Anda di halaman 1dari 4

A.

Pengertian manajemen kasus pada klien Hiv/Aids

Manajemen kasus Hiv/Aids merupakan salahsatu metode yang digunakan untuk membantu orang
dengan Hiv/Aids (odha). Pelayanan manajemen kasus menggunakan pendekatan individual secara
olistic, dan terpadu yang mengaitkan dan mengkoordinasikan sumber pelayanan baik medis psikososial
dan spiritual.

Manajemen kasus adalah jasa atau layanan yang mengaitkan dan mengkoordinasi bantuan dari berbagai
lembaga dan badan penyedia dukungan medis, psikososial, dan praktis bagi orang-orang yang
membutuhkan bantuan itu (Support Center for Nonprofit Management & San Francisco Department of
Public Health AIDS Office, 1996).

Istilah manajemen kasus telah digunakan oleh berbagai disiplin dan lembaga untuk menguraikan
kegiatan koordinasi bagi para klien dan pasien. Manajemen kasus asuransi berfokus pada penggunaan
jasa, dengan tujuan memantau dan memaksimumkan sumber daya. Manajemen kasus medis
berkonsentrasi pada upaya meningkatkan kondisi kesehatan pasien berdasarkan intervensi perawatan
spesifik. Manajemen kasus sosial cenderung menggunakan perspektif global yang menekankan dampak
psikososial dan spiritual suatu penyakit dalam penilaian dan perencanaan perawatan. Seting dapat juga
membedakan peran manajer kasus (Barney & Duran, 1997).

Berbagai program berbasis rumah sakit dapat memungkinkan adanya cara koodinasi kasus yang lebih
berfokus medis, sedangkan manajer kasus berbasis masyarakat mungkin dapat bekerja lebih erat
dengan klien di rumah mereka dengan menggunakan penilaian yang lebih holistik.

B. Tujuan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids

1. Menjamin kontinuitas pelayanan (holistik, terpadu dan berkesinambungan)


2. Memperoleh akses pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan
3. Memperoleh pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga mengurangi resiko HIV (seperti
munculnya infeksi oportunistik)
4. Penyediaan pelayanan yang menekankan hubungan yang aman, konfidensial, dan menghargai

C. Fungsi dan Pelayanan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids

1. TINJAU UMUM: KEGIATAN DAN PERAN DALAM MANAJEMEN KASUS HIV

Model manajemen kasus HIV terpadu berpedoman pada NASW Standards for Social Work Case
Management (1992) dan mencerminkan pandangan ekologis profesi ini, komitmen atas upaya
meningkatkan hubungan produktif dengan para profesional lainnya bagi kepentingan klien, dan
menggunakan pendekatan penyediaan layanan yang berorientasi klien, berbasis pemberdayaan, dan
peka terhadap budaya. Variasi spesifik manajemen kasus pekerjaan sosial ini berbeda dalam beberapa
hal. Pertama, model manajemen kasus HIV menyadari bahwa hidup dengan penyakit itu merupakan
tantangan biopsikososial dan spiritual Implikasi stigma terkait HIV sangat diperhatikan, dan pada level
intervensi yang lebih luas, pelayanan manajemen kasus dilakukan secara optimal dalam hubungan yang
dicirikan dengan penerimaan dan perhatian positif tanpa syarat. Manajemen kasus juga memainkan
peran yang berkaitan dengan kegiatan inti yang meliputi wawancara awal/penerimaan, penilaian
(asesmen), dan pengembangan, implementasi, dan pemantauan rencana pelayanan (Thompson, 1998)

2. INTAKE/WAWANCARA AWAL/PENERIMAAN : MANAJER KASUS SEBAGAI KONTAK, PENYULUH KRISIS,


DAN PERANTARA PELAYANAN YANG AMAN

Proses manajemen kasus HIV dimulai dengan wawancara awal dan dalam banyak situasi dikombinasikan
dengan penerimaan. Tujuan utama wawancara awal adalah membangun hubungan yang menyenangkan
yang memfasilitasi pengembangan hubungan kerja kolaboratif dan membangun citra pekerja sosial
sebagai penghubung yang aman.

Dalam tahap ini dilakukan tinjauan hak-hak dan kewajiban klien serta prosedur mengajukan keluhan bila
terjadi pelayanan yang tidak sesuai dan diperoleh persetujuan klien untuk mendaftarkannya dalam
sistem penyediaan pelayanan Informasi yang diperlukan untuk mendaftarkan klien mencakup konfirmasi
dan tanggal diagnosis pertama AIDS atau tes antibodi pertama yang menunjukkan positif terjangkit HIV,
status asuransi kesehatan, tahap penyakit HIV, sumber terkena HIV, CD4 count, status ketunawismaan,
penggunaan aktif obat-obatan, dan/atau penyakit psikiatrik, dan status TB. Karena sifat HIV yang
stigmatis, penting artinya agar pekerja sosial menjelaskan alasan pengumpulan informasi, siapa yang
akan menggunakannya, dan di mana dokumen itu akan disimpan.

3. ASESMEN (PENILAIAN): MANAJER KASUS SEBAGAI PETUGAS KLINIK, PERANTARA LAYANAN,


PENGHUBUNG,PENDIDIK

Analisis kebutuhan dilakukan secara optimal sebagai upaya kolaboratif antara manajer kasus dan klien
untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan dan pelayanan, kekuatan dan sumber daya psikososial
alamiah klien, dan bidang-bidang yang membutuhkan hubungan pelayanan. Penilaian sangat penting
untuk membuat profil dasar bagi rujukan pelayanan awal, penyusunan rencana pelayanan, dan kriteria
untuk mengevaluasi hasil pelayanan. Dalam mengumpulkan informasi digunakan instrumen formal
seperti data dasar klien, informasi medis, situasi kehidupan, riwayat dan situasi pribadi, hubungan dan
dukungan sosial, pendidikan kesehatan, keberfungsian psikososial dan status mental, status
keberfungsian, kebutuhan dan isu-isu layanan, serta isu hukum (Support Center, 1996). Para manajer
kasus sekarang melakukan dua fungsi baru, melakukan penilaian risiko dan menilai kemampuan klien
untuk mengikuti perawatan, yang disebutkan secara spesifik dalam HAART (Highly Active Antiretroviral
Therapy, Terapi Antiretroviral Sangat Aktif). Penilaian risiko penularan mencakup upaya mengidentifikasi
hambatan bagi klien untuk mengurangi risiko penularan, dan melibatkan upaya pendidikan mengenai
penularan HIV dan cara-cara untuk memperkecil risiko. Jika ada perilaku berisiko yang teridentifikasi,
maka hal itu dapat ditangani dalam rencana pelayanan dan dipantau dalam konteks hubungan
manajemen kasus yang sedang berlangsung.

4. PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN MANAJER KASUS SEBAGAI PERENCANA, KOLABORATOR, DAN


PENDUKUNG
Manajer kasus dan klien bekerja sama untuk menyusun daftar masalah dan isu serta untuk merumuskan
sasaran jangka panjang dan jangka pendek yang mendukung tujuan menyeluruh pemeliharaan
kesehatan dan kemandirian. Diperlukan perencanaan spesifik, yang berpedoman pada sasaran realistik,
untuk memprioritaskan kegiatan dan mengidentifikasi cara perolehan, pemantauan, dan
pengkoordinasian pelayanan di kalangan lembaga penyedia pelayanan dan sistem perawatan kesehatan.
Jika pilihan pelayanan tidak tersedia untuk memenuhi kebutuhan, manajer kasus mungkin perlu
mempertimbang-kan pilihan antara upaya membantu pencarian pilihan dan/atau mendesain solusi
antara. Hal ini lebih mungkin terjadi jika nilai-nilai budaya atau praktik klien tidak sejalan dengan
program yang ada, jika klien didiagnosis mengidap lebih dari satu penyakit seperti HIV, penyalahgunaan
obat-obatan, dan kelainan mental. Atau jika klien bertempat tinggal di daerah pedesaan yang sedikit
tersedia pelayanan yang khusus menangani HIV. Rencana pelayanan perlu didokumentasi dengan jelas
dalam map klien berikut salinan korespondensi tertulis dan formulir aplikasi program keberhakan,
prosedur obat-obatan eksperimental, dan yang sejenis. Ringkasan rencana itu berikut informasi orang-
orang atau lembaga yang dapat dihubungi mungkin akan berguna bagi klien

5. IMPLEMENTASI MONITORING/PEMANTAUAN KOORDINATOR PENGHUBUNG MANAJER KASUS


SEBAGAI PERANTARA, PELAYANAN DAN PEMBIMBING

Dalam tahap implementasi, Pekerja Sosial dan klien berupaya melaksanakan rencana pelayanan. Jika
persetujuan untuk merujuk telah diperoleh, manajer kasus dapat memainkan beberapa peran untuk
memfasilitasi klien menerima pelayanan, termasuk sebagai perantara, pemantau, pendukung, dan
pembimbing. Sebagai perantara, manajer kasus menghubungi penyedia pelayanan lainnya untuk
memudahkan perujukan klien dan mungkin juga mengatur pelayanan tambahan seperti pengantaran
klien ke tempat rujukan pada waktu yang ditentukan. Setelah klien dirujuk ke tempat pelayanan,
manajer kasus tetap berhubungan dengan klien secara teratur untuk memastikan bahwa klien telah
menerima pelayanan dan hal itu dilakukan dengan cara yang tepat.

Sebagai pembimbing, manajer kasus mendorong klien untuk mengantisipasi hambatan dalam
mengakses dan menggunakan pelayanan dan, jika perlu, bekerja sama dengan klien untuk
menanggulangi hal itu. Rencana pelayanan biasanya dilaksanakan mendokumentasi kemajuan klien
secara seksama, termasuk tanggal hubungan, informasi tentang siapa yang pertama kali menghubungi,
dan tindakan apapun yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari hubungan itu. Hambatan pelaksanaan
rencana juga harus dicatat, termasuk kepuasan klien dalam pelaksanaan rencana, perubahan yang
terjadi dalam pelaksanaannya, dan kemajuan yang diraih dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran.
Dalam kaitan ini yang sering membantu dalam menanggulangi kesulitan implementasi adalah supervisi
pekerjaan sosial profesional, dukungan rekan sejawat, dan konferensi kasus antar dan intra lembaga.

6. KOMPONEN TAMBAHAN DARI PROGRAM MANAJEMEN KASUS TERPADU : PENINGKATAN MUTU


BERKELANJUTAN

Upaya untuk memastikan mutu program manajemen kasus, termasuk evaluasi hasil, semakin penting.
Kegiatan evaluasi dapat mencakup penilaian kepuasan klien terhadap pelayanan yang disediakan,
penentuan apakah populasi yang terjangkit dalam wilayah tertentu mengetahui ketersediaan pelayanan,
dan pelaksanaan survey penyedia pelayanan dalam hubungannya dengan kepuasan mereka dengan
pelayanan manajemen kasus (utamanya jika manajer kasus berkerja sama erat dengan tim medis).
Contoh evaluasi hasil dapat mencakup apakah manajemen kasus membantu klien untuk mentaati
perawatan atau apakah manajemen kasus meningkatkan kadar aksesibilitas perawatan. Penting
diperhatikan bahwa proses peningkatan mutu berlangsung pada tataran mikro dan makro kondisi
pelayanan, upaya memenuhi kebutuhan klien, serta masyarakat yang terpengaruh.

a. kerahasiaan

Meskipun program manajemen kasus tidak berbeda dari program lain dalam hal kebutuhan akan
keamanan dan kerahasiaan dalam lingkungan teknologi yang berubah, sifat pekerjaan yang dilakukan
menuntut agar manajer kasus benar-benar menjaga kerahasiaan informasi klien

b. kompetensi budaya

Layanan manajemen kasus sangat didasarkan atas kesadaran bahwa sikap dan perilaku klien
kemungkinan berbeda-beda dalam kaitannya dengan latar belakang ras, etnik, gender, kelas, orientasi
seksual, usia, dan ketidakmampuan. Kompetensi budaya mengharuskan para manajer kasus untuk
mengkaji nilai-nilai budaya mereka sendiri dalam kaitannya dengan hubungan pemberian bantuan,
untuk mencari informasi budaya yang relevan, dan untuk merundingkan pemahaman dan kesepakatan
akan kebutuhan pelayanan, rencana perawatan, dan hasil yang diinginkan (Barney & Duran, 1997).
Pelayanan manajemen kasus yang berkompetensi budaya melibatkan klien secara aktif dan merupakan
bagian dari sistem kebijakan program, standar praktik, evaluasi dan penilaian yang responsif terhadap
budaya setempat.

Anda mungkin juga menyukai