Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN HIV/AIDS

OLEH : KELOMPOK 1
Putri Ratna Sari (A1C222053)
Laily Kadariyah (A1C222058)
Putriani (A1C222005)
Nurul Hidayah (A1C222048)
Firdha Aprianti (A1C222043)
Suratmi (A1C222172)
Nurhajar (A1C222168)
A. Mirnawati (A1C222008)
Nurawalia (A1C222086)
Dika Dayanti (A1C222122)
Yulita Sorlury (A1C222152)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2022/2023
DAFTAR ISI

SAMPUL
DAFTAR ISI............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian manajemen kasus pada klien Hiv/Aids.................................3
B. Hakikat manajemen kasus.........................................................................3
C. Mengapa harus manajemen kasus pada klien HIV/AIDS......................4
D. Manfaat manajemen kasus pada klien HIV/AIDS..................................4
E. Tahapan Manajemen Kasus......................................................................5
F. Peran Pekerja Sosial Sebagai Manajer Kasus HIV/AIDS......................9
G. Tugas Pekerja Sosial Sebagai Manajer Kasus....................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
A. Kesimpulan................................................................................................11
B. Saran..........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Makalah Manajemen
Kasus Pada Klien Dengan HIV/AIDS” ini. Tak lupa pula kami memberikan
penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Dosen yang selalu membimbing
kami dalam proses pembelajaran. Kami mengucapkan maaf yang sebesar-
besarnya jika dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan
karena manusia tidak luput dari kesalahan.
Terlepas dari semua kesalahan-kesalahan yang kami dalam penulisan
makalah ini, semoga teman-teman mendapatkan manfaat dari makalah kami.
Kamipun mengucapkan terima kasih kepada Dosen maupun teman-teman atas
kritik dan saran yang dikemukakan.
Sekali lagi kami memohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat
kekurangan dalam makalah ini, kami ucapkan terima kasih yang setinggi-
tingginya karena telah mengapresiasi makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi teman-teman.

Makassar, 11 Juni 2023

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah
Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) pada kelompok orang berperilaku
risiko tinggi tertular HIV, yaitu para pekerja seks dan pengguna NAPZA
suntikan (Penasun), kemudian diikuti dengan peningkatan pada kelompok
lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL) dan perempuan berisiko
rendah. Saat ini dengan prevalensi rerata sebesar 0,4% sebagian besar
wilayah di Indonesia termasuk dalam kategori daerah dengan tingkat
epidemi HIV terkonsentrasi. Sementara itu, Tanah Papua sudah memasuki
tingkat epidemi meluas, dengan prevalensi HIV sebesar 2,3% (Permenkes,
2014). Prevalensi global HIV meningkat dari 31,0 juta pada tahun 2002,
menjadi 35,3 juta di tahun 2012, karena orang-orang yang menggunakan
terapi antiretroviral hidup lebih lama, sedangkan insiden global telah
menurun dari 3,3 juta pada tahun 2002, menjadi 2,3 juta pada tahun
2012 (Maartens G et al., 2014). Pemahaman mengenai mekanisme infeksi,
perjalanan klinis infeksi HIV dan pentingnya peran reservoir infeksi
dalam penularan HIV diharapkan dapat terus menekan kejadian baru
HIV di masyarakat.
Manajemen kasus telah menjadi sarana yang efektif untuk membantu
Odha sejak 1980an. Pada tahun-tahun awal epidemik HIV, telah
dikembangkan sejumlah program manajemen kasus di pusat-pusat
penanganan wabah HIV di daerah perkotaan untuk memenuhi makin
banyaknya kebutuhan medis dan psikososial Odha. Pada saat HIV menyebar
ke populasi yang memang rentan (kelompok homo, orang-orang kulit
berwarna, dan orang-orang yang menggunakan jarum suntik untuk narkoba),
para manajer kasus dan pemberi pelayanan lainnya dengan cepat menemukan
bahwa mereka berurusan dengan lebih dari sekadar kondisi penyakit, tetapi
juga kondisi penyakit yang disertai dengan stigma sosial dan sangat
diskriminatif (Brennan, 1996). Dengan demikian, muncul kebutuhan untuk
memediasi, mengkoordinasi, dan memantau pelayanan yang mencakup
hukum, perumahan, kesehatan mental, perawatan penggunaan obat-obatan,
finansial dan asuransi, pelayanan medis, bantuan di rumah, dan kebutuhan
akan dukungan sosial lainnya Sejak saat itu, konteks HIV/AIDS, dan
perawatan medis HIV, telah sangat berubah dalam tiga hal yang menonjol.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian manajemen kasus pada klien HIV/AIDS ?
2. Jelaskan hakikat manajemen kasus ?

1
3. Kengapa harus manajemen kasus pada klien HIV/AIDS ?
4. Apa saja manfaat manajemen kasus pada klien HIV/AIDS ?
5. Apa saja tahapan manajemen kasus ?
6. Jelaskan peran pekerja sosial sebagai manajer kasus HIV/AIDS ?
7. Apa saja tugas pekerja sosial sebagai manajer kasus ?

C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian manajemen kasus pada klien HIV/AIDS
2. Untuk memahami hakikat kasus manajemen kasus
3. Untuk memahami mengapa dilakukan manajemen kasus pada klien
HIV/AIDS
4. Untuk memahami manfaat manajemen kasus pada klien HIV/AIDS
5. Untuk memahami tahapan manajemen kasus
6. Untuk memahami peran pekerja sosial sebagai manajer kasus HIV/AIDS
7. Untuk memahami tugas pekerja sosial sebagai manajer kasus

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian manajemen kasus pada klien Hiv/Aids


Manajemen kasus Hiv/Aids merupakan salahsatu metode yang
digunakan untuk membantu orang dengan Hiv/Aids (odha). Pelayanan
manajemen kasus menggunakan pendekatan individual secara olistic, dan
terpadu yang mengaitkan dan mengkoordinasikan sumber pelayanan baik
medis, psikososial,dan spiritual.

Pada banyak kasus Odha, saat awal mengetahui dirinya terinfeksi hiv,
sulit baginya untuk percaya dan menerima.ketakutan dan kehawatiran mereka
akan adanya stigma, diskriminasi baik dari pihak keluarga maupun dari
lingkungan masyarakat. Hal ini terjadi karena informasi dan mpemahaman
akan Hiv/Aids masih kurang orang berfikir bahwa Hiv sebagai penyakit
menular dan dapat menular kepada orang lain walaupun hanya kontak social.
Bahkan ada pemikiran bahwa terinfeksi Hiv berarti sakit,-sakitan, tidak bias
beraktifitas, dijauhi orang lain dan akan mati.

Dengan Intervensi yang diberikan dalam pelayanan manajemen kasus


hiv/Aids banyak odha yang merasa terbantu. Pemahaman akan Hiv/Aids
sudah lebih baik, lebih mengetahui dan termotivasi untuk menjaga kondisi
kesehatan, mengetahui apa yang harus di lakukan untuk mencegah penularan
kepada orang lain dan menjaga agar tidak tertular infeksi lain, dan bahkan
sebagian dari sudah menjadi motivator bagi teman-teman pemuda di
lingkunganya yang menggunakan narkoba, suntik untuk mengikuti VCT
( voluntary conseling dan testing )

B. Hakikat manajemen kasus


Manajemen kasus adalah jasa atau layanan yang mengaitkan dan
mengkoordinasi bantuan dari berbagai lembaga dan badan penyedia
dukungan medis, psikososial, dan praktis bagi orang-orang yang
membutuhkan bantuan itu (Support Center for Nonprofit Management & San
Francisco Department of Public Health AIDS Office, 1996).

3
Istilah manajemen kasus telah digunakan oleh berbagai disiplin dan
lembaga untuk menguraikan kegiatan koordinasi bagi para klien dan pasien.
Manajemen kasus asuransi berfokus pada penggunaan jasa, dengan tujuan
memantau dan memaksimumkan sumber daya. Manajemen kasus medis
berkonsentrasi pada upaya meningkatkan kondisi kesehatan pasien
berdasarkan intervensi perawatan spesifik.

Manajemen kasus sosial cenderung menggunakan perspektif global


yang menekankan dampak psikososial dan spiritual suatu penyakit dalam
penilaian dan perencanaan perawatan.

Seting dapat juga membedakan peran manajer kasus (Barney &


Duran, 1997). Berbagai program berbasis rumah sakit dapat memungkinkan
adanya cara koodinasi kasus yang lebih berfokus medis, sedangkan manajer
kasus berbasis masyarakat mungkin dapat bekerja lebih erat dengan klien di
rumah mereka dengan menggunakan penilaian yang lebih holistik.

C. Mengapa harus manajemen kasus pada klien HIV/AIDS


1. Menyadari bahwa hidup dengan HIV merupakan tantangan
biopsikososial dan spriritual
2. Karena krisis dapat terjadi dalam seluruh spektrum masa penyakit dan
kenmungkinan kebutuhan ODHA akan berubah
3. Pencegahan dan pengurangan resiko merupakan komponen pelayanan
Manajemen kasus
4. Program terpadu, memperhatikan peningkatan mutu melalui evaluasi
hasil
5. Menjaga kerahasian ODHA
6. Memperhatikan kompetensi budaya

D. Manfaat manajemen kasus pada klien HIV/AIDS


1. Menjamin kontinuitas pelayanan (holistik, terpadu dan
berkesinambungan)
2. Memperoleh akses pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan
3. Memperoleh pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga mengurangi
resiko HIV (seperti munculnya infeksi oportunistik)

4
4. Penyediaan pelayanan yang menekankan hubungan yang aman,
konfidensial, dan menghargai

E. Tahapan Manajemen Kasus


Untuk melaksanakan manajemen kasus, pekerja sosial
menggunakan tahapan manajemen kasus yang di adopsi dari tahapan
intervensi pekerja sosial. Tahapan-tahapannya sebagai berikut:

a. Wawancara awal (Intake)


Proses manajemen kasus HIV dimulai dengan wawancara
awal dan dalam berbagai setting wawancara ini digabung dengan
intake. Tujuan utama wawancara awal adalah membangun rapport
yang nyaman yang memfasilitasi pengembangan suatu hubungan
kerja sama dan menempatkan pekerja sosial sebagai titik aman dalam
kontak dengan klien.
Dalam intake dilakukan asesmen awal tentang kebutuhan
klien yang bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara
kebutuhan akan layanan dan sistem sumber daya.
b. Asesmen (Assessment)
Assesment merupakan kunci dalam membangun profil dasar
bagi rujukan layanan awal, pengembangan rencana pelayanan, dan
kriteria evaluasi hasil pelayanan. Instrumen formal digunakan
untuk mengumpulkan informasi seperti data dasar klien, informasi
medis, situasi kehidupan, sejarah dan situasi pribadi, relasi dan
dukungan sosial, pendidikan kesehatan, keberfungsian psikososial
dan status mental, status fungsional, kebutuhan dan isu-isu
layanan, dan isu-isu legal. Manajer kasus menjalankan dua fungsi
baru yang semakin meningkat, yaitu melakukan assesment risiko
dan kemampuan klien untuk patuh pada pengobatan dengan
HAART (Highly Active Antiretroviral Theraphy). Melakukan
assessment risiko penularan HIV mencakup identifikasi hambatan
bagi klien untuk mengurangi risiko penularan serta pendidikan
tentang penularan HIV dan cara untuk mengurangi risiko. Apabila

5
perilaku berisiko diidentifikasi, maka diatasi melalui rencana
pelayanan serta dipantau dalam konteks relasi manajemen kasus
yang terus berlangsung. Fungsi tambahan, yaitu menentukan
kemampuan untuk patuh, harus dilakukan dalam kerja sama
dengan tim medis. Peran manajer kasus tidak hanya
mengidentifikasi dan membantu mengatasi hambatan psikososial
dalam mengikuti pengobatan, tetapi juga untuk mengadvokasi
adanya akses bagi pengobatan baru.
Secara garis besar, kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini
adalah:
1) Mengadakan kontak awal dengan klien (dalam tahap ini,
manajer kasus melakukan kontak awal dengan klien, dan
mengupulkan informasi awal tentang klien, terutama data pribadi dan
latar belakang klien serta potensi yang dimiliki oleh klien dan keluarga)
2) Mengidentifikasi permasalahan klien (menetapkan permasalahan,
membangun hipotesa mengenai penyebab munculnya masalah klien,
menentukan tingkat keparahan masalah).
3) Mengkaji dan mengumpulkan informasi.
c. Perencanaan (Planning)
Perencanaan yaitu tahap untuk menyusun dan
mengembangkan layanan yang menyeluruh untuk klien sesuai
dengan hasil assessment. hasil-hasil identifikasi masalah yang
didapatkan dari tahap assessment (sesuai dengan keinginan klien,
masalah kebutuhannya, serta sumber daya yang tersedia),
kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah, dan selanjutnya
dapat ditetapkan prioritas masalah yang digunakan untuk menyusun
perencanaan.
Manajer kasus dan klien bekerja sama untuk membuat
inventarisasi masalah dan isu serta merumuskan tujuan jangka
panjang dan jangka pendek yang mendukung tujuan menyeluruh
pemeliharaan kesehatan. Perencanaan khusus yang dipandu oleh
tujuan yang realistis dibutuhkan untuk menyusun prioritas kegiatan

6
dan mengidantifikasi bagaimana pelayanan diperoleh, dipantau dan
dikoordinasikan antara berbagai lembaga dan sistem perawatan
kesehatan.
Tanggung jawab semua pihak dan jadwal yang realistis
harus dirumuskan dengan jelas untuk menentukan pencapaian
tujuan dan kegiatan. Dalam hal pilihan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan yang diidentifikasi tidak tersedia, maka manajer kasus
mungkin perlu mempertimbangkan untuk melakukan advokasi
dalam mengupayakan pilihan atau merencanakan solusi sementara.
Rencana pelayanan harus didokumentasikan dalam file
klien bersama dengan korespondensi dan formulir pengajuan
bantuan, prosedur eksperimen penggunaan obat dan sebagainya.
Ringkasan perencanaan yang juga mencantumkan informasi pihak
yang bisa dihubungi akan sangat membantu bagi klien.
d. Pelaksanaan (Implementation)
Dalam tahap pelaksanaan pekerja sosial dan klien
melakukan tindakan untuk mencapai tujuan rencana pelayanan.
Tahap ini mencakup dua hal, yaitu direct service yaitu pelayanan
langsung dan indirect service atau pelayanan tidak langsung.
Manajer kasus dalam tahap pelayanan langsung atau direct service
harus mampu mendampingi dan mendukung klien untuk
melakukan perubahan lebih baik, agar bisa lebih semangat
menjalani hidup dan bisa memiliki keahlian agar dapat
membanggakan dirinya sendiri dan orang lain.
Sedangkan pada pelayanan tidak langsung atau indirect
service, manajer kasus menghubungkan klien dengan sistem
sumber daya yang dibutuhkan berupa lembaga sosial dan juga
lembaga yang dapat menjadi mutual care bagi klien, dan juga
seorang manajer kasus perlu melakukan intervensi terhadap
keluarga klien atau teman klien agar klien bisa mendapatkan apa yang
dibutuhkan oleh klien.

7
Rencana pelayanan biasanya dilaksanakan semakin
meningkat dan kemajuannya di dokumentasikan dengan cermat
termasuk tanggal kontak, informasi tentang siapa yang memulai
kontak serta tindakan lain yang dilakukan setelah kontak
dilakukan.
e. Pemantauan (Monitoring)
Monitoring merupakan salah satu tugas utama setelah tahap
pelaksanaan atau implementation. Selama proses monitoring,
manajer kasus tetap berhubungan dan melanjutkan komunikasi
dengan penyedia layanan lain. Proses monitoring terdiri dari dua
bagian. Pertama, menentukan apakah perencanaan pelayanan sudah
lengkap dan berhasil dijalankan sesuai dengan kebutuhan klien.
Kedua, berfokus apakah tujuan pelayanan yang telah ada sudah
selesai dilaksanakan atau belum. Selain itu harus diketahui juga
ada tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau
adanya kesenjangan antara kebutuhan dengan sumber daya dan
pelayanan yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan stabilisasi
terhadap perubahan yang sudah diharapkan terjadi.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana
efektifitas dari pelaksanaan manajemen kasus, menentukan apakah
populasi yang terkena HIV dalam suatu wilayah geografis
memiliki pengetahuan tentang ketersediaan layanan, melakukan
survei terhadap pemberi layanan tentang kepuasannya dengan
layanan manajemen kasus (khususnya apabila manajer kasus
bekerja sama dengan tim medis).
Disamping metode evaluasi tradisional ini, beberapa
program mulai mengarahkan perhatiannya pada evaluasi berbasis
hasil. Contoh evaluasi hasil dapat mencakup apakah manajemen
kasus membantu klien untuk taat dalam perawatan atau apakah
manajemen kasus meningkatkan aksesbilitas perawatan. Proses
peningkatan mutu terjadi pada pemberian layanan tingkat mikro

8
dan makro, memenuhi kebutuhan klien serta komunitas yang
terkena.
g. Pengakhiran (Termination)
Terminasi yang tepat dilakukan apabila klien telah
mendapatkan apa yang telah menjadi tujuannya, klien telah mampu
mandiri untuk mengatur dirinya sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, klien telah berhasil kerjasama dengan lembaga pelayanan
sosial, sistem komunitasnya atau yang lainnya sesuai dengan yang
telah direncanakan. Pada masa transisi manajer kasus mengajak
klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan pemenuhan
kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi selain proses yang
diakhiri atas dasar kesepakatan bersama karena sudah tercapainya
suatu kemampuan tertentu dari klien.
Terminasi juga dapat terjadi secara sepihak, misalnya saja
karena tidak terbentuknya relasi yang baik antara manajer kasus
dengan kliennya maka dalam hal ini terminasi yang terjadi adalah
terminasi tanpa tercapainya bentuk perilaku yang diharapkan akan
dapat membantu klien untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Dalam kasus ini biasanya mekanisme untuk menangani
permasalahan yang muncul pada diri klien tidak terbentuk dengan
baik.

F. Peran Pekerja Sosial Sebagai Manajer Kasus HIV/AIDS


Pekerja sosial merupakan suatu profesi yang baru muncul di
abad ke-20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dulu yang
mengembangkan spesifikasi untuk mencapai kematangannya, maka
pekerja sosial berkembag dan dikembangkan dari berbagai spesifikasi
pada berbagai lapangan praktis. Dalam sejarah perkembangannya,
pengertian profesi pekerjaan sosial sendiri mengalami perkembangan.
Pekerjaan sosial mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan
lingkungannya. Prinsip-prinsip, hak-hak dan keadilan sosial merupakan hal
yang fundamental bagi pekerja sosial.

9
G. Tugas Pekerja Sosial Sebagai Manajer Kasus
Dalam manajemen kasus, pekerja sosial berperan sebagai
manajer kasus, adapun tugas seorang pekerja sosial sebagai manajer
kasus yaitu sebagai berikut:

a. Memahami kebutuhan klien, kapasitas jeringan kerja lembaga


pelayanan dan kemampuan-kemampuan pelayanan sosial yang
tersedia dari aneka pihak.
b. Mengembangkan perencanaan pelayanan yang komperhensif yang
mencakup keterlibatan beberapa disiplin profesi dan
memksimalkan keterlibatan klien.
c. Melakukan intervensi langsung untuk memperkuat keterampilan
dan kapasitas klien untuk merawat dirinya sendiri dan secara
langsung terlibat dalam sistem yang bersinggungan dengan klien.
d. Monitoring terhadap pelaksanaan rencana pelayanan, mengikuti
perkembangan klien, memonitoring pelayanan yang diterima, dan
keterlibatan dari anggota-anggota jaringan kerja sosial.
e. Mengevaluasi terhadap efektifitas rencana pelayanan dan
dampaknya terhadap keberfungsian klien, terhadap kapasitas
jaringan kerja sosial untuk mendukung klien, dan kemampuan
tenaga profesional dari pelayanan sosial untuk bekerja dengan
klien.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen kasus telah menjadi sarana yang efektif untuk membantu
Odha sejak 1980an. Pada tahun-tahun awal epidemik HIV, telah
dikembangkan sejumlah program manajemen kasus di pusat-pusat
penanganan wabah HIV di daerah perkotaan untuk memenuhi makin
banyaknya kebutuhan medis dan psikososial Odha. Pada saat HIV menyebar
ke populasi yang memang rentan (kelompok homo, orang-orang kulit
berwarna, dan orang-orang yang menggunakan jarum suntik untuk narkoba),
para manajer kasus dan pemberi pelayanan lainnya dengan cepat menemukan
bahwa mereka berurusan dengan lebih dari sekadar kondisi penyakit, tetapi
juga kondisi penyakit yang disertai dengan stigma sosial dan sangat
diskriminatif

B. Saran
Perawat dari segala bidang pekerjaan dapat diminta untuk memberikan
perawatan kepada penderita infeksi HIV. Tantangan yang dihadapi perawat
disini bukan hanya tantangan fisik penyakit yang bersifat epidemic tapi juga
masalah emosi dan etis. Kekhawatiran,ketakutan akan tertular penyakit
tersebut dialami oleh perawat, tetapi di satu sisi itumerupakan tanggung
jawab untuk memberikan perawatan, penghargaan terhadap klarifikasi,
kerahasiaan pasien. Perlu diingat bahwa disini perawat tetap bertanggung
jawab terhadap kerahasiaan dan privasi pasien. Perawat setiap hari bergelut
dengan orang-orang yang sakit dan kematian, dan AIDS adalah penyakit
dengan tingkat mortalitas yang tinggi,yang kematiannya relative cepat, dan
yang terutama adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Maka akan
terjadi peningkatan stressor perawat, untuk menghindari itu pahami betul apa

11
yang sedang kita hadapi. Proteksi diri kita sendiri, cegah infeksi dan
penularan penyakit tersebut

DAFTAR PUSTAKA

Kamerman PR, et al. 2012. Pathogenesis of HIV-Associated Sensory


Neuropathy : Evidence from In Vivo and In Vitro Experimental Models. Journal
of the Peripheral Nervous System, 17(1):19–31.
Chai NC and McArthur JC. 2016. HIV and Peripheral Neuropathy. In
Chronic Pain and HIV: A Practical Approach. First Edition. Merlin JS, et al.
(Eds.). John Wiley & Sons, Ltd. doi: 10.1002/9781118777374.ch6
Manajemen HIV/AIDS: Terkini, Komprehensif, dan Multidisiplin/Editor:
Afif Nurul Hidayati, dkk. -- Surabaya: Airlangga University Press, 2019. xxviii,
877 hlm. ; 23 cm
Giddens, B., Ka'opua, L. S., & Tomaszewski, E. P. 2002. HIV/AIDS Case
Management. In A. S.
Robert & G. J. Greene (Eds.), Social worker' desk references. New York:
Oxford University
Press, Inc.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Sudarth ed.8, EGC, Jakarta, 2001.
Marylinn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3, EGC, Jakarta,
1999.Dr. H. Sujudi, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta,
1994.http://www.mer-

12

Anda mungkin juga menyukai