Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN HIV/AIDS

Disusun :

Kelompok 1

Tuti Erlinda

Susanti

Siti Maryam

YAYASAN HARAPAN BANGSA (YHB)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI ILMU KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul maklah”Manajemen kasus pada klien Hiv/Aids”. tugas ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari teman - teman sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari teman – taman.

Kami sangat menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan
dan perbaikannya sehingga akhirnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi bidang
pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Akhir kata,
kelompok mengucapkan terima kasih.

27 Juli 2021

Kelompok
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan dan Manfaat.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian manajemen kasus pada klien hiv/aids.........................................
2. Hakikat manajemen kasus.............................................................................
3. Tujuan manajemen kasus pada klien hiv/aids...............................................
4. Pelayanan manajemen kasus pada klien hiv/aids..........................................
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ............................................................................................
2. Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKAAN………………………………………………………..
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manajemen kasus telah menjadi sarana yang efektif untuk membantu Odha sejak
1980an. Pada tahun-tahun awal epidemik HIV, telah dikembangkan sejumlah program
manajemen kasus di pusat-pusat penanganan wabah HIV di daerah perkotaan untuk
memenuhi makin banyaknya kebutuhan medis dan psikososial Odha. Pada saat HIV
menyebar ke populasi yang memang rentan (kelompok homo, orang-orang kulit
berwarna, dan orang-orang yang menggunakan jarum suntik untuk narkoba), para
manajer kasus dan pemberi pelayanan lainnya dengan cepat menemukan bahwa mereka
berurusan dengan lebih dari sekadar kondisi penyakit, tetapi juga kondisi penyakit yang
disertai dengan stigma sosial dan sangat diskriminatif (Brennan, 1996). Dengan
demikian, muncul kebutuhan untuk memediasi, mengkoordinasi, dan memantau
pelayanan yang mencakup hukum, perumahan, kesehatan mental, perawatan penggunaan
obat-obatan, finansial dan asuransi, pelayanan medis, bantuan di rumah, dan kebutuhan
akan dukungan sosial lainnya Sejak saat itu, konteks HIV/AIDS, dan perawatan medis
HIV, telah sangat berubah dalam tiga hal yang menonjol

B. Rumusan Masalah

1 Pengertian manajemen kassus pada klien Hiv/Aids


2 hakikat manajemen kasus
3 Tujuan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids
4 Pelayanan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Pengertian manajemen kasus pada klien Hiv/Aids
2. Untuk memahami Hakikat manajemen kasus
3. Untuk memahami tujuan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids
4. ntuk memahami pelayanan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian manajemen kasus pada klien Hiv/Aids

Manajemen kasus Hiv/Aids merupakan salahsatu metode yang digunakan untuk


membantu orang dengan Hiv/Aids (odha).

Pelayanan manajemen kasus menggunakan pendekatan individual secara olistic, dan


terpadu yang mengaitkan dan mengkoordinasikan sumber pelayanan baik medis ,
psikososial,dan spiritual.

Pada banyak kasus Odha, saat awal mengetahui dirinya terinfeksi hiv, sulit
baginya untuk percaya dan menerima.ketakutan dan kehawatiran mereka akan adanya
stigma, diskriminasi baik dari pihak keluarga maupun dari lingkungan masyarakat.

Hal ini terjadi karena informasi dan mpemahaman akan Hiv/Aids masih kurang orang
berfikir bahwa Hiv sebagai penyakit menular dan dapat menular kepada orang lain
walaupun hanya kontak social. Bahkan ada pemikiran bahwa terinfeksi Hiv berarti sakit,-
sakitan, tidak bias beraktifitas, dijauhi orang lain dan akan mati.

Dengan Intervensi yang diberikan dalam pelayanan manajemen kasus hiv/Aids


banyak odha yang merasa terbantu. Pemahaman akan Hiv/Aids sudah lebih baik, lebih
mengetahui dan termotivasi untuk menjaga kondisi kesehatan, mengetahui apa yang
harus di lakukan untuk mencegah penularan kepada orang lain dan menjaga agar tidak
tertular infeksi lain, dan bahkan sebagian dari sudah menjadi motivator bagi teman-teman
pemuda di lingkunganya yang menggunakan narkoba, suntik untuk mengikuti VCT
( voluntary conseling dan testing )

B. Hakikat manajemen kasus

Manajemen kasus adalah jasa atau layanan yang mengaitkan dan mengkoordinasi
bantuan dari berbagai lembaga dan badan penyedia dukungan medis, psikososial, dan
praktis bagi orang-orang yang membutuhkan bantuan itu (Support Center for Nonprofit
Management & San Francisco Department of Public Health AIDS Office, 1996).

Istilah manajemen kasus telah digunakan oleh berbagai disiplin dan lembaga
untuk menguraikan kegiatan koordinasi bagi para klien dan pasien. Manajemen kasus
asuransi berfokus pada penggunaan jasa, dengan tujuan memantau dan memaksimumkan
sumber daya. Manajemen kasus medis berkonsentrasi pada upaya meningkatkan kondisi
kesehatan pasien berdasarkan intervensi perawatan spesifik.

Manajemen kasus sosial cenderung menggunakan perspektif global yang menekankan


dampak psikososial dan spiritual suatu penyakit dalam penilaian dan perencanaan
perawatan.
Seting dapat juga membedakan peran manajer kasus (Barney & Duran, 1997).
Berbagai program berbasis rumah sakit dapat memungkinkan adanya cara koodinasi
kasus yang lebih berfokus medis, sedangkan manajer kasus berbasis masyarakat mungkin
dapat bekerja lebih erat dengan klien di rumah mereka dengan menggunakan penilaian
yang lebih holistik.

C. Tujuan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids

1 Menjamin kontinuitas pelayanan (holistik, terpadu dan berkesinambungan)

2 Memperoleh akses pelayanan yang tepat sesuai kebutuhan

3 Memperoleh pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga mengurangi resiko HIV


(seperti munculnya infeksi oportunistik)

4 Penyediaan pelayanan yang menekankan hubungan yang aman, konfidensial, dan


menghargai

D. Fungsi dan Pelayanan manajemen kasus pada klien Hiv/Aids

1. TINJAU UMUM

KEGIATAN DAN PERAN DALAM MANAJEMEN KASUS HIV


Model manajemen kasus HIV terpadu berpedoman pada NASW Standards for
Social Work Case Management (1992) dan mencerminkan pandangan ekologis
profesi ini, komitmen atas upaya meningkatkan hubungan produktif dengan para
profesional lainnya bagi kepentingan klien, dan menggunakan pendekatan
penyediaan layanan yang berorientasi klien, berbasis pemberdayaan, dan peka
terhadap budaya. Variasi spesifik manajemen kasus pekerjaan sosial ini berbeda
dalam beberapa hal. Pertama, model manajemen kasus HIV menyadari bahwa hidup
dengan penyakit itu merupakan tantangan biopsikososial dan spiritual

Implikasi stigma terkait HIV sangat diperhatikan, dan pada level


intervensi yang lebih luas, pelayanan manajemen kasus dilakukan secara optimal
dalam hubungan yang dicirikan dengan penerimaan dan perhatian positif tanpa
syarat. Pekerja sosial yang menyediakan pelayanan manajemen kasus seringkali
merupakan penjaga pintu dalam sistem penyediaan pelayanan yang menekankan
hubungan yang aman, konfidensial, dan menghargai. Kedua, karena krisis dapat
terjadi dalam seluruh spektrum masa penyakit dan kebutuhan klien kemungkinan
akan berubah setelah beberapa lama, pelayanan manajemen kasus seringkali
menggunakan sistem kategori yang memprioritaskan keterlibatan pada masa-masa
krusial dalam perjalanan penyakit. Pengkategorian itu memperhatikan berbagai
faktor keakutan seperti kebutuhan dasar, penyalahgunaan obat-obatan, kesehatan
fisik dan mental, serta perbedaan budaya dan bahasa (Thompson, 1998). Ketiga,
pencegahan dan pengurangan risiko merupakan komponen layanan manajemen
kasus HIV, dan pekerja sosial dapat memainkan peran sebagai pendidik/penyuluh,
serta peran yang lebih umum sebagai perantara pelayanan, pendukung, dan
pemantau. Manajemen kasus juga memainkan peran yang berkaitan dengan kegiatan
inti yang meliputi wawancara awal/penerimaan, penilaian (asesmen), dan
pengembangan, implementasi, dan pemantauan rencana pelayanan.

2. INTAKE/WAWANCARA AWAL/PENERIMAAN :

MANAJER KASUS SEBAGAI KONTAK, PENYULUH KRISIS, DAN PERANTARA


PELAYANAN YANG AMAN
Proses manajemen kasus HIV dimulai dengan wawancara awal dan dalam banyak
situasi dikombinasikan dengan penerimaan. Tujuan utama wawancara awal adalah
membangun hubungan yang menyenangkan yang memfasilitasi pengembangan
hubungan kerja kolaboratif dan membangun citra pekerja sosial sebagai penghubung
yang aman. Dalam pertemuan pertama ini, peran sebagai penyuluh krisis mungkin
akan penting karena memasuki suatu sistem penyampaian pelayanan seringkali
terdorong oleh adanya krisis yang memerlukan intervensi segera. Informasi tentang
cakupan pelayanan yang tersedia juga dipadukan dalam wawancara awal.

Selama penerimaan itu, dilakukan penilaian awal kebutuhan klien dengan tujuan
menjembatani kesenjangan antara kebutuhan pelayanan dan sumber daya sistem.
Dalam tahap ini dilakukan tinjauan hak-hak dan kewajiban klien serta prosedur
mengajukan keluhan bila terjadi pelayanan yang tidak sesuai dan diperoleh
persetujuan klien untuk mendaftarkannya dalam sistem penyediaan pelayanan.
Informasi yang diperlukan untuk mendaftarkan klien mencakup konfirmasi dan
tanggal diagnosis pertama AIDS atau tes antibodi pertama yang menunjukkan positif
terjangkit HIV, status asuransi kesehatan, tahap penyakit HIV, sumber terkena HIV,
CD4 count, status ketunawismaan, penggunaan aktif obat-obatan, dan/atau penyakit
psikiatrik, dan status TB. Karena sifat HIV yang stigmatis, penting artinya agar
pekerja sosial menjelaskan alasan pengumpulan informasi, siapa yang akan
menggunakannya, dan di mana dokumen itu akan disimpan.

3. ASESMEN (PENILAIAN) :

MANAJER KASUS SEBAGAI PETUGAS KLINIK, PERANTARA


LAYANAN, PENGHUBUNG,PENDIDIK

Analisis kebutuhan dilakukan secara optimal sebagai upaya kolaboratif antara


manajer kasus dan klien untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan dan
pelayanan., kekuatan dan sumber daya psikososial alamiah klien, dan bidang-
bidang yang membutuhkan hubungan pelayanan. Penilaian sangat penting untuk
membuat profil dasar bagi rujukan pelayanan awal, penyusunan rencana pelayanan,
dan kriteria untuk mengevaluasi hasil pelayanan. Dalam mengumpulkan informasi
digunakan instrumen formal seperti data dasar klien, informasi medis, situasi
kehidupan, riwayat dan situasi pribadi, hubungan dan dukungan sosial, pendidikan
kesehatan, keberfungsian psikososial dan status mental, status keberfungsian,
kebutuhan dan isu-isu layanan, serta isu hukum (Support Center, 1996). Para
manajer kasus sekarang melakukan dua fungsi baru, melakukan penilaian risiko dan
menilai kemampuan klien untuk mengikuti perawatan, yang disebutkan secara
spesifik dalam HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy, Terapi
Antiretroviral Sangat Aktif). Penilaian risiko penularan mencakup upaya
mengidentifikasi hambatan bagi klien untuk mengurangi risiko penularan, dan
melibatkan upaya pendidikan mengenai penularan HIV dan cara-cara untuk
memperkecil risiko. Jika ada perilaku berisiko yang teridentifikasi, maka hal itu
dapat ditangani dalam rencana pelayanan dan dipantau dalam konteks hubungan
manajemen kasus yang sedang berlangsung. Fungsi tambahan lainnya, yaitu
menentukan kemampuan mengikuti/mentaati, seyogianya dilakukan dalam
kaitannya dengan tim medis. Peranan manajer kasus tidak hanya mengidentifikasi
dan membantu menanggulangi hambatan psikososial dalam rangka ketaatan, tetapi
juga membantu untuk mengakses perawatan baru.

Diperlukan berbagai kompetensi untuk melakukan penilaian yang komprehensif,


termasuk kemampuan teknis untuk mengumpulkan informasi klinis serta
kompetensi budaya dan bahasa untuk menghimpun informasi yang relevan dalam
kaitannya dengan budaya setempat. Manajer kasus perlu bekerja erat dengan tim
medis untuk memastikan bahwa tujuan klien sejalan dengan tujuan perawatan.
Selain itu, perlu juga diidentifikasi indikator penting mengenai keluhan dan
gangguan kesehatan serta rujukan tindak lanjut penanganan oleh penyedia
pelayanan kesehatan mental yang resmi.

4. PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN

MANAJER KASUS SEBAGAI PERENCANA, KOLABORATOR, DAN PENDUKUNG


Rencana pelayanan sangat penting dalam upaya manajemen kasus dan rencana ini
disusun berdasarkan informasi yang dihimpun dalam tahap penilaian. Manajer
kasus dan klien bekerja sama untuk menyusun daftar masalah dan isu serta untuk
merumuskan sasaran jangka panjang dan jangka pendek yang mendukung tujuan
menyeluruh pemeliharaan kesehatan dan kemandirian. Diperlukan perencanaan
spesifik, yang berpedoman pada sasaran realistik, untuk memprioritaskan kegiatan
dan mengidentifikasi cara perolehan, pemantauan, dan pengkoordinasian pelayanan
di kalangan lembaga penyedia pelayanan dan sistem perawatan kesehatan. Perlu
diidentifikasi dengan jelas tanggung jawab semua pihak dan batas waktu realistik
untuk mencapai sasaran melalui kegiatan yang relevan. Jika pilihan pelayanan tidak
tersedia untuk memenuhi kebutuhan, manajer kasus mungkin perlu
mempertimbang-kan pilihan antara upaya membantu pencarian pilihan dan/atau
mendesain solusi antara. Hal ini lebih mungkin terjadi jika nilai-nilai budaya atau
praktik klien tidak sejalan dengan program yang ada, jika klien didiagnosis
mengidap lebih dari satu penyakit seperti HIV, penyalahgunaan obat-obatan, dan
kelainan mental. Atau jika klien bertempat tinggal di daerah pedesaan yang sedikit
tersedia pelayanan yang khusus menangani HIV. Rencana pelayanan perlu
didokumentasi dengan jelas dalam map klien berikut salinan korespondensi tertulis
dan formulir aplikasi program keberhakan, prosedur obat-obatan eksperimental, dan
yang sejenis. Ringkasan rencana itu berikut informasi orang-orang atau lembaga
yang dapat dihubungi mungkin akan berguna bagi klien.

5. IMPLEMENTASI MONITORING/PEMANTAUAN

MANAJER KASUS SEBAGAI PERANTARA, KOORDINATOR, PENGHUBUNG


PELAYANAN, DAN PEMBIMBING

Dalam tahap implementasi, Pekerja Sosial dan klien berupaya melaksanakan


rencana pelayanan. Jika persetujuan untuk merujuk telah diperoleh, manajer kasus
dapat memainkan beberapa peran untuk memfasilitasi klien menerima pelayanan,
termasuk sebagai perantara, pemantau, pendukung, dan pembimbing. Sebagai
perantara, manajer kasus menghubungi penyedia pelayanan lainnya untuk
memudahkan perujukan klien dan mungkin juga mengatur pelayanan tambahan
seperti pengantaran klien ke tempat rujukan pada waktu yang ditentukan. Setelah
klien dirujuk ke tempat pelayanan, manajer kasus tetap berhubungan dengan klien
secara teratur untuk memastikan bahwa klien telah menerima pelayanan dan hal itu
dilakukan dengan cara yang tepat. Adakalanya manajer kasus mungkin perlu
mengatasnamakan klien, untuk memastikan penerimaan pelayanan yang diperlukan.
Sebagai pembimbing, manajer kasus mendorong klien untuk mengantisipasi
hambatan dalam mengakses dan menggunakan pelayanan dan, jika perlu, bekerja
sama dengan klien untuk menanggulangi hal itu. Di sini boleh jadi diperlukan skala
akuitas klien untuk menentukan jenis bantuan yang diperlukan klien untuk
melaksanakan rencana pelayanan. Rencana pelayanan biasanya dilaksanakan
mendokumentasi kemajuan klien secara seksama, termasuk tanggal hubungan,
informasi tentang siapa yang pertama kali menghubungi, dan tindakan apapun yang
dilakukan sebagai tindak lanjut dari hubungan itu. Hambatan pelaksanaan
rencana juga harus dicatat, termasuk kepuasan klien dalam pelaksanaan rencana,
perubahan yang terjadi dalam pelaksanaannya, dan kemajuan yang diraih dalam
upaya mencapai tujuan dan sasaran. Dalam kaitan ini yang sering membantu dalam
menanggulangi kesulitan implementasi adalah supervisi pekerjaan sosial profesional,
dukungan rekan sejawat, dan konferensi kasus antar dan intra lembaga.

6. KOMPONEN TAMBAHAN DARI PROGRAM MANAJEMEN KASUS TERPADU :


PENINGKATAN MUTU BERKELANJUTAN

Upaya untuk memastikan mutu program manajemen kasus, termasuk evaluasi


hasil, semakin penting. Bukan hanya karena penyandang dana menghendaki
informasi lebih banyak tentang efektivitas program manajemen kasus dalam
memenuhi kebutuhan klien, tetapi juga karena bidang manajemen kasus HIV/AIDS
berubah dengan cepat, sehingga staf dan administrator harus dapat menggunakan
waktu yang tersedia secara efektif. Kegiatan evaluasi dapat mencakup penilaian
kepuasan klien terhadap pelayanan yang disediakan, penentuan apakah populasi
yang terjangkit dalam wilayah tertentu mengetahui ketersediaan pelayanan, dan
pelaksanaan survey penyedia pelayanan dalam hubungannya dengan kepuasan
mereka dengan pelayanan manajemen kasus (utamanya jika manajer kasus berkerja
sama erat dengan tim medis)

Selain metode evaluasi tradisional itu, sebagian program mengkaji evaluasi


berdasarkan hasil. Contoh evaluasi hasil dapat mencakup apakah manajemen kasus
membantu klien untuk mentaati perawatan atau apakah manajemen kasus
meningkatkan kadar aksesibilitas perawatan. Penting diperhatikan bahwa proses
peningkatan mutu berlangsung pada tataran mikro dan makro kondisi pelayanan,
upaya memenuhi kebutuhan klien, serta masyarakat yang terpengaruh.

a. kerahasiaan

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya dalam bab ini, manajer kasus sejak
awal harus paham betul apa saja informasi yang dapat disebarkan, dalam kondisi
seperti apa penyebaran itu dapat dilakukan, dan kepada siapa diberikan. Pada saat
badan-badan yang berkaitan semakin menguasai teknologi mutakhir, akan
diperlukan kebijakan yang menangani isu aksesibilitas terhadap dokumen/catatan
dan penyebaran informasi demografik kepada penyandang dana dan/atau lembaga
kesehatan publik. Meskipun program manajemen kasus tidak berbeda dari program
lain dalam hal kebutuhan akan keamanan dan kerahasiaan dalam lingkungan
teknologi yang berubah, sifat pekerjaan yang dilakukan menuntut agar manajer
kasus benar-benar menjaga kerahasiaan informasi klien

b. kompetensi budaya

Layanan manajemen kasus sangat didasarkan atas kesadaran bahwa sikap dan
perilaku klien kemungkinan berbeda-beda dalam kaitannya dengan latar belakang
ras, etnik, gender, kelas, orientasi seksual, usia, dan ketidakmampuan. Kompetensi
budaya mengharuskan para manajer kasus untuk mengkaji nilai-nilai budaya mereka
sendiri dalam kaitannya dengan hubungan pemberian bantuan, untuk mencari
informasi budaya yang relevan, dan untuk merundingkan pemahaman dan
kesepakatan akan kebutuhan pelayanan, rencana perawatan, dan hasil yang
diinginkan (Barney & Duran, 1997). Pelayanan manajemen kasus yang
berkompetensi budaya melibatkan klien secara aktif dan merupakan bagian dari
sistem kebijakan, program, standar praktik, evaluasi, dan penelitian yang responsif
terhadap budaya setempat
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manajemen kasus telah menjadi sarana yang efektif untuk membantu Odha sejak
1980an. Pada tahun-tahun awal epidemik HIV, telah dikembangkan sejumlah program
manajemen kasus di pusat-pusat penanganan wabah HIV di daerah perkotaan untuk
memenuhi makin banyaknya kebutuhan medis dan psikososial Odha. Pada saat HIV
menyebar ke populasi yang memang rentan (kelompok homo, orang-orang kulit berwarna,
dan orang-orang yang menggunakan jarum suntik untuk narkoba), para manajer kasus dan
pemberi pelayanan lainnya dengan cepat menemukan bahwa mereka berurusan dengan
lebih dari sekadar kondisi penyakit, tetapi juga kondisi penyakit yang disertai dengan
stigma sosial dan sangat diskriminatif

B. Saran

Perawat dari segala bidang pekerjaan dapat diminta untuk memberikan perawatan
kepada penderita infeksi HIV. Tantangan yang dihadapi perawat disini bukan hanya
tantangan fisik penyakit yang bersifat epidemic tapi juga masalah emosi dan etis.
Kekhawatiran, ketakutan akan tertular penyakit tersebut dialami oleh pera wat, tetapi di
satu sisi itu merupakan tanggung jawab untuk memberikan perawatan, penghargaan
terhadap klarifikasi, kerahasiaan pasien. Perlu diingat bahwa disini perawat tetap
bertanggung jawab terhadap kerahasiaan dan privasi pasien. Perawat setiap hari bergelut
dengan orang-orang yang sakit dan kematian, dan AIDS adalah penyakit dengan tingkat
mortalitas yang tinggi, yang kematiannya relative cepat, dan yang terutama adalah penyakit
yang tidak bisa disembuhkan. Maka akan terjadi peningkatan stressor perawat, untuk
menghindari itu pahami betul apa yang sedang kita hadapi. Proteksi diri kita sendiri, cegah
infeksi dan penularan penyakit tersebut pada saat kita harus berhadapan dengannya, karena
itu merupakan tanggungg jawab kita.
DAFTAR PUSTAKA

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed.
8, EGC, Jakarta, 2001.

Marylinn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3, EGC, Jakarta, 1999


.
Dr. H. Sujudi, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994.

http://www.mer-c.org/mc/ina/ikes/ikes_0604_aids.htm

Anda mungkin juga menyukai