Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun ketahun kian meningkat.
Hingga akhir September 2007, Departemen Kesehatan RI melaporkan
lebih dari 16.000 orang positif terinfeksi HIV/AIDS, dan sekitar 2.000 orang
lebih meninggal dunia karena hal tersebut. Indonesia tercatat sebagai
negara dengan perkembangan epidemis HIV/AIDS tercepat di Asia
(http://radio.jurnalperempuan.com diunduh tanggal 03 Oktober 2009).
Data terbaru yang dikeluarkan oleh Ditjen PPM & PL Depkes RI
menyebutkan, secara kumulatif, dari 1 Juli 1987 hingga triwulan ketiga
tahun 2008, terdapat total 18.963 kasus HIV/AIDS di seluruh Indonesia.
Rinciannya: sebanyak 6.277 kasus HIV dan 12.686 AIDS, dengan 2.479
kasus di antaranya meninggal dunia. Jumlah kasus AIDS menurut
golongan umur, paling banyak adalah pada usia 20-29 tahun, yang
mencapai 6.782 kasus. (http://wawasandigital.com, diunduh tanggal 15
Oktober 2009). Dimana usia tersebut merupakan usia produktif seseorang
untuk dapat mengukir karir dalam kehidupan.
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin lakilaki mencapai 12.640
kasus, perempuan mencapai 4.239 kasus, dan yang tidak diketahui
mencapai 85 kasus, Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan
bahwa persentase jumlah penderita perempuan akan terus meningkat
dikarenakan

perempuan

sangat

rentan

terinfeksi

virus

tersebut.Diperkirakan setiap menitnya empat orang berusia 15-24 tahun


di dunia terinfeksi HIV. Pada populasi usia produktif 15-59 tahun, dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 sebanyak
277.700 orang, dan pada tahun 2014 jumlah tersebut diperkirakan akan
meningkat sampai 501.400 orang.
Merupakan jumlah yang sangat besar bila kita melihat kondisi
masyarakat Indonesia saat ini yang masih tabu untuk membahas masalah
ini dan tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan jumlah tersebut akan

terus berkembang sebelum adanya kesadaran dari masyarakat untuk


mencegah hal tersebut. Peningkatan jumlah ODHA (Orang dengan
HIV/AIDS) yang terus menerus disebabkan karena usaha pencegahan
penularan infeksi dari penderita ke orang lain terhambat. Salah satu
penyebabnya adalah karena stigma dan diskriminasi yang diberikan oleh
masyarakat kepada penderita HIV/AIDS (ODHA). Stigma dan diskriminasi
terhadap ODHA disebabkan oleh kurangnya informasi yang benar tentang
cara penularan HIV, serta adanya ketakutan terhadap HIV/AIDS, dan fakta
yang menyatakan bahwa AIDS merupakan penyakit yang mematikan.
Stigma berhubungan dengan kekuasaan dan dominasi dalam masyarakat
yang didukung oleh ketidaksetaraan sosial. Stigma berasal dari dalam
struktur masyarakat dan norma-norma serta nilai-nilai yang mengatur
kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menyebabkan beberapa kelompok
menjadi kurang dihargai dan merasa malu, sedangkan kelompok lainnya
merasa superior.
Stigma terhadap ODHA yang masih melekat di dalam masyarakat
yang membuat diskriminasi terhadap ODHA semakin kuat. Masih banyak
masyarakat baik yang berasal dari kelas bawah sampai dengan seorang
dokter sekalipun mendiskriminasi ODHA seperti yang terjadi di Yogyakarta
seorang dokter di sebuah rumah sakit terkemuka yang mengganggap
bahwa ODHA itu adalah manusia yang kotor yang melakukkan hal-hal
yang tidak bermoral seperti pengguna narkoba, PSK (Penjaja Seks
Komersil), wanita simpanan, dll, sehingga ketika ia mendapatkan pasien
ODHA ia tidak mau merawatnya. Padahal HIV/AIDS itu tidak hanya diderita
oleh golongan tersebut saja bahkan seorang ibu rumah tangga atau
seorang guru pun bisa menderita HIV/AIDS, yang dimana profesi mereka
dianggap mulia atau baik-baik. Sebenarnya hak ODHA (orang dengan
HIV/AIDS) sama seperti manusia lainnya, tetapi karena ketakutan dan
kekurangpahaman masyarakat mengenai keberadaan virus tersebut,
membuat hak ODHA (orang dengan HIV/AIDS) sering dilanggar.
Menurut hasil penelitian dokumentasi pelanggaran HAM Yayasan
Spiritia,

30%

responden

menyatakan

pernah

mengalami

berbagai

diskriminasi dalam pelayanan kesehatan dan dalam keluarga. Hingga saat

ini sikap dan pandangan masyarakat terhadap ODHA amatlah buruk


sehingga melahirkan permasalahan serta tindakan yang melukai fisik
maupun mental bagi ODHA tak terkecuali keluarga dan orang-orang
terdekatnya. Hasil penelitian ditemukan bahwa stigma terhadap status
HIV/AIDS

yang

didapatkan

oleh

ODHA

lebih

tinggi

di

lingkungan

masyarakat (71,4%), selanjutnya di tempat pelayanan kesehatan (35,5%)


dan yang terendah adalah di lingkungan keluarga (18,5%) (Yana,
Amiruddin & Maria, 2007). Berdasarkan persentase diatas terlihat adanya
perbandingan yang cukup signifikan antara persentase masyarakat,
pelayanan kesehatan maupun keluarga. Dalam hal ini dapat dilihat masih
kentalnya pandangan negatif mengenai ODHA di lingkungan masyarakat
karena kurangnya informasi mengenai HIV/AIDS.
Peningkatan pengetahuan masyarakat, penyedia layanan kesehatan
dan

anggota

keluarga

menjadi

hal

yang

perlu

dilakukan

untuk

meningkatkan pemahaman akan HIV/AIDS. Hal tersebut perlu dilakukan


agar ODHA tidak lagi diperlakukan seperti monster ataupun mahluk
menyeramkan lainnya, yang membuat masyarakat memutuskan relasi
dengan mereka, tetapi menerima mereka selayaknya manusia biasa,
karena secara fisik ODHA tidak memiliki ciri khas tertentu, mereka bisa
tetap menjalankan aktifitas normal seperti masyarakat lainnya yang
status HIVnya negatif.
1.2 Identifikasi Masalah
Semakin meningkatnya jumlah ODHA (orang dengan HIV/AIDS) yang
salah satu peyebabnya adalah kurangnya informasi yang diterima
masyarakat mengenai kondisi ODHA pada khususnya dan HIV/AIDS pada
umumnya yang cenderung menimbulkan sikap negatif. Sikap negatif
tersebut sangat berpengaruh bagi kehidupan ODHA dalam hal beradaptasi
dengan lingkungan maupun berelasi dengan masyarakat.
Dilihat dari kondisi saat ini dimana pemberian informasi mengenai
hal tersebut telah dilakukan oleh berbagai LSM maupun badan-badan
yang peduli terhadap HIV/AIDS sehingga diharapkan dengan adanya
pemberian informasi tersebut dapat merubah cara pandang dan penilaian

masyarakat

terhadap

ODHA.

Pemberian

informasi

yang

awalnya

diharapkan dapat merubah sikap masyarakat menjadi lebih positif


terhadap ODHA tetapi pada kenyataannya masih banyak penulis temui
masyarakat yang memiliki sikap negatif didasarkan atas fenomenafenomena yang telah penulis cantumkan sebelumnya.
Pada kenyataannya sikap yang muncul ada yang pro dan ada pula
yang kontra terhadap ODHA yang bisa muncul karena adanya pengaruh
dari berbagai hal seperti, pengalaman pribadi, informasi media, budaya,
dll., meskipun banyak mahasiswa yang bersikap positif tetapi ada pula
yang masih tabu mengenai ODHA serta HIV/AIDS, sehingga cenderung
bersikap negatif.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah makalah ini
adalah

bagaimana

cara-cara

untuk

merubah

perilaku

masyarakat

terhadap ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)?


1.4 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi cara-cara untuk merubah perilaku masyarakat
terhadap ODHA.
1.5 Manfaat
1. Bagi masyarakat
Dengan diberinya informasi, masyarakat mempunyai pengetahuan yang
lebih luas dan mendalam tentang HIV/AIDS serta ODHA, sehingga tidak
perlu

lagi

mendeskriminasi

ODHA

dan

merangkul

ODHA

seperti

masyarakat pada umumnya. Bagi ODHA sendiri, agar lebih nyaman


berada di sekitar masyarakat, sebagai dukungan dan motivasi, serta tidak
merasa terdeskriminasi lagi.
2. Bagi instansi terkait
Bagi instansi pemerintah atau instansi kesehatan, yaitu sebagai informasi
lebih bagaimana sebenarnya masyarakat memandang ODHA serta
pemberian

perlindungan

masyarakat pada umumnya.

kepada

ODHA

atas

hak-haknya

seperti

3. Bagi penulis
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat dipakai sebagai
pedoman di dalam penelitian lebih lanjut terutama yang berhubungan
dengan sikap dan ODHA.

Anda mungkin juga menyukai