Anda di halaman 1dari 16

STUDI LITERATUR

ISU KASUS HIV TERHADAP MASYARAKAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Kesehatan

Disusun Oleh:
1. Yessi Noviasari (200521100025)
2. Nila Wardani (200521100025)
3. Nor Khofifah (200521100033)
4. Faisal Hidayatullah (200521100040)

Dosen Pengampu:
Hetty Mulyaningsih, S.Sos., M.Kes

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
TAHUN AJARAN 2022
BAB I

1.1 Latar Belakang

HIV merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mana disebabkan oleh perilaku seks
bebas. HIV merupakan New Emerging Diseases dan muncul sebagai pandemi beberapa tahun
ini, sebelum covid-19 melanda. Human Immune Virus/Acquired Immune Deficiency
Syndrome sudah menjadi pandemi global. HIV adalah virus yang menurunkan sistem
kekebalan tubuh atau diferensiasi, sehingga tubuh sangat rentan terhadap infeksi oportunistik.
Sedangkan AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya
kekebalan tubuh. HIV/AIDS telah menyebar ke berbagai belahan dunia sehingga, dapat
menimbulkan dampak yang merugikan seperti kesehatan, sosial ekonomi, maupun politik.
Berdasarkan laporan data resmi yang ada di Indonesia kasus HIV/AIDS sebanyak 26.483 per
bulan Januari 2000 sampai dengan Juni 2011. Dari data tersebut faktor penyebab tertularnya
HIV/AIDS diantaranya homoseks, heteroseks, perinatal, pasangan ODHA, narkoba suntik,
dan tranfusi darah.
Tidak hanya berdampak kesehatan pada tubuh, tetapi juga dapat menimbulkan dampak
psikologis. Dalam hal ini perempuan merupakan gender yang banyak mengalami dampak
psikologis karena terinveksi HIV. Secara global wanita yang hidup dengan status HIV
mengalami berbagai macam tindakan kekerasan dari kekerasan yang berbasis gender,
pelanggaran HAM, kekerasan struktural dan kekerasan pasangan intim. Banyak wanita yang
mengelami kekerasan fisik maupun psikis berupa pemukulan dan perkataan kasar oleh
suaminya, dijauhi oleh keluarganya bahkan ditinggal oleh suaminya saat tahu istrinya
terinfeksi HIV. Beberapa penelitian di berbagai Negara menunjukkan bahwa wanita yang
didiagnosis positif HIV lebih rentan mengalami kekerasan dibandingkan dengan wanita yang
didiagnosis negatif HIV. Wanita yang mengalami kekerasan akibat terinfeksi HIV perlu
penanganan khusus karena kekerasan tersebut akan berdampak pada kesehatan fisik dan
mentalnya.
Wanita yang terinfeksi HIV rentan mengalami kekerasan psiologis seperti diselingkuhi
suami, dijauhi anggota keluarga, dikucilkan oleh masyarakat, dihina, dan rentan mengalami
stigma diskriminiasi dari orang sekitar. Adanya stigma dalam masyarakat bahwa orang yang
terinfeksi HIV adalah seseorang yang tidak bermoral yang mana penyakit tersebut
disebabkan oleh perilaku seks bebas yang bertentangan dengan norma dan nilai agama dan
merupakan penyakit yang mudah menular. Oleh karena itu, stigma tersebut memunculkan
sikap diskriminasi terhadap korban terinfeksi HIV karena ketakutan tertular.
Oleh karena itu korban terinveksi HIV tidak hanya harus mendapat perawatan yang
intensif fisiknya saja, kesehatan psikologispun harus diperhatikan. Walupun orang yang
terinfeksi HIV malu untuk mengungkapkannya. Akan tetapi, pengungkapan tersebut sangat
penting untuk mencegah penularan dan menanganinya. Perlunya support dari orang sekitar
dapat membantu dalam menangani HIV/AIDS. Selain untuk memberikan Edukasi kepada
pembaca tentang HIV/AIDS makalah ini juga menjelaskan bagaimana cara mangatasinya.

1.2 Pembuka Diskusi


Kata diskusi berasal dari bahasa Latin “discutio” atau “discusum” yang artinya sama
dengan bertukar pikiran. Dalam bahasa inggris dipergunakan kata “discussion” yang berarti
perundingan atau pembicaraan. Secara istilah, diskusi berarti perundingan untuk bertukar
pikiran tentang suatu masalah, yaitu ingin memahami suatu masalah, menemukan sebab dan
mencari jalan keluar atau pemecahannya.
Dialog secara umum dapat diartikan kegiatan berbicara dua arah, artinya partisipan saling
berbicara, menjawab, dan menanggapi satu sama lain.Dialog pada umumnya melibatkan dua
orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, tentang suatu
masalah melalui cara tukar-menukar informasi atau Tanya jawab. Diharapkan dari dialog
dapat dihasilkan suatu pengertian, kesepakatan atau keputusan bersama mengenai suatu
masalah.
Alasan kita mengambil judul “Isu Kasus HIV Pada Masyarakat” karena jumlah penderita
HIV/AIDS di seluruh belahan dunia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tidak heran,
penyakit tersebut terus menimbulkan stigma di masyarakat. Tidak dipungkiri, HIV/AIDS
memang menjadi penyakit yang masih belum dapat diobati hingga saat ini. Namun, penyakit
ini sebenarnya bisa dihindari, salah satunya dengan membekali diri dengan edukasi tentang
HIV AIDS. Pentingnya mahasiswa mengetahui dan membaca referensi juga mengikuti
edukasi tentang apa itu HIV agar dapat mencegah penyebaran virus HIV. Karena mahasiswa
sendiri semakin hari semakin banyak dalam bergaul bebas, sehingga orang-orang yang
melakukan hubungan intim sering berganti-ganti pasangan sehingga virus menyebar dari
orang pertama ke orang selanjutnya.
Perilaku seks berisiko terhadap faktor resiko utama terjadinya penularan HIV/AIDS.
Berbagai dampak dapat muncul akibat HIV/AIDS antara lain infeksi oportunistik seperti
toksoplasmosis tidak harus dalam otak, kandidiasis pada saluran tenggorokan, saluran paru-
paru, sarkoma kaposi dan berbagai macam kanker. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga
sangat potensial mengalami stigma dan diskriminasi di sekolah, tempat kerja, fasilitas
layanan kesehatan maupun lingkungan masyarakat. Permasalahan HIV/AIDS mendorong
pemerintah untuk melakukan upaya pengendalian.
Hal tersebut dilakukan untuk memunculkan rasa kesadaran dan pemahaman mahasiswa
mengenai bagaimana bahaya HIV/AIDS bagi manusia yang tujuan akhirnya adalah
menurunkan angka penyebaran HIV/ AIDS itu sendiri.

1.3 Penjelasan Jurnal


1. Perbedaan Efektivitas Leaflet dan Poster Produk Komisi Penanggulangan AIDS
Kabupaten Jember Dalam Perilaku Pencegahan HIV/AIDS
Dalam jurnal tersebut penulis menjelakan mengenai latar belakang penulisan
jurnal yaitu HIV/AIDS merupakan salah satu permasalahan kesehatan dalam masyarakat
yang mana salah satu cara penyebaran penyakit tersebut adalah perilaku seks bebas.
Perilaku tersebut tidak hanya berbahaya karena bisa menimbulkan HIV/AIDS namun
perilaku seks bebas juga berpengaruh terhadap terjadiya kehamilan diluar nikah yang
mana sangat rentan bagi kesehatan ibu dan anak. Oleh karena itu untuk mencegah agar
masyarakat tidak melakukan perilaku seks bebas maka pendekatan terbaik untuk
meminimalisir kasus tersebut yaitu pencegahan dengan promosi kesehatan dengan
menggunakan media/alat bantu promosi kesehatan berupa leaflet dan poster produk
seperti yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember.
Dalam melakukan pencegahan mereka menggunakan beberapa cara, diantaranya
yaitu mengguakan poster dan juga leaflet. Dalam jurnal ini, penulis ingin menganalisis
perbedaan hasil dari pencegahan menggunakan leaflet dan juga poster produk Komisi
Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian eksperimen dengan desain quasi experiment, sampel penelitan adalah 96
mahasiswa angkatan 2010 fakultas non kesehatan Universitas Jember dan dianalisis
menggunakan uji willcoxon sign rank test, kruskal walls, serta Mann Whitney Test
dengan tingkat kemaknaan 5%. Hasil penelitian adalah terdapat perbedaan efektivitas
leaflet dan poster produk Komisi Penanggulangan Aids Kabupaten Jember, dimana
media leaflet lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik
pencegahan HIV/AIDS dibandingkan media poster. Penjelasannya yakni sebagai berikut.
- Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu umur dan jenis kelamian.
Untuk umur sebagian besar responden berumur 20 tahun, sedangkan jenis kelaminnya
sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan.
Dari umur bisa dilihat pada masa-masa tersebut sangat lazim seseorang mengalami
gejolak dalam jiwanya, karena pada awal masa dewasa maka permasalahan-
permasalahan baru akan muncul.
- Ada perbedaan pengetahuan tentang pencegahan HIV/AIDS sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi melalui media leaflet dan poster produk Komisi Penanggulangan
AIDS Kabupaten Jember
Perubahan pengetahuan yang terjadi meruapakan akibat dari stimulus yang atau pesan
dari media leaflet yang berisikan informasi tentang HIV/AIDS yang menghasilkan
respon berupa pengetahuan yang baru mengenai cara mencegah HIV/AIDS.
- Ada perbedaan sikap terhadap pencegahan HIV/AIDS sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi melalui media leaflet dan poster produk Komisi Penanggulangan
AIDS Kabupaten Jember
- Ada perbedaan praktik tentang pencegahan HIV/AIDS sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi melalui media leaflet dan poster produk Komisi Penanggulangan
AIDS Kabupaten Jember.
- Terdapat perbedaan efektivitas antara media leaflet dan media poster produk Komisi
Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember dalam upaya meningkatkan perilaku
pencegahan HIV/AIDS, dimana media leaflet lebih efektif dalam meningkatkan
pengetahuan, sikap dan praktik pencegahan HIV/AIDS dibandingkan media poster.

2. Studi Kasus Identifikasi dan Penanganan Kasus HIV/AIDS di Kota Salatiga


Kota Salatiga adalah salah satu kota di Jawa Tengah yang menempati urutan
ketiga tertinggi kasus HIV/AIDS setelah kota Semarang dan Surakarta (Ditjen PP & PL
Kemenkes RI et al., 2014). Berdasaran profil kesehatan kota Salatiga pada tahun 2014
ditemukan kasus baru penderita HIV/AIDS sebanyak 23 kasus, tahun 2013 ditemukan
penderita HIV/AIDS sebanyak 14 kasus dan tahun 2012 ditemukan kasus baru penderita
HIV/AIDS sebanyak 17 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa, 2012). Promosi
kesehatan, pencegahan, pemeriksaan dan pengobatan HIV/ AIDS tentang HIV/AIDS di
Jawa Tengah khususnya di Kota Salatiga sudah dilaksanakan terlebih karena adanya
Peraturan Daerah Kota Salatiga no 3 tentang Penangulangan HIV/AIDS tetapi selalu
meningkat disetiap tahunnya (Peraturan Daerah Kota Salatiga, 2014). Walaupun telah
dilakukan berbagai promosi kesehatan dan kegiatan lainnya dalam menekan angka
HIV/AIDS oleh instansi-instansi pemerintahan tetapi prevalensi HIV/AIDS di Indonesia
terus meningkat setiap tahun khususnya di Kota Salatiga.
Metode penelitian yang digunakan yaitu desain Single Case Embedded Study
dengan teknik pengambilan informan menggunakan snowball sampling. Dari penelitian
yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut.
- Terdapat lembaga-lembaga yang berperan untuk menjangkau, memberi informasi,
koordinator, penyelenggara dan fasilitator.

Lembaga yang dimaksud yaitu KPA yang merupakan lembaga yang mempunyai
peran sebagai penyelenggara dan fasilitator penanggulangan HIV/AIDS. Dalam
melakukan tugasnya KPA berkoordinasi secara lintas sektor. KPA bekerjasama
dengan lembaga-lembaga seperti LSM, Puskesmas, Rumah Sakit dan WPA serta
menyisipkan programnya dalam kegiatan di Dinas Pendidikan dan Pariwisata.

- Perda sebagai kebijakan identifikasi dan penangannan kassus HIV/AIDS oleh


Populasi kunci, puskesmas, LSM, Rumah Sakit. Salatiga adalah salah
satu kota yang memiliki kebijakan tentang prosedurm pencegahan dan
penanggulangan HIV-AIDS. Prosedur identifikasi kasus diawasi langsung oleh KPA
Salatiga, yang berkoordinasi dengan LSM peduli AIDS untuk menemukan dan
melakukan pendekatan langsung dengan populasi kunci. Populasi kunci terdiri 6 /
INAHES Vol. I No. 2 Juli 2020 Indonesian Academia Health Sciences Journal dari
orang-orang yang beresiko tertular/rentan karena prilaku seksual atau kegiatan
beresiko lainnya. LSM melakukan penjangkauan dibawah pengawasan KPA, dalam
kegiatannya LSM memberikan promosi kesehatan, pendampingan bagi ODHA
maupun populasi kunci . LSM berintegrasi dengan Puskesmas untuk melakukan
identifikasi melalui pemeriksaan VCT, konseling dan tes atas inisiatif tenaga
kesehatan atau Provider Initiated Counseling and Testing (PITC).

3. Perilaku Pencegahan Penularan Hiv/Aids


Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mempunyai peran penting dalam rantai
penularan HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran perilaku
dalam pencegahan penularan HIV/AIDS pada ODHA di Kota Semarang. Hasil dari
penelitian tersebut adalah perilaku pencegahan penularan HIV/ AIDS pada ODHA di
Kota Semarang sudah dilakukan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan pengetahuan
HIV/AIDS pada informan sudah baik. Semua informan merasa sangat berisiko tinggi jika
terinfeksi HIV/AIDS dan akan merasa dikucilkan oleh masyarakat jika terinfeksi
HIV/AIDS. Hambatan yang dirasakan terkait ARV adalah rasa lupa mengkonsumsi serta
ada efek samping ARV yang dirasakan. Seluruh informan sudah melakukan pemeriksaan
VCT. Apabila ingin memiliki keturunan, informan mengkonsultasikannya ke dokter.
Pemakaian kondom sudah konsisten pada pasangan ODHA, namun ketika berencana
memiliki anak, kondom akan dilepas.

4. Past Present and Future Status of HIV-AIDS Pandemic Problem in World


Dalam jurnal tersebut dijelaskan bagaimana perkembangan HIV dari masa lalu
hingga maa sekarang. HIV adalah penyakit yang dapat dicegah dan dikendalikan dengan
pendekatan pelayanan kesehatan primer terpadu dan dengan rantai sistem surveilans yang
kuat dan efektif. Kecuali kemajuan besar dibuat dalam pencegahan, jumlah orang yang
hidup dengan HIV akan melebihi sumber daya yang tersedia untuk pengobatan. Sesuai
data UNAIDS ringkasan epidemi global 2017, total 36,9 juta orang hidup dengan HIV,
1,8 juta adalah orang dewasa yang baru terinfeksi HIV & 1,8 juta adalah anak-anak yang
terinfeksi kurang dari 15 tahun. Dampak pengendalian HIV tergantung pada parameter
epidemiologi penting seperti prevalensi & insiden anak dan kasus baru HIV tahunan pada
orang dewasa & anak-anak, kematian akibat AIDS pada orang dewasa & anak-anak. Data
terbaru HIV/AIDS pada orang dewasa, anak laki-laki perempuan & Oleh karena itu,
pencarian vaksin & mikrobisida yang efektif harus menjadi salah satu prioritas tertinggi.
HIV adalah ancaman global dan tindakan perlu diambil untuk mencegahnya membunuh
jutaan lebih banyak daripada mereka yang sudah meninggal. Tindakan ini tidak hanya
perlu dilanjutkan tetapi juga harus dipercepat.
Metode pencegahan infeksi HIV saat ini masih jauh dari sempurna. Pendidikan
telah terbukti efektif dan diperlukan, baik bagi orang yang tidak terinfeksi HIV maupun
bagi mereka yang terinfeksi. Terapi perilaku, penggunaan kondom, tes HIV sukarela dan
pengobatan infeksi menular seksual adalah metode pencegahan HIV yang terbukti Secara
teori, jika setiap orang berpantang dari seks atau tetap setia pada satu pasangan dan selalu
menggunakan kondom dan kondom sendiri tidak ada yang menyuntikkan narkoba, maka
HIV dan AIDS dapat dikendalikan dan diberantas. Namun, di dunia nyata perubahan
perilaku dan kondom saja tidak akan menghilangkan virus; mereka hanya akan
membantu mengendalikan penyebarannya. Sejumlah pendekatan pencegahan HIV saat
ini tersedia atau sedang dalam tahap akhir uji klinis.

5. Mental Health And HIV/AIDS : The Need For An Integrated Responses


Jurnal ini membahas mengenai kesehatan mental merupakan kebutuhan integrasi.
Kemajuan biomedis yang luar biasa dalam pencegahan dan pengobatan HIV telah
mengarah pada upaya aspirasional untuk mengakhiri epidemi HIV. Namun, tujuan ini
tidak akan tercapai tanpa mengatasi masalah kesehatan mental dan penggunaan narkoba
yang signifikan di antara orang yang hidup dengan HIV (ODHA) dan orang yang rentan
tertular HIV. Masalah-masalah ini memperburuk banyak hambatan sosial dan ekonomi
untuk mengakses layanan kesehatan yang memadai dan berkelanjutan, dan merupakan
salah satu hambatan yang paling menantang untuk mencapai akhir epidemi HIV. Tingkat
masalah kesehatan mental lebih tinggi di antara kedua orang yang rentan tertular HIV dan
ODHA, dibandingkan dengan populasi umum. Gangguan kesehatan mental
meningkatkan risiko penularan HIV dan hasil kesehatan yang negatif di antara ODHA
pada setiap langkah dalam rangkaian perawatan HIV. Kami memiliki alat skrining yang
diperlukan dan perawatan yang manjur untuk mengobati masalah kesehatan mental di
antara orang yang hidup dengan dan berisiko HIV. Namun, kita perlu memprioritaskan
perawatan kesehatan mental dengan sumber daya yang tepat untuk mengatasi
kesenjangan skrining dan perawatan kesehatan mental saat ini. Integrasi skrining dan
perawatan kesehatan mental ke dalam semua rangkaian tes dan pengobatan HIV tidak
hanya akan memperkuat hasil pencegahan dan perawatan HIV, tetapi juga akan
meningkatkan akses global ke perawatan kesehatan mental.
Dari pembahasan yang telah dijabarkan, maka bisa dijelaskan terkait penyimpangan
mental pengidap HIV antara lain :
1) Masalah kesehatan mental (mulai dari stres hingga IMS) meningkat di antara
orang yang berisiko HIV dan mereka yang hidup dengan HIV. Risiko ini berlaku
di seluruh populasi yang paling terpengaruh oleh epidemi di berbagai wilayah di
dunia.
2) Masalah kesehatan mental berkontribusi pada penularan HIV dan hasil yang
buruk di sepanjang rangkaian pengobatan HIV.
3) HIV dan aktivasi kekebalan kronis yang dihasilkan meningkatkan risiko untuk
mengembangkan masalah kesehatan mental.
4) Kami memiliki alat penilaian (penyaringan) yang diperlukan dan perawatan yang
manjur untuk mengobati masalah kesehatan mental di antara orang yang hidup
dengan dan berisiko HIV. Namun, kita perlu memprioritaskan perawatan
kesehatan mental, terutama perawatan kesehatan mental yang diintegrasikan ke
dalam perawatan HIV, dengan sumber daya yang tepat untuk mengatasi
kesenjangan skrining dan pengobatan saat ini.
5) Kemajuan yang menjanjikan telah dibuat dengan mengintegrasikan perawatan
kesehatan mental ke dalam perawatan primer HIV (melalui pengalihan tugas,
intervensi perawatan bertahap, dan strategi lainnya).
6) Beberapa kampanye berbasis masyarakat dan kesehatan masyarakat mengenai
pengobatan dan pencegahan HIV dapat membantu mengurangi stigma dan
tekanan psikologis. Terlepas dari tantangan signifikan yang dihadirkan kesehatan
mental untuk pencegahan dan pengobatan HIV, ada banyak peluang penting dan
belum terpenuhi untuk mengintegrasikan perawatan kesehatan mental dengan
perawatan HIV. Inisiatif seperti PEPFAR telah membantu negara-negara di
seluruh dunia secara dramatis memperluas perawatan HIV, dan penguatan sistem
perawatan kesehatan mereka secara bersamaan telah menawarkan manfaat besar
untuk pemberian layanan kesehatan yang lebih luas. Integrasi lebih lanjut dari
pemeriksaan dan perawatan kesehatan mental ke dalam infrastruktur ini tidak
hanya akan memperkuat hasil pencegahan dan perawatan HIV, tetapi juga akan
meningkatkan akses global ke perawatan kesehatan mental. Memanfaatkan
peluang ini akan menjadi sangat penting jika kita ingin lebih lanjut
'membengkokkan kurva' epidemi HIV dan akhirnya mengakhiri AIDS. Pada
tingkat yang sangat mendasar dan mendasar, tidak akan ada kesehatan, tanpa
kesehatan mental
1.4 Tujuan
- Untuk mengetahui mengenai penyakit HIV/AIDS
- Untuk mengetahui contoh Kasus HIV yang terjadi pada masyarakat, contoh HIV di
internasional
- Uuntuk mengetahui faktor penyebab HIV dan penyebarannya
- Untuk mengetahui peran poster/leafet dalam mencegah HIV
- Untuk Mengetahui pencegahan penyebaran HIV

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa itu HIV?


Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu jenis virus yang
menyerang atau menginfeksi sel darah putih yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang dapat
menginfeksi sel darah putih untuk menurunkan sistem kekebalan tubuh, menghancurkan
atau merusak fungsinya. Sedangkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
adalah berbagai kumpulan gejala-gejala penyakit yang timbul karena terjadi penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi virus HIV. AIDS atau Acquired
immunodeficiency syndrome merupakan sebuah tahapan peningkatan dari perkembangan
akibat terinfeksinya virus HIV. Sebelum virus HIV meningkat menjadi AIDS, penderita
biasanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun.

Perkembangan HIV/AIDS pertama kali dikenal sekitar tahun 1981, namun kasus
HIV/AIDS secara retrospektif telah muncul sejak tahun 1970-an di Amerika Serikat dan
di beberapa bagian di dunia seperti Haiti, Afrika, dan Eropa. (Dinas Kesehatan, 2014).
UNAIDS (2017) menunjukkan terjadinya peningkatan dari sejumlah orang yang
menderita HIV dari 36,1 millyar di tahun 2015 menjadi 36,7 millyar di tahun 2016.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat prevalensi
HIV/AIDS yang sangat tinggi. Kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali
pada tahun 1987. Kasus HIV/AIDS telah menyebar di 407 dari 507 kabupaten/kota
(80%) di seluruh provinsi di Indonesia hingga saat ini (Ditjen P2P, 2016).

Jumlah kasus baru positif HIV yang dilaporkan dari tahun ke tahun cenderung
terus meningkat. Tahun 2016 jumlah kasus HIV dilaporkan sebanyak 41.250 kasus dan
jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sedikit lebih meningkat dibandingkan tahun 2015
yang jumlahnya sebanyak 7.491 kasus. Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan
tahun 2016 sebanyak 86.780 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Persentase HIV
dan AIDS di Indonesia tahun 2017 tercatat dari triwulan 1 (yaitu dari bulan januari
hingga Maret) dengan jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan
Maret 2017 sebanyak 242.699 orang. Dan jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987
sampai dengan Maret 2017 sebanyak 87.453 orang (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI,
2017).

2.2 Contoh Kasus HIV yang terjadi pada mahasiswa, contoh HIV di internasional

2.3 Faktor Penyebab HIV dan penyebarannya


a. Faktor Penyebab dan Resiko
Kelompok yang sering beresiko dan kemungkinan berpeluang besar terkena
infeksi HIV/AIDS adalah kelompok heteroseksual, bisesksual, homoseksual, perinatal
dan penasun. Populasi yang biasanya menjadi sasaran dalam strategi penanggulan
HIV/ADIS adalah pengguna napza suntik, wanita pekerja seks (WPS), pelanggan atau
pasangan seks WPS, gay, waria dan warga binaan lapas atau rutan. Perilaku dan
kondisi yang menduduki individu akan berisiko tinggi dapat tertularnya infeksi
HIV/AIDS yaitu :
 Melakukan hubungan seksual secara anal, oral maupun vagina tanpa
menggunakan kondom.
 Mempunyai infeksi menular dari seksual lain seperti sifilis, herpes, klamidia,
gonore, dan vaginosis bakteri.
 Penggunaan jarum suntik secara bergantian (tidak diganti baru) dan
mendapatkan suntikan yang tidak aman.
 Saat melakukan transfusi darah, transpalasi jaringan dan prosedur medis
kondisinya tidak steril.
 Penularan dari orang tua ke anak yang di lahirkan (perinatal).
b. Pengembangan HIV
Beberapa tahap dari perkembangan HIV sebagai berikut :
 Setelah HIV masuk ke dalam tubuh manusia maka virus itu akan menyerang
cepat dan merusak jumlah besar sel darah putih serta berkembang biak dengan
cepat.
 Ada sejumlah tahapan perkembangan virus HIV di dalam tubuh, meliputi :
 Tahapan Jendela
Tahap ini disebut dengan tahapan jendela, berlangsung antara 1 sampai 3
bulan bahkan ada juga yang sampai 6 bulan (HIV masih bersembunyi, jadi
belum bisa terdeteksi alat medis), akan tetapi sudah bisa menular kepada
orang lain.
 Tahapan Tanpa Gejala
Di tahap ini, HIV telah berkembang di dalam tubuh sehingga dapat
diketahui dari tes HIV. Orang yang tertular HIV tetap tampak sehat selama
5 sampai 10 tahun, biasanya hal ini dikenal dengan masa laten dari
HIV/AIDS.
 Tahapan Gejala Mulai Muncul
Pada sistem ini kondisi kekebalan tubuh semakin menurun, orang yang
terkena HIV akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS. Contohnya
adanya pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh. Tahap ini kurang
lebih berlangsung selama lebih dari 1 bulan. Tahap ini adalah tahapan
penghancuran dan perusakan secara progresif sel darah putih oleh virus
HIV sehingga dapat melumpuhkan sistem kekebalan tubuh secara total.
 Tahapan AIDS
Pada tahap akhir sudah menjadi AIDS, penderita akan semakin lemah
kondisinya akibat berbagai macam penyakit yang tidak dapat dilawan oleh
sistem kekebalan tubuhnya. Tahapan akhir ini dengan berbagai jenis infeksi
oportunis meliputi radang paru-paru, gangguan syaraf, jamur, kanker kulit.
Pada akhirnya penderita akan meninggal karena penyakit oportunis itu.
c. Infeksi Oportunistik
Macam-macam infeksi opurtunistik adalah TB, Pneumonia, Kandidiasis, Herpes,
Diare, Toksoplasma dan Sarkoma Kaposi.

2.4 Peran Poster/Leafet dalam Mencegah HIV

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya penularan HIV yaitu dengan memberikan
edukasi maupun pengetahuan (kognitif) kepada masyarakat dengan menggunakan media poster
maupun Leafet. Dengan memberikan penngetahuan terhadap masyarakat tentang pencegahan
HIV/AIDS maka dapat menurunkan tingkat resiko terkena HIV/AIDS. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior). Perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana pendidikan
dibutuhkan untuk mendapatkan informasi, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku
seseorang akan pola hidup terutama untuk terbentuknya sikap. Dengan media poster maupun
Leaflet yang dibuat oleh komisi penanggulangan AIDS yang memuat tentang pencegahan
HIV/AIDS, yang kemudian ditangkap oleh panca indera dan menjadi bentuk informasi maupun
pengetahuan baru bagi masyarakat tentang HIV/AIDS dan cara pencegahannya, dapat
membentuk perilaku masyarakat terutama dalam terbentuknya sikap. Sehingga dapat terbentuk
pola hidup sehat dan sikap yang baik yang akhirnya dapat mencegah terhadinya HIV/AIDS.
Poster merupakan media yang berisi pesan ataupun informasi kesehatan, yang ditempel di
tembok-tembok, di tempat umum, atupun di kendaraan umum dengan tujuan mempengaruhi
seseorang agar tertarik pada sesuatu, atau mempengaruhi agar sesorang bertindak akan sesuatu
hal. Poster biasanya dipasang di tempat di mana sesorang berkumpul seperti puskesmas, klinik,
departemen kesehatan, tempat kerja, dan sekolah. Dalam penelitian terdahulu media poster
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku masyarakat dalam pencegahan HIV/AIDS.
Sedangkan Leaflet merupakan media cetak yang berisi tulisan serta gambar yang dibuat
dalam bentuk selembaran dan tidak dibukukan. Media satu ini umumnya memiliki bentuk
persegi panjang yang datar dan mengandung informasi lengkap terkait produk tertentu.
Perlakuan menggunakan media promosi kesehatan berupa media cetak Leaflet dari komisi
penangulangan AIDS merupakan sarana menginformasikan tentang pencegahan HIV/AIDS.
Dengan adanya stimulus dari media Leaflet kepada organisme, yang selanjutnya membentuk
respon atau praktik baru. Dengan adanya media Leaflet dapat meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan HIV/AIDS. Setelah reponden tahu maka akan terjadi proses menilai atau besrsikap
terhadap stimulus yang diberikan sehingga merubah sikap responden menjadi positif (menerima)
maupun negatif tidak (menerima). Inilah yang kemudian disebut praktik perilaku pencegahan
HIV/AIDS.
Dalam uji statistik yang dilakukan oleh peneliti di Jember menunjukkan bahwa media
Leaflet lebih efektif dalam meningkatkan pengetahun tentang pencegahan HIV/AIDS
dibandingkan media poster. Dikarenakan dalam media Leaflet pemaparan tentang HIV/AIDS
lebih lengkap dan jelas, media Leaflet yang dibuat oleh komisi penanggulangan HIV/AIDS
berbentuk lembaran yang dapat dilipat, sehingga mudah dibawa dan dapat dibaca berulang kali.
Menurut notoatmodjo (2007) media Leaflet memungkinkan untuk disimpan, dibaca,
berulang kali, dan dibagikan dikarenakan bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan
melalui lembaran-lembaran yang dilipat. Media Leaflet juga memungkinkan pembaca
mendapatkan informasi tentang topik sensitif, yang mau ditanyakan secara pribadi kepada yang
lain.

2.5 Pencegahan Penyebaran HIV


Dengan ada ya isu kasus HIV yang saat ini tengah diperbincangkan, maka terdapat
penanganan yang sudah pernah dilakukan, yaitu:
► Dengan adanya penyebaran poster/leafet
Dalam uji statistic penelitian di Jember mengungkapkan bahwa leafet dan poster
dapat meningkatkan praktik untuk mencegah HIV/AIDS, karena stimulus atau pesan
dalam leafet sangat jelas dan dapat lebih mudah untuk dicerna, sehingga respon yang
diberikan mahasiswa terhadap adanya leafet dapat memberikan pengetahuan mengenai
bahaya, perkembangan serta penularan HIV/AIDS. Dan juga, karena leafet memiliki
bentuk yang sederhana, dan dapat dibawa kemana-mana sehingga dapat lebih mudah bagi
seseorang untuk menyebarkan leafet tersebut dan informasi yang ada dalam leafet pun
mampu menigkatkan pengetahuan si pembaca mengenai HIV/AIDS.

► Pengendalian pelaku beresiko dari Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA)


ODHA memiliki peranan yang penting dalam memutus rantai penularan karena
merupakan pembawa penyakit tersebut. Salah satu tindakan pencegahan penularan adalah
pengendalian perilaku beresiko dari ODHA sendiri yang menjadi bagian penting dalam
penanggulangan HIV/AIDS. Karena merekalah orang-orang yang hidupnya bersentuhan
dan terpengaruh secara langsung oleh virus HIV. Dengan tujuan untuk memutuskan
rantai penularan HIV dan mengurangu dampaknya dari HIV/AIDS. Dan orang yang
terinfeksi HIV/AIDS hendaknya dapat mengendalikan diri dan tidak menyebarkan
virusnya terhadap orangg lain.

► Menjalani pengobatan HIV/AISD dengan mendapatkan obat ARV (Anti Retro Viral) bagi
yang terinfeksi HIV/AIDS
Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiharti (2014) orang secara rutin
menjalani pengobatan HIV/AISD dengan mendapatkan obat ARV. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Universitas Negeri Semarang memaparkan bahwa orang
yang terjangkit virus HIV/AIDS yang patuh terhadap pengobatan ARV dapat ditujukan
dengan mentaati meminum obat ARV, baik dari segi waktu, pengambilan obat, dan
dampak positif pengobatan HIV/AIDS yang diterimanya. Dan ini dapat dijadikan sebagai
pemutus rantai penyebaran virus HIV, karena semakin sedikit orang yang
sembuh/terinfeksi HIV/AIDS maka akan semakin sedikit juga orang yang tertular
HIV/AIDS.

► Pencegahan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual


Pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dilakukan melalui hubungan seksual
dengan empat kegiatan terintegrasi, yaitu:
- Peningkatan peran pemangku kepentingan
- Intervennsi perubahan perilaku
- Manajemen pasolam perbekalan kesehatan pencegahan
- Penatalaksanaan IMS (depkes RI, 2013)
Empat pencegahan ini sudah di terapkan di Magelang namun belum memberikan hasil
yang optimal.

BAB III

Kesimpulan

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan jenis virus yang menginfeksi sel darah
putih yang dapat berakibat pada turunnya kekebakan tubuh dan juga merusak fungsinua.
Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala
penyakit yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV.
Kelompok yang memiliki memiliki resiko besar terkena virus HIV/AIDS adalah kelompok
heteroseksual, biseksual, homoseksual, perinatal, dan penasun. Yang menjadi strategi
penanggulangan HIV/AIDS adalah pengguna napza suntik, dan juga wanita pekerja seks (WPS),
pelanggan WPS, gay, waria dan warga lapas. Dalam pengembangan virus HIV terdapat tahapan
perkembangan virus HIV yaitu: Tahapan jendela yang mana tahap ini berlangsung 1-3 bulan dan
sudah bisa menular ke orang lain. Tahapan Tanpa Gejala yang mana tahap ini HIV sudah
berkembang dalam tubuh sehinggan dapat diketahui dari tes HIV dan biasa dikenal sebagai masa
laten. Tahapan Gejala Mulai Muncul, yang mana tahapan ini kondisi kekebalan tubuh menurun
dan akan menampakkan gejala AIDS. Dan yang terakhir adalah tahapan AIDS, yang mana
muncul berbagai macam oportunitis seperti radang paru-paru, gangguan syaraf, dan lainnya.
Contoh kasus HIV/AIDS adalah seorang wanita berusia 21 tahun yang memiliki riwayat
penyakit diare yang datang sejak 4 bulan sebelum divonis. Dan juga di diagnosis penyakit
tuberkolosis sejak 10 bulan yang juga menjadi penyebab progrefilitas HIV menjadi AIDS.

Cara untuk mencegah adanya penularan HIV adalah dengan adanya medua poster atau
leafet sebagai edukasi. Dengan adanya pengetahuan melalui poster akan menurunkan resiko
adanya HIV/AIDS. Poster merupakan media yang memiliki pesan ataupun informasi kesehatan,
yang ditempelkan di tempat umum maupun di tembok-tembok. Sedangkan Leafet merupakan
media cetak yang isinya mengenai tulisan serta gambar selembaran yang tidak dibukukan. Leafet
umumnya berbentuk persegu panjang dan mengandung informasi lengkap mengenai prosuk
tertentu. Dalam uji tatistic yang dilakukan oleh peneliti di Jember menunjukkan bahwa media
Leaflet lebih efektif dalam meningkatkan pengetahun tentang pencegahan HIV/AIDS
dibandingkan media poster. Selain penggunaan poster/leafet, pencegahan kasus HIV/AIDS juga
dapat dilakukan dengan pengendalian pelaku beresiko dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
yang memiliki peran penting dalam memutuskan rantai penularan HIV karena pembawa dari
penyakit tersebut, kemudian menjalankan pengobatan HIV/AIDS dengan mendapatkan obat
ARV (Anti Retro Viral) bagi orang yang terinveksi HIV/AIDS, dan yang terakhir adalah
mencegah penularan HIV/AIDS dengan merubah pola hubungan seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Azinar, M & Marlinda, Y. (2017). Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS. Jurnal Of Health
Education. Universitas Negeri Semarang. 2 (192-200)
Robert H. Remien, dkk. (2019). Mental Health And HIV/AIDS : The Need For An Integrated
Responses. AIDS. Vol 33, N0. 9.
Gani. Husni Abdul., Erdi Istiaji., Dan Atdelia Irla Kusuma. 2014. Perbedaan Efektivitas Leaflet
dan Poster Produk Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jember Dalam Perilaku
Pencegahan HIV/AIDS. Jurnal IKESMA Vol.10, No. 1.
Yoku, Enjelina Rosa Pebrianti., Treesia Sujana., dan Theresia Pratiwi Elingsetyo Sanubari. 2020.
Studi Kasus Identifikasi dan Penanganan Kasus HIV/AIDS di Kota
Salatiga. Indonesian Academia Health Sciences Journal. Vol. 1. No. 2.
Marlinda, Yeti & Muhammad Azinar. Perilaku Pencegahan Penularan Hiv/Aids. 2017. Jurnal of
Health Education. Universitas Negeri Semarang. Vol. 2. No. 2.

Anda mungkin juga menyukai