Anda di halaman 1dari 11

KARYA TULIS ILMIAH

MEMBANGUN KOMITMEN KEBANGSAAN BEBAS HIV


AIDS DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG
DAMAI DAN BAHAGIA

Disusun Oleh :

NAMA SISWA : MAULANA WAHYU UTOMO


ASAL SEKOLAH : SMA NEGERI 4 KOTA BIMA

2023-2024
LATAR BELAKANG
Mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2022, pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan beberapa kebijakan proaktif, termasuk Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23
Tahun 2022, yang merumuskan strategi Tentang Penanggulangan Human
Immunodeficiency Virus, Acquired Immunodeficiency Syndrome, dan Infeksi
Menular Seksual. Pasal 1 dari peraturan tersebut berbunyi: “Penanggulangan
HIV, AIDS, dan IMS adalah segala upaya yang meliputi pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang ditujukan untuk: Menurunkan angka
Kesakitan,atau kematian; kecacatan, Membatasi penularan HIV, AIDS, dan IMS
agar tidak meluas; dan Mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya”.
Namun, implementasi kebijakan ini terkendala oleh apatis masyarakat,
terutama dalam mengatasi stigma seksual dan pandangan baru tentang penularan
HIV/AIDS melalui penggunaan narkotika intravena. Di samping itu, perempuan
terus menghadapi risiko tinggi karena ketidaksetaraan gender, yang menghambat
kemampuan mereka untuk mengontrol perilaku seksual pasangan mereka.
Masalah HIV/AIDS bukan sekadar tentang kesehatan masyarakat, tetapi
juga mencetuskan pertanyaan mendalam tentang moralitas, empati, dan keadilan
di masyarakat Indonesia. Seiring dengan peningkatan kasus HIV/AIDS, stigma
dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) terus menjadi
kendala serius dalam upaya penanggulangan penyakit ini. Meskipun terjangkit
penyakit mematikan, ODHA adalah bagian integral dari masyarakat, namun
sangat menyedihkan melihat bagaimana stigma dan diskriminasi mengasingkan
mereka, bahkan dari lingkungan terdekat. Di tengah upaya pemerintah untuk
menciptakan kebijakan yang progresif, stigma terkait HIV/AIDS masih menjadi
penghalang utama, terutama terkait dengan penggunaan narkotika intravena dan
ketimpangan gender yang meningkatkan risiko perempuan.
Dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, diperlukan
Komitmen Kebangsaan berupa tekad yang kuat dari pemerintah dan masyarakat
untuk menghadapi masalah ini secara menyeluruh. Komitmen kebangsaan ini
merupakan pendekatan holistik yang diusung dengan melibatkan serangkaian
langkah proaktif, mulai dari pencegahan, pengobatan, hingga pendidikan serta
dukungan sosial dan psikologis bagi individu yang terkena HIV/AIDS. Selain itu,
komitmen ini juga bertujuan mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang
dengan HIV/AIDS (ODHA), dengan memastikan akses yang merata ke layanan
kesehatan dan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS.
Dalam essay ini, konsep Komitmen Kebangsaan menjadi landasan yang
mendalam bagi ide-ide yang diutarakan. Komitmen untuk mendukung nilai-nilai
persatuan, keadilan, dan empati adalah kunci dalam mengatasi hambatan-
hambatan yang dihadapi dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Dengan
menggalang semangat kesetiaan terhadap negara, kita dapat mengatasi apatis
masyarakat dan meredakan stigma serta diskriminasi terhadap ODHA. Melalui
partisipasi aktif dalam memajukan kepentingan nasional, terutama dalam sektor
kesehatan, dan menjaga kerukunan antara warga negara, kita dapat menciptakan
lingkungan yang mendukung penuh bagi para ODHA. Dengan tekad komitmen
kebangsaan, bersama kita dapat melampaui hambatan-hambatan tersebut dan
mewujudkan Indonesia yang sehat dan bahagia bagi semua warganya.

PEMBAHASAN
a. Stigma Dan Diskriminasi: Penghalang Utama Dalam Penangganan
HIV/AIDS
Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA bukan hanya sekadar hambatan
fisik, tetapi juga menciptakan luka emosional yang mendalam. Pengasingan
sosial, penolakan, dan penghindaran yang dialami ODHA tidak hanya
memengaruhi kesejahteraan mental mereka, tetapi juga mempersempit peluang
untuk mendapatkan perawatan dan dukungan yang mereka butuhkan. Dalam
masyarakat yang masih dipenuhi dengan prasangka terhadap HIV/AIDS, ODHA
sering kali merasa terisolasi dan dibiarkan sendirian dalam menghadapi tantangan
ini. Bahkan, petugas kesehatan dan sukarelawan yang seharusnya menjadi sumber
dukungan justru dapat menjadi sasaran stigma, menghambat upaya pencegahan
dan pengobatan HIV/AIDS.
Stigma ini menciptakan atmosfer ketakutan di sekitar pengidap
HIV/AIDS, membuat mereka ragu-ragu untuk mencari tes atau pengobatan.
Mereka hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan stigma, membatasi
kemampuan mereka untuk hidup sehat dan produktif. Bahkan ketika mereka
mencari bantuan, stigma ini sering kali menyusup ke dalam ruang pelayanan
kesehatan, membuat mereka merasa tidak aman dan tidak dihargai. Penting untuk
mengatasi stigma ini melalui pendekatan yang komprehensif. Edukasi masyarakat
yang mendalam, tidak hanya tentang HIV/AIDS tetapi juga tentang hak asasi
manusia dan keberagaman, dapat mengubah perspektif masyarakat. Pelibatan aktif
dari tokoh masyarakat, termasuk pemimpin agama dan selebriti, dapat
memberikan contoh positif dan membantu meruntuhkan stereotip negatif.
Selain itu, pelatihan intensif bagi petugas kesehatan, sukarelawan, dan
pendukung lainnya diperlukan. Mereka harus memahami kebutuhan dan hak
ODHA serta belajar untuk memberikan perawatan tanpa prasangka.
Pemberdayaan ODHA melalui dukungan psikososial, kelompok peer, dan
pelatihan keterampilan juga merupakan langkah kunci dalam mengatasi dampak
emosional dari stigma. Dengan memahami bahwa stigma dan diskriminasi adalah
masalah kompleks yang merasuki berbagai aspek masyarakat, kita dapat
merancang strategi yang lebih holistik. Hanya melalui kolaborasi antara
pemerintah, organisasi non-pemerintah, petugas kesehatan, dan masyarakat
umum, kita dapat mengatasi stigma dan diskriminasi ini, menciptakan lingkungan
yang mendukung bagi ODHA.

b. Komitmen Kebangsaan dalam Menghadapi Stigma Dan Diskriminasi


Penderita HIV/AIDS
Komitmen Kebangsaan memainkan peran penting dalam mengatasi stigma
dan diskriminasi yang sering kali menimpa penderita HIV/AIDS. Kesetiaan dan
solidaritas terhadap sesama warga negara mendorong kita untuk membentuk
masyarakat yang inklusif dan mendukung. Di bawah bimbingan Komitmen
Kebangsaan, edukasi menjadi senjata utama dalam mengatasi ketidaktahuan yang
mendorong stigma. Pendidikan yang luas dan mendalam tentang HIV/AIDS
adalah langkah pertama menuju penghapusan prasangka dan diskriminasi.
Komitmen ini memotivasi masyarakat untuk memperlakukan penderita
HIV/AIDS dengan penuh pengertian dan empati, menciptakan lingkungan di
mana mereka merasa diterima dan didukung.
Komitmen kebangsaan juga mendorong adanya kebijakan yang
melindungi hak-hak para penderita HIV/AIDS. Negara memiliki tanggung jawab
moral dan hukum untuk melawan segala bentuk diskriminasi. Dengan
memberlakukan kebijakan inklusif, kita dapat memastikan akses yang setara ke
layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan bagi penderita HIV/AIDS.
Pendekatan ini mencerminkan semangat keadilan dan kesetaraan, memastikan
bahwa penderita HIV/AIDS diakui sebagai bagian integral dari masyarakat yang
pantas mendapatkan perlakuan yang adil dan setara.
Selain itu, Komitmen Kebangsaan mendorong terbentuknya komunitas
yang mendukung penderita HIV/AIDS. Solidaritas antarwarga negara
menciptakan jaringan dukungan sosial yang diperlukan untuk melawan isolasi dan
penolakan. Melalui kerjasama komunitas, stigma dapat dilawan secara aktif.
Dengan menggalang dukungan bersama, bersandar pada komitmen kebangsaan,
kita dapat membentuk masyarakat yang ramah dan mendukung penyembuhan
bagi penderita HIV/AIDS. Dengan demikian, Indonesia dapat mencapai tujuan
mulia ini dan menjadi contoh bagi dunia dalam menghadapi stigma dan
diskriminasi, mengubah pandangan masyarakat, dan menciptakan masyarakat
yang berbasis pada keadilan dan kasih sayang.

c. Komitmen Kebangsaan untuk Mereduksi Stigma Dan Diskriminasi Terhadap


Perempuan Dan Anak-Anak
Dalam upaya mereduksi stigma dan diskriminasi terhadap perempuan dan
anak-anak terkait HIV/AIDS, pendekatan Komitmen Kebangsaan yang holistik
menjadi kunci utama. Pentingnya memberdayakan perempuan melalui pendidikan
seksual komprehensif tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga
keterampilan untuk melindungi diri mereka sendiri. Kesetaraan gender harus
ditekankan, memberikan perempuan kontrol atas keputusan kesehatan dan
hubungan seksual mereka. Pendidikan masyarakat yang mendalam tentang hak-
hak perempuan dan anak-anak, bersama dengan penekanan pada penghormatan
terhadap pilihan hidup mereka, akan membantu meredam stigma.
Selain itu, perlindungan anak-anak harus menjadi prioritas utama dalam
pelaksaan Komitmen ini guna menghadapi HIV/AIDS. Program Pendidikan di
sekolah dapat menerapkan Komitmen ini dengan memasukkan aspek
keberagaman gender dan hak-hak anak, menciptakan lingkungan di mana anak-
anak dapat tumbuh tanpa diskriminasi. Pusat-pusat kesehatan dan layanan sosial
harus memberikan dukungan khusus kepada anak-anak yang terkena dampak
langsung atau tidak langsung dari HIV/AIDS, menyediakan konseling dan
pendidikan yang sesuai dengan usia mereka.
Komitmen kebangsaan berupa dengan mengedepankan pendidikan,
kesetaraan gender, dan perlindungan anak-anak dapat mengurangi dampak stigma
dan diskriminasi, menciptakan masyarakat yang mendukung, inklusif, dan adil.
Hal ini tidak hanya memberikan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan
dan pendidikan bagi perempuan dan anak-anak, tetapi juga membentuk masa
depan yang lebih cerah dan sehat untuk generasi mendatang.

d. Sekolah sebagai bagian dari Pelaksanakan Komitmen Kebangsaan bebas


HIV/AIDS
HIV/AIDS bukan hanya penyakit, melainkan medan pertempuran
melawan diskriminasi dan stigma sosial. Sayangnya, di Indonesia, stigma dan
diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih merajalela,
memisahkan mereka dari keluarga, teman, bahkan lingkungan tempat tinggalnya.
Situasi ini tidak hanya merusak secara emosional bagi ODHA, tetapi juga
menghambat upaya pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.
Warga sekolah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat memegang
peran penting dalam merubah pandangan sosial terhadap ODHA. Sekolah bukan
hanya tempat belajar formal, melainkan panggung di mana nilai-nilai empati,
penghargaan terhadap keberagaman, dan kesetaraan harus tumbuh. Melibatkan
siswa, guru, dan orang tua dalam pelaksaan Komitmen Kebangsaan antara lain
program edukasi HIV/AIDS untuk mendalamkan pemahaman tentang penyakit
ini. Di lingkungan sekolah yang inklusif, ODHA bisa merasa didukung dan
diterima, mengurangi rasa takut dan ketidakamanan akibat stigma. Program
pencegahan di sekolah harus memberikan pengetahuan yang tepat tentang
penularan dan cara melindungi diri, menghilangkan ketakutan yang tidak
beralasan. Pendidikan seksual komprehensif harus menekankan pentingnya
pilihan metode perlindungan dan cara melindungi diri dari HIV/AIDS,
meminimalkan risiko penularan terutama di kalangan remaja.
Implementasi nyata dari Komitmen Kebangsaan ini mencakup pelatihan
intensif bagi guru untuk mengintegrasikan pelajaran HIV/AIDS ke dalam
kurikulum dan melibatkan orang tua dalam dialog terbuka tentang isu-isu terkait
HIV/AIDS. Kolaborasi dengan pusat kesehatan lokal untuk menyelenggarakan
pemeriksaan HIV gratis bagi siswa dan warga sekolah juga harus didorong.
Dengan menggerakkan warga sekolah sebagai agen perubahan, kita dapat
membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga
penuh empati, berpengetahuan, dan bebas dari prasangka terhadap ODHA.
Tindakan ini bukan hanya menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif,
tetapi juga merupakan investasi berharga dalam mengakhiri stigma dan
diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS di Indonesia.

e. Komitmen Kebangsaan Pemerintah dalam masalah HIV/AIDS


Penghapusan stigma dan diskriminasi memerlukan upaya terkoordinasi
dari masyarakat, pemerintah, dan institusi kesehatan. Kesetaraan gender harus
menjadi fokus, memberdayakan perempuan untuk melindungi diri dan anak-anak
mereka dari ancaman HIV/AIDS. Pendidikan masyarakat dan penyuluhan tentang
HIV/AIDS perlu ditingkatkan agar stigma dan diskriminasi bisa dilawan dengan
pengetahuan yang benar. Pemerintah Indonesia telah merumuskan strategi untuk
mengatasi penyebaran HIV/AIDS, termasuk dalam Pasal 5 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013. Namun, implementasinya menghadapi
berbagai tantangan. Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan, dan pelayanan
kesehatan harus merata untuk memastikan bahwa semua ODHA mendapatkan
perawatan yang diperlukan tanpa diskriminasi.
Meskipun pemerintah Indonesia telah mengeluarkan undang-undang yang
mendukung penanggulangan HIV/AIDS, implementasinya sering kali terkendala
oleh tantangan sosial dan budaya. Contoh undang-undang pertama adalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kesehatan, yang memberikan
dasar hukum untuk upaya penanggulangan HIV/AIDS, termasuk perlindungan
hak-hak pasien HIV/AIDS dan pencegahan penularan penyakit ini. Namun,
stigma seksual yang masih melekat dalam masyarakat menghambat upaya
pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak melarang diskriminasi terhadap anak-anak yang terinfeksi HIV/AIDS,
memberikan perlindungan khusus bagi mereka. Meskipun demikian, ketimpangan
gender yang ada dalam hubungan seksual terus menjadi risiko tinggi, terutama
bagi perempuan yang sulit mengontrol perilaku seksual pasangan mereka.
Peraturan Menteri Kesehatan juga memiliki peran penting dalam upaya
penanggulangan HIV/AIDS. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014
tentang Penanggulangan Penyakit Menular mengatur strategi dan langkah-langkah
dalam penanggulangan penyakit menular termasuk HIV/AIDS, termasuk promosi
kesehatan, surveilans, penanganan kasus, dan pengendalian faktor risiko. Namun,
implementasi peraturan ini memerlukan peningkatan kesadaran masyarakat dan
pemastian bahwa layanan kesehatan merata, memastikan bahwa orang dengan
HIV/AIDS mendapatkan perawatan yang diperlukan tanpa diskriminasi.
Menghapus stigma dan diskriminasi terhadap ODHA adalah tugas
bersama kita. Edukasi, kesetaraan gender, dan pemberdayaan masyarakat
merupakan kunci dalam menciptakan lingkungan yang mendukung, empatik, dan
tanpa diskriminasi bagi mereka yang hidup dengan HIV/AIDS. Dengan kerjasama
yang kuat, kita dapat menciptakan masyarakat yang inklusif, di mana setiap orang
memiliki hak yang sama, tanpa memandang status kesehatannya.

PENUTUP

Mengakhiri esai ini, mari bersama-sama merangkul harapan untuk masa


depan di mana setiap individu diperlakukan dengan penuh hormat, tanpa
memandang status kesehatan mereka. Harapan untuk masyarakat yang terbebas
dari ketakutan dan diskriminasi, tempat di mana pengetahuan dan empati
menggantikan ketidaktahuan dan prasangka.
Komitmen Kebangsaan Bebas HIV/AIDS adalah tekad suatu negara dan
seluruh lapisan masyarakat untuk menciptakan lingkungan bebas HIV/AIDS. Ini
mencakup edukasi, pencegahan, pengobatan, dukungan terhadap penderita, dan
penghapusan stigma. Tujuannya adalah menciptakan masyarakat sehat,
mendukung satu sama lain, dan akhirnya mencapai kondisi bebas dari HIV/AIDS.
Ini memerlukan kerjasama semua pihak menuju Indonesia bebas dari HIV/AIDS.
Dengan komitmen ini, kita menciptakan fondasi yang kuat untuk Indonesia yang
sehat, adil, dan penuh empati bagi semua warganya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumbarprov.go.id. Hentikan Diskriminasi dan Stigma Penderita


HIV AIDS [Internet]. Sumatra Barat. 2016 [dikutip 01 Desember 2016].
Tersedia di: https://sumbarprov.go.id/home/news/9367-hentikan-
diskriminasi-dan-stigma-penderita-hiv-aids.html
2. BBKH Fakultas Hukum Universitas Pasundan. Strategi Pemerintah
Menanggulangi Penyebaran HIV/AIDS [Internet]. DKI Jakarta. 2020.
[dikutip 28 September 2020]. Tersedia di:
https://www.hukumonline.com/klinik/a/strategi-pemerintah-
menanggulangi-penyebaran-hiv-aids-lt507e9117c8248/
3. Rokom. Stigma Negatif Masyarakat Hambat Eliminasi HIV AIDS
di Indonesia [Internet]. Jakarta Selatan. 2021 [dikutip 02 Desember 2021].
Tersedia di: https://www.hukumonline.com/klinik/a/strategi-pemerintah-
menanggulangi-penyebaran-hiv-aids-lt507e9117c8248/
4. Soetermans. HIV/AIDS [Internet]. (Online). 2023 [dikutip 09
Oktober 2023]. Tersedia di:
https://en-m-wikipedia-org.translate.goog/wiki/HIV/AIDS?
_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
LOMBA ACT FOR AIDS 2023
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya
Nama : Maulana Wahyu Utomo
Asal Institusi/Sekolah/Universitas : SMA NEGERI 4 KOTA BIMA
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya saya yang saya buat benar merupakan
karya asli, tidak menjiplak/mencontek karya orang lain dan belum pernah
dipublikasikan serta diikutsertakan di luar lomba Act For AIDS 2023.

Bima, 17 Oktober 2023


Yang membuat pernyataan,

(Maulana Wahyu Utomo)

Anda mungkin juga menyukai