Anda di halaman 1dari 10

1.

MAMPU MENJELASAKAN KONSEP PATIEN CENTERED CARE


Patient Centered Care (PCC) adalah inovasi pendekatan dalam perencanaan, pelayanan, dan evalusasi
perawatan kesehatan yang berdasarkan pada kemitraan yang saling menguntungkan antara penyedia
pelayanan kesehatan, pasien, dan keluarga (Keene, n.d.). Patient Centered Care (PCC) sebagai
“perawatan yang ramah dan responsif terhadap pilihan, kebutuhan, dan nilai pasien secara individual,
dan memastikan pasien membuat keputusan klinis” (Institute of Medicine (U.S.) and Committee on
Quality of Health Care in America 2001). Hal ini hampir serupa dengan pendapat Lauver dkk. (2002)
bahwa Patient Centered Care adalah sejauh mana profesional perawatan memilih dan memberikan
intervensi yang responsif terhadap kebutuhan individual. Sedangkan Suhonen, Välimäki, dan Leino-Kilpi
(2002) mendefinisikan Patient Centered Care sebagai perawatan komprehensif yang memenuhi
kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial setiap pasien. Tak satu pun dari definisi ini mewakili PCC secara
keseluruhan (Suhonen, Välimäki, and Leino-Kilpi, n.d.)

Belum ada kesepakatan yang jelas mengenai konsep dari PCC. Namun beberapa jurnal mencoba untuk
memberikan pendapatnya mengenai konsep dari PCC. Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada
tahun 1993 oleh Picker Institute bekerja sama dengan Harvard School of Medicine menjelaskan bahwa
PCC memiliki 8 dimensi yakni (Keene, n.d.) :

1. Menghormati pilihan dan penilaian pasien


2. Dukungan emosional
3. Kenyamanan fisik
4. Informasi dan edukasi
5. Berkelanjutan dan transisi
6. . Koordinasi pelayanan
7. Akses pelayanan
8. Melibatkan keluarga dan teman

Beberapan penelitian lain seperti penelitian yang dilakukan oleh Moreau dan Hudon menjelaskan bahwa
PCC memiliiki enam komponen utama, yakni

1. mengeksplorasi penyakit dan riwayat penyakit,


2. memahami pasien secara utuh dari perspektif biopsikososial,
3. menemukan penyebab,
4. meningkatkan hubungan dokter-pasien untuk menciptakan hubungan terapeutik,
5. bersikap realistis, dan
6. menggabungkan pencegahan dan promosi kesehatan (Moreau et al. 2012; Hudon et al. 2011).

Konsensus tingkat tinggi menyebutkan bahwa terdapat 9 model dan kerangka kerja untuk
mengidentifikasi PCC, 6 elemen inti berikut paling sering dikenali (Shaller 2007):

1. Saling berbagi pengetahuan


2. Melibatkan keluarga dan teman
3. Kolaborasi dan manajemen tim
4. Peka terhadap segi perawatan nonmedis dan spiritual
5. Menghormati kebutuhan dan keinginan pasien
6. Memberi kebebasan dan kemudahan memperoleh informasi
2. MAMPU MENGURAIKAN PENTINGNYA PENDEKATAN HOLISTIK
Dapat dipahami bahwa dokter tidak dapat melihat pasien hanya fisiknya saja. Karena setiap

manusia juga terdiri dari fisik (body), pikiran (mind), jiwa (spiritnya) Setiap manusia
dipengaruhi 3 lingkaran:
– Keluarga
– Komunitas
– Kultur
Oleh karena itu pada saat pasien mengeluh gangguan kesehatan, perlu dikaji faktor-faktor
disekitarnya yg mungkin memicu atau menyebabkan gejala tersebut muncul selain
kemungkinan masalah pada biomediknya. Dimana status Kesehatan Individu dapat dipengaruhi
oleh:
– Behavior (Life style)
– Human Biology
– Pysical environment
– Psycho-Socio-Economic environment (PSE)
Selain kempat determinan tersebut, kesehatan seseorg maupun keluarga ditentukan oleh life
style yang mana merupakan interaksi antara Behavior dan PSE dan juga Pekerjaaan merupakan
interaksi PSE dan lingkungan Fisik.
Setiap upaya dokter baik pencegahan, pengobatan, penunjang dan rehabilitasi (rehab fisik dan
sosial) memerlukan upaya partisipasi angota keluarga lain. Partisipasi anggota keluarga
diperlukan untuk merawat & membantu penyelesaian masalah anggota keluarga yg sakit, karena
prinsip dasar kerja dokter yaitu Kemitraan dengan pasien dan keluarga dengan tujuan untuk
pemberdayaan pasien & keluarga sehingga mandiri.
3. MAMPU MELAKUKAN PENILAIAN UNSUR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGELOLAAN
KESEHATAN YANG BERSUMBER DARI MASYARAKAT
1. Penguatan komunitas: Pendekatan-pendekatan ini membangun kapasitas masyarakat untuk
mengambil tindakan terhadap kesehatan dan faktor-faktor penentu sosial kesehatan.
Masyarakat berkumpul untuk mengidentifikasi isu-isu lokal, merancang solusi dan membangun
aksi sosial yang berkelanjutan.
2. Relawan dan peran rekan: Pendekatan-pendekatan ini meningkatkan kemampuan individu untuk
memberikan nasihat, informasi dan dukungan atau mengatur kegiatan di komunitas mereka atau
komunitas lain. Anggota masyarakat menggunakan pengalaman hidup dan hubungan sosial
mereka untuk menjangkau orang lain
3. Kolaborasi dan kemitraan: Pendekatan ini melibatkan masyarakat dan layanan lokal yang bekerja
sama pada setiap tahap siklus perencanaan, mulai dari mengidentifikasi kebutuhan dan
menyepakati prioritas, hingga implementasi dan evaluasi. Melibatkan masyarakat akan
menghasilkan layanan yang lebih tepat, adil dan efektif.
4. Akses ke sumber daya komunitas: Pendekatan ini menghubungkan individu dan keluarga dengan
sumber daya masyarakat, bantuan praktis, kegiatan kelompok, dan peluang menjadi
sukarelawan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan meningkatkan partisipasi sosial.
Hubungan antara layanan kesehatan primer dan organisasi masyarakat sangatlah penting

Faktor Pendukung Community-Oriented Care:

1. Keterlibatan Komunitas: Faktor kunci dalam pendekatan ini adalah keterlibatan komunitas dalam
perencanaan, implementasi, dan evaluasi program kesehatan. Ketika komunitas secara aktif
terlibat, mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan mereka sendiri dan
dapat memberikan wawasan yang berharga.
2. Kesadaran akan Kesehatan Komunitas: Kesadaran tentang pentingnya fokus pada kesehatan
komunitas yang lebih besar, bukan hanya individu, adalah faktor pendukung. Ini mendorong
kolaborasi dan perencanaan yang lebih baik.
3. Keberlanjutan Program: Program kesehatan yang berkelanjutan dan terus-menerus mendukung
community-oriented care. Dalam jangka panjang, hal ini membantu membangun kepercayaan
dalam komunitas dan mencapai hasil yang lebih baik.
4. Kolaborasi Antar-Penyedia Pelayanan Kesehatan: Kerja sama antara berbagai penyedia layanan
kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, dokter umum, serta pekerja sosial dan psikolog,
merupakan faktor pendukung yang penting dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang
terintegrasi.
5. Pendidikan dan Pelatihan: Pelatihan dan pendidikan bagi staf medis dan non-medis dalam
pengelolaan dan komunikasi dengan komunitas adalah penting. Ini membantu dalam memahami
kebutuhan komunitas dan memberikan pelayanan yang lebih efektif.

Faktor Penghambat Community-Oriented Care:

1. Kurangnya Sumber Daya Finansial: Salah satu hambatan utama adalah kurangnya sumber daya
finansial yang diperlukan untuk mendukung program-program community-oriented care.
Keterlibatan komunitas membutuhkan investasi yang cukup besar dalam hal waktu dan sumber
daya.
2. Perubahan dalam Budaya Organisasi: Terkadang, sistem kesehatan yang berfokus pada
perawatan individu perlu mengalami perubahan budaya dan struktural agar sesuai dengan
pendekatan community-oriented care. Perubahan ini mungkin sulit dan memerlukan waktu.
3. Resistensi dari Pihak Berkepentingan: Pihak-pihak tertentu dalam sistem kesehatan atau
komunitas mungkin memiliki kepentingan tertentu yang tidak sejalan dengan pendekatan ini,
dan mereka dapat menentang perubahan.
4. Ketidaksetaraan Akses dan Kualitas: Dalam beberapa kasus, ketidaksetaraan dalam akses dan
kualitas layanan kesehatan dapat menjadi hambatan. Komunitas yang kurang mendapat
perhatian mungkin menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pelayanan yang mereka
butuhkan.
5. Kurangnya Partisipasi Komunitas: Jika komunitas tidak aktif dalam partisipasi dan tidak memiliki
pemahaman tentang manfaat dari pendekatan ini, maka penerapan community-oriented care
dapat terhambat.

Keterbatasan Data dan Evaluasi: Kurangnya data dan evaluasi yang tepat dapat membuat sulit untuk
mengukur dampak dari program-program community-oriented care, dan hal ini dapat menjadi
penghambat dalam memperoleh dukungan.

Penerapan community-oriented care adalah proses yang kompleks dan memerlukan komitmen jangka
panjang dari berbagai pihak. Untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, diperlukan perencanaan yang
matang, kolaborasi, dan dukungan finansial yang memadai.

4. MAMPU MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG PENTINGNYA KETERLIBATAN


KELUARGA ATAU FAMILY FOCUSED DIDALAM PENGOBATAN TB
1. Pencegahan Penularan: TB adalah penyakit menular, dan anggota keluarga pasien memiliki risiko
tinggi tertular. Dengan melibatkan keluarga, tindakan pencegahan penularan, seperti tes TB dan
pengobatan profilaksis, dapat lebih efektif diterapkan. Ini membantu mengurangi risiko anggota
keluarga tertular dan melindungi mereka dari infeksi TB.
2. Dukungan Psikososial: Pasien TB sering menghadapi stigmatisasi sosial dan tekanan emosional
yang berat. Keluarga adalah sumber dukungan psikososial yang penting. Dengan melibatkan
keluarga dalam perawatan, pasien merasa lebih didukung secara emosional, yang dapat
meningkatkan kepatuhan mereka terhadap perawatan dan membantu dalam pemulihan.
3. Keberlanjutan Pengobatan: Pengobatan TB biasanya memerlukan waktu yang lama, seringkali
berlangsung selama beberapa bulan hingga lebih dari setahun. Dalam hal ini, keluarga dapat
memainkan peran penting dalam membantu pasien mengikuti rencana perawatan dengan
benar. Mereka dapat membantu mengingatkan pasien untuk minum obat sesuai rekomendasi,
yang merupakan faktor kunci untuk keberhasilan pengobatan TB.
4. Pemantauan dan Perawatan Komprehensif: Dengan keterlibatan keluarga, perawatan pasien TB
menjadi lebih komprehensif. Keluarga dapat membantu memantau perkembangan pasien,
melaporkan efek samping obat, dan membantu dalam pemenuhan kebutuhan pasien selama
pengobatan, termasuk dukungan nutrisi dan perawatan medis tambahan.
5. Pendidikan dan Informasi: Keluarga dapat berperan dalam memberikan informasi kepada pasien
tentang penyakit TB, cara mengelola penyakit ini, serta rencana pengobatan. Pendidikan ini
membantu pasien untuk lebih memahami kondisinya dan menjadi lebih mandiri dalam merawat
diri sendiri.
6. Pengurangan Diskriminasi dan Stigma: Keterlibatan keluarga dapat membantu mengurangi
stigma yang sering terjadi terhadap pasien TB. Keluarga dapat membantu mengedukasi
masyarakat sekitar tentang penyakit ini dan meminimalkan diskriminasi terhadap pasien, yang
sering kali merasa malu atau diisolasi.
7. Meningkatkan Kepatuhan dan Keberhasilan Pengobatan: Keterlibatan keluarga dalam
pengobatan TB dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pasien terhadap rencana pengobatan.
Kepatuhan yang baik merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pengobatan TB dan mencegah
resistensi obat yang berbahaya.
8. Mengurangi Beban Pasien: Dengan bantuan keluarga, pasien dapat merasa lebih didukung dan
kurang terbebani oleh perawatan yang intens. Ini dapat membantu pasien untuk tetap fokus
pada pemulihan mereka.

Kesimpulannya, keterlibatan keluarga dalam pengobatan TB adalah penting karena berkontribusi pada
pencegahan penularan, dukungan psikososial, keberlanjutan pengobatan, pemantauan komprehensif,
pendidikan, pengurangan stigma, dan keberhasilan pengobatan. Ini menciptakan lingkungan perawatan
yang lebih baik untuk pasien TB dan membantu memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan
yang mereka butuhkan untuk pemulihan yang sukses

5. MAMPU MENJELASKAN PUBLIC PRIVATE MIX


Pengertian PPM adalah upaya kolaborasi jejaring layanana Kesehatan pemerintah dan swasta untuk
menemukan semua pasien TB dan memastikan mendapatkan layanan TB berkualitas sampai sembuh
dengan dukungan organisasi profesi dan komunitas di bawah koordinasi Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Tujuan penerapan PPM ialah agar semua fasyankes yang menangani TB berpartisipasi
dalam jejaring sehingga semua pasien TB dapat ditemukan dan diobati sesuai standar dan tercatat dalam
system informasi program TB nasional.

Indicator PPM di Kab/Kota antara lain:


1. Terbentuknya Tim DPPM dan KOPI TB
2. Jumlah RS Pemerintah, RS Swasta, dan DPM/Klinik yang lapor kasus TB
3. Jumlah notifikasi kasus TB dari RS Pemerintah, RS Swasta, dan DPM/Klinik
4. Persentase keberhasilan pengobatan di fasyankes swasta
5. Jumlah RS swasta dan DPM Klinik yang bekerjasama
6. Akses TCM bagi RS Swasta
7. Pasien TB di fasyankes swasta yang diperiksa TCM dan mendapatkan OAT Program
8. Jumlah terduga TB yang dirujuk dari DPM Klinik.
Manfaat dari PPM antara lain:

1. Menjamin ketersediaan akses layanan TB yang merata, bermutu, dan berkesinambungan bagi
masyarakat terdampak TB (akses universal) untuk menjamin kesembuhan pasien TB dalam
rangka menuju eliminasi TB.
2. Meningkatkan penemuan kasus dan mengurangi penundaan diagnosis serta wajib notifikasi
kasus Tb oleh seluruh pemberi layanan.
3. Meningkatkan kualitas diagnosis, perawatan, dan dukungan pasien dengan pengobatan sesuai
standar.
4. Meningkatkan kualitas manajemen program penanggulangan TB (kepemilikan dan
kepemimpinan program)

https://ppid.jemberkab.go.id/berita-ppid/detail/public-private-mix-ppm-dalam-menanggulangi-
tuberkulosis-di-kabupaten-jember

6. MENJELAKSAN TATALAKSANA TB PARU TERBARU


Pengobatan tuberkulosis paru

1. Tujuan pengobatan TB adalah :


a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat
2. Prinsip Pengobatan TB : Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi
prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam
obat untuk mencegah terjadinya resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat)
sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap
lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
3. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :
a. Tahap awal Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
b. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya
obat diberikan setiap hari

Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT harus diperiksa uji kepekaan OAT pada awal pengobatan.
Uji kepekaan dapat dilakukan dengan metode cepat atau rapid test (TCM, LPA lini 1 dan 2), dan metode
konvensional baik metode padat (LJ), atau metode cair (MGIT) . Bila terdapat laboratorium yang dapat
melakukan uji kepekaan obat berdasarkan uji molekular cepat dan mendapatkan hasil dalam 1-2 hari
maka hasil ini digunakan untuk menentukan paduan OAT pasien. Bila laboratorium hanya dapat
melakukan uji kepekaan obat konvensional dengan media cair atau padat yang baru dapat menunjukkan
hasil dalam beberapa minggu atau bulan maka daerah tersebut sebaiknya menggunakan paduan OAT
kategori I sambil menunggu hasil uji kepekaan obat. Pada daerah tanpa fasilitas biakan, maka pasien TB
dengan riwayat pengobatan diberikan OAT kategori 1 sambil dilakukan pengiriman bahan untuk biakan
dan uji kepekaan

UMUM_PNPK_revisi-1.pdf
1. Menjelaskan family support dalam pengobatan dan sudut pandang Islam

Para ahli fiqih ijma` berpendapat ke arah bahwa hukum berobat asalnya mubah, 3 hal ini berdasarkan
hadits Rasulullah SAW: ، ‫ ( إن هللا أن زل ال داء وال دواء‬: ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وس لم‬: ‫عن أبي الدرداء رضي هللا عنه قال‬
) ‫ وال تتداووا ب الحرام) ( رواه أب و داود‬، ‫ فتداووا‬، ‫ وجعل لكل داء دواء‬. Dari Abu Darda’ Radhiyaallahu Anhu berkata,
bersabda Rasulullah SAW: “Sesusngguhnya Allah telah menurunkan setiap penyakit dengan obatnya,
danmenjadikan setiap penyakit pasti ada obatnya, maka berobatlah kalian, dan janganlah kalian berobat
dengan yang haram”.4

Dalam Al-Qur’an istilah keluarga disebut dengan Ahlun, sebagaimana terdapat dalam surah At-
Tahrim ayat 6 yang berbunyi: Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(At-Tahrim ayat 6)23

Selain itu keluarga dapat diartikan dzawil qurba sebagaimana terdapat dalam surah Al-Isra ayat 26
yang berbunyi: Artinya:”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.” (Al-Isra ayat 26)

Sakinah yang berarti ketenangan, ketentraman, dan kedamaian jiwa yang difahami dengan suasana
damai yang melengkapi rumah tangga di mana suami istri yang menjalankan perintah Allah SWT dengan
tekun, saling menghormati dan saling toleransi.

Dalam al-qur’an disebutkan sebanyak enam kali serta dijelaskan bahwa sakinah itu telah didatangkan
oleh Allah ke dalam hati Nabi dan orang-orang yang beriman. Daripada suasana tenang (sakinah),
sehingga rasa bertanggung jawab kedua belah pihak samakin tinggi. Firman Allah dalam surat Al Fath
ayat 4 Artinya: “Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah lah
tentara langit dan bumi dan adalah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. (Al Fath ayat 4)

Anda mungkin juga menyukai