Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PSIKOLOGI

PSIKOLOGI KESEHATAN

Mata Kuliah: Psikologi


Dosen Pengampu: Suyanta, S.Pd, S.Kep, Ners, M.A

Disusun oleh:
1. Rena Yunita Rosiferyanti (P1337420723005)
2. Fiki Surya Agata (P1337420723015)
3. Virginia Nur Kusuma Putri (P1337420723017)
4. Ervian Hendra Fahreza (P1337420723026)
5. Sheila Maya Salsabila (P1337420723046)
6. Assyifa Alya Syazwina (P1337420723048)
7. Nindya Wurensa Fijriyani (P1337420723056)

DOROTHY E. JOHNSON 1
PRODI KEPERAWATAN MAGELANG
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, perumusan masalah yang muncul
adalah:
1. Apa pengertian dari psikologi kesehatan?
2. Apa saja perilaku-perilaku yang beresiko pada psikologi kesehatan?
3. Apa yang dimaksud dari hospitalisasi?
4. Psikologi nyeri
5. Apa yang dimaksud dari keterampilan konseling?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa pengertian dari psikologi kesehatan.
2. Mengetahui apa saja perilaku-perilaku yang beresiko pada psikologi kesehatan.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dari hospitalisasi.
4. Mengetahui Psikologi nyeri
5. Mengetahui apa yang dimaksud dari keterampilan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikologi Kesehatan


Psikologi Kesehatan memiliki pengertian yaitu ilmu yang mempelajari,
memahami bagaimana pengaruh faktor psikologis dalam menjaga kondisi sehat,
ketika mengalami kondisi sakit, dan bagaimana cara merespon ketika individu
mengalami sakit.
Apabila mengacu pada pengertian sehat menurut WHO tahun 1948,
menunjukkan adanya keselarasan antara pengertian psikologi kesehatan dengan
pengertian sehat menurut WHO, yang tidak hanya menekankan pada ada atau tidak
adanya penyakit. Pengertian sehat menurut WHO (1948) yang dimaksud yaitu kondisi
sehat atau sejahtera pada aspek fisik, aspek mental maupun aspek sosial.
Kondisi sehat maupun kondisi sakit merupakan suatu kontinum, yaitu kondisi
sehat yang dialami individu dapat mencapai kondisi sehat secara optimal, maupun
ketika mengalami kondisi sakit dapat menuju atau berasa pada kondisi yang sangat
buruk, hingga menuju kematian
2.2 Model-Model Psikologi Kesehatan
1. Model Demografi (Demographic Model)
Pada model ini, variabel-variabel yang dipakai adalah umur, seks, status
perkawinan, dan besarnya keluarga. Variabel ini digunakan sebgai ukuran atau
indicator yang mempengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan.
2. Model Struktur Sosial (Social Structural Model)
Di dalam model ini, variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan, dan
etnis. Variabel ini mencerminkan status social dari individu atau keluarga
dalam masyarakat, yang juga dapat menggambarkan tingkat pemanfaatan
pelayanan kesehatan oleh masyarakat itu sendiri.
3. Model Sosial Psikologis (Social Psychological Model)
Dalam model ini, variabel yang dipakai adalah penegtahuan, sikap, dan
keyakinan individu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Variabel
psikologi ini mempengaruhi individu untuk mengambil keputusan dan
bertindak dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia.
4. Model Sumber Keluarga (Family Resource Model)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapatan keluarga dan
cakupan asuransi kesehatan. Variabel ini dapat mengukur kesanggupan dari
individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Makin
komprehensif paket asuransi yang sanggup individu beli, makin menjamin
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dapat dikonsumsi oleh individu.
5. Model Sumber daya Masyarakat (Community Resource Model)
Pada model ini variabel yang digunakan adalah penyediaan pelayanan
kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Pada dasarnya mosel
sumber daya masyarakat ini adalah suplai ekonomis yang berfokus pada
ketersediaan seumber kesehatan pada masyarakat. Artinya, makin banyak PPK
yang tersedia, makin tinggi aksesibilitas masyarakat untuk menggunakan
pelayanan kesehatan.
6. Model Organisasi (Organization Model)
Pada model ini variabel yang digunakan adalah pencerminan perbedaan
bentuk-bentuk sistem pelayan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan
adalah :
a. Gaya (style) praktek pengobatan (sendiri, rekanan, atau kelompok)
b. Sifat alamiah (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung
atau tidak)
c. Lokasi pelayanan kesehatan (pribadi, rumah sakit, atau klinik)
d. Petugas dari pelayanan kesehatan yang pertama kali dikontak oleh
pasien (dokter, perawat, atau yang lainnya)

7. Model Sistem Kesehatan


Model ini mengintegrasikan keenam model diatas ke dalam suatu model yang
lebih sempurna, sehingga apabila dilaukan analisa terhadap penyediaan dan
utilisasi pelayanan kesehatan harus dipertimbangkan semua faktor yang
berpengaruh didalamnya.
2.3 Perilaku-Perilaku Beresiko pada Psikologi Kesehatan
Perilaku berisiko terhadap kesehatan adalah berbagai keterlibatan perilaku yang
dilakukan orang-orang dengan intensitas yang meningkatkan kerentanan terhadap
risiko penyakit atau cidera atau yang mungkin memiliki konsekuensi berbahaya.
Berikut contoh kerangka teori perilaku berisiko pada psikologi kesehatan :
● Faktor yang mempengaruhi perilaku berisiko pada psikologi kesehatan
1. Sosial Ekonomi
2. Dukungan Sosial
3. Gaya hidup
4. Pola asuh orang tua
● Bentuk perilaku berisiko pada psikologi kesehatan
1. Kekerasan
2. Bullying
3. Pelecehan seksual
4. Merokok
5. Penggunaan alkohol dan pengetahuan tentang alkohol

2.4 Hospitalisasi
Mengenai hospitality yang ada di keperawatan adalah bagaimana penanganan perawat
atau pemberi asuhan keperawatan bisa dan mampu membuat kondisi yang nyaman
serta memenuhi hal yang sesuai kebutuhan pasiennya sehingga meningkatkan proses
pemulihan pasien tersebut. Hospitalisasi adalah sikap keramah-tamahan dalam artian
merujuk pada hubungan antara guest tamu dan host/tuan, rumah/penyedia jasa dan
juga merujuk pada aktivitas/kegiatan keramahtamahan yaitu : penerimaan tamu, dan
pelayanan untuk para tamu dengan kebebasan dan kenyamanan (Yudik B).
Seperti pada teori komunikasi dan perilaku yang menyebutkan bahwa ada tiga hal
penting yang harus ditunjukkan oleh petugas kesehatan mulai dari dokter, perawat,
dan berbagai profesi kesehatan lainnya ketikaberkomunikasi dengan pasien, yaitu
perhatian (attention), empati (empathy) dankepedulian (care).
Profesi keperawatan mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan pelayanan
yang berkualitas bagi pasien. Hal ini dapat diraih jika perawat dan petugas kesehatan
secara meluruh daoat memahami prinsip-prinsip hospitality dalam memberikan
pelayanan.
2.5 Psikologi Nyeri
2.6 Ketrampilan Konseling
Konseling merupakan suatu bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang
terlatih dan berpengalaman, terhadap individu yang membutuhkannya, agar individu
tersebut dapat mengembangkan potensinya secara optimal, mampu mengatasi
masalah dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.
Menurut Rickey L. George dan TS Criastian konseling erupakan usaha yang
dilakukan untuk membantu seseorang dalam masalah psikologis untuk mencapai
kemudahan dalam perubahan, perbaikan dan pemeliharaan perilaku. Konseling juga
ditujukan sebagai usaha agar seseorang mampu menyelesaikan masalahnya sehingga
mampu mengambil keputusan dan menjalin hubungan interpersonal serta mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Perawat sebagai konselor mempunyai tujuan membantu klien dalam memilih
keputusan yang akan diambil terhadap penyakit yang dideritanya. Untuk
mempermudah didalam mengambil keputusan klien wajib mempertanyakan langkah –
langkah yang akan diambil terhadap dirinya.
Secara sistematis, urutan proses konseling dapat diikuti dalam fase-fase konseling
berikut ini :
1. Menjalin hubungan konseling yang baik pada awal konseling.
2. Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya
dan melakukan transferensi.
3. Tuliskan terhadap masa lalu yang terjadi pada klien, terutama pada masa
kanak-kanaknya.
4. Pengembangan resistensi untuk pemahaman diri.
5. Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor. Transferensi
adalah apabila klien menceritakan kembali pengalaman dan konflik masa lalu
sehubungan dengan cinta , seksualitas, kebencian, kecemasan. Biasanya klien
bisa membenci atau mencintai konselor.
6. Melanjutkan hal-hal yang resistensi.
7. Menutup wawancara konseling.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai