Anda di halaman 1dari 5

TUGAS ANALISIS KASUS TENTANG

STIGMA HIV

DISUSUN OLEH :
Adytia Suparna, , S.Kep., Ns (NIM :1814101110001)

Ahmad Rizqie Kurniawan, S.Kep., Ns (NIM :1814101110002)

Ma’rufi Alwan, S.Kep., Ns (NIM :1814101110004)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2019
1. Bagaimana anda melihat kasus di bawah ini dan apa alasan anda memiliki sikap
tersebut terkait dengan aspek etik dan legal dalam menangani HIV ?
Sikap kami mengenai kasus ini adalah kita sebagai tenaga medis haruslah
memahami tentang konsep justice yaitu keadilan dalam mengembankan tugas
kita sebagai seorang perawat kita harus adil dan tidak memandang derajat, kasta
dan apapun masalah dalam hidup si pasien, kita sebagai tenaga medis harus
memberikan pelayanan terbaik dalam pemberian asuhan keperawatan. Prinsip
etik yang harus dipegang oleh seseorang, masyarakat, nasional dan
internasional dalam menghadapi HIV/AIDS adalah:
a. Empati ikut merasakan penderitaan sesama termasuk ODHA dengan
penuh simpati, kasih sayang dan kesediaan saling menolong
b. Solidaritas Secara bersama-sama membantu meringankan dan melawan
ketidakadilan yang diakibatkan oleh HIV/AIDS
c. Tanggung jawabBertanggung jawab mencegah penyebaran dan
memberikan perawatan pada ODHA.

Hal ini di perkuat juga dengan pernyataan yang kami kutip dari jurna yang
berjudul “Stigma dan Diskriminasi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) pada
Pelayanan Kesehatan di Kota Pekanbaru Tahun 2014 “ Isu merupakan kabar
yang tidak jelas tetapi menyebar ditengah masyarakat atau masalah yang
dikembangkan untuk ditanggapi. Isu stigma ODHA dalam pelayanan kesehatan
sering terdengar dalam kehidupan kita sehari-hari, lembaga yang diharapkan
memberikan perawatan dan dukungan, pada kenyataannya merupakan tempat
pertama orang mengalami stigma dan diskriminasi. Misalnya, memberikan
mutu perawatan medis yang kurang baik, menolak memberikan pengobatan,
seringkali sebagai akibat rasa takut tertular yang salah kaprah
2. Diskusikan mengapa masalah ini bisa terjadi ?
Masalah tersebut bisa terjadi karena ketidak tahuan tentang konsep penularan
penyakit HIV padahal apablia kita tinggal dekat atau serumah dengan ODHA
belum tentu orang yang berada dilingkungan dekat ODHA tersebut tertular,
maka dari itu harus adanya edukasi dari lembaga kesehatan tentang konsep
HIV/AIDS serta bagaimana cara penularannya tersebut agar isu stigma
masyarakat terhadap ODHA berkurang karena menurut kami bahwa
masyarakat masih beranggapan orang yang terinfeksi HIV/AIDS adalah orang
“tidak baik”. Melihat dari kasus diatas sangat bisa disimpulkan keluarga masih
berpikiran bahwa seseorang yang mengidap HIV/AIDS adalah orang yang tidak
baik dikarenakan kurangnya pengetahuan keluarga tentang konsep HIV/AIDS
padahal support system terbaik terdapat pada keluarga bisa saja dengan
dukungan keluarga secara tidak langsung membuat si pengidap HIV/AIDS
tersebut mempunyai fighting spirit dalam menjalani sisa hidupnya.

3. Diskusikan apa yang harus dilakukan untuk menangani masalah dibawah ini
dan mencegah masalah muncul kembali ?
Menurut kami untuk menangani masalah serta mencegah masalah yang ada di
kasus tersebut adalah adanya kolaborasi antara lembaga kesehatan dan lembaga
sosial mengedukasi para masyarakat agar tidak ada stigma terhadap ODHA.
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS didalam buku strategi rencana aksi
nasional 2015-2019 penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia disitu
dipaparkan tentang pencegahan terhadap GWL Pengembangan Program
Komprehensif GWL (Gay, Waria, dan LSL lainnya) yang mencakup :
1. Menetapkan definisi operasional GWL dalam program HIV di Indonesia,
termasuk definisi operasional istilah “terjangkau” baik dalam konteks peer
outreach ataupun cyber outreach.
2. Mengoptimalkan peran jaringan populasi kunci GWL sebagai sentra
koordinasi dan komunikasi dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
program HIV dan penelitian terkait HIV pada komunitas GWL baik di
tingkat nasional maupun daerah.
3. Mengoptimalkan pelibatan organisasi-organisasi berbasis komunitas GWL
dalam upaya promosi seks aman dan pemanfaatan layanan tes HIV.
4. Memperkuat kapasitas teknis dan keorganisasian para OBK GWL dalam
merancang, mengimplementasikan, mengorganisasikan serta monitoring
dan evaluasi program.
5. Pemberdayaan komunitas GWL dalam program HIV dengan menginisiasi
pendekatan intervensi perubahan perilaku yang berbasis komunitas.
6. Mengembangkan program spesifik yang ditujukan untuk GWL usia muda,
termasuk metode pendekatan, pemberdayaan komunitas dan program
pencegahan yang sesuai dengan karakteristik kelompok ini.
7. Mengoptimalkan penggunaan jejaring media sosial dan teknologi media
komunikasi lainnya sebagai metode penjangkauan online/ cyber outreach,
melengkapi metode penjangkauan berbasis hotspot dan peer outreach.
8. Mengintegrasikan konsep kesehatan dan hak seksual reproduksi (SRHR)
dalam semua pendekatan dan kegiatan terkait program HIV untuk
komunitas GWL.
9. Meningkatkan akses dan pemanfaatan layanan tes HIV melalui pendekatan
inovatif berbasis komunitas GWL dalam bentuk, misalnya menyediakan
layanan konseling dan tes HIV (KTH) berbasis komunitas melalui
penggunaan media sosial.
10. Meningkatkan akses dan retensi komunitas GWL (termasuk GWL muda,
GWL pekerja seks, dan GWL ODHA) pada layanan KTH, IMS, dengan
memperbanyak layanan perawatan dan pengobatan yang berkualitas,
bersahabat dan sesuai dengan kebutuhan mengacu pada contoh-contoh
sukses yang ada.
11. Menciptakan lingkungan yang memampukan GWL melalui upaya advokasi
yang terfokus, pelibatan komunitas yang ditujukan pada faktor-faktor
struktural (sosial, politik, hukum, budaya dan ekonomi) yang
mempengaruhi kerentanan komunitas GWL (termasuk GWL muda, GWL
pekerja seks, dan GWL ODHA) dan berpotensi menghambat keberhasilan
perluasan program.
12. Memperkuat upaya advokasi terhadap kebijakan-kebijakan yang bersifat
kontraproduktif terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV
untuk komunitas GWL di tingkat nasional dan daerah.
13. Memperkuat intervensi struktural untuk komunitas GWL yang tergabung
pada panti pijat, spa pria, pondokan waria pekerja seks, klub gay, dan
tempat-tempat yang memiliki struktur hirarki tertentu lainnya.
14. Pelaksanaan program pre-exposure prophylaxis (PreP) setidaknya dalam
bentuk uji coba.
15. Penelitian implementasi perlu dikembangkan untuk mengidentifikasi
metode yang efektif dalam meningkatkan jangkauan program, akses dan
pemanfaatan tes HIV, dan retensi di layanan perawatan dan pengobatan.
16. Penyelenggaraan “Community Scientific Forum” untuk komunitas, OBK,
peneliti GWL dan mitra kunci sebagai media berbagi untuk
mengidentifikasikan pembelajaran, pengalaman, dan temuan ilmiah dari
survei dan penelitian terkait GWL.

Anda mungkin juga menyukai