Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“STIGMA PADA ODHA, PERILAKU BERESIKO SEKS BEBAS DAN


PENYALAHGUNAAN NAPZA”

DOSEN : Syenshie V. Wetik, S.Kep.,Ns.,M,Kep.,Sp.Kep.J

DISUSUN OLEH : Eric Edwin Bee


NIM : 20161066

UNIVERSITAS KATOLIK DELA SALLE MANADO

2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Stigma HIV/AIDS masih banyak berkembang di masyarakat. Hingga saat ini, masih saja ada
anggapan bahwa HIV/AIDS penyakit "kutukan" dan hanya diidap oleh penjaja seks.
Sebagian orang percaya bahwa HIV/AIDS bisa menular hanya dengan bersentuhan
langsung dengan pengidapnya. Anggapan tersebut salah dan perlu segera dibenarkan
untuk mencegah terjadinya diskriminasi pada ODHA. Jika tidak, stigma tersebut bisa
membatasi hak asasi ODHA untuk mendapat pekerjaan, tempat tinggal, dan kehidupan
yang layak.
Sebelum membahas HIV/AIDS lebih lanjut, kamu perlu tahu kalau HIV dan AIDS memiliki
arti yang berbeda. HIV adalah sebutan untuk virus penyebab AIDS, yakni Human
Immunodeficiency Virus. Sementara AIDS (Acquired Immunodeficiency Virus) adalah
kumpulan gejala fisik yang terjadi akibat infeksi HIV.
Penyebab Adanya Stigma pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
Masih banyak informasi yang salah tentang HIV/AIDS di masyarakat. Hal ini menimbulkan
stigma yang berdampak pada meningkatnya diskriminasi pada ODHA, seperti mengusir
dan mengasingkan ODHA di masyarakat, memecat ODHA yang bekerja, menceraikan
pasangan yang berstatus HIV positif, dan perilaku diskriminatif lainnya. Cari tahu
penyebab munculnya stigma pada ODHA berikut ini.

1. Kesalahan Informasi tentang HIV/AIDS


HIV/AIDS bisa terjadi pada siapa saja. Namun, penyakit ini lebih rentan terjadi pada orang
yang melakukan seks tanpa kondom, menggunakan jarum suntik yang tidak steril, dan
anak yang memiliki ibu dengan status HIV positif (penularan selama masa kehamilan,
persalinan, dan menyusui). Jadi, kamu tidak perlu takut saat berdekatan dengan ODHA
karena HIV/AIDS tidak bisa menular udara, termasuk melalui batuk, bersin, alat makan,
toilet, jabatan tangan, dan duduk sebelahan.
2. Kurangnya Informasi tentang Dampak Negatif Stigma pada ODHA
Stigma pada ODHA bukan sekadar pemberian label negatif, tapi berdampak negatif pada
kehidupan ODHA, keluarga, dan upaya pemerintah dalam mengatasi HIV/AIDS. Berikut ini
dampak negatif stigma dan perilaku diskriminatif pada ODHA yang perlu diketahui:

Melanggar hak asasi manusia. Di antaranya hak untuk bekerja, membangun rumah
tangga, mendapat akses pelayanan kesehatan dan kehidupan yang layak.
Menutup kesempatan bagi ODHA untuk mengembangkan diri, termasuk untuk mendapat
pendidikan dan pekerjaan yang layak.
Membuat ODHA mengasingkan diri. Yakni membuat ODHA menyembunyikan status HIV
positifnya dan mengasingkan diri dari keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Menghambat program pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di
masyarakat. Stigma membuat ODHA menyembunyikan status HIV positifnya dan malu
untuk memeriksa kesehatannya. Akibatnya, ia tidak akan mendapat pengobatan dan
perawatan yang bisa meningkatkan risiko kematian ODHA dan penularan HIV/AIDS di
masyarakat.
Stigma pada ODHA tentu tidak bisa dibiarkan. Kesalahan informasi tentang HIV/AIDS
perlu dibenarkan untuk mencegah perilaku diskriminatif pada ODHA agar tidak
memperburuk kondisi ODHA. Karena seringkali, penyebab kematian ODHA bukan
penyakit yang diidapnya, tetapi perilaku diskriminatif yang membuatnya kehilangan
kesempatan untuk mendapat pengobatan dan perawatan yang layak.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ODHA, perilaku beresiko seks bebas dan penyalagunaan
napza
2. Stigma buruk masyarakat terhadap ODHA
3. Hal-hal yang dapat mempergaruhi cara pandang masyarakat terhadap ODHA
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Agar masyarakat dapat memahami apa itu ODHA
2. Masyarakat bisa merubah cara pandang terhadap ODHA
3. Sebagai mahasiswa keperawatan kita mendapatkan penegtahuan tentang stigma
masyarakat terhadap ODHA, perilaku beresiko seks bebas danpenyalagunaan napza
4. Sebagai penyelesaian tugas mata kuliah

BAB 11
PEMBAHASAN

A. DEFINISI ODHA, STIGMA MASYARAKAT TERHADAP ODHA, PERILAKU BERESIKO SEKS


BEBAS DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

ODHA adalah orang dengan (Human Immunodeficiency Virus) atau virus yang
menyerang sistem imunitas tubuh sehingga menyebabkan kondisi yang disebut
dengan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), yaitu sindrom (kumpulan
gejala penyakit) akibat menurunnya sistem imunitas tubuh. Program Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk HIV/AIDS memiliki target dunia 2020 yang disebut 90-90-90:
90% ODHA mengetahui statusnya, 90% ODHA mendapatkan terapi antiretroviral
(ARV) secara berkelanjutan, dan 90% ODHA yang sudah mendapatkan terapi ARV
kadar virus di tubuhnya sudah tersupresi. Salah satu hal yang penting untuk mencapai
target ini adalah stop stigma pada ODHA.
ODHA masalah fisik karena penyakitnya, melainkan juga mendapat masalah stigma
atau cap buruk dari masyarakat akibat pemahaman masyarakat yang kurang tepat
tentang HIV/AIDS maupun ODHA itu sendiri. Stigma membuat ODHA
menyembunyikan status HIV positifnya dan malu untuk memeriksakan kesehatannya.
Akibatnya, ia tidak akan mendapat pengobatan dan perawatan yang bisa berakibat
meningkatnya risiko kematian ODHA dan penularan HIV/AIDS di masyarakat. Oleh
karena itu, mari kita pelajari apa sebenarnya itu HIV/AIDS agar kita tidak
mengganggap ODHA adalah orang yang buruk.

Penularan HIV hanya melalui darah, cairan seksual, dan air susu ibu (ASI). Oleh karena
itu, HIV hanya bisa menular melalui transfusi darah yang tidak aman, penggunaan
jarum suntik yang tidak aman, hubungan seksual, ibu menularkan ke anaknya, baik
saat melahirkan maupun menyusui, dsb. Masih ditemukan kesalahan persepsi yang
berkembang di masyarakat, seperti masyarakat masih mengira bahwa HIV menular
melalui sentuhan fisik seperti berpegangan tangan, menggunakan pakaian yang
digunakan oleh ODHA, menggunakan peralatan makan bersama ODHA, hidup
bersama ODHA. Sebenarnya, hal-hal tersebut tidaklah menularkan HIV. Oleh karena
itu, dalam kehidupan sehari-hari kita bisa berinteraksi seperti biasa dengan ODHA dan
tidak perlu menjauhi apalagi mengucilkan ODHA.

Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia terdapat satu orang baru terinfeksi HIV
(Unicef Indonesia, 2012). Estimasi Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan
bahwa virus HIV & AIDS dipicu oleh penularan seksual dan pengunaan narkoba suntik.
Pada tahun 2011 berdasarkan Data Penduduk dari Proyeksi Survei Antarsensus yang
tercatat dalam, Laporan perkembangan situasi HIV & AIDS di Indonesia pada tahun
2011 didapati bahwa, Provinsi Papua menduduki peringkat teratas dengan jumlah
kasus terbanyak sebesar 131 kasus, disusul dengan Papua Barat sebanyak 46 kasus,
kemudian Bali dengan 43 kasus, lalu Jakarta menduduki posisi keempat dengan 43
kasus. Sementara itu, Provinsi Kepulauan Riau berada pada posisi kelima dengan
jumlah kasus sebanyak 41, Maluku sebanyak 32 kasus, kemudian Kalimantan Timur
sebanyak 13 kasus dan Kalimantan Barat sebanyak 11 kasus, terakhir Sulawesi Utara
dan Sumatera Utara yang menduduki posisi dua terbawah dengan jumah kasus
masing-masing sebanyak 10 dan 9 kasus.

Orang hidup dengan HIV & AIDS (ODHA) merupakan mereka yang telah terinfeksi HIV
atau mengidap AIDS. Sejak tahun 2008 hingga 2016, Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit & Penyehatan Lingkungan (Dirjen PP & PL) Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI) telah menghimpun data fantastis mengenai jumlah infeksi
HIV & AIDS di Indonesia yang diklasifikasikan menurut jenis kelamin.
Banyak cara penyebaran virus HIV, bisa melalui jarum suntik bekas, transfusi darah,
donor organ, ASI (air susu ibu), seks bebas, dan sebagainya. Dari berbagai hal yang
menjadi faktor potensi penyebaran virus HIV, seks bebas merupakan hal yang paling
menarik dan sensitif terhadap perkembangan remaja Indonesia saat ini. HIV & AIDS
sebagai virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan penurunan
kekebalan tubuh penderitanya. Virus-virus tersebut memanfaatkan kesempatan
(opportunity) yang diberikan sistem kekebalan tubuh yang rusak, sehingga
menyebabkan infeksi oportunistik (Murni dkk, 2009). Infeksi oportunistik adalah
infeksi yang disebabkan oleh organisme yang menyebabkan penyakit tertentu pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh tidak normal dalam hal ini orang yang sudah
terjangkit virus HIV & AIDS, namun infeksi ini juga mampu menyerang orang dengan
sistem kekebalan yang buruk.

Terkait dengan virus HIV yang tersebar melalui seks bebas, banyak hal menarik yang
dapat dikaji secara spesifik hingga menjadi penyumbang utama dari penularan virus
HIV. Orang muda di Indonesia memiliki akses terbatas mengenai informasi dan
pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi. Seks seolah menjadi hal yang dianggap
tabu dan tidak etis untuk dibicarakan dengan orangtua, guru dan penyedia pelayanan
keehatan. Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan zaman yang semakin
cepat, kini siapapun termasuk remaja bahkan anak-anak memiliki akses bebas pada
dunia internet. Mereka pun memilih untuk belajar mengenai seks melalui tontonan
seksual yang selama ini dilarang atau ditabukan untuk dibahas secara transparan.

Seks bebas (free sex) sendiri merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat seksual,
dimana kebebasan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem
regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam
masyarakat (Hartono, 1992). Hasil penelitian yang diterbitkan oleh Departemen
Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2007, laki-laki yang berusia sekitar 15-19 tahun
memiliki persentase 5,7% masih lebih kecil dibanding dengan laki-laki berusia 20-24
tahun yang tingkat persentasenya yaitu 10,5%. Hal ini berbanding terbalik dengan
persentase perempuan yang berumur sekitar 15-19 tahun yaitu 1,3% dan lebih rendah
0,1% daripada perempuan dengan kisaran 20-24 tahun. Sedangkan pada tahun 2012,
kenaikan pesat terjadi pada remaja laki-laki yang meningkat sekitar 10% dari tahun
2007. Pada remaja perempuan, naik sekitar 0,4% dari tahun 2007. Seks bebas yang
dilakukan oleh para remaja dapat menimbulkan virus HIV dan saling menularkannya
pada pasangannya. Dampaknya, penderita akan menularkan virus tersebut dari
seluruh organnya.

Pada tahun 2016 sekitar 63% remaja di Indonesia melakukan seks bebas (Jovian,
2016). Berawal dari tidak sengaja melihat gambar porno, lalu meningkat menjadi
melakukan perbuatan seks bebas sampai akhirnya mengalami HIV & AIDS. Perlunya
dampingan dan pengawasan orang tua sejak dini menjadi modal penting agar anak
tidak melakukan seks bebas di kemudian hari. Selain itu, peran guru di sekolah dalam
mengatur pola pergaulan anak hingga usia remaja harus selalu di awasi dengan bijak.

Tepat pada 1 Desember setiap tahunnya kita diajak untuk merenungi kembali
mengenai, sejauh mana tingkat kesadaran masyarakat kita terhadap upaya
pencegahan penularan HIV, seberapa layak akses layanan kesehatan, dan seberapa
besar dukungan psikologis pada ODHA yang sudah kita berikan, serta seberapa kuat
komitmen kita untuk mendukung upaya dunia global dalam menanggulangi HIV &
AIDS, yang tentunya bisa dimulai dari lingkungan kita sendiri.

Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan HIV & AIDS di Indonesia, seluruh
elemen baik keluarga selaku media pendidikan pertama bagi anak dan juga institusi
pendidikan, yakni Sekolah harus bekerja sama agar mampu mewujudkan
pengurangan angka HIV & AIDS di Indonesia. Beberapa upaya yang bisa dilakukan,
yakni:
 Melakukan pengawasan dan pendampingan pada anak dalam menggunakan
gadget. Orangtua dirumah perlu mengenalkan anak pada situs-situs yang
bermanfaat untuk proses pembelajaran dan perkembangan kognitifnya, hal
ini diharapkan mampu mencegah anak untuk melihat situs-situs porno. Jika
tidak dicegah atau tidak dihentikan, dikhawatirkan anak akan
mempraktekkan hal tersebut di kehidupan nyata saat ada kesempatan yang
ia dapatkan.
 Pendidikan dalam seks sejak dini. Pendidikan ini diharapkan menjadi modal
bagi anak untuk memahami bahaya dan dampak dari perilaku seks bebas
pada usia sekolah
 Memberikan pendidikan spiritual yang mampu menumbuhkan karakter anak
yang sadar akan norma dan nilai-nilai dalam masyarakat.
 Anak-anak hingga usia remaja diajak memberikan dukungan dan empati
pada ODHA dan dibekali pemahaman mengenai penyakit HIV & AIDS dari
proses penularannya dan bahaya HIV & AIDS sehingga mereka bisa menjaga
diri mereka untuk tidak terhindar dari HIV & AIDS.
 Anak-anak diberikan wadah untuk berkarya dan mengembangkan
potensinya secara positif dan terbuka baik di lingkungan keluarga dan
sekolahnya
Apapun tindakan yang diambil saat ini, tentu akan menentukan masa depan bangsa
Indonesia di masa mendatang dalam mencegah dan menangulangi bahaya HIV & AIDS
di Indonesia. Jadi, rawatlah anak sebagai penerus bangsa yang seharusnya membawa
perubahan positif di kehidupan masa mendatang.

BAB 111
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Stigma buruk terhadap ODHA telah menjadi hukuman sosial oleh masyarakat di
berbagai belahan dunia terhadap pengidap ODHA yang bisa bermacam-macam
bentuknya, antara lain berupa tindakan-tindakan pengasingan, penolakan,
diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang terinfeksi HIV. Tindakan diskriminasi
dan stigmatisasi membuat orang enggan untuk melakukan tes HIV, enggan
mengetahui hasil tes mereka, dan tidak berusaha untuk memperoleh perawatan yang
semestinya serta cenderung menyembunyikan status penyakitnya. Hal ini semakin
memperburuk keadaan, membuat penyakit yang tadinya dapat dikendalikan menjadi
semacam “hukuman mati” bagi para pengidapnya dan membuat penyakit ini makin
meluas penyebarannya secara terselubung.
Stigma dan diskrimansi terhadap ODHA merupakan tantangan yang bila tidak teratasi,
potensial untuk menjadi penghambat upaya penanggulangan HIV dan AIDS.
Diskriminasi yang dialami ODHA baik pada unit pelayanan kesehatan, tempat kerja,
lingkungan keluarga maupun di masyarakat umum harus menjadi prioritas upaya
penanggulangan HIV dan AIDS. Oleh sebab itu perlu dukungan dan perberdayaan
kelompok-kelompok dukungan sebaya (KDS) sebagai mitra kerja yang efektif dan
mahasiswa sebagai kelompok yang potensial dalam mengurangi stigma dan
diskriminas terhadap ODHA.

B. SARAN
Demikian makalah yang telah saya buat, semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam memahami para penderita HIV/AIDS atau ODHA yang ada dilingkungan sekitar
kita dan terlebih dalam proses belajar kita sebagai seorang mahasiswa untuk
menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang ODHA, perilaku beresiko seks
bebas dan penyalahgunaan napza.
Menyadari akan segalah kekurangan dalam penyusunan makalah ini maka dengan
segala kerendahan hati saya mohon masukan dan saran dari teman-teman sekalian
terlebih dari dosen mata kuliah.
Saya ucapkan terimaksih.
Sumber :
 Hentikan Stigma pada ODHA atau Pengidap HIV/AIDS,Artikel helodoc. Diakses
tanggal 05 februari 2021, jam 20.00 wita
 Stigma dan Diskriminasi ODHA, tugas dan tanggung jawab siapa?,
https://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/artikel/artikel-kontribusi/1005.
Diakses tanggal 05 februari 2021, jam 20.20 wita
 Seks Bebas Peringkat Pertama Penyebaran HIV & AIDS di Indonesia,
http://psikologi.uin-malang.ac.id/?p=3819. Diakses tanggal 05 februari 2021,
jam 20.30 wita
 Perilaku Seksual Beresiko Pengguna Narkotika,
http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/download/748/805. Diakses
tanggal 05 februari 2021, jam 20.05

Anda mungkin juga menyukai