diri, dengan tentang situasi.
tidak diterima
kriteria : 3. Berikan waktu untuk bicara
dalam masyarakat  Klien dapat berinteraksi dengan klien selama dan
aktif dan terbuka dengan diantara aktivitas perawatan,
petugas tetap memberi dukungan,
 Klien tampak tidak murung perlakukan dengan penuh
 Klien mau bersosialisasi penghargaan dan menghormati
dengan lingkungannya perasaan klien
4. Dorong adanya hubungan
yang aktif dengan orang
terdekat
Waspadai gejala-gejala
verbal/nonverbal, misal: menarik
diri, putus asa perasaan kesepian.
Tanyakan kepasien: apakah
pernah berfikir untuk bunuh diri ?

D. EVALUASI

No Tanggal Intervensi Implementasi Respon TTD


22 Maret 1. Instruksikan 1. Mengajarkan 1. Klien tidak Yusuf
2019 pasien / orang kepada keluarga menunjukkan
Jam 15.00 terdekat mencuci untuk mencuci tanda-tanda
tangan sesuai tangan sebelum demam.
indikasi. dan setelah kontak Bebas dari pengeluaran
2. Berikan dengan pasien / sekresi purulen dan
lingkungan yang 2. Monitor kondisi tanda-tanda lain dari
bersih dan ruangan dan infeksi.
berventilasi yang ventilasi
baik. Mengobservasi kondisi
3. Pantau keluhan pasien untuk
nyeri ulu hati mengetahui adanya
disfagia, sakit keluhan nyeri ulu hati

21
retrosternal pada disfagia, sakit
waktu menelan retrosternal pada waktu
dan diare hebat. menelan dan diare hebat

2 22 Maret 1. Pantau tanda-tanda 1. Monitor tanda- 1. Membran mukosa Yusuf


2019 vital termasuk tanda vital dan lembab.
Jam 15.00 CVP bila tekanan darah. 2. Turgor kulit
terpasang, catat 2. Monitor jenis membaik.
hipertensi nutrisi yang Tanda-tanda vital stabil
termasuk dikonsumsi oleh
perubahan pasien sesuai
postural. indikasi.
2. Hilangkan 3. Observasi tanda-
makanan yang tanda peningkatan
potensial suhu suhu dan
menyebabkan diare durasi demam.
yakni pedas atau Memberikan
berlemak tinggi, kompres hangat
kacang, kubis, sesuai indikasi.
susu. 4. Memberikan
3. Mencatat antipiretik
peningkatan suhu sesuai indikasi
dan durasi demam.
Berikan kompres
hangat sesuai
indikasi.
4. Kolaborasikan
dengan dokter
dalam pemberikan
antipiretik sesuai
indikasi

22
DAFTAR PUSTAKA

(Kesehatan et al., 2019; LP_dan_Askep_HIV(11), n.d.)Kesehatan, P., Padang, K., Ilmiah, K. T.,
Kamelia, P. I., Keperawatan, J., Diii, P., & Padang, K. (2019). Asuhan keperawatan keluarga
pada remaja dengan perilaku napza di wilayah kerja puskesmas kuranji kota padang.
LP_dan_Askep_HIV(11). (n.d.).

23

Anda mungkin juga menyukai