OLEH:
2A/S.Tr. KEPERAWATAN
NAMA KELOMPOK :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata
kuliah Keperawatan HIV/AIDS dengan judul “Prinsip Komunikasi Konseling
Pada Klien Dengan HIV/AIDS VCT, PMTCT”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penulis
KEPERAWATAN HIV/AIDS|1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1.Kesimpulan ..........................................................................................................34
3.2.Saran .....................................................................................................................34
KEPERAWATAN HIV/AIDS|2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
KEPERAWATAN HIV/AIDS|3
Kesehatan Republik Indonesia (2006) menyatakan kegiatan pengendalian
terhadap HIV/AIDS lebih diprioritaskan pada pencegahan, namun seiring
meningkatnya infeksi HIV dan kasus AIDS yang memerlukan pengobatan Anti
Retro Viral (ARV), maka strategi pengendalian HIV saat ini dilaksanakan dengan
memadukan pencegahan, perawatan, dukungan serta pengobatan. Untuk mencapai
target akses ARV, di tahun 2005, Indonesia mengembangkan pelayanan untuk
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) secara komprehensif. Salah satu unsurnya
yaitu menyiapkan petugas konselor yang profesional dan mahir di rumah sakit
guna menunjang program penanggulangan dan penyebaran HIV/AIDS. Dalam
membantu ODHA, konselor diharapkan memiliki keterampilan komunikasi
antarpribadi yang baik untuk membangun kepercayaan dari klien sehingga tujuan
komunikasi kesehatan akan tercapai secara efektif
1.2.RUMUSAN MASALAH
1.3.TUJUAN
KEPERAWATAN HIV/AIDS|4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.DEFINISI HIV/AIDS
Seorang yang terinfeksi HIV dapat kelihatan sehat dan mungkin tidak
mengetahui bahwa dia telah terinfeksi selama beberapa tahun, meskipun terlihat
sehat dia dapat menularkan virusnya ke orang lain. HIV secara perlahan merusak
sistem kekebalan tubuh kemudian orang yang terinfeksi HIV tersebut jatuh sakit
karena tubuh tidak dapat memerangi penyakit. Gejala infeksi HIV mirip dengan
gejala penyakit umum lainnya, seperti pembengkakan kelenjar, mudah lelah,
kehilangan berat badan, demam atau diare. Pada saat ini belum ada vaksin untuk
mencegah infeksi HIV dan belum ada obat untuk menyembuhkan AIDS.
A. Konseling HIV/AIDS
KEPERAWATAN HIV/AIDS|5
Menjalin hubungan yang baik dan efektif dalam praktik konseling menjadi
bagian yang mutlak dan tidak bisa dihindari sebab sifat dari konseling itu
sendiri yaitu helping relation. Hal tersebut dibutuhkan sebagai upaya
memperlancar pelaksanaan konseling dan dalam rangka memberikan kepuasan
atau kesenangan pada klien sehingga merasa dirinya diterima. Dengan begitu
klien akan menjadi terbuka.
a. Keterampilan Mendengarkan
KEPERAWATAN HIV/AIDS|6
wawancara. Konselor dapat mengembangkan tujuan klien dalam
melakukan penjajakan diri dan mengurangi intervensi yang bersifat
merusak.
2) Parafrase, merupakan suatu metode untuk menyatakan kembali
pesan klien dengan kata-kata yang lebih pendek dan benar.
Tujuannya untuk menguji pengertian konselor tentang apa yang
dikatakan klien dan juga menyatakan bahwa konselor mencoba
mengerti pesan klien. Adapun pengaruh akhir parafrase, klien
merasa terdorong untuk meneruskan ceritanya.
3) Menjelaskan, mempunyai tujuan mempertahankan pertanyaan-
pertanyaan yang masih kurang jelas. Dengan bersikap
menjelaskan, konselor telah membuat suatu terkaan tentang pesan
pokok yang disampaikan klien.
b. Keterampilan Memimpin
c. Keterampilan Memantulkan
KEPERAWATAN HIV/AIDS|7
d. Keterampilan Merangkum
e. Keterampilan Konfrontasi
Adalah suatu usaha untuk mengenal secara jujur dan langsung tentang
diri klien sebenarnya, apa yang sedang terjadi dengannya, atau
memperkirakan apa yang akan terjadi. Keterampilan ini memiliki resiko
yaitu kemungkinan terjadinya keengganan membuka diri dari pihak klien
atau sebaliknya yakni keterbukaan dalam komunikasi. Konfrontasi
merupakan metode menceritakan sesuatu apa adanya yang memungkinkan
timbulnya kecemasan pada diri klien.
g. Keterampilan Menginterpretasi
KEPERAWATAN HIV/AIDS|8
mengajarkan klien untuk menginterpretasikan sendiri peristiwa-peristiwa
dalam kehidupannya. Konselor merumuskan asumsinya mengenai semua
yang sedang terjadi dan bagaimana penafsirannya secara realitis tentang
perilaku klien, namun konselor tidak harus selalu sharing dengan klien
mengenai asumsinya ini.
VCT atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS) merupakan kegiatan konseling
yang sifatnya sukarela dan rahasia, terdiri atas tahapan konseling pra dan pasca
tes HIV. VCT sangat penting karena sebagai pintu utama dalam perawatan dan
pelayanan HIV/AIDS dalam memberikan informasi, dukungan, dan motivasi
bagi positif ODHA menghadapi pelabelan negatif dan diskriminasi dari
lingkungan. Selain itu keberadaan VCT untuk pencegahan penularan HIV
melalui perubahan perilaku.
Hubungan antara konseling dan tes HIV dapat digambarkan seperti dibawah
ini :
KEPERAWATAN HIV/AIDS|9
VCT digunakan untuk melakukan setiap intervensi. Konseling ini
minimum terdiri atas konseling pre tes dan pasca tes HIV, juga menyediakan
konseling berkelanjutan jangka panjang, konseling dukungan, konseling
keluarga dan pasangan hingga konseling kematian.
Tes HIV senantiasa didahului oleh konseling pra tes. Konseling pra tes
individual dilaksanakan untuk membantu seseorang dalam membuat keputusan
yang baik tentang apakah akan menjalani tes HIV atau tidak. Konseling pra tes
HIV membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah HIV,
memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV
dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV.
Konseling juga dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan yang benar dan
meluruskan pemahaman yang keliru tentang HIV/AIDS dan berbagai
mitosnya.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 10
keterampilan konseling mikro sangat penting untuk membina rapport dan
menunjukkan adanya layanan yang berfokus pada klien.
Bentuk dari konseling pasca tes tergantung dari hasil tes. Jika hasil tes
positif, konselor menyampaikan hasil tes dengan cara yang dapat diterima
klien, secara halus dan manusiawi, serta memperhatikan kondisi individu klien
dan budaya setempat. Ketika hasil tes positif, konselor harus:
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 11
8) Memberi tahu klien tentang layanan kesehatan dan terapi jika
dibutuhkan.
9) Bila klien adalah wanita hamil, mendiskusikan cara menghindari
penularan terhadap bayinya, membantu mereka untuk membuat
keputusan yang mereka rasa paling baik dan merujuk untuk knseling
lebih lanjut.
10) Mendiskusikan pencegahan cara penularan HIV kepada pasangan-
pasangan yang munngkin tidak terinfeksi dan memberikan informasi
tentang hubungan seks yang lebih aman.
Konseling tetap diperlukan walaupun hasil tes negatif. Di sini konselor dan
klien mendiskusikan perasaan yang timbul dari hasil tersebut dan
mendiskusikan pencegahan dari infeksi HIV. Meskipun orang akan merasa
lega mendapatkan hasil negatif, konselor harus menjelaskan bahwa karena
adanya masa jendela (window period), hasil negatif ini tidaklah sepenuhnya
menjamin bahwa orang ini tidak terinfeksi HIV. Konselor harus
menganjurkan untuk mempertimbangkan datang kembali dan tes ulang
setelah 3-6 bulan. Selain itu, konselor dapat membantu klien dalam
memformulasikan strategi lain agar tetap dalam hasil tes yang negatif. Dasar
keberhasilan konseling pasca tes ditentukan oleh baiknya konseling pra tes.
Bila konseling pra tes berjalan baik, maka dapat terbina rapport antara
konselor dan klien. Dengan dasar ini, maka akan memudahkan terjadinya
perubahan perilaku di masa datang dan memungkinkan pendalaman akan
masalah klien. Mereka yang menunggu hasil tes HIV berada dalam
kecemasan, dan mereka yang menerima hasil tes HIV positif kemungkinan
akan mengalami distress. Karena itu disarankan agar konselor yang
melakukan konseling pasca tes adalah konselor yang sama dengan konselor
yang menjalankan konseling pra tes.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 12
dimaksudkan sebagai usaha pencegahan dan perawatan HIV. Adapun alasan
diadakannya VCT adalah:
a. Pencegahan HIV
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 13
Adapun konseling HIV/AIDS dilakukan yang bertujuan untuk sebagai
berikut :
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 14
9) Membantu klien mengendalikan hidupnya dan menemukan arti
kehidupannya.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 15
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses
penanganan masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan layanan.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 16
Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu
adanya penilaian yang teratur dan terarah. Pengembangan program
pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang
maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang
terlihat dalam proses pelayanan dan program bimbingan konseling itu
sendiri.
D. Proses Konseling
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 17
3. Tahap ketiga : Proses dukungan konseling lanjutan yakni dengan
meneruskan ekspresi perasaan / pikiran , mengidentifikasi opsi,
mengidentifikasi ketrampilan, penyesuaian diri yang telah ada,
mengembangkan keterampilan penyesuaian diri lebih lanjut,
mengevaluasi opsi dan implikasinya, memungkinkan perubahan
perilaku, mendukung dan menjaga kerjasama dalam masalah klien,
monitoring perbaikan tujuan yang terindentifikasi, rujukan yang sesuai.
4. Tahap empat : Untuk menutup atau mengakhiri hubungan konseling.
Disarankan kepada klien dapat bertindak sesuai rencana klien menata
dan menyesuaiakan diri dengan fungsi sehari-hari, bangun eksistensi
sistem dukungan dan dukungan yang diakses, lalu mengidentifikasi
strategi untuk memelihara hal yang sudah berubah baik. Untuk
pengungkapan diri harus didiskusikan dan direncanakan, atur interval
parjanjian diperpanjang, disertai pengenalan dan pengaksesan sumber
daya dan rujukan yang tersedia, lalu pastikan bahwa ketika ia
membutuhkan para konselor senantiasa bersedia membantu. Menutup
atau mengakhiri konseling dengan mengatur penutupan dengan diskusi
dan rencana selanjutnya, bisa saja dengan membuat perjanjian
pertemuan yang makin lama makin panjang intervalnya. Senantiasa
menyediakan sumber dan rujukan yang telah dikenali dan dapat
diakses, memastikan klien dapat mengakses konselor jika ia memilih
untuk kembali ketika membutuhkan.
LANGKAH KLINIK
1. PERSIAPAN PERTEMUAN
Penampilan pemeriksa
Waktu yang cukup
Tempat yang nyaman
Privasi terjaga
Form VCT
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 18
2. SAAT KONSELING
Nama
Umur
Alamat
Status perkawinan
Pekerjaan
Tingkat pendidikan
Pada tahap ini, konselor dapat mengetahui dari klien tentang keluhan
utama dan resiko infeksi HIV.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 19
3. Menjelaskan mengenai window period, yaitu periode sebelum
virus HIV bisa diidentifikasi dalam darah, yaitu selama 3 bulan
setelah perilaku beresiko.
4. Menjelaskan prosedur pemeriksaan HIV dan menanyakan
kesediaan klien untuk diperiksa. Tes dilakukan dengan
pengambilan darah dari ujung jari, dan hasilnya dapat ditunggu
selama 15 menit.
5. Menanyakan kesiapan pasien menerima hasil pemeriksaaan dan
menjelaskan bahwa terapi ARV akan diberikan seumur hidup
bila hasilnya positif.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 20
Dokumentasi proses konseling HIV dengan mengisi form
VCT/PITC/PMTCT.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 21
mengerti tanggung jawab untuk menurunkan prilaku berisiko dan
mencegah penyebaran infeksi terhadap orang lain guna
mempertahnakan dan meningkatkan prilaku sehata.
c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,
segera setelah klien memahami berbagia keuntungan, konsekuensi, dan
risiko.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 22
seperti perubahan prilaku, dukungan mental, dukungan terapi ARV,
pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan AIDS.
3. Mengurangi stigma masyarakat
4. Merupakan pendekatan menyeluruh : kesehatan fisik dan mental
5. Memudahkan akses keberbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik
kesehatan maupun psikososial. Meskipun VCT adalah sukarela
namun utamnya diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah
terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya, atau semua orang yang
mencari pertolongan karena merasa telah melakukan tindakan
berisiko dimasa lalu dan merencanakan perubahan dimasa depannya,
dan mereka yang tidak mencari pertolongan namun berisiko tinggi.
Ada beberapa prinsip yang harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni
VCT harus dilakukan dengan :
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 23
1. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui bahwa dirinya
terinfeksi HIV. Saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang
diketahui terinfeksi HIV. Kurang dari 2.5% orang diperkirakan telah
terinfeksi HIV mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.
2. Mempercepat diagnose HIV, Sebagian besar ODHA di Indonesia baru
mebgetahui bahwa dirinya terinfeksi setelah mencapai tahap
simtomatik (bergejala) dan masuk ke stadium AIDS, bahkan dalam
keadaan hampir meninggal. Dengan diagnosa lebih dini, ODHA
mendapat kesempatan untuk melindungi diri dan pasangannya, serta
melibatkan dirinya dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di
Indonesia, sesuai dengan asas keterlibatan lebih besar oleh ODHA
(GIPA-Greater involvement of people with AIDS ) yang
dideklarasikan pada KTT AIDS Paris 1994, yang ditanda tangani 42
negara termasuk Indonesia.
3. Meningkatan penggunaan layanan kesehatan dan pencegahan
terjadinya infeksi lain pada ODHA. ODHA yang belum mengetahui
dirinya terinfeksi HIV tidak dapat mengambil manfaat profilaksis
terhadap infeksi oportunistik, yang sebetulnya sangatlah mudah dan
efektif. selain itu,mereka juga tidak dapat memperoleh terapi
antiretroviral secara lebih awal, sebelum system kekebalan tubuhnya
rusk total dan tidak dipulihkan kembali.
4. Meningkatkan kepatuhan terhadap terapi antiretroviral. Agar virus
tidak menjadi resisten dan efektivitas obat dapat dipertahankan
diperlukan kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan. kepatuhan
tersebut didorong oleh pemberian informasi yang lengakap, dan
pemahaman terhadap informasi tersebut, serta oleh dukungan
pendamping.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 24
membuahkan kematangan kepribadian pada konselor dan memberikan
dukungan mental- emosional pada klien. Proses konseling mencakup upaya-
upaya yang realistik dan terjangkau serta dapat dilaksanakan
a. Pre-test counseling
b. HIV testing
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 25
vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum dapat
dipastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV karena tes ini
mempunyai sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah. Oleh karena itu
masih diperlukan tes pemeriksaan lain untuk mengkonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif,
masih ada dua kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi
HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV.
2. Rapid Test
c. Post-test counseling
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 26
2.4.BAGAIMANAKAH PRINSIP KOMUNIKASI KONSELING PADA
KLIEN DENGAN PMTCT
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 27
Dampak buruk dari penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah
apabila:
Suami/Pasangan
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 28
3. Tujuan Program PMTCT
Sebagian besar infeksi HIV pada bayi disebabkan penularan dari ibu.
Infeksi yang ditularkan dari ibu ini kelak akan mengganggu kesehatan
anak. Diperlukan upaya intervensi dini yang baik, mudah dan mampu
laksana guna menekan proses penularan tersebut.
Dengan intervensi yang baik maka risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi sebesar 24-45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%. Menurut
estimasi Depkes, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang
melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi diperkirakan
akan lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif setiap tahunnya di
Indonesia.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 29
tergantung sifat infeksi terhadap ibu : Infeksi primer ( HSV/ Herpes
Simpleks Virus, HIV1), Infeksi Sekunder/ Reaktivasi (HSV, CMV/
Cyto Megalo Virus), atau Infeksi Kronis (Hepatitis B, HIV1, HTLV-
I).Mengingat adanya kemungkinan transmisi vertikal dan adanya
kerentanan tubuh selama proses kehamilan, maka pada dasarnya
perempuan dengan HIV positif tidak dianjurkan untuk hamil.
Obat Antiretroviral (ARV) yang ada sampai saat ini baru berfungsi
untuk menghambat multiplikasi virus, belum menghilangkan secara
total keberadaan virus dalam tubuh ODHA. Walaupun demikian, ARV
merupakan pilihan utama dalam upaya pengendalian penyakit guna
menurunkan kadar virus.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 30
(pemakaian elektrode pada kepala janin, ekstraksi forseps, ekstraksi
vakum) dan perlukaan pada ibu (episiotomi).
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 31
(4) Mengoptimalkan kesehatan dari ibu dengan HIV positif
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 32
Alur Upaya PMTCT Komprehensif
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 33
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Konseling merupakan kegiatan yang di dalamnya melibatkan konselor, dan
klien tanpa ada keduanya proses konseling tidak akan terjadi. Kegiatan konseling
dilakukan oleh konselor yang memiliki keterampilan konseling dan pemahaman
luas mengenai informasi HIV/AIDS. Kegiatan konseling HIV/AIDS dilakukan di
Klinik Voluntary Counseling and Testing atau biasa dikenal dengan Klinik VCT.
VCT atau Konseling dan Tes Sukarela (KTS) merupakan kegiatan konseling yang
sifatnya sukarela dan rahasia, terdiri atas tahapan konseling pra dan pasca tes
HIV.
3.2.SARAN
Setelah kita membaca uraian di atas, kita bisa dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan kita tentang prinsip komunikasi konseling pada klien
dengan HIV/AIDS VCT,PMTCT. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 34
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 35
DAFTAR PUSTAKA
Amel, Wira. 2019. Prinsip Komunikasi Konseling Klien HIV, VCT, PMTCT.
https://id.scribd.com/document/420947074/PRINSIP-KOMUNIKASI-
KONSELING-KLIEN-HIV-VCT-PMTCT-doc. Diakses pada tanggal 9
Januari 2021.
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Nasional Tes dan Konseling HIV/AIDS. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
K E P E R A W A T A N H I V / A I D S | 36