Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN HIV /AIDS

Oleh:
PSIK Semester 4
Kelompok 10

1. Lilis Mareta (18021343)


2. Lucyana Vino (18021344)
3. Lugita Dwi (18021345)
4. Melina Dewi (18021346)
5. Mita Nur (18021348)
6. M. Lutfin (18021349)
7. Nafis Nala (18021350)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan sehingga Makalah Manajemen Kasus Pada Klien Dengan HIV /AIDS
dapat kami selesaikan.

Makalah ini bertujuan untuk memberikan laporan kepada dosen atau mahasiswa yang
bersangkutan. Dalam makalah ini disajikan informasi mengenai hasil diskusi yang telah kami
lakukan mengenai Makalah Manajemen Kasus Pada Klien Dengan HIV /AIDS yang sudah
ditentukan.

Tentunya, tidak ada gading yang tidak retak, makalah ini tentu masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kritik dan saran selalu penulis harapkan agar menjadi pedoman di masa yang
akan datang. Akhir kata kami ucapkan banyak Terimakasih.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................1

DAFTAR ISI..................................................................................................2

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang....................................................................................
2. Rumusan Masalah...............................................................................1
3. Tujuan.................................................................................................1

BAB IIPEMBAHASAN

1. Pengertian Diare.................................................................................3
2. Etiologi...............................................................................................3
3. Manifestasi Klinis...............................................................................4
4. Patifisiologi........................................................................................4
5. Komplikasi.........................................................................................7
6. Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................8
7. Penatalaksanaan..................................................................................9
8. Konsep Asuhan Keperawatan Diare...................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................21
B. Saran...................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................22

3
4
Praktis bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan itu (Support Center for Nomprofit
Management and San Fransisco Departement of Public ealt AIDS Office, 1996)

Istilah manajemen kasus telah digunakan oleh berbagai disiplin dan lembaga untuk
menguraikan kegiatan koordinasi bagi para klien dan pasien. Manajemen kasus asuransi berfokus
pada penggunaan jasa, dengan tujuan memantau dan memaksimalkan sumber daya. Manajemen
kasus medis berkonsentrasi pada upaya meningkatkan kondisi kesehatan pasien berdasarkan
interview perawatan spesifik.

Manajemen kasus sosial cenderung menggunakan perspektif global yang menekankan dampak
psikososial dan spiritual suatu penyakit dalam penilaian dan perencanaan perawatan.

Seting dapat juga membedakan peran manajer kasus (Barney & Duran, 1997). Berbagai
program berbasis rumah sakit dapat memungkinkan adanya cara koordinasi kasus yang lebih
berfokus medis, sedangkan manajer kasus berbasis masyarakat mungkin dapat bekerja lebih erat
dengan klien diruma mereka dengan menggunakan penilaian yang lebih holistic.

A. Tujuan manajemen padakasus klien HIV /AIDS


1. Menjamin kontinuitas pelayanan (holistic, terpadu dan berkesinambungan).
2. Memperoleh akses pelayanan yang tepat sesuai kebutuan.
3. Memperoleh pengetauan tentang hiv/aids seingga mengurangi resiko iv (seperti
munculnya infeksi opotunistik).
4. Penyediaan pelayanan yang menekakan hubungan yang aman, konfidensial dan
menghargai.
B. Fungsi dan pelayanan manajemen kasus pada klien hiv/aids
1. TIJANU UMUM
Kegiatan dan peran dalam kasus hiv model manajemen kasus hiv terpadu
berpedoman pada NASW Standards for Social Work Case Management dan
mencerminkan pandangan ekoligis profesi ini, komitmen atas upaya
meningkatkan Vubungan produktif dengan para professional lainnya bagi
kepentingan klien, dan menggunakan pendekatan penyediaan layanan yang
berorientasi klien, berbasis pemberdayaan, dan peka terhadap budaya. Variasi

5
spesifik manajemen kasus pekerjaan sosial ini berbeda dalam beberapa hal.
Pertama, model manajemen kasus HIV menyadari bahwa hidup dengan
penyakit itu merupakan tantangan biopsikososial dan spiritual.
Implikasi stigma terkait HIV sangat diperhatikan, dan pada level
intervensi yang lebih luas, pelayanan manajemen kasus dilakukan secara
optimal dalam hubungan yang dicirikan dengan penerimaan dan perhatian
postif tanpa syarat. Pekerja sosial yang menyediakan pelayanan manajemen
kasus seringkali merupakan penjaga pintu dalam sistem penyediaan layanan
yang menekankan hubungan yang aman, konfidensial dan menghargai.
Kedua, karena krisis dapat terjadi dalam seluruh spectrum masa penyakit dan
kebutuhan klien kemungkinan akan berubah setela berapa lama, pelayanan
manajemen kasus seringkali menggunakan sistem kategori yang
memprioritaskan keterlibatan pada masa-masa krusial dalam perjalanan
penyakit. Pengkategorian itu memperhatikan berbagai factor keakutan seperti
kebutuhan dasar, penyalah gunaan obat-obatan, kesehatan fisik dan mental,
serta perbedaan budaya dan bahasa (Tompson, 1998). Ketiga, pencegah dan
pengurangan risiko merupakan komponen layanan manajemen kasus hiv, dan
pekerja sosial dapat memainkan peran sebagai pendidik/penyulu, serta peran
yang lebih umum sebagai perantara pelayanan, pendukung, dan pemantau.
Manajemen kasus juga memainkan peran yang berkaitan dengan kegiatan inti
yang meliputi wawancara awal/penerimaan, penilaian (asesmen), dan
pengembangan, implementasi, dan pemantauan rencana pelayanan.

2. INTAKE WAWANCARA
Manajemen kasus sebegai kontak, penyuluh krisis dan perantara
pelayanan yang aman
Proses manajemen HIV dimulai dengan wawancara dan banyak hal situasi
berkombinasi penerimaan. Tujuan utama wawancara awal membangn
hubungan yang menyenangkan yang memfasilitasi hubungan kerja kaloboratif
dan membangun citra pekerjasosial sebagai penghubung yang aman. Dalam

6
pertemuan pertama ini, peran sebagai penyuluh krisis mungkin akan penting
karena memasuki suatu sistem penyampaian pelayanan seringkali terdorong
oleh adanya krisis yang memerlukan intervensi segera. Informasi tentang
cakupan pelayanan yang tersedia juga dipadukan dalam wawancara awal.
Selama penerimaan itu, dilakuka penilaian awal kebutuhan klien dengan
bertujuan membajatani kesenjangan antara kebutuhan pelayanan dan
sumberdaya sistem. Dalam tahap ini dilakukan tinjauan hak-hak dan
kewajiban klien serta prosedur mengajukan keluhan bila terjadi pelayanan
yang tidak sesuai dan diperoleh persetujuan klien untuk mendaftarkannya
dalam sistem penyediaan pelayanan. Informasi yang diperlukan untuk
mendaftarkan klien mencakup konfirmasi dan tanggal diagnosis pertama
AIDS atau tes antibody pertama yang menunjukan positif terjangkit HIV,
satutus asuransi kesehatan, tahap penyakit HIV,sumber terkena HIV, CD4
count, status ketunawisman,pengunaan aktif obat-obatan, dan penyakit
spikiatrik,dan status TB. Karena sifat HIV yang stigmatis, penting artinya agar
pekerja menjelaskan alasan pengumpulan informasi, siapa yang akan
menggunakannya, dan diaman dokumen itu akan disimpan.

3. ASESMEN (PENILAIAN) :
Manajer kasus sebagai petugas klinik, perantara layanan, penghubung,
pendidik
Analisis kebutuhan dilakukan secara optimal sebagai upaya kolaborataif
antara manajer kasus dan klien untuk mengdentifikasi kebutuhan keperawatan
dan pelayanan,kekuatan dan sumber daya spikososial alamiah klien,dan
bidang-bidang yang mebutuhakan hubungan pelayanan. Penyususn perencana
pelayanan,dan kriteria untuk mengvaluasi hasil pelayanan. Dalam
mengumpulkan informasi digunakan instrumen formal seperti data dasar
klien, informasi medis, situasi kehiduapan,riwayat dan situasi
pribadi,hubungan dan dukunagan sosial,pendidikan kesehatan,keverfungsian
spikososial dan status mental,status keberfunsian,kebutuhan dan isu-isu

7
layanan, serta isu hukum (support center,1996). Para manajer kasus sekarang
melakukan dua fungsi baru,melakukan penilaian resiko dan menilai
kemampuan klien untuk mengkuti perawatan,yang disebutkan secara spesifik
dalam HAARS (higly active antiretroviral therapy. Terapi antiretroviral sangat
aktif). Penilaian resiko penularan, mencakup upaya mengidentifikasi
hambatan nbagi klien untuk mengurangi risiko penularan, dan melibatkan
upaya pendidikan mengenai penularan HIV dan cara-cara untuk memperkecil
resiko. Jika ada perilaku berisiko yang teridentifikasi, maka hal itu dapat
ditangani dalam rencana pelayanan dan dipantau dalam konteks hubungan
manajemen kasus yang sedang berlangsung. Fungsu tambahan lainnya, yaitu
menentukan kemampuan mengikuti/mentaati, seyogiyanya dilakukan dalam
kaitanya dengan medis. Peranan manajerkasus tidak hanya mengidentifikasi
dan membantu menanggulangi hambatan spikososial dalam rangka ketaatan,
tetapi juga membantu untukn mengakses keperawatan baru.
Diperlukan berbagai kopetensi untuk melakukan penilaian yang
komprehensif, termasuk kempuan teknis untuk mengumpulkan inforasi klinis
serta kopetensi budaya dan bahasa untuk menghimpun informasi yang relevan
dalam kaitanya dengan budaya setempat. Manajer kasus perlu bekerja erat
dengan tim medis untuk memastikan bahwa tujuan klien sejalan dengan
perawatan.selain itu, perlu juga didentifikasi indikator penting mengenai
keluhan dan gangguan kesehatan rujukan tidak lanjut penanganan oleh
penyedia pelayanan kesehatan mental resmi.

4. PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN


MANAJER KASUS SEBAGAI PERENCANA, KOLABOLATOR, DAN
PENDUKUNG
Rencana pelayanan sangat penting dalam upaya manajemen kasusdan
rencana kini di susun berdasarkan informasi yang di himpun dalam tahap
penilaian manajer kasus dan klien bekerja sama untuk menyusun daftar
masalah dan isu serta untuk merusmuskan sasaran jangka panjang dan jangka

8
pendek yang mendukung tujuan menyeluruh pemeliharaan kesehatan dan
kemandirian. Diperlukan perencanaan spesifik. Yang berpedoman pada
sasaran realistic. Untuk memproritaskan kegiatan dan mengidentifikasi cara
perolehan, pemantauan, dan pengkoordinasian pelayanan di kalangan lembaga
penyedia pelayan dan system perawat kesehatan. Perlu di indetifikasi dengan
jelas tanggung jawab semua pihak dan batas waktu realistic untuk mencapai
sasaran melalui kegiatan yang relevan. Jika pilihan pelayanan tidak
mempertimbangkan pilihan antara upaya membantu pencarian pilihan dan
atau mendesain solusi antara. Halini lebih mungkin terjadi jika nilai-nilai
budaya atau praktik klien tidak sejalan dengan program yang ada, jikaklien
diagnosis menghidap lebih dari satu penyakit seperti HIV. Penyalahgunaan
obat-obatan, dan kelainan mental. Atau jika klien bertempat tinggal di daerah
pedesaan yang sedikit tersedia pelayanan yang khusus mengenai HIV.
Rencana pelayanan perlu di dokumentasi dengan jelas dalam map klien
berikut salinan korespondensi tertulis dan formulir aplikasi program
keberhakan, prosedur obat-obatan eksperimental, dan sejenisnya. Ringkasan
rencana itu berikut informasi orang orang atau lembaga yang dapat di hubungi
mungkin akan berguna bagi klien.

5. IMPLEMENTASI MONITORING/PEMANTAUAN
MANAJER KASUS SEBAGAI PERANTARA, KOORDINATOR,
PENGHUBUNG PELAYANAN, DAN PEMBIMBING
Dalam tahap implementasi, perkerja social dan klien berupaya
melaksanakan rencana pelayanan. Jika persetujuan untuk merujuk telah di
peroleh, manajer kasus dapat memainkan beberapa peran untuk mefasilitasi
klien menerima pelayanan, termasuk sebagai perantaran, pemantauan,
pendukung, dan pembimbing sebagai perantara. Manajer kasus menghubungi
penyediaan pelayanan lainnya untuk memudahakan perujukan klien dan
mungkin juga mengatur pelayanan tambahan seperti pengataran klien ke
tempat rujukan pada waktu yang di tentukan. Setelah klien di rujuk ke tempat

9
pelayanan, manajer kasus tetap berhubungan dengan klien secara teratur untuk
memastikan bahwa klien telah menerima pelayanan dan hal itu di lakukan
dengan cara yang tepat. Adakalanya manajer kasus mungkin perlu mengatas
namakan klien. Untuk memastikan penerimaan pelayanan yang di perlukan.
Sebagai bimbingan. Manajer kasus mendorong klien untuk menganti sipasi
hambatan dalam mengakses dan menggunakan pelayanan dan, jika perlu
berkerja sama dengan klien untuk menanggulangi hal itu. Disini boleh jadi
diperlukan skala akuitas klien untuk menentukan jenis bantuan yang di
perlukan klien untuk melaksanakan rencana pelayanan. Rencana pelayanan
biasanya dilaksanakan mendokumentasi kemajuan klien secara seksama.
Termasuk tanggal hubungan, informasi tentang siapa yang pertama kali
menghubungi. Dan tindakan apapun yang dilakuakan sebagai tindak lanjut
dari hubungan itu. Hambatan pelaksanaan rencana harus di catat,termasuk
kepuasan klien dalam pelaksaan rencana, perubahan yang terjadi dalam
pelaksanaannya, dan kemajuan yang di raih dalam upaya mencapai tujuan dan
sasaran. Dalam kaitan ini yang sering membantu dalam menanggulangi
kesulitan implementasia dalah super visi pekerjaan social professional
dukungan rekan sejawat, dan konferensi kasus antara dan intra lembaga.7

6. KOMPONEN TAMBAHAN DARI PROGRAM MANAJEMEN KASUS


TERPADU PENINGKATAN MUTU BERKELANJUTAN
Upaya untuk memastikan mutu program manjemen kasus,t ermasuk
evaluasi hasil, semakin penting. Bukan hanya karena menyandang dana
menghendaki informasi lebih banyak tentang efektifitas program manajemen
kasus dalam memenuhi kebutuhan klien. Tetapi juga karena bidang
manajemen kasus HIV atau AIDS berubah dengan cepat. Sehingga staf dan
administrator harus dapat menggunakan waktu yang tersedia secara efektif
kegiatan evalusi dapat mencakup penilaian kepuasan klien terhadap pelayanan
yang di sediakan, penentuan apakah populasi yang terjangkit dalam wilayah
tertentu mengetahui ketersediaan pelayanan. Dan pelaksaan survey penyedia

10
pelayanan dalam hubungannya dengan kepuasan Mereka dengan pelayanan
manajemen kasus (utamanya jika manejer khususbekerja semua erat dengan
tim medis)
Selain metode tradisiaonal itu, sebagai program mengkaji evaluasi
berdasarkan hasil. Dapat mencakup apakah manajemen kesehatan dapat
mencakup apakah manajemen kasus membatu klien untuk mentaati perawatan
atau apakah manajemen kasus meningkatkan kadar aksibilitas perawatan.
Penting di perhatikan bahwa proses penungkatan mutu berlangsung pada
tataran mikro dan makro kondisi pelayanan upaya mematuhi kebutuhan klien
serta masyarakat yang terpengaru
a. Kerahasiaan
Seperti yang telah dikemukakan awbelumnya dalam bab
ini, manejer kasus sejak awal harus paham betul apasaja informasi
yang dapat di sebarkan, dalam kondisi seperti apa penyebaran itu
dapat dilakukan, dan kepada siapa diberikan. Pada saat badan-
badan yang brkaitan semakin menguasai teknologi mutakhir, akan
diperlakukan kebijakan mengenai isu aksibilitasi terhadap
documen / catatan dan penyebaran infirmasi demografik kepada
penyandang dan dana /lembaga kesehatan publik. Meskipun
program manajemen kasus tidak berbeda dari proglam lain dalam
hal kebutuhan akan keamanan dan kerahasiaan dalam lingkungan
teknologi yang berubah, sifat pekerjaan yang dilakukan menuntut
agar menejer kasus benar-bener kerahasiaan informasi klien
b. Kopetensi budaya
Lamanya manajemen kasus sangat di dasarkan atas
kesedaran bahawa sikap dan perilaku klien kemungkinan berbeda-
beda dalam kaitanya dengan latar belakang ras, etnik, gender,kelas,
orientasi seksual,usiadan ketidakmampuan. Kompetensi budaya
mengharuskan para menejer kasus untuk mengkaji nilai-nilai
budaya merekasendiri dalam kaitanya dengan hunbungan

11
hubungan pemberian bantuan, untuk mencari informasi budaya
yang relefen, dan untuk merundingkan pemahaman dan
kesempatan akan kebutuhan pelayanan, rencana perawatan, dan
hasil yang diinginkan (barney & duran 1997). Pelayanan
manajemen kasus yang berkopenti budaya melibatkan klien secara
aktif dan merupakan bagian dari sistem kebijakan, program,
standar praktik, evaluasi, dan penelitian yang responsif tehadap
budaya setempat.

12
BAB III

A. Kesimpulan
Managemen kasus telah menjadi sarana yang efektif untuk membantu ODHA sejah
1980an pada tahun tahun awal epidemikhiv, telah dikembangkan sejumlah program
menegemen kasus di pusat pusat penanganan wabah HIV di perkotaan untuk memenuhi
makin banyaknya kebutuhan medis dan psikososial ODHA pada saat HIV menyebar
kepopulasi yang memang rentan ( klompok homo) orang orang kulit berwarna dan orang
orang yang menggunakan jarum suntik untuk narkoba para manager kasus dan pemberi
pelayanan lainnya dengan cepat menemukan bahwa mereka berurusan dengan lebih
sekedar kondisi penyakit, tetapi juga kondisi penyakit yang disertai dengan stigma sosial
dan sangat diskriminatif.
B. Saran
Perawat dari segala bidang pekerjaan dapat diminta untuk memberikan perawatan kepada
penderita inveksi HIV tantangan yang dihadapi perawat disini bukan hanya tantangan
fisik penyakit yang bersifat epidemik tetapi juga masalah emosi dan etis kekhawatiran,
ketakutan akan tertular penyakit tersebut dialami oleh perawat, tetapi disatu sisi itu
merupakan tanggung jawab untuk memberikan perawatan, penghargaan terhadap
klarifikasi kerahasian. Perlu di ingat bahwa disisni perawat tetap bertanggung jawab
terhadap kerahasiaan dan privasi pasien perawat setiap hari bergelut dengan orang orang
yang sakit dan kematian dan Aids adalah penyakit dengan tingkat totalitas yang tinggi,
yang kematiannya relatif cepat, dan yang terutama adalah penyakit yang tidak bisa
disembuhkan maka akan terjadi peningkatan stressor perawat, untuk menghindari itu
pahami betul apa yang sedang kita hadapi proteksi diri kita sendiri, cegah infeksi dan
penularan penyakit tersebut pada saat kita harus berhadapan dengannya karena itu
merupakan tanggung jawab kita

13

Anda mungkin juga menyukai